Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah

tropis dan sub tropis serta dapat mematikan atau membunuh lebih dari satu juta

manusia di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari

satu Negara dengan Negara lain dan dari satu kabupaten atau wilayah dengan

wilayah lain. Menurut WHO, pada tahun 1990, 80% kasus di Afrika, dan kelompok

potensial terjadinya penyebaran malaria indigenous di Sembilan Negara yaitu:

India, Brazil, Afganistan, Sri Langka, Thailand, Indonesia, Vietnam, Cambodia dan

China. Plasmodium Falciparum adalah spesies paling dominan dengan 120 juta

kasus baru pertahun, dan lebih dari satu juta kematian pertahun secara global.

Dalam tahun 1989 yang lalu WHO kembali mendeklarasikan penanggulangan

malaria menjadi prioritas global.1

Di Indonesia malaria mempengaruhi angka kesakitan dan kematian bayi, anak

balita, ibu melahirkan dan produktivitas sumber daya manusia. Saat ini ditemui 15

juta penderita malaria dengan angka kematian 30 ribu orang setiap tahun, sehingga

pemerintah memprioritaskan penangulangan penyakit menular dan penyehatan

Lingkungan.1

Upaya penanggulangan di Indonesia telah sejak lama dilaksanakan, namun

daerah endemis malaria bertambah luas, bahkan menimbulkan kejadian luar biasa

(KLB). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001,

terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Dari 295

kabupaten/kota yang ada di Indonesia, 167 kabupaten/kota merupakan wilayah

endemis malaria.3

1
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui

program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis

dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang

kesemuanya ditujukàn untuk memutus mata rantai penularan malaria.2

Sejak tahun 1973 ditemukan pertamakali adanya kasus resistensi P. falciparum

terhadap klorokuin di Kalimantan Timur Sejak itu kasus resistensi terhadap

klorokuin yang dilaporkan semakin meluas Tahun 1990, dilaporkan telah terjadi

resistensi parasit P. falciparum terhadap klorokuin dan seluruh provinsi di Indonesia

selain itu, dilaporkan juga adanya kasus resistensi plasmodium terhadap

Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) dibeberapa tempat di Indonesia Keadaan seperti ini

dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit malaria OIeh sebab

itu, upaya untuk menanggulangi masalah resistensi tersebut (multiple drugs

resistance), maka pemerintah telah merekomendasikan obat pilihan pengganti

klorokuin dan SP terhadap P. falciparum dengan terapi kombinasi artemisinin

(artemisinin combination therapy).2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan oleh

protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam, anemia

dan pembesaran limpa. Ada empat parasit yang menimbulkan gejala yang

berbeda-beda. salah satunya adalah plasmodium falciparum. Plasmodium

Falciparum adalah protozoa parasit, salah satu spesies plasmodium yang

menyebabkan kasus terbanyak dan paling ditakuti.4

Plasmodium Falciparum, dapat menyebabkan peyakit tertian maligna

(malaria tropika), infeksi oleh spesies ini menyebabkan parasitemia yang

meningkatkan jauh lebih cepat dibandingkan spesies lain dan merozoitnya

menginfeksi sel darah merah dari segala umur (baik muda maupun tua).4

Siklus hidup malaria memerlukan dua hospes yaitu manusia dan nyamuk

anopheles betina. Pertama nyamuk akan menanamkan sporozoit yang berada

di airliur nyamuk. Sporozoit tersebut menuju sel hati yang pada akhirnya

masuk ke dalam eritrosit untuk memproduksi merozoit.4

2.2 Epidemiologi

Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan dengan

perbedaan derajat kekebalan tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan dengan

laki-laki, namun kehamilan dapat maningkatkan resiko malaria. Ada beberapa

faktor yang turut mempengaruhi seseorang terinfeksi malaria adalah (5,6):

3
1. Ras atau suku bangsa

Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup

tinggi sehingga lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum karena HbS dapat

menghambat perkembangbiakan P. falciparum.

