drNico-Budaya Keselamatan April2018 PDF
drNico-Budaya Keselamatan April2018 PDF
Masih banyak RS yg masih memiliki budaya untuk menyalahkan suatu pihak yg akhirnya
merugikan kemajuan budaya keselamatan. Just culture adalah model terkini mengenai
pembentukan suatu budaya yg terbuka, adil dan pantas, menciptakan budaya belajar,
merancang sistem2 yg aman, serta mengelola perilaku yg terpilih (human error, at risk
behavior, dan reckless behavior). Model ini melihat peristiwa2 bukan sbg hal2 yg perlu
diperbaiki, tetapi sbg peluang2 utk memperbaiki pemahaman baik thd risiko dari sistem
maupun risiko perilaku.
KARS
Ada saat2 individu seharusnya tidak disalahkan atas suatu kekeliruan;
sbg contoh, ketika ada komunikasi yg buruk antara pasien & staf, ketika
perlu pengambilan keputusan secara cepat, dan ketika ada kekurangan
faktor manusia dlm pola proses pelayanan. Namun, terdapat juga
kesalahan tertentu yg merupakan hasil dari perilaku yg sembrono dan
hal ini membutuhkan pertangg-jwban.
Contoh dari perilaku sembrono mencakup kegagalan dlm mengikuti
pedoman kebersihan tangan, tdk melakukan time-out sebelum mulainya
operasi, atau tdk memberi tanda pd lokasi pembedahan.
Budaya keselamatan mencakup mengenali dan menujukan masalah yg
terkait dgn sistem yg mengarah pada perilaku yg tidak aman. Pada saat
yg sama, RS harus memelihara pertangg-jwban dgn tidak mentoleransi
perilaku sembrono.
Pertangg-jwban membedakan kesalahan unsur manusia (seperti
kekeliruan), perilaku yg berisiko (contohnya mengambil jalan pintas),
dan perilaku sembrono (spt mengabaikan langkah2 keselamatan yg
sudah ditetapkan).
Direktur RS melakukan evaluasi rutin dgn jadwal yg tetap dgn
menggunakan bbrp metode, survei resmi, wawancara staf, analisis data,
dan diskusi kelompok.
Direktur RS mendorong agar dapat terbentuk kerja sama utk membuat
struktur, proses, dan program yg memberikan jalan bagi perkembangan
budaya positif ini
Direktur RS harus menanggapi perilaku yg tidak terpuji dari semua
individu dari semua jenjang RS, termasuk manajemen, staf
administrasi, staf klinis, dokter tamu atau dokter part time, serta
anggota representasi pemilik
Governing board/
representasi pemilik
Direktur/Direksi RS
Kepala Bidang/Divisi
Kepala
Departemen/Unit/Instalasi
KARS
PEMILIK
(Pemerintah/Swasta)
DIREKTUR/DIREKSI
RS
KEPALA UNIT/DEPARTEMEN/INSTALASI
PELAYANAN
Budaya Keselamatan
& Etika
KARS
Kepemimpinan RS
SNARS Edisi 1
dalam SNARS Ed 1
Pokja – Pokja
Etika
Budaya
Leadership SDM RS
Sistem
Manajemen/ yg
Pengelolaan kompleks
Penerapan Standar
*Kepemimpinan yg efektif ditentukan oleh - Kegiatan Pelayanan RS
sinergi yg positif antara Pemilik RS, Direktur
RS, Para Pimpinan di RS dan Kepala unit kerja
& unit pelayanan.
*Direktur RS secara kolaboratif KARS
mengoperasionalkan RS bersama dgn para
pimpinan, kepala unit kerja & unit pelayanan
utk mencapai visi misi yg ditetapkan dan
Akreditasi Paripurna
memiliki tangg-jwb dlm pengelolaan
manajemen peningkatan mutu dan
keselamatan pasien, manajemen kontrak serta
manajemen sumber daya. (TKRS) (Nico Lumenta, 2017)
PEMILIK :Organisasi ,wewenang pemilik ,tanggung jawab dan
resposibility pemilik dan reperesentasi pemilik,
1. PMKP.(menyetuju,menerima dan menindak lanjuti laporan )(TKRS
1,1.1,1.2,1.3 .)
