Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster

disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela

zoster. Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta

timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut

saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis. Herpes

zoster (atau hanya zoster), umum dikenal sebagai penyakit ruam saraf yang

ditandai dengan ruam kulit yang menyakitkan dengan lepuh di wilayah yang

terbatas pada satu sisi tubuh, sering kali dalam satu garis.1

Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan

angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan

peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun.

Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia

di bawah 20 tahun. Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama

terjadi varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan

permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara

sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion

terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi,

tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes

zoster pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela

yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu

1
yang berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor

penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.3

Insidensi herpes zoster terjadi pada 20% populasi dunia dan 10%

diantaranya adalah herpes zoster oftalmikus. Penyakit ini cukup berbahaya karena

dapat menimbulkan penurunan visus. Virus Varicella zoster dapat laten pada sel

syaraf tubuh dan pada frekuensi yang kecil di sel non-neuronal satelit dari akar

dorsal, berhubung dengan saraf tengkorak dan saraf autonomic ganglion, tanpa

menyebabkan gejala apapun. Infeksi herpes zoster biasanya terjadi pada pasien

usia tua dimana specific cell mediated immunity pada umumnya menurun seiring

dengan bertambahnya usia atau pasien yang mengalami penurunan system

imunseluler. Morbiditas kebanyakan terjadi pada individu dengan imunosupresi

(HIV/AIDS), pasien yang mendapat terapi dengan imunosupresif dan usia tua.3

Herpes zoster oftalmika merupakan bentuk manifestasi lanjut setelah

serangan varisela. Virus ini dapat menyerang saraf cranial V. pada nervus

trigeminus, bila yang terserang antara pons dan ganglion gasseri, maka akan

terjadi gangguan pada ketiga cabang nervus V (cabang oftalmik, maksular,

mandibular) akan teraoi yang biasa terkena adalah ganglion gasseri dan yang

terganggu adalah cabang oftalmik.3

Bila cabang oftalmik yang terkena, maka terjadi pembengkakan kulit di

daerah dahi, alis, dan kelopak mata disertai kemerahan yang dapat disertai vesikel,

dapat mengalami supurasi, yang dapat pecah akan menimbulkan sikatriks. Bila

cabang nasosiliar yang terkena, kemungkinan komplikasi pada mata sekitar 76%.

2
Jika saraf ini dapat tidak terkena maka resiko komplikasi pada mata hanya sekitar

3,4%.2,3

Komplikasi herpes zoster sendiri dapat terjadi pada 10-15% kasus,

komplikasi yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa

nyeri yang persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di

bawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun.

Penyebaran dari ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah

sehingga terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek

imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.3

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti

gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya).

Herpes zoster adalah sutau infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak

mempunyai kekebalan terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya

tidak terinfeksi oleh varicella dalam bentuk cacar air).4

2.2. ETIOLOGI

Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan infeksi virus varisela zoster

yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela

zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi

primer oleh virus. Kadang-kadang infeksi primer berlangsung subklinis. Frekuensi

penyakit pada pria dan wanita sama, lebih sering mengenai usia dewasa.4

Virus varisela zoster (VZV) tergolong virus berinti DNA, virus ini

berukuran 140- 200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan

sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat

hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma.

VZV dalam subfamily alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer

pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi

primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten
4
didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan

menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa

mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang

pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus

spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase

yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.5

2.3. PATOGENESIS

Infeksi primer dari VZV ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini

virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia

permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya

virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang kemudian mengadakan

replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan simptomatik dengan

penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui serat-

serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten

didalam neuron. Virus berdiam diri di ganglion posterior saraf tepi dan ganglion

kranialis. Selama antibodi yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi

dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana

antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus

sehingga terjadi herpes zoster.1,5

Herpes Zoster Ophtalmicus (HZO) terjadi sekitar 10-15% dari kasus Zoster.

HZO terjadi karena virus menginvasi ganglion Gasserian. Untuk alasan yang

5
belum jelas, keterlibatan cabang ophtalmicus (N. V1) 5 kali lebih sering daripada

keterlibatan dari cabang maksilaris (N. V2) atau cabang mandibularis (N. V3).1,2

2.4. GEJALA KLINIS

Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi

pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang

timbulnya erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam,

terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum

terjadi erupsi. Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang

lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh.

Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion

saraf sensorik. Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua

puluh empat jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi

pustula pada hari ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering

menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap menjadi 2-3 minggu. Keluhan yang

berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya timbul

keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita

lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah menghilang. Frekuensi

herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%),

kranial (20%), lumbal (15%), dan sacral (5%).2,4

Kelainan pada wajah diakibatkan oleh gangguan nervus trigeminus (dengan

ganglion gaseri) yang salah satu gejalanya adalah herpes zoster ophtalmicus atau

nervus fasialis dan otikus (dari ganglion genikulatum) yang disebut Ramsay Hunt

6
Sindrom. Pada Herpes zoster oftalmikus ditandai erupsi herpetic unilateral pada

kulit. Gejala prodromal seperti lesu, demam ringan, mual muntah dapat timbul.

Gejala prodromal berlangsung 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul.

Tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk juga dapat timbul. Selain itu timbul

juga gejala fotofobia, banyak keluar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar

dibuka karena perjalanan cabang dari nervus ophtalmicus yang member cabang ke

nervus Arnold rekuren dan N III dan N VI.3

2.5. DIAGNOSIS BANDING

A. Herpes simpleks

Herpes simpleks ditandai dengan erupsi berupa vesikel yang bergerombol,

di atas dasar kulit yang kemerahan. Sebelum timbul vesikel, biasanya didahului

oleh rasa gatal atau seperti terbakar yang terlokalisasi, dan kemerahan pada daerah

kulit. Herpes simpleks terdiri atas 2, yaitu tipe 1 dan 2. Lesi yang disebabkan

herpes simpleks tipe 1 biasanya ditemukan pada bibir, rongga mulut, tenggorokan,

dan jari tangan. Lokalisasi penyakit yang disebabkan oleh herpes simpleks tipe 2

umumnya adalah di bawah pusat, terutama di sekitar alat genitalia eksterna.1

B. Varisela

Gejala klinis berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam

berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini seperti tetesan embun (tear drops).

Vesikel akan beruba menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta. Lesi menyebar

secara sentrifugal dari badan ke muka dan ekstremitas.

7
C. Impetigo vesiko-bulosa

Terdapat lesi berupa vesikel dan bula yang mudah pecah dan menjadi krusta.

Tempat predileksi di ketiak, dada, punggung.

2.6. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN FISIK

Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa

neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan

kulit. Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal

seperti demam, pusing dan malaise. Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa

eritema kemudian berkembang menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat

membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih,

setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula bercampur darah. Jika

absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta. Dalam stadium pra erupsi,

penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa nyeri lainnya, misalnya

pleuritis, infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan sebagainya.

Namun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari

erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan

dasar eritematosa, unilateral, dan mengenai satu dermatom.1,3,7

Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu

menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian

pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron,

serta tes serologik. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel

limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel

8
pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi bungkus ganglion. Partikel

virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster

dapat dilihat secara imunofluoresensi. Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah

sulit untuk menegakkan diagnosis. Akan tetapi pada keadaan yang meragukan

diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain:

1. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan

mikroskop electron

2. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen

3. Tes serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.1,9

2.7. KOMPLIKASI

A. Neuralgia paska herpetik

Neuralgia paska herpetik (PHN) adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah

bekas penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan

sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun,

persentasenya 10-15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur

penderita maka semakin tinggi persentasenya. Pada HZO, kejadian PHN lebih

sering daripada manifestasi zoster yang lain.1,9,10

B. Infeksi sekunder

Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.

Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau

berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan

jaringan nekrotik.1

9
C. Kelainan pada mata

Keterlibatan mata dapat mengancam penglihatan jika tidak terdeteksi dan

diterapi dengan tepat. Adanya edem orbita adalah emergensi ophtalmologi dan

pasien harus dirujuk ke spesialis mata. Iritis, iridocyclitis, glaucoma, dan ulkus

kornea dapat terjadi pada kasus ini. Keterlibatan hanya di daerah dibawah fisura

palpebra inferior tanpa disertai keterlibatanopml dari kelopak atas dan nasal

menunjukkan tidak adanya komplikasi pada mata karena daerah kelopak bawah

diinervasi oleh nervus maksillaris superior.1,6

D. Sindrom Ramsay Hunt

Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan

otikus ganglion genikulatum), sehingga memberikan gejala paralisis otot muka

(paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus,

vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.6

E. Paralisis motorik

Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat

perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang

berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi.

Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh,

ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.6

2.8. PENATALAKSANAAN

Penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk:

1. Mengatasi infeksi virus akut

2. Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster


10
3. Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik.6

Pengobatan Umum

Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat

menularkan kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang

dengan defisiensi imun. Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan

digaruk dan pakai baju yang longgar. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga

kebersihan badan.5,7

Pengobatan Khusus

1. Obat Antivirus

Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya

valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase

pada virus. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir

Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang

dianjurkan adalah 5×800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena

biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise atau penderita

yang tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi herpes

zoster adalah valasiklovir. Valasiklovir diberikan 3×1000 mg/hari selama 7 hari,

karena konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai.

Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir

diberikan 3×200 mg/hari selama 7 hari.5,7

11
2. Analgetik

Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh

virus herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis

asam mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga

dipakai seperlunya ketika nyeri muncul.5,6

3. Kortikosteroid

Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt.

Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa

diberikan ialah prednison dengan dosis 3×20 mg/hari, setelah seminggu dosis

diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan

tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antivirus.6

4. Pengobatan topikal

Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel

diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar

tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi

ulserasi dapat diberikan salap antibiotik.1

2.9. PROGNOSIS

Terhadap penyakitnya pada dewasa dan anak-anak umumnya baik, tetapi

usia tua risiko terjadinya komplikasi semakin tinggi, dan secara kosmetika dapat

menimbulkan makula hiperpigmentasi atau sikatrik. Dengan memperhatikan

higiene & perawatan yang teliti akan memberikan prognosis yang baik & jaringan

parut yang timbul akan menjadi sedikit.2

12
BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. M

Umur : 32 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Status : Menikah

Alamat : Palong Glumpang Baro

No.RM : 059024

Tanggal masuk : 16 Januari 2019

Tanggal pulang : 20 Januari 2019

Kelompok pasien : UMUM

Pasien bangsal : Ruang THT/MATA/KULIT

13
3.1. ANAMNESA

Keluhan utama : Bentol berisi air

Keluhan Tambahan : mata kiri tidak bisa di buka dan nyeri

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan timbul bentol-bentol berisi cairan di daerah

mata dan dahi. Keluhan dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk RS. Awalnya 3 hari

sebelum bentol-bentol muncul pasien mengeluhkan nyeri kepala sebelah kiri, lalu

mata terasa perih dan bengkak. Ruam awalnya muncul pada dahi yang kemudian

melebar kearah mata. Awal muncul ruam kecil seperti jerawat yang kemudian

membesar dan berisi cairan bening. Pasien juga mengeluhkan mata pasien

semakin lama semakin besar bengkaknya dan sekarang mata kiri tidak bisa di

buka.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Maag : positif (+)

 Alergi makanan : disangkal

 Riwayat Alergi /obat : disangkal

 Riwayat Hipertensi : disangkal

 Riwayat Diabetes Melitus : disangkal

 Riwayat Pengobatan Lama : disangkal

 Riwayat Cacar air : positif (+) saat masih kecil

14
Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga

 Riwayat hipertensi : disangkal

 Riwayat DM : disangkal

 Riwayat sesak nafas : disangkal

 Riwayat sakit serupa : disangkal

 Riwayat alergi : disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien tinggal bersama istri dan 1 anak. Tinggal di lingkungan padat

penduduk.

Riwayat penggunaan obat

Pasien menggunaka 4 obat minum dan 1 salep. Pasien tidak mengetahui

nama obatnya, pasien mendapatkan obat dari dokter klinik.

Riwayat kebiasaan

Merokok (+), makan tidak teratur (+), minum alkohol (-).

15
3.2. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Baik

Tanda vital : TD : 120/90 mmHg

N : 88 x/menit

RR : 20 x/menit

T : 36,5 C

Mata : palpebra edema

konjungtiva anemis

refleks cahaya +/SDN

Telinga : sekret -/-

Hidung : sekret -/- epistaksis (-)

Mulut : mukosa bibir kering, pucat (-), lidah tidak

tremor

Leher : KGB tidak membesar, JVP tidak meningkat

Thoraks I : bentuk simetris

P : fremitus raba simetris

P : Pulmo : sonor

16
Cor : batas jantung normal

A : Pulmo : vesikuler, Ronki/wheezing -/-

Cor : S1S2 tunggal

Abdomen I : simetris

P : hepar/lien/massa tidak teraba

P : timpani

A : BU (+) normal

Ekstremitas Superior : edema -/- parese -/- tremor -/-

Inferior : edema -/- parese -/- tremor -/-

Status dermatologis

Inspeksi

Distribusi : Regional, Herpetiformis

Ad region : Regio Oftalmika sinistra

Efloresensi : Ruam primer : Papul, Vesikel berkelompok dengan dasar

eritema.

Ruam skunder : Krusta

Konfigurasi : Ukuran : lentikular (kurang dari 1cm), Bentuk : bulat, batas

tegas.