2. Kekurangan enzim tertentu

Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase

(G6PD) memberikan perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang

berat. Defisiensi terhadap enzim ini merupakan penyakit genetik dengan

manifestasi utama pada wanita.

3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan

Plasmodium yang masuk atau mampu menghalangi perkembangannya.

Terkonsentrasi terutama di daerah tropis dan subtropis, Parasit ini

ditemukan didaerah tropic, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Di

Indonesia parasit ini terbesar di seluruh kepulauan.

4
Gambar Peta Distribusi Malaria. Sumber :Gunawan S. Epidemiologi Malaria.
Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi
Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2010; Hal: 1-15.

O, daerah dimana malaria tidak ditemukan, telah berhasil dieradikasi atau tidak
pernah ada; +, daerah dengan risiko rendah; ++, daerah dimana transmisi
terjadi

2.3 Etiologi

Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus

Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler.

Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu :

1. Plasmodium vivax,

2. Plasmodium falciparum,

3. Plasmodium malariae, dan

4. Plasmodium ovale.

Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles

ataupun ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang

tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya.(6,7)

5
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria

tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria

kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P.

falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies

terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat

menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam

jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-

organ tubuh.(3,7)

2.4 Siklus Malaria

Gambar Siklus Malaria Sumber :Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam:


Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan
Penanganan. Jakarta: EGC, 2010; Hal: 1-15.

Parasit ini merupakan species yang berbahaya karena penyakit yang

ditimbulkannya dapat menjadi berat dan menyebabkan kematian.

Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase preritrosit saja,

tidak ada fase ekso-eritrosit. Bentuk dini yang dapat dilihat dalam hati adalah

6
skizom yang berukuran ± 30 µ pada hari keempat setelah infeksi. Jumlah

morozoit pada skizon matang (matur) kira-kira 40.000 bentuk cacing stadium

trofosoit muda plasmodium falciparum sangat kecil dan halus dengan ukuran

±1/6 diameter eritrosit. Pada bentuk cincin dapat dilihat dua butir kromatin,

bentuk pinggir (marginal) dan bentuk accole sering ditemukan. Beberapa

bentuk cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosit (infeksi multipel).

Walaupun bentuk marginal, accole, cincin dengan kromatin ganda dan infeksi

multiple dapat juga ditemukan dalam eritrosit yang di infeksi oleh spesies

plasmodium lain pada manusia, kelainan-kelainan ini lebih sering ditemukan

pada plasmodium falciparum dan keadaan ini penting untuk membantu

diagnosis spesies.5

1. Fase Seksual

Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh

nyamuk (Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam

eritrosit dapat berkembang menjadi bentuk- bentuk seksual jantan dan

betina. Gametosit ini tidak berkembang akan mati bila tidak di hisap oleh

Anopeles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan dari

gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang kemudian mempenetrasi

dinding lambung dan berkembang menjadi Ookista. Dalam waktu 3

minggu, sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah nyamuk.5

Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit

membentuk tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit.

Setelah 2- 3 generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi

bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai ditemukannya

7
parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/

incubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes

sampai timbulnya gejala klinis demam.5

2. Fase Aseksual

Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang

terinfeksi parasit, menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan

“sporozoit“ ke dalam peredaran darah yang untuk selanjutnya bermukim di

sel-sel parenkim hati (Pre-eritrositer). Parasit tumbuh dan mengalami

pembelahan (proses skizogoni dengan menghasilakn skizon) 6-9 hari

kemudian skizon masak dan melepaskan beribu-ribu merozoit. Fase di

dalam hati ini di namakan “ Pra-eritrositer primer”. Terjadi di dalam darah.