MANAJEMEN PMKP:Regulasi
5. ,program,laporan,prioritas pengukuran (TKRS
4,4.1,5 )
6. MANAJEMEN KONTRAK
KARS
MANAJEMEN SUMBER DAYA
7. ,Pengadaan,penggunaan.Informasi rantai
distribusi (TKRS 7,7.1)
BUDAYA KESELAMATAN:
Regulasi,pelaksanaan,monitoring,t
11 indakan memperbaiki budaya
keselamatan (TKRS 13,13.1 )
KARS
TataKelola Rumah Sakit dlm perspektif SNARS Edisi 1
Std Yan
Sistem Pelayanan Regulasi :
PCC
• Kebijakan
Fokus Pasien Klinis • Pedoman,
ARK, HPK, Asuhan Pasien / Patient Care • Panduan
AP, PAP, • SPO
PAB, PKPO • Program
MKE Indikator :
Sistem • Ind. Area
Standar Manajemen Klinis
Manajemen • Ind Klinis
PMKP, PPI, • Ind SKP
TKRS, MFK, • Ind Upaya
KKS, MIRM Manajemen
Sasaran KP
ProgNas Dokumen
KARS Implementasi
Good
Patient
PASIEN
Care
Tata Kelola
Asuhan Pasien
Quality & Safety
yang Baik
Good
Sistem Pelayanan • Good Clinical
Clinical Klinis Governance
Governance Asuhan Pasien / Patient Care • Good Hospital
Tata Kelola Klinis Governance &
yang Baik
Sistem
Good
Hospital Manajemen Ps 36 UU 44/2009
Governance
Tata Kelola RS
yang Baik
• Good Patient Care
“Safety is a
fundamental principle
Etik
of patient care and a
critical component of
• Mutu Quality Management.”
4 Fondasi Kebutuhan
• Patient
PPA Asuhan pasien Pasien
Safety (World Alliance for Patient
• Asuhan Medis
Safety, Forward Programme,
• Asuhan Keperawatan
EBM WHO, 2004)
• Asuhan Gizi
• Asuhan Obat VBM • Evidence Based Medicine
• Value Based Medicine
KARS
(Nico A Lumenta & Adib A Yahya, 2012)
Pentingnya „Organization Diagnostic‟ untuk menjadi
“High Performance Organization” (HPO) (Kompas, 28 Mei 2016)
3 2
(People) 3
(System)
1
1
(Structure)
ASUHAN PASIEN
RISIKO SAFETY
MUTU
KARS (Nico Lumenta, 2015)
ASUHAN PASIEN Dimensi Budaya
Good Patient Care
Patient Centered Care
Quality dan Safety
dalam Standar Akreditasi RS
Asuhan Pasien Terintegrasi
PPA sebagai Tim, Kolaborasi
Interprofesional + Kompetensinya
Berpartner dgn Pasien SAFETY
DPJP sebagai Clinical Leader • Just Culture
MDR - Multidisciplinary Round • Reporting Culture
BPIS • Learning Culture
• Informed Culture
RISIKO • Flexible Culture
RS institusi yg kompleks dan • Generative Culture (MaPSaF)
high risk : asuhan multi PPA, • 7 Standar KP, 6 SKP, 7 Langkah
multi budaya, multi regulasi, KPRS, 13 Program WHO-PS
legal, finance, SD
Risk Register MUTU
Matrix Grading Good Corp Governance
FMEA Leadership
Situational Awareness Good Clinical Governance
RCA Standarisasi Input-Proses-Output-
Outcome
Pengukuran Mutu
PDCA KARS (Nico Lumenta, 2015)
Cultural competence
Kesadaran budaya (Cultural awareness)
• adalah kemampuan seseorang untuk melihat ke luar dirinya sendiri
dan menyadari akan nilai-nilai budaya, kebiasaan budaya yang
masuk.
• Dapat menilai apakah hal tsb normal dan dapat diterima pada
budayanya atau mungkin tidak lazim atau tidak dapat diterima di
budaya lain.
