Anda di halaman 1dari 12

ARTIKEL PIALA DUNIA

Berikut rangkuman juara Piala Dunia dari 1930-2010:

1934: Final Italia vs Republik Ceko dimenangkan oleh sang tuan rumah Italian dengan skor 2-1.
Gli Azzuri menjadi juara Piala Dunia yang diikuti 16 negara. Jumlah skor pada Piala Dunia 1930
sebanyak 70 dengan top skor diraih oleh pemain Republik Ceko Oldich Nejedlý 5 goal.

1938: Final Italia vs Hungaria dimenangkan oleh Italia dengan skor 4-2. Pada Piala Dunia 1938
bertempat di Prancis dengan menghadirkan 15 negara. Jumlah skor pada Piala Dunia 1938
sebanyak 84 dengan top skor diraih oleh pemain Brasil L da Silva 7 goal. Pada 1942 dan 1946,
Piala Dunia diberhentikan sementara dengan alasan Perang Dunia II tengah berkecamuk. Pada
1950, Piala Dunia digelar kembali.

1950: Final Uruguay vs Brasil dimenangkan oleh Uruguay dengan skor 2-1. Pada Piala Dunia
bertempat di Brasil ini menghadirkan 13 negara. Jumlah goal pada Piala Dunia 1950 sebanyak
88 dengan top skor diraih oleh pemain Brasil AM de Menezes 8 goal.

1954: Final Jerman Barat vs Hungaria dimenangkan oleh Jerman Barat dengan skor 3-2. Pada
Piala Dunia bertempat di Switzerlan ini menghadirkan 16negara. Jumlah goal pada Piala Dunia
1954 sebanyak 140 dengan top skor diraih oleh pemain Hungaria yakni S. Kocsis 11 goal.

1958: Final Brasil vs Swedia dimenangkan oleh Brasil dengan skor 5-2. Pada Piala Dunia
bertempat di Swedia ini menghadirkan 16 negara. Jumlah goal pada Piala Dunia 1958 sebanyak
126 dengan top skor diraih oleh pemain Prancis yakni J. Fontaine 13 goal.

1962: Final Brasil vs Republik Ceko dimenangkan oleh Brasil dengan skor 3-1. Pada Piala Dunia
bertempat di Chile ini menghadirkan 16 negara. Jumlah goal pada Piala Dunia 1962 sebanyak 89
dengan top skor diraih oleh Do Santos (Brasil), E. Neto (Brasil), L. Sanchez (Chile), D. Jerkovic
(Yugoslavia), F. Albert (Hungaria) dan V. Ivanov (Uni Soviet) masing-masing 4 goal.

1966: Final Inggris vs Jerman Barat dimenangkan oleh Inggris dengan skor 4-2. Pada Piala
Dunia bertempat di Inggris ini menghadirkan 16 negara. Jumlah goal pada Piala Dunia 1966
sebanyak 89 dengan top skor diraih oleh pemain Portugal yakni E. Da Silva 9 goal.

1970: Final Brasil vs Italia dimenangkan oleh Brasil dengan skor 4-1. Pada Piala Dunia
bertempat di Meksiko ini menghadirkan 16 negara. Jumlah goal pada Piala Dunia 1970 sebanyak
95 dengan top skor diraih oleh pemain Jerman Barat yakni G. Muller 10 goal.

1974: Final Jerman Barat vs Belanda dimenangkan oleh Jerman Barat dengan skor 2-1. Pada
Piala Dunia bertempat di Jerman Barat ini menghadirkan 16 negara. Jumlah goal pada Piala
Dunia 1974 sebanyak 97 dengan top skor diraih oleh pemain Polandia yakni G. Lato 7 goal.

1978: Final Argentina vs Belanda dimenangkan oleh Argentina dengan skor 3-1. Pada Piala
Dunia bertempat di Argentina ini menghadirkan 16 negara. Jumlah goal pada Piala Dunia 1978
sebanyak 102 dengan top skor diraih oleh pemain Argentina yakni M. Kempes 6 goal.