Sel darah merah berada dalam sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel darah

mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml

darah. Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan

hati.5

Sel darah di hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran yang

di keluarkan diproses kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang baru dan

pigmen bilirubin yang dikelurkan bersamaan dari usus halus. Dari sebagian

merozoit memasuki sel-sel darah merah dan berkembang di sini menjadi

trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara lain limpa atau

terdiam di hati dan di sebut “ekso-eritrositer sekunder“. Dalam waktu 48 -

72 jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang di lepaskan dapat

memasuki siklus di mulai kembali. Setiap saat sel darah merah pecah,

penderita merasa kedinginan dan demam, hal ini di sebabkan oleh merozoit

8
dan protein asing yang di pisahkan. Secara garis besar semua jenis

Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama yaitu tetap sebagian di tubuh

manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh nyamuk.5

2.5 Klasifikasi

Menurut Harijanto (2006) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis

plasmodiumnya antara lain sebagai berikut :

1. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum)

Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang

paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali,

parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14

hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh

Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil yang

berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya

spesies yang memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin).

Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika :

Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup.

Infeksi Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah

yang mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat

pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan

iskemik lokal. Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan

angka komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid

Malaria, dan Black Water Fever).

9
2. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)

Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan

Plasmoduim vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru.

Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan kadang-

kadang mengumpul sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae

mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/ rossete.

Bentuk gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil.

Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri

pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum.

Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik

dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan

edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.

3. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)

Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium

malariae, skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen

hitam di tengah. Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah

bentuk eritrosit yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau

ireguler dan fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan

dari semua malaria disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-

16 hari, walau pun periode laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 3-4

hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi dan terjadi

pada malam hari.

10
4. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)

Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit

muda yang diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip

dengan plasmodium Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit

vivax berubah menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit ovale dan

pigmen kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi

seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen kuning. Gejala malaria jenis

ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan

mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap

72 jam.

Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system

tubuh, malaria tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai

dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis yang

banyak, dan sering terjadinya komplikasi.

2.6 Manifestasi Klinis

 Trias Malaria

Masa inkubasi malaria berkisar antara 9- 30 hari. Gejala kliniknya dikenal

sebagai trias malaria yang terdiri dari demam, anemia dan splenomegali.

Demam khas pada malaria adalah menggigil selama 15-60 menit karena

pecahnya skizon eritrosit, lalu demam selama 2-6 jam kemudian berkeringat

selama 2-4 jam. Keringat yang dihasilkan dapat sangat banyak hingga

membasahi tempat tidur. Setelah berkeringat biasanya penderita justru akan

merasa lebih enakan tapi lemas. Gejala ini terus berulang dengan periode

tertentu sesuai dengan jenis plasmodiumnya. Di daerah endemis, gejala khas

11
ini seringkali tidak ditemukan karena sebagian besar sudah memiliki

imunitas di dalam tubuhnya.5

Gejala dari plasmodium falcifarum yang di temukan pada klien dengan

malaria adalah sebagai berikut :5,11

 Masa tunas intrinsik plasmodium falciparum berlangsung antara 9-14 hari.

Penyakitnya mulai dengan sakit kepala, punggung dan ekstremitas,

perasaan dingin, mual, muntah atau diare ringan. Demam mungkin tidak ada

atau ringan dan penderita tidak tampak sakit, diagnosis pada stadium ini

tergantung dari anamnesis tentang kepergian penderita ke daerah endemik

malaria sebelumnya. Penyakit berlangsung terus, sakit kepala, punggung

dan ekstremitas lebih hebat dan keadaan umum memburuk. Pada stadium

ini penderita tampak gelisah, pikau mental (mentral cunfuncion). Demam

tidak teratur dan tidak menunjukkan perodiditas yang jelas.

Ada anemia ringan dan leucopenia dengan monositosis. Pada stadium dini

penyakit penyakit dapat didiagnosis dan diobati dengan baik, maka infeksi

dapat segera diatasi. Bila pengobatan tidak sempurna, gejala malaria

pernisiosa dapat timbul secara mendadak. Istilah ini diberikan untuk

penyulit berat yang timbul secara tidak terduga pada setiap saat, bila lebih

dari 5 % eritrosit di-infeksi.

Pada malaria falciparum ada tiga macam penyulit :

1. Malaria serebral dapat dimulai secara lambat atau mendadak setelah

gejala permulaan.