• Perlu memahami budaya yang berbeda dari dirinya dan menyadari
kepercayaannya dan adat istiadatnya dan mampu untuk
menghormatinya
Kompetensi budaya adalah tingkat tertinggi dari kesadaran budaya
• Kompetensi budaya berfungsi untuk dapat menentukan dan
mengambil suatu keputusan dan kecerdasan budaya.
• Kompetensi budaya merupakan pemahaman thd
kelenturan budaya (culture adhesive).
• Penting karena dengan kecerdasan budaya seseorg
memfokuskan pemahaman pada perencanaan dan pengambilan
keputusan pada suatu situasi tertentu.
KARS
Cultural competence
Is a set of congruent
behaviors, attitudes, and
policies that come together Adalah suatu perangkat kesamaan
in a system, agency or perilaku, sikap dan bersama secara
among professionals and harmonis dlm suatu sistem, badan
enable that system, atau para profesi utk bekerja secara
agency or those efektif dlm situasi yg lintas-budaya /
‘cross-cultural’
professions to work
effectively in cross-cultural
situations.
Is a developmental Suatu proses pertumbuhan yg
process that evolves over berkembang melampaui suatu
an extended period. kerangka waktu yg lama
(Collins Dictionary
KARS of Medicine © Robert M. Youngson 2004)
Patient-centered care: the key to
cultural competence
(Epner, DE & Baile, WF : Patient-centered care: the key to cultural competence. Annals
The Golden Rule of Oncology, vol 23, supl 3, 2012)
Budaya keselamatan
1)staf klinis memperlakukan satu sama lain secara hormat dengan
2 ) melibatkan dan memberdayakan pasien dan keluarga
3)staf klinis pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yang efektif dan
mendukung proses kolaborasi interprofesional
4)asuhan berfokus pada pasien.
KARS
Profesional Clinical PCC
Pemberi Asuhan Team Leader
DPJP
Perawat/
Bidan Apoteker
Psikologi Nurisionis
Klinis Dietisien
Hippocrates
(460-335 BC).
Standar TKRS.13
Direktur RS menciptakan dan mendukung
budaya keselamatan di seluruh area di RS
sesuai peraturan perundang-undangan.
KARS
Elemen Penilaian TKRS.13
1. Direktur RS mendukung terciptanya budaya
keterbukaan yg dilandalasi akuntabilitas. (W)
2. Direktur RS mengidentifikasi, mendokumentasikan dan
melaksanakan perbaikan perilaku yg tidak dapat
diterima. (D,O,W )
3. Direktur RS menyelenggarakan pendidikan dan
menyediakan informasi (seperti bahan pustaka dan
laporan) yg terkait dengan budaya keselamatan RS bagi
semua individu yg bekerja dalam RS.(D,O,W )
4. Direktur RS menjelaskan bagaimana masalah terkait
budaya keselamatan dalam RS dapat diidentifikasi dan
dikendalikan.(W )
5. Direktur RS menyediakan sumber daya untuk
mendukung dan mendorong budaya keselamatan di
dalam RS.(D,O,W) KARS
BUDAYA KESELAMATAN
Standar TKRS.13.1
Direktur RS melaksanakan, melakukan
monitor, mengambil tindakan untuk
memperbaiki program budaya keselamatan
di seluruh area di RS
KARS
Elemen Penilaian TKRS 13.1
1. Direktur RS menetapkan regulasi pengaturan sistem
menjaga kerahasiaan, sederhana dan mudah diakses
oleh fihak yg mempunyai kewenangan untuk melaporkan
masalah yg terkait dengan budaya keselamatan dalam
RS secara tepat waktu (R)
2. Sistem yg rahasia, sederhana dan mudah diakses
oleh fihak yg mempunyai kewenangan untuk melaporkan
masalah yang terkait dengan budaya keselamatan dalam
RS telah disediakan (O, W)
3. Semua laporan terkait budaya keselamatan rumah sakit
telah di investigasi secara tepat waktu. (D,W)
4. Ada bukti bahwa iidentifikasi masalah pada sistem yang
menyebabkan tenaga kesehatan melakukan perilaku yg
berbahaya telah dilaksanakan. (D, W)
KARS
Elemen Penilaian TKRS 13.1
5. Direktur RS telah menggunakan pengukuran/ indikator
mutu untuk mengevaluasi dan memantau budaya
keselamatan dalam rumah sakit serta melaksanakan
perbaikan yang telah teridentifikasi dari pengukuran
dan evaluasi tersebut.(D,W )
6. Direktur RS menerapkan sebuah proses untuk
mencegah kerugian/dampak terhadap individu yang
melaporkan masalah terkait budaya keselamatan