1982: Final Italia vs Jerman Barat dimenangkan oleh Italia dengan skor 3-1. Pada Piala Dunia
bertempat di Spanyol ini menghadirkan 24 negara. Jumlah goal pada Piala Dunia 1982 sebanyak
146 dengan top skor diraih oleh pemain Italia yakni P. Rossi 8 goal.

1986: Final Argentina vs Jerman Barat dimenangkan oleh Argentina dengan skor 3-2. Pada Piala
Dunia bertempat di Meksiko ini menghadirkan 24 negara.Jumlah goal pada Piala Dunia 1986
sebanyak 132 dengan top skor diraih oleh pemain Jerman Inggris yakni G. Lineker 6 goal.
1990: Final Jerman Barat vs Argentina dimenangkan oleh Jerman Barat dengan skor 1-0. Pada
Piala Dunia bertempat di Italia ini menghadirkan 24 negara.Jumlah goal pada Piala Dunia 1990
sebanyak 115 dengan top skor diraih oleh pemain Italia yakni S. Schilaci 6 goal.

1994: Final Brazil vs Italia dimenangkan oleh Brasil dengan skor 3-2. Pada Piala Dunia
bertempat di Amerika Serikat ini menghadirkan 24 negara. Jumlah goal pada Piala Dunia 1994
sebanyak 141 dengan top skor diraih oleh pemain Rusia yakni O Salenko 6 goal dan pemain
Bulgaria yakni Hristo Stoichkov 6 goal.

1998: Final Prancis vs Brasil dimenangkan oleh Prancis dengan skor 3-0. Pada Piala Dunia
bertempat di Prancis ini menghadirkan 32 negara.Jumlah goal pada Piala Dunia 1998 sebanyak
171 dengan top skor diraih oleh pemain Kroasia yakni D. Suker 6 goal.

2002: Final Brasil vs Jerman dimenangkan oleh Brasil dengan skor 2-0. Pada Piala Dunia
bertempat di Korea Selatan dan Jepang ini menghadirkan 32 negara.Jumlah goal pada Piala
Dunia 2002 sebanyak 161 dengan top skor diraih oleh pemain Brasil yakni Ronaldo 8 goal.

2006: Final Italia vs Prancis dimenangkan oleh Italia dengan skor 5-3. Pada Piala Dunia
bertempat di Jerman ini menghadirkan 32 negara.Jumlah goal pada Piala Dunia 2006 sebanyak
147 dengan top skor diraih oleh pemain Jerman yakni M. Klose 5 goal.

2010: Final Spanyol vs Belanda dimenangkan oleh Spanyol dengan skor 1-0. Pada Piala Dunia
bertempat di Jerman ini menghadirkan 32 negara.Jumlah goal pada Piala Dunia 2010 sebanyak
145 dengan top skor diraih oleh T. Muller (Jerman), W. Sneijder (Belanda), D. Villa (Spanyol)
dan D. Forlan (Uruguay) masing-masing 5 goal.

2014: Brazil menjadi tuan rumah Piala Dunia dengan diikuti oleh 32 negara.

Sejarah piala dunia

Popularitas sepakbola membuat olahraga ini mulai masuk dalam agenda Olimpiade. Ya,
sepakbola menjadi salah satu cabang olahraga resmi di ajang olahraga terbesar, Olimpiade.
Meski FIFA sempat berencana membuat turnamen antar negara sendiri di luar Olimpiade, namun
hal itu belum bisa terwujud. Pada tahun 1914, FIFA pun setuju untuk mengorganisasi turnamen
sepakbola pada Olimpiade. Mulai Olimpiade 1920, cabang olahraga sepakbola menjadi turnamen
sepakbola internasional tidak resmi. Belgia menjadi juara di tahun 1920, sedangkan Uruguay
memenangkan medali emas Olimpiade di tahun 1924 dan 1928. FIFA kemudian memutuskan
untuk menyelenggarakan turnamen sepakbola sendiri. Hal ini berkaitan dengan keputusan IOC,
penyelenggara Olimpiade untuk menghilangkan cabang olahraga sepakbola di Olimpiade 1932
di Amerika Serikat, karena popularitas sepakbola yang rendah di Amerika. Presiden FIFA saat
itu, Jules Rimet pun segera menyusun sistem kompetisi baru yang diberi FIFA World Cup atau
Piala Dunia FIFA.