2. Malaria algida menyerupai syok/renjatan waktu pembedahan.

3. Gejala gastro-intestinal menyerupai disentri atau kolera.

12
 Hemolisis intravascular secara besar-besaran dapat terjadi dan memberikan

gambaran klinis khas yang dikenal sebagai “blackwater fever” atau febris

iktero-hemoglobinuria. Gejala dimulai dengan mendadak, urin berwarna

merah tua samapi hitam, muntah cairan yang berwarna empedu, ikterus,

badan cepat lemah dan morolitasnya tinggi. Pada “blackwater” parasit

sedikit sekali, kadang-kadang tidak ditemukan dalam darah tepi.

 Gejalanya adalah berkurangnya kesadaran dan serangan demam yang tidak

menentu, dapat pula berkala tiga hari sekali. Gejala lainnya adalah demam

tinggi yang timbul mendadak , muntah dan gagal ginjal akut.

Malaria falciparum berat adalah penyakit malaria dengam P.falciparum

stadium aseksual ditemukan di dalam darahnya, disertai salah satu bentuk

gejala klinis tersebut dibawah ini (WHO, 1990) dengan menyingkirkan

penyebab lain (infeksi bakteri atau virus) :

1. Malaria otak dengan koma (unarousable coma)

2. Anemia normositik berat

3. Gagal ginjal

4. Edema paru

5. Hipoglikemia

6. Syok

7. Perdarahan spontan/DIC (disseminated intravascular coagulation)

8. Kejang umum yang berulang.

9. Asidosis

13
2.7 Diagnosis

1. Anamnesis

 Keluhan utama : demam, menggigil, dapat disertai sakit kepala, mual,

muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.

 Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah

endemik malaria.

 Riwayat tinggal didaerah endemik malaria.

 Riwayat sakit malaria.

 Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.

 Riwayat mendapat transfusi darah.

 Gejala klinis pada anak dapat tidak jelas.2

2. Pemeriksaan fisik

1) Malaria Ringan

 Demam (pengukuran dengan termometer ≥ 37,5°C)

 Konjungtiva atau telapak tangan pucat

 Pembesaran limpa (splenomegali)

 Pembesaran hati (hepatomegali). 2

2) Malaria Berat

 Mortalitas:

 Hampir 100% tanpa pengobatan,

 Tatalaksana adekuat: 20%

 Definisi: Infeksi P. falciparum disertai dengan salah satu atau lebih

kelainan berikut:

 Malaria serebral

14
 Gangguan status mental

 Kejang multipel

 Koma

 Hipoglikemia: gula darah < 50 mg/dL

 Distress pernafasan

 Temperatur > 40oC, tidak responsif dengan asetaminofen

 Hipotensi

 Oliguria atau anuria

 Anemia: hematokrit <20% atau menurun dengan cepat

 Kreatinin > 1,5 mg/dL

 Parasitemia > 5%

 Bentuk Lanjut (tropozoit lanjut atau schizont) P. falciparum pada

apusan darah tepi

 Hemoglobinuria

 Perdarahan spontan

 Kuning 5

1. Pemeriksaan laboratorium

1) Pemeriksaan dengan mikroskop

Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas /

Iapangan / rumah sakit untuk menentukan :

o Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).

o Spesies dan stadium plasmodium

o Kepadatan parasit

15
Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal

sebagai berikut :

 Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang

setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut.

 Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut

tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.

2) Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,

dengan menggunakan metoda imunokromatografi, dalam bentuk dipstik

Tes ini sangat bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat terjadi

kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas

lab serta untuk survey tertentu.

Hal yang penting lainnya adalah penyimpanan RDT ini sebaiknya

dalam lemari es tetapi tidak dalam freezer pendingin.

3) Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat:

 Darah rutin

 Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali

fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium,

anaIisis gas darah.