tersebut. (D,O,W)
KARS
Patient Safety Culture
Patient safety culture has been defined as :
“the values shared among organization members "Nilai-nilai yg dianut di antara staf RS ttg apa
about what is important, their beliefs about how yg penting, kepercayaan mereka ttg
things operate in the organization, and the bagaimana segala sesuatu beroperasi dalam
interaction of these with work unit and RS, dan interaksi ini dengan unit kerja dan
organizational structures and systems, which struktur organisasi dan sistem, yg bersama-
together produce behavioral norms in the sama menghasilkan norma perilaku dalam RS
organization that promote safety” yg mempromosikan keselamatan"
DIMENSIONS OF PSC
Through a qualitative meta-analysis the seven subcultures of patient safety
culture were identified as:
1. Leadership culture
2. Teamwork culture
3. Culture of evidence-based practice
4. Communication culture
5. Learning culture
6. Just culture
7. Patient-centered culture
1. Leadership: Leaders acknowledge the Pemimpin mengakui lingkungan yan kes
healthcare environment is a high-risk adalah lingkungan berisiko tinggi dan
environment and seek to align vision/mission, berusaha menyelaraskan visi / misi,
staff competency, and fiscal and human kompetensi staf, dan sumber daya fiskal
resources from the boardroom to the frontline dan manusia dari ruang rapat ke garis
depan.
2. Teamwork: A spirit of collegiality, Semangat kolegialitas, kolaborasi, dan
collaboration, and cooperation exists among kerja sama ada di kalangan eksekutif, staf,
executives, staff, and independent practitioners. dan praktisi independen. Hubungan
Relationships are open, safe, respectful, and terbuka, aman, hormat, dan fleksibel.
flexible.
3. Evidence-based: Patient care practices Praktik asuhan pasien didasarkan pada
are based on evidence. Standardization to bukti. Standardisasi utk mengurangi
reduce variation occurs at every opportunity. variasi terjadi pada setiap kesempatan.
Processes are designed to achieve high Prosesnya dirancang utk mencapai
reliability. kehandalan yg tinggi.
4. Communication: An environment exists Lingkungan ada di tempat anggota staf
where an individual staff member, no matter individu, tidak peduli apa deskripsi
what his or her job description, has the right pekerjaannya, memiliki hak dan tangg-jwb
and the responsibility to speak up on behalf of untuk berbicara atas nama pasien.
a patient.
5. Learning: The hospital learns from its RS belajar dari kesalahannya dan
mistakes and seeks new opportunities for mencari peluang baru untuk
performance improvement. Learning is peningkatan kinerja. Belajar dihargai
valued among all staff, including the di antara semua staf, termasuk staf
medical staff. medis.
6. Just: A culture that recognizes errors Budaya yg mengenali kesalahan sbg
as system failures rather than individual kegagalan sistem daripada kegagalan
failures and, at the same time, does not individu dan, pada saat yg sama,
shrink from holding individuals akuntabilitas individu atas tindakan
accountable for their actions. tidak mengecil
7. Patient-centered: Patient care is Asuhan pasien berpusat di sekitar
centered around the patient and family. pasien dan keluarga. Pasien bukan
The patient is not only an active hanya peserta aktif dalam asuhannya
participant in his own care, but also acts sendiri, tapi juga bertindak sbg
as a liaison between the hospital and the penghubung antara RS dan
community. masyarakat.
Evidence-based Best practices. High reliability/zero defects. Outcomes driven. Science of safety.
Standardization: protocols, checklists, guidelines. Technology/automation.
Leaders are the keepers and guardians of psychological safety. they must build a robust
safety culture, and a learning organisation.
Pemimpin adalah penjaga dan penjaga keamanan psikologis. mereka harus
membangun budaya keselamatan yang kuat, dan organisasi belajar.