Palpasi : nyeri (+)

17
3.3. DIAGNOSIS BANDING

Herpes Zoster Oftalmika Sinistra : lokasi unilateral pada daerah oftalmika,

bentuk kelainan kulit berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa,

nyeri, demam, riwayat cacar (+)

Impetigo bulosa : tidak begitu nyeri dan banyak pada anak-anak, vesikel

mudah pecah karena dinding vesikel lebih tipis

3.4. DIAGNOSIS KERJA

Herpes Zoster Oftalmika Sinistra

18
3.5 PLANNING

Laboratorium darah rutin dan darah lengkap

Konsul Spesialis mata

3.6. TERAPI

Non farmakologi

a. Tirah baring

b. Menghindari garukan pada bagian lesi

c. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan

d. Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan

Farmakologi

- IVFD RL 30 tpm

- Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam

- Drp Paracetamol 1000mg/8jam

- Asiklovir 5 x 800 mg

- Zink 1 x 20 mg

- Methyl Prednisolon 2 x 4mg

- Kompres Nacl 0,9% 15-20 menit (3xsehari)

19
3.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 16 Januari 2019

Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan

rujukan

Hemoglobin 16,0 13.5-17,5 g/dl

Leukosit 5, 9 4.0-10 Ribu

Eritrosit 3,31 4.5-5,8 Juta

Hematokrit 46,0 40-50 %

Trombosit 146 150-400 Ribu

MCV 86,9 82-98 Mikro m3

MCH 30,0 >=27 Pg

MCHC 34,0 32-36 g/dl

RDW 13,4 10-16 %

MPV 7.7 7-11 Mikro m3

20
Limfosit 1.5 1.0-4.5 10^3/mikro

Monosit 0,5 0.2-1.0 10^3/mikro

Eosinofil 0.0 0.04-0.8 10^3/mikro

Basofil 0.0 0-0.2 %

Neutrofil 6.2 1.8-7.5 %

Limfosit% 18.0 25-40 %

Monosit % 12.3 2-8 %

Eosinofil % 0.2 2-4 %

Basofil % 0.2 0-1 %

Neutrofil % 69.3 50-70 %

PCT 0.189 0.2-0.5 %

PDW 11.1 10-18 %

21
FOLLOW UP

17 Januari 2019

S : Nyeri kepala (+) nyeri pada ruam (+) Muntah (+) 3x sejak semalam
muntah berisi cairan, Nafsu makan menurun, tidak bisa tidur
O : TD : 110/80 mmhg
HR : 78x/menit
RR : 22x/menit
T : 36,3OC
Status dermatologis
Ruam primer : Papul, Vesikel berkelompok dengan dasar eritema.
Ruam skunder : Krusta
Ukuran : lentikular (kurang dari 1cm), Bentuk : bulat, batas
tegas.

A : Herpes Zoster Oftalmika Sinistra

P : IVFD RL 30 tpm
Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam (H2)
Drp Paracetamol 1000mg/8jam
Asiklovir 5 x 800 mg
Zink 1 x 20 mg
Methyl Prednisolon 2 x 4mg
Kompres Nacl 0,9% 15-20 menit (3xsehari)
+ Inj. Ondancetron 4mg/12jam
+ Alprazolam 1x0,25mg (malam)
+ Konsul dokter spesialis mata

22
Jawaban konsul dr.Cut,Sp.M
Palpebra spasme, Konjungtiva hiperemis, Cornea jernih
Terapi : Polidemicyn 4x1gtt (OS)

18 Januari 2019
S : Nyeri kepala berkurang, nyeri pada ruam (+) Muntah (-), tidak nafsu
makan, perut kembung. Tidur (+)
O : TD : 100/70 mmhg
HR : 82x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,0OC
Status dermatologis
Ruam primer : Papul, Vesikel berkelompok dengan dasar eritema.
Ruam skunder : Krusta
Ukuran : lentikular (kurang dari 1cm), Bentuk : bulat, batas
tegas.

A : Herpes Zoster Oftalmika Sinistra

23
P : IVFD RL 30 tpm
Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam (H3)
Inj. Ondancetron 4mg/12jam
Drp Paracetamol 1000mg/8jam
Asiklovir 5 x 800 mg
Zink 1 x 20 mg
Methyl Prednisolon 2 x 4mg
Alprazolam 1x0,25mg (malam)
Polidemicyn 4x1gtt (OS)
Kompres Nacl 0,9% 15-20 menit (3xsehari)
+Gentamicyn cream 3xsehari

24
19 Januari 2019
S : Nyeri kepala berkurang, nyeri pada ruam berkurang, Muntah (-), Tidur
(+)
O : TD : 110/70 mmhg
HR : 80x/menit
RR : 22x/menit
T : 36,7OC

Status dermatologis
Ruam primer : Papul, Vesikel berkelompok dengan dasar eritema.
Ruam skunder : Krusta
Ukuran : lentikular (kurang dari 1cm), Bentuk : bulat, batas
tegas.