 EKG

 Foto toraks

 Urinalisis

 Biakan darah dan uji serologi

16
Gambar. Apus darah tebal sumber :

Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam:

gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W

(editor)

Gambar. Stadium darah


parasit, apus darah tipis

Gbr. 1: sel darah merah


normal; Gbr. 2-18: Tropozoit
(Gbr. 2-10 merupakan
tropozoit stadium cincin);
Gbr. 19-26: Skizon (Gbr. 26
skizon ruptur); Gbr. 27,28:
makrogametosid matur (♀);
Gbr. 29, 30: mikrogametosid
matur (♂). sumber : Pribadi W.
Parasit Malaria. Dalam:
gandahusada S, Ilahude HD,
Pribadi W (editor)

17
Gambar. Stadium-stadium dalam siklus hidup P. falciparum. A: Bentuk
cincin (tropozoid awal). B: Schizont matur, jarang terlihat di sediaan apus
darah perifer karen sekuestrasi mikrovaskular. C: Gametosid, bentuk pisang.
Sumber: Division of Parasitic Diseases, US Centers for Disease Control and
Prevention, Atlanta. sumber : Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam: gandahusada S,
Ilahude HD, Pribadi W (editor)

2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan

membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun

tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan kilinis dan

parasitologik serta memutuskan rantai penularan.2

Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong

karena bersifat iritasi lambung, oleh sebab itu penderita harus makan terlebih

dahulu setiap akan minum obat anti malaria.2

Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi.

1. Malaria Falsiparum

Lini pertama pengobatan malaria falsiparum adalah seperti yang tertera

dibawah ini:

Lini pertama = Artesunat + Amodiakuin + Primakuin

18
Setiap kemasan Artesunat + Amodiakuin terdiri dari 2 blister, yaitu

blister amodiakuin terdiri dari 12 tablet @ 200 mg = 153 mg amodiakuin

basa, dan blister artesunat terdiri dari 12 tablet @ 50 mg. Obat kombinasi

diberikan per-oral selama tiga hari dengan dosis tunggal harian sebagai

berikut :

Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb dan Artesunat = 4 mg/kgbb.

Primakuin tidak boleh diberikan kepada:

 lbu hamil

 Bayi < 1 tahun

 Penderita defisiensi G6-PD 2

Tabel. 1
Pengobatan lini pertama malaria falsiparum menurut kelompok
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari Jenis Obat 0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 ≥15
Bulan Bulan Tahun Tahun Tahun Tahun
1 Artesunat 1/4 ½ 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 ½ 1 2 3 4
Primakuin *) *) ¾ 1 1/2 2 2-3
2 Artesunat 1/4 1/2 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4
3 Artesunat 1/4 1/2 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4

Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan, jika pengobatan

lini pertama tidak efektif dimana ditemukan: gejala klinis tidak memburuk

tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali

(rekrudesensi). 2

19
Lini kedua = Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin

 Kina tablet

Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama

7(tujuh) hari. 2

 Doksisiklin

Doksisiklin diberikan 2 kali per-hari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis

orang dewasa adalah 4 mg/Kgbb/hari, sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun

adalah 2 mg/kgbb/hari. Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak

usia <8 tahun. Bila tidak ada doksisiklin, dapat digunakan tetrasiklin. 2

 Tetrasiklin

Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis 4- 5

mg/kgbb/kali Seperti halnya doksisiklin, tetrasiklin tidak boleh diberikan

pada anak dengan umur di bawah. 8 tahun dan ibu hamil. 2

 Primakuin
Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama. 2

Tabel 1.2
Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria Falsiparum

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


Hari Jenis Obat
0-11 Bulan 1-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 Tahun >15 Tahun
1 Kina *) 3 X 1/2 3X1 3 X 11/2 3 X (2-3)
Doksisiklin - - - 2 X 1**) 2 X 1**)
Primakuin - ¾ 11/2 2 2-3
2 Kina *) 3 X 1/2 3X1 3 X 11/2 3 X (2-3)