Management is in charged with establishing the right possibilities and direction, vision and
systems, which in turn will be reflected in the quality and safety culture.
Pemimpin adalah penjaga dan penjaga keamanan psikologis. mereka harus
membangun budaya keselamatan yang kuat, dan organisasi belajar.
The essential role of leadership
in developing a safety culture
In any health care organization, leadership’s first priority is to be accountable for effective
care while protecting the safety of patients, employees, and visitors.
Dalam setiap organisasi Yan kesehatan, prioritas utama kepemimpinan adalah
bertanggung jawab atas asuhan yang efektif sekaligus melindungi keselamatan
pasien, karyawan, dan pengunjung.
The Joint Commission’s Sentinel Event Database reveals that leadership’s failure to create
an effective safety culture is a contributing factor to many types of adverse events – from
wrong site surgery to delays in treatment.
Database Kejadian Sentinel JC mengungkapkan bhw kegagalan kepemimpinan utk
•
menciptakan budaya keselamatan yg efektif merupakan faktor penyebab berbagai
jenis efek samping - dari operasi situs yg salah hingga keterlambatan dalam
pengobatan.
The Joint Commission Center for Transforming Healthcare
telah menemukan budaya keselamatan yang tidak memadai
sbg faktor kontributor yang signifikan terhadap KTD.
Kepemimpinan yang tidak adekuat dapat berkontribusi pada
KTD dengan berbagai cara, termasuk namun tidak terbatas
pada contoh-contoh ini:
Tidak cukupnya dukungan terhadap pelaporan insiden
keselamatan pasien (IKP)
Kurangnya umpan balik atau tanggapan terhadap staf dan
pihak lain yang melaporkan kerentanan keamanan
Membiarkan intimidasi staf yang melaporkan IKP
Menolak secara konsisten utk memprioritaskan dan
menerapkan rekomendasi keselamatan
Tidak mengatasi kelelahan staf
Steps for Leaders to Follow to Achieve Patient Safety and High Reliability
Langkah-langkah bagi Pemimpin untuk Mencapai Keselamatan Pasien dan Kehandalan Tinggi
1. Address strategic priorities, culture, and 1.Pernyataan prioritas strategis, budaya, dan
infrastructure. infrastruktur.
a. Establish patient safety as a strategic priority. a.Menetapkan keselamatan pasien sebagai
b. Assess organizational culture. prioritas strategis.
c. Establish a culture that supports patient safety. b.Mengkaji budaya organisasi.
d. Address organizational infrastructure. c.Pernyataan budaya yang mendukung
e. Learn about patient safety and methods for keselamatan pasien.
improvement. d.Pernyataan infrastruktur organisasi.
2. Engage key stakeholders. e.Belajar ttg keselamatan pasien dan metode
a. Engage the Board of Trustees. untuk perbaikan.
b. Engage physicians. 2. Melibatkan pemangku kepentingan utama.
c. Engage staff. a. Libatkan Dewan Pembina.
d. Engage patients and families. b. Libatkan dokter.
3. Communicate and build awareness. c. Libatkan staf
a. Begin patient safety walkroundsTM. d. Libatkan pasien dan keluarga.
b. Implement safety briefings. 3. Komunikasi dan membangun kesadaran.
c. Improve communication using SBAR. a.Mulai ronde keselamatan pasien
d. Implement crew resource management b.Implementasi briefing keselamatan.
strategies. c.Perbaiki komunikasi dgn SBAR.
4. Establish, oversee, and communicate d.Terapkan strategi pengelolaan sumber SDM
system-level 4. Menetapkan, mengawasi, dan komunikasi
pd tingkat sistem
5. Establish aims beyond benchmarks. 5. Menetapkan tujuan di luar tolok ukur.
a. Oversee and communicate system-level aims. a.Mengawasi dan mengkomunikasikan tujuan tingkat
6. Track/measure performance over time, sistem.
6. Melacak / mengukur kinerja dari waktu ke waktu,
strengthen analysis.
memperkuat analisis.
a. Measure harm over time as a system-level a.Mengukur bahaya dari waktu ke waktu sebagai
measure. ukuran tingkat sistem.
b. Improve analysis of adverse events. b. Perbaiki analisis efek samping.
c. Strengthen incident reporting mechanisms. c. Memperkuat mekanisme pelaporan kejadian.