SEPAK bola terus mendapatkan popularitasnya di dunia pada dekade 1920-an. Ini
membuat otoritas sepak bola dunia, FIFA, mulai bermimpi bagaimana menggelar turnamen
internasional sepak bola yang punya pengaruh besar. FIFA yang diketuai Jules Rimet, sempat
memasukkan sepak bola di Olimpiade 1924 dan dimenangkan oleh Uruguay. Namun, gemanya
masih belum besar. Selain itu muncul konflik siapa yang akan mengatur turnamen itu, FIFA atau
Komite Olimpiade Internasional (IOC). Kompetisi sepak bola internasional pada 1924 itu
sebenarnya sukses. Maka, FIFA mencoba membuat turnamen sendiri pada 1928 dengan tuan
rumah Hungaria. Namun, tak banyak peminat dan hanya empat tim yang tampil sehingga bisa
dikatakan gagal. Jules Rimet kemudian mengutus Sekretaris Jenderal Federasi Sepak Bola
Perancis (FFF), Henri Delauney. Dia pun mulai merancang turnamen besar. Dan, pada 1930
impian itu akhirnya terwujud. Piala Dunia pertama kali itu digelar di Uruguay. Kenapa Uruguay?
Alasannya, karena negara itu juara bertahan cabang sepak bola Olimpiade. Selain itu, pada tahun
tersebut bertepatan dengan 100 tahun kemerdekaan Uruguay dan negeri itu akan merayakan
besar-besaran. Untuk menggelarnya, Uruguay melakukan persiapan cukup serius. Mereka
membangun stadion raksasa di ibukota Montevideo. Stadion Centenario itu kapasitas 95.000
penonton. Pekerjaan besar ini sempat tertunda karena hujan lebat. Sampai 5 hari sebelum
pembukaan pada 13 Juli 1930, pembangunan stadion masih belum rampung benar. Namun,
stadion itu akhirnya tetap bisa digunakan untuk gelaran sepak bola terbesar dunia itu. Sayangnya,
banyak negara yang menolak tampil di Piala Dunia pertama tersebut. Alasannya, mereka tak mau
membuang waktu di kapal menuju Uruguay. Maklum, saat itu transportasi kapal laut lebih
dominan dan pesawat terbang belum banyak. Tim-tim kuat seperti Italia, Belanda, Inggris, dan
Spanyol memilih absen, Akibatnya, hanya ada empat tim dari Eropa yang datang, yakni
Perancis, Yugoslavia, Rumania, dan Belgia. Bahkan, kehadiran Rumania pun harus dijemput
langsung oleh Raja Carol agar berpartisipasi. Namun, tim-tim kuat Benua Amerika banyak yang
datang, seperti Meksiko, Argentina, Amerika Serikat, Cile, Bolivia, Brasil, dan Paragua.
Termasuk tuan rumah Uruguay, Piala Dunia 1930 diiukti 13 tim. Partai Perancis lawan Meksiko
Meksiko menjadi pembuka dengan kemenangan Perancis 4-1. Sebagai informasi, tak ada
perempat final di turnamen ini. Juara grup langsung lolos ke semifinal. Meski begitu, Argentina
dan Uruguay yang sangat dominan dan tampil menawan. Di semifinal, Argentina menghajar
Amerika Serikat 6-1. Uruguay menang dengan skor 6-1 lawan Yugoslavia. Tanggal 30 Juli 1930
menjadi saat paling bersejarah dalam sepak bola. Final Piala Dunia pertama mempertemukan
tuan rumah dengan Argentina di final. Disaksikan 93.000 penonton, pertandingan berlangsung
seru dan mengesankan. Di babak pertama, Uruguay sempat unggul lebih dulu, tapi kemudian
Argentina segera mengejar dan unggul 2-1. Sepertinya, Argentina bakal tampil sebagai juara.
Namun, di babak kedua tuan rumah tampil garang dan mencetak 3 gol, hingga menang 4-2.
Uruguay pun akhirnya tampil sebagai juara Piala Dunia pertama. Meski Piala Dunia 1930 hanya
diikuti 13 tim dan tidak memakai babak kualifikasi, namun ini menjadi tonggak sejarah besar.
Awal dari pentas akbar sepak bola dunia yang sangat memengaruhi manusia.