20
Doksisiklin - - - 2 X 1**) 2 X 1**)
*) Dosis diberikan kg/bb
**) 2x50 mg Doksisiklin
***) 2x100 mg Doksisiklin

Tabel.1.3
Pengobatan lini kedua untuk malaria faliparum

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


Hari Jenis Obat
0-11 Bulan 1-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 Tahun >15 Tahun
1 Kina *) 3X½ 3X1 3 X 11/2 3 X (2-3)
Tetrasiklin - - - *) 4 X 1**)
Primakuin - ¾ 11/2 2 2-3
2- Kina *) 3X½ 3X1 3 X 11/2 3 X (2-3)
7
Tetrasiklin - - - *) 4 X 1**)
*) Dosis diberikan kg/bb
**) 4x250 mg Tatrasiklin

Untuk penderita malaria mix (P.falciparum + P.vivax) dapat diberikan

pengobatan obat kombinasi peroral selama tiga hari dengan dosis tunggal

harian sebagai berikut:

Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb dan Artesunat = 4 mg/kgbb ditambah

dengan primakuin 0,25 mg/ kgbb selama 14 hari. 2

Malaria mix = Artesunat + Amodiakuin + Primakuin

21
2.9 Pencegahan (Kemoprofllaksis)

Kemoprofilaksis bertujuan untuk. mengurangi resiko terinfeksi malaria

sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat Kemoprofilaksis ini

ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam

waktu yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan

lain-lain Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian/tugas dalam

jangka waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personaI protection seperti

pemakaian kelambu, repellent, kawat kassa dan Iain-lain. 2

Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi Plasmodium

falciparum terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan untuk

kemoprofilaksis Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgbb

selama tidak Iebih dari 4-6 minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada

anak umur < 8 tahun dan ibu hamil. 2

Kemoprofilaksis untuk Plasmodium vivax dapat diberikan klorokuin

dengan dosis 5 mg/kgbb setiap minggu. Obat tersebut diminum satu minggu

sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali.

Dianjurkan tidak menggunakan klorokuin lebih dan 3-6 bulan.2

2.10 Prognosis

1) Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan dan

kecepatan pengobatan.

2) Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang

dilaporkan pada anak-anak 15 %, dewasa 20 %, dan pada kehamilan

meningkat sampai 50 %.

22
3) Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik

daripada kegagalan 2 fungsi organ :

 Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah > 50 %

 Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah > 75 %

 Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis malaria berat

yaitu:

- Kepadatan parasit < 100.000, maka mortalitas < 1 %

- Kepadatan parasit > 100.000, maka mortalitas > 1 %

- Kepadatan parasit > 500.000, maka mortalitas > 50 % 4

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Ramdja M, Mekanisme Resistensi Plasmodium Falsiparum Terhadap

Klorokuin. MEDIKA. No. XI, Tahun ke XXIII. Jakarta, 2010; Hal: 873.

2. Kartono M. Nyamuk Anopheles: Vektor Penyakit Malaria. MEDIKA. No.XX,

tahun XXIX. Jakarta, 2010; Hal: 615.

3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di

Indonesia. Jakarta, 2010; Hal:1-12, 15-23, 67-68.

4. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2010; Hal: 1754-60.

5. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,

Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,

2010; Hal: 1-15.

6. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,

Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,

2010; Hal: 249-60.

7. Nugroho A & Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam

Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis

dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 38-52.

8. Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesis Malaria Berat. Dalam: Harijanto

PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan

Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 118-26.

9. Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam: gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W

(editor). Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta, Fakultas Kedokteran UI,

2011, Hal: 171-97.

24
10. Zulkarnaen I. Malaria Berat (Malaria Pernisiosa). Dalam: Noer S et al (editor).

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit

FKUI, 2012;Hal:504-7.

11. Mansyor A dkk. Malaria. Dalam: kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid

I, Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2011, Hal: 409-16.

12. Harijanto PN. Gejala Klinik Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,

Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,

2012; Hal: 151-55.

13. Purwaningsih S. Diagnosis Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,

Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,

2012; Hal: 185-92.

14. Tjitra E. Obat Anti Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,

Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,

2012; Hal: 194-204.

25

Anda mungkin juga menyukai