7. Support staff and patients/families impacted 7. Dukung staf dan pasien / keluarga yang terkena
by medical errors. dampak kesalahan medis.
a. Provide support to staff and patients/families a.Memberikan dukungan kepada staf dan pasien /
keluarga yang terkena dampak adalah kesalahan
impacted be medical errors and harm.
medis dan bahaya.
b. Ensure the safety of the staff. b.Pastikan keselamatan staf.
8. Align system-wide activities and incentives. 8. Sejajarkan seluruh aktivitas dan insentif sistem.
a. Align system measures, strategy, and projects. a.Menyelaraskan ukuran, strategi, dan proyek
b. Align incentives. sistem.
9. Redesign systems and improve reliability. b. Selaraskan insentif.
a. Redesign care processes to increase reliability. 9. Merancang ulang sistem dan meningkatkan
b. Implement rapid response teams. kehandalan.
a.Mendesain ulang proses perawatan untuk
c. Introduce simulation.
meningkatkan kehandalan.
d. Implement a computerized order entry system b. Melaksanakan tim respon cepat.
c. Perkenalkan simulasi.
d. Terapkan sistem entri pesanan terkomputerisasi
EXECUTIVE SUMMARY
(Yu A, Flott K, Chainani N, Fontana G, Darzi A. Patient Safety 2030. London, UK: NIHR Imperial Patient Safety
Translational Research Centre, 2016.)
EXECUTIVE SUMMARY
Tidak ada solusi sederhana untuk meningkatkan keselamatan, dan tidak ada
intervensi tunggal yg diimplementasikan secara terpisah akan sepenuhnya
menangani masalah ini. Laporan ini menyoroti empat pilar strategi
keselamatan:
1. Pendekatan sistem. Pendekatan untuk mengurangi kerugian harus
diintegrasikan dan diterapkan pada tingkat sistem.
2. Budaya berperan. Sistem dan organisasi kesehatan harus benar2
mengutamakan mutu dan keselamatan melalui visi yg inspiratif dan
penguatan positif, bukan melalui kesalahan dan hukuman.
3. Pasien sebagai mitra sejati. Organisasi kesehatan harus melibatkan
pasien dan staf dalam keselamatan sebagai bagian dari solusi, tidak
hanya sebagai korban atau pelaku kejahatan.
4. Bias menuju tindakan. Intervensi harus didasarkan pada bukti kuat.
Namun, ketika bukti kurang atau masih akan muncul, penyedia layanan
harus melanjutkan dengan hati2, mengambil keputusan yg beralasan
daripada tidak bertindak.
(Yu A, Flott K, Chainani N, Fontana G, Darzi A. Patient Safety 2030. London, UK: NIHR Imperial Patient Safety
Translational Research Centre, 2016.)
KARS
(2016)
KARS
Menetapkan visi yang meyakinkan untuk keselamatan.
Visi organisasi mencerminkan prioritas bahwa, jika sejalan dengan
misinya, membangun fondasi yang kuat untuk pekerjaan
organisasi. Dengan menanamkan visi untuk keselamatan pasien
dan tenaga kerja total di dalam organisasi, pemimpin kesehatan
menunjukkan bahwa keselamatan adalah nilai inti.
KARS
Bangun kepercayaan, rasa hormat, dan inklusi.
Membangun kepercayaan, menunjukkan rasa hormat, dan
mempromosikan inklusi - dan menunjukkan prinsip2 di seluruh
organisasi dan dengan pasien dan keluarga - sangat penting bagi
kemampuan seorang pemimpin untuk menciptakan dan
mempertahankan budaya keselamatan. Untuk mencapai bahaya nol,
para pemimpin harus memastikan bahwa tindakan mereka konsisten
setiap saat dan di semua tingkat organisasi. Kepercayaan, rasa
hormat, dan inklusi adalah standar yang tidak dapat dinegosiasikan
yang harus mencakup ruang Dewan, departemen klinis C-suite, dan
keseluruhan
KARS
staf
Memilih, mengembangkan, dan melibatkan Dewan Pembina.