A : Herpes Zoster Oftalmika Sinistra

P : IVFD RL 30 tpm
Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam (H3)
Inj. Ondancetron 4mg/12jam
Drip Paracetamol 1000mg/8jam
Asiklovir 5 x 800 mg
Zink 1 x 20 mg
Methyl Prednisolon 2 x 4mg (menjadi 2x16mg)
Alprazolam 1x0,25mg (malam)
Polidemicyn 4x1gtt (OS)
Kompres Nacl 0,9% 15-20 menit (3xsehari)
Gentamicyn cream 3xsehari

25
20 Januari 2019
S : Nyeri kepala (-), nyeri pada ruam berkurang, Muntah (-), Tidur (+)
O : TD : 120/80 mmhg
HR : 84x/menit
RR : 22x/menit
T : 36,2OC

Status dermatologis
Ruam primer : Papul, Vesikel berkelompok dengan dasar eritema.
Ruam skunder : Krusta
Ukuran : lentikular (kurang dari 1cm), Bentuk : bulat, batas
tegas.

A : Herpes Zoster Oftalmika Sinistra

P : PBJ
Methyl Prednisolon 1x8mg
Zink 1x20mg
Ranitidin 1x1tab
Corsaneuron 1x1tab
Polidemicyn 4x1gtt (OS)
26
27
BAB IV

KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus dengan diagnosis Herpes Zoster Oftalmik Sinistra

pada pasien Tn. M, usia 32 tahun. Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

anamnesis dengan keluhan timbul bentol-bentol berisi cairan di daerah mata dan

dahi. Keluhan dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk RS. Awalnya 3 hari sebelum

bentol-bentol muncul pasien mengeluhkan nyeri kepala sebelah kiri, lalu mata

terasa perih dan bengkak. Ruam awalnya muncul pada dahi yang kemudian

melebar kearah mata. Awal muncul ruam kecil seperti jerawat yang kemudian

membesar dan berisi cairan bening. Pasien juga mengeluhkan mata pasien

semakin lama semakin besar bengkaknya dan sekarang mata kiri tidak bisa di

buka.

Dari pemeriksaan status dermatologis didapatkan distribusi regional dan

herpetiformis. Pada regio Oftalmika sinistra. Efloresensi didapatkan Ruam primer

berupa papul dan vesikel berkelompok dengan dasar eritema. Pada ruam skunder

didapatkan krusta. Dengan ukuran ruam lentikular (kurang dari 1cm) berbentuk

bulat, batas tegas.

Penanganan pada pasien ini diberikan terapi untuk mengobati Herpes

Zoster, IVFD RL 30 tpm, Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam, Drip Paracetamol

1000mg/8jam, Asiklovir 5 x 800 mg, Zink 1 x 20 mg, Methyl Prednisolon 2 x

28
4mg, Kompres Nacl 0,9% 15-20 menit (3xsehari), Polidemicyn 4x1gtt (OS),

Gentamicin cream 3xsehari.

Pasien juga diedukasi agar menghindari garukan pada bagian lesi, menjaga

kebersihan diri dan lingkungan, diberitahu pentingnya mematuhi pengobatan yang

diberikan, dan edukasi cara penularan virus varicella. Prognosis pasien ini secara

vitam, sanam, fungsionam dan secara kosmetikam dubia et bonam adalah ad

bonam.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017.

2. Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates,

2014.

3. Stawiski MA. Infeksi Kulit. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Jakarta: EGC, 2015.

4. Siregar RS. Penyakit Virus. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi

Ke-2. Jakarta: ECG, 2015.

5. Wilmana PF. Antivirus dan Interferon. Farmakologi dan Terapi. Edisi Ke-

4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

2014.

6. Djuanda Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Balai

penerbit FK UI. Jakarta : 2016.

7. Himayani,Rani,dkk. Herpes Zoster Oftalmika dengan Blefaro konjungtivitis

Okuli Sinistra.Jurnal Volume 4 Fakultas kedokteran Universitas Lampung.

Lampung:2017

8. Nguyen,Kent OD,dkk. Herpes Zoster Ophthalmicus. Volume 39, Number 2.

Spring:2014.

9. Sinaga,Dameria. Jurnal Pengobatan Herpes Zoster Ophtalmica Dextra

Dalam Jangka Pendek Serta Pencegahan Postherpetic Neuralgia. FK UKI.

Jakarta:2014.

30
10. Ayuningati,Lia Kinasih. Jurnal Karakteristik Pasien Herpes Zoste. FK

Airlangga.Surabaya:2015

31

Anda mungkin juga menyukai