SEPAK bola Indonesia tak perlu berkecil hati. Negeri ini ternyata pernah tampil di Piala
Dunia pada 1938 di Perancis. Namun, saat itu Indonesia yang masih dalam jajahan Belanda,
memakai nama Hindia Belanda. Di babak kualifikasi, Indonesia bertemu Jepang. Namun,
“Negeri Matahari” mengundurkan diri, sehingga Indonesia langsung ke putaran final. Saat itu,
sepak bola Indonesia cukup bagus untuk ukuran Asia. Mereka datang ke Perancis mengandalkan
pemain seperti Mo Heng, Hu Kom, Samuels, Nawir, Meng, Anwar, Hong Dijen, Soedarmadji,
Sommers, Pattiwael, Taihuttu. Pengalaman internasional pertama terjadi pada 5 Juni di Stadion
Velodrome Municipal, Reims. Indonesia langsung bertemu tim kuat Hungaria di putaran
pertama. Kualifas dan pengalaman menjadi pembeda. Indonesia dibantai Hungaria 0-6. Meski
hanya lewat, namun Indonesia membuat sejarah, minimal pernah tampil di Piala Dunia. vIni
Piala Dunia yang masih diliputi nuansa politik menjelang Perang Dunia II. Pennguasa Jerman,
Adolf Hitler, sebenarnya ingin negerinya menjadi tuan rumah. Dia akan menggunakan ajang ini
sebagai propaganda, menyaingi Benito Mussolini yang memanfaatkan Piala Dunia 1934 di Italia.
Argentina juga mengajukan diri sebagai tuan rumah. Namun, setelah rapat panjang, Argentina
ditolak karena kekhawatiran terhadap persiapan mereka. Lagi pula, FIFA trauma akan banyuak
tim Eropa absen seperti saat di Uruguay. FIFA berusa menghindari wilayah politis. Akhirnya,
diputuskan Perancis sebagai tuan rumah, karena dianggap netral. Selain itu, Perancis pantas
mendapat kehormatan, karena jasa Jules Rimet dan Henri Delaunay, tokoh Perancis yang
membidani Piala Dunia. Sebanyak 37 tim mengikuti kualifikasi, tapi sebagian mengundurkan
diri. Putaran final yang diikuti 18 tim, kembali menggunakan sistem gugur seperti Piala Dunia
1934. Italia sebagai juara bertahan, masih superior dan akhirnya kembali juara.
PERANG Dunia II menghancurkan banyak segi kehidupan, termasuk sepak bola. Pesta
sepak bola sejagad, Piala Dunia, yang dirintis sejak 1930 pun jadi terhenti. Terakhir digelar pada
1938, setelah itu perang berkecamuk di mana-mana. Selepas Perang Dunia II, FIFA ingin
membangkitkan kembali Piala Dunia. Rencana semula dalam Kongres FIFA Luksemburg pada
Juli 1946, Piala Dunia akan digelar digelar lagi pada 1949. Tak ada yang berani menjadi tuan
rumah, karena perang telah menghabiskan banyak biaya dan tenaga. Brasil kemudian
mengajukan diri, karena negerinya tak terlibat perang. Negeri ini pun menjadi satu-satunya calon
tuan rumah dan akhirnya dikukuhkan pada kongres FIFA tersebut. Namun, waktunya bukan
1949, melainkan 1950. Semua orang setuju Piala Dunia digelar di Amerika Latin, karena Eropa
hancur lebur oleh perang. Selain itu, dua Piala Dunia sebelumnya selalu digelar di Eropa. Piala
Dunia 1950 itu amat penting artinya. Selain membangkitkan kembali Piala Dunia setelah perang,
juga akan diperkenalkan trofi baru, yakni Jules Rimet. Trofi itu juga untuk merayakan 25 tahun
kepemimpinan Jules Rimet di FIFA. Selain itu, untuk pertama kalinya, Inggris yang dikenal
punya sepak bola bagus, ikut serta. Sebanyak 13 tim tampil di putaran final. Dari Eropa, tim
yang tampil adalah Swis, Yugoslavia, Inggris, Spanyol, Swedia, dan Italia. Selebihnya tim dari
Benua Amerika. Tak ada wakil dari Asia atau Afrika. Piala Dunia ini juga diawali babak
kualifikasi yang diikuti 34 tim, tapi akhirnya tersaring 13 tim. Di putaran final, 13 tim dibagi ke
dalam empat grup. Juara grup akan tampil di Pool Final yang saat itu terdiri dari uruguay, Brasil,
Swedia, dan Spanyol. Di pool final itu, mereka saling bertemu. Dua tim teratas akan bertemu di
final. Barsil menduduki urutan pertama dan Uruguay kedua, sehingga mereka tampil di final.
Namun, Uruguay akhirnya menang 2-1 dan juara untuk kedua kalinya. Piala Dunia 1950 ini
menjadi tonggak penting, karena setelah itu gelaran yang sama bisa diselenggarakan secara rutin
secara empat tahunan hingga kini.

SWISS mendapat kehormatan sebagai tempat penyelenggaraan Piala Dunia kelima, dan
ajang ini juga menjadi puncak ulang tahun ke-50 markas FIFA yang berada di Zurich. Negera ini
telah mendapat jaminan turnamen sepak bola antar-negara tersebut usai kongres perang dunia
pertama 1946, dan mereka telah menghabiskan waktu selama delapan tahun untuk membangun
stadion baru sebagai tempat pertandingan. Sebenarnya, stadion-stadionnya kecil dengan daya
tampung yang kecil pula. Tetapi Swiss mampu meraup keuntungan finansial yang besar, karena
mereka pandai memanfaatkan bisnis turnamen ini yang pastinya sangat menarik minat seluruh
pemirsa pecinta sepak bola di seluruh dunia. Dan, di Swiss inilah untuk pertama kalinya
pertandingan ditayangkan televisi meskipun masih dalam lingkup terbatas. Pada Piala Dunia
Swiss ini, presiden FIFA Rodolphe Seeldrayers kembali membuat perubahan pada format
turnamen. Pria asal Belgia tersebut mengusulkan agar 16 tim yang tampil dibagi dalam empat
grup yang masing-masingnya dihuni dua tim unggulan yang tidak perlu harus saling bertarung di
fase grup ini. Dan, di babak ini juga diperkenalkan sistem perpanjangan waktu jika skor
pertandingan tetap imbang. Di Piala Dunia ini, yang untuk pertama kalinya terselenggara di
Eropa setelah Perang Dunia II, Hungaria menjadi kekuatan baru yang sangat diperhitungkan.
Pasalnya, tim Eropa Timur ini bermain paling agresif dan menjadi pencetak gol tersubur, yang
belum terjadi di Piala Dunia-Piala Dunia sebelumnya. Lihat saja perjalanannya menuju babak
final. Mereka tampil sangat beringas untuk menggasak Jerman Barat 8-3, selanjutnya membantai
Korea Selatan 9-0. Tak heran jika Hungaria menjadi favorit juara. Di sini pula lahir beberapa
bintang top seperti Puskas, Kocsis (menjadi top skor), Hidegkuti dan Czibor. Tim lain yang juga
menjadi favorit adalah Uruguay karena mereka masih tidak terkalahkan selama babak penyisihan
grup. Ini merupakan prestasi terbaik sepanjang sejarah Piala Dunia. Negara Amerika Selatan ini
lolos ke perempat final setelah mengalahkan Cekoslovakia dan Skotlandia. Di babak delapan
besar, terjadi sebuah rekor baru untuk Piala Dunia ketika Austria bertemu Swiss. Pasalnya
tercipta 12 gol, di mana Austria menjadi pemenang dengan skor 7-5. Sampai sekarang, skor
tertinggi di fase knock-out ini belum terpecahkan. Sedangkan di partai lain, Uruguay
melanjutkan kiprahnya dengan menggulung Inggris 4-2, begitu juga dengan Hungaria yang
menggilas Brasil 4-2, dalam duel terbrutal yang pernah terjadi di ajang sepak bola paling
bergengsi ini. Pertarungan Hungaria vs Brasil ini disebut juga dengan “The Battle of Berne”,
karena tiga pemain dikartumerah dan pertarungan berlanjut sampai peluit akhir berbunyi.
Sementara itu, Jerman Barat sudah pulih lagi usai disikat Hungaria di babak pertama, dengan
mengalahkan Yugoslavia 2-0. Dari hasil-hasil tersebut, muncullah tim yang lolos ke semifinal di
mana dua tim favorit, Uruguay dan Hungaria, harus bertemu untuk memperebutkan tiket ke final.
Di partai lain, Jerman Barat bertemu tetangganya, Austria. Uruguay yang untuk pertama kalinya
berpartisipasi pada Piala Dunia yang diselenggarakan di Eropa, memberikan perlawanan gigih.
Dan, pertarungan kedua tim ini berlanjut hingga babak perpanjangan waktu dan Hungaria keluar
sebagai pemenang dengan skor 4-2. Hasil ini juga mengakhiri rekor Uruguay yang tak
terkalahkan sepanjang turnamen ini. Sementara itu, Jerman Barat terus menunjukkan grafik
penampilan yang meningkat. Di babak empat besar ini mereka menggelontor gawang Austria
sebanyak enam kali, sedangkan gawangnya hanya kebobolan satu kali. Alhasil, Jerman Barat
pun melangkah ke final dengan modal kemenangan 6-1 untuk menciptakan final yang sangat
bergengsi. Rupanya, eforia di babak empat besar ini berlanjut hingga ke final. Tampil dengan
semangat berlipat ganda untuk membalas sakit hatinya akibat dipermalukan pada babak
penyisihan grup, Jerman Barat menang dengan skor 3-2. Tetapi perjalanan “Der Panzer” untuk
mengukir prestasi ini diwarnai pertandingan yang dramatis. Bagaimana tidak, mereka sempat
tertinggal 0-2 dan bayang-bayang kehancuran akibat kekalahan 3-8 mulai terbayang lagi.
Namun, Jerman Barat kembali memperlihatkan mental juaranya. Tim yang terkenal dengan
permainan ‘terlambat panas’ sehingga mendapat julukan “tim Panser” ini mampu membalikkan
keadaan dengan mencetak tiga gol balasan, sekaligus memastikan diri untuk pertama kalinya
menggondol trofi paling bergengsi ini. Sebuah pembalasan yang manis dan sempurna karena
berujung pada gelar juara dunia. Sedangkan di partai perebutan medali perunggu, Austria keluar
sebagai pemenang dengan skor 3-1.

PIALA Dunia 1958 masih tetap berlangsung di Eropa, dan Swedia mendapat kehormatan
untuk pertama kalinya menjadi tuan rumah. Di sini pula, turnamen empat tahunan ini diliput oleh
televisi dan disiarkan secara internasional. Format kompetisi pun berganti lagi. 16 tim dibagi
dalam empat grup seperti pada tahun 1954, tetapi sekarang semua tim yang tergabung dalam satu
grup harus saling berhadapan, tetapi tim yang berada di peringkat dua dan ketiga harus melewati
babak play-off. Pada fase grup ini tak ada perpanjangan waktu. Dua tim teratas akan melaju ke
perempat final, dan setelah itu formatnya menggunakan sistem knock-out. Pada tahun ini, tak ada
lagi sistem unggulan seperti pada 1954, tetapi setiap grup dihuni satu tim dari Eropa Barat, satu
dari Eropa Timur, satu dari Inggris dan satu dari Amerika Latin. Dengan format ini, Inggris harus
menerima kenyataan pahit karena satu grup dengan Brasil, Rusia dan peraih medali perunggu
1954, Austria. Sementara itu, kekuatan Hungaria sudah sangat keropos menyusul kepergian
pemain-pemain topnya seperti Puskas, Kacsis dan Czibor, yang meninggalkan negara ini pada
tahun 1956 akibat invasi Uni Soviet ke negera mereka. Tak heran jika Hungaria yang di Piala
Dunia sebelumnya sangat perkasa dan menakutkan, kini tak berdaya sehingga langsung
tersingkir di fase grup. Sebaliknya, Uni Soviet yang untuk pertama kalinya ikut Piala Dunia,
langsung menebar ancaman. Negara “Beruang Merah” ini menjadi favorit. Di ajang ini, muncul
sosok baru bernama Pele, yang menghentak dunia. Pemain Brasil ini sangat menarik perhatian
karena aksi-aksinya yang menawan. Sempat absen di pertandingan pertama, Pele mulai membuat
kejutan ketika membawa Brasil menahan imbang Inggris dengan skor 0-0. Hasil imbang tanpa
gol ini merupakan yang pertama kalinya di Piala Dunia. Dari sini, Brasil sangat difavoritkan
menjadi juara, apalagi mereka melakukan inovasi dengan mengusung skema 4-2-4. Striker
Perancis Juste Fontaine juga membuat sensasi karena menjadi top skor Piala Dunia ini setelah
mengoleksi 13 gol. Dia sukses membawa “Les Bleus” dengan mudah melewati babak penyisihan
grup dan mereka merupakan tim paling produktif dengan torehan 11 gol. Sukses juga diraih tuan
rumah, Swedia, yang didampingi Wales untuk melewati penyisihan grup. Sedangkan Inggris dan
Skotlandia tak bisa melanjutkan kiprahnya, karena tak mampu melewati fase grup. Di perempat
final, tak ada kejutan. Seperti yang diperkirakan, Jerman Barat menyingkirkan Yugoslavia
dengan skor tipis 1-0, tuan rumah mengeliminasi Uni Soviet berkat kemenangan 2-0, kemudian
Fontaine membawa Perancis membantai Irlandia Utara 4-0. Di partai lain, Pele menjadi
pahlawan Brasil karena gol pertamanya di Piala Dunia membawa “Selecao” menembus semifinal
meskipun hanya menang 1-0 atas Wales. Memasuki babak-babak selanjutnya, pesta gol terjadi.
Bayangkan, mulai semifinal hingga final, tercipta 27 gol! Pada babak empat besar Swedia
menggulung Jerman Barat yang merupakan juara bertahan, dengan skor 3-1. Sedangkan pada
partai lain, Pele memukau publik lewat hat-trick untuk menghentikan laju Fontaine dan kawan-
kawan. Brasil menang 5-2 atas Perancis. Alhasil, Brasil bertemu Swedia di final. Namun
sebelum dunia menyaksikan pertai seru antara Brasil dan Swedia, para pecinta sepak bola dunia
lebih dulu disuguhkan pertai sembilan gol antara Perancis dan Jerman Barat, untuk
memperebutkan medali perunggu. Di sini Fontaine melengkapi prestasinya sebagai top skor (13
gol) berkat empat gol yang dihasilkannya untuk membawa Perancis menang 6-3. Fontaine juga
menorehkan sejarah sebagai pencetak gol terbanyak dalam satu Piala Dunia. Pada partai puncak,
Pele lagi-lagi menunjukkan tajinya sebagai pemain bintang. “Si Mutiara Hitam” ini membawa
Brasil menjadi juara setelah menekuk tuan rumah 5-2. Hasil tersebut membuat Brasil sebagai
satu-satunya negara dari benua Amerika yang menjadi juara di Eropa dan sampai sekarang
belum ada negara yang mampu menyamai prestasi tersebut–dalam sejarah, ketika Piala Dunia
dilangsungkan di Eropa, maka negara dari benua Eropa yang menjadi juara, begitu juga
sebaliknya, ketika diadakan di benua Amerika maka negara dari benua ini yang menjadi juara.
Kecuali pada Piala Dunia 2002, di mana Brasil