Dewan Pembina memainkan peran penting dalam menciptakan dan
memelihara budaya keselamatan. CEO bertanggung jawab untuk
memastikan pendidikan anggota Dewan mereka mengenai ilmu
keselamatan dasar, termasuk pentingnya dan proses untuk menjaga
pasien dan angkatan kerja tetap aman. Dewan harus memastikan
bahwa metrik yang secara bermakna menilai keamanan organisasi dan
budaya keselamatan tersedia dan dianalisis secara sistematis,
dianalisis, dan hasilnya
KARS
ditindaklanjuti.
Prioritaskan keamanan dalam pemilihan dan pengembangan pemimpin.
Merupakan tangg-jawab CEO, bekerja sama dengan Dewan, untuk memasukkan
akuntabilitas keselamatan sebagai bagian dari strategi pengembangan
kepemimpinan bagi organisasi. Selain itu, mengidentifikasi dokter, perawat, dan
pemimpin klinis lainnya sbg juara keselamatan adalah kunci untuk menutup
kesenjangan antara pengembangan kepemimpinan administratif dan klinis.
Harapan untuk merancang dan mengirimkan pelatihan keselamatan yg relevan
untuk semua pemimpin eksekutif dan klinis harus ditetapkan oleh CEO dan
kemudian menyebar ke seluruh organisasi.
KARS
Memimpin dan menghargai budaya yang adil.
Pemimpin harus memiliki pemahaman menyeluruh tentang prinsip dan perilaku
budaya yang adil, dan berkomitmen untuk mengajar dan memberi model mereka.
Kesalahan manusia adalah dan selalu akan menjadi kenyataan. Dalam kerangka
budaya yang adil, fokusnya adalah pada menangani masalah sistem yang
berkontribusi pada kesalahan dan kerugian. Sementara dokter dan tenaga kerja
bertanggung jawab untuk secara aktif mengabaikan protokol dan prosedur,
melaporkan kesalahan, penyimpangan, nyaris rindu, dan kejadian buruk dianjurkan.
Tenaga kerja didukung saat sistem mogok dan terjadi kesalahan. Dalam budaya sejati,
semua anggota angkatan kerja - baik yang bersifat klinis maupun non-klinis - diberi
wewenang dan tidak takut untuk menyuarakan kekhawatiran tentang ancaman
terhadap keselamatan KARS
pasien dan tenaga kerja.
Menetapkan harapan perilaku organisasi.
Pemimpin senior bertanggung jawab untuk membangun kesadaran
keselamatan bagi semua dokter dan angkatan kerja dan, mungkin yang
lebih penting lagi, memodelkan perilaku dan tindakan ini. Perilaku ini
meliputi, namun tidak terbatas pada, transparansi, kerja tim yang
efektif, komunikasi aktif, kesopanan, dan umpan balik langsung dan
tepat waktu. Komitmen budaya ini harus dipahami dan diterapkan
secara universal untuk keseluruhan angkatan kerja, terlepas dari
peringkat, peran, atau departemen
KARS
References
- Botwinick, L., Bisognano, M., & Haraden, C. (2006). Leadership guide to
patient safety. Cambridge, MA: Institute for Healthcare Improvement.
Retrieved from www.ihi.org/knowledge/Pages/
IHIWhitePapers/LeadershipGuide toPatientSafetyWhitePaper.aspx
- Institute of Medicine (IOM). (2000). To err is human: Building a safer health
system. Washington, DC: National Academy Press. Retrieved from
http://www. iom.edu/Reports/1999/To-Err-isHuman-Building-A-Safer-
HealthSystem.aspx
- Institute of Medicine (IOM). (2001). Crossing the quality chasm: A new
health system for the 21st Century. Washington, DC: National Acade mies
Press. Retrieved from http://iom.edu/ Reports/2001/Crossing-the-
QualityChasm-A-New-Health-System-forthe-21st-Century.aspx
- Leape, L.L., Berwick, D.M., & Bates, D.W. (2002). What practices will most
improve safety? Evidence-based medicine meets patient safety. Journal of the
American Medical Association, 288(4), 501–507.
- The Joint Commission. (2009). Joint Commission Standards. Retrieved
February 16, 2009, from http://www.jointcommission.org/
Terima kasih
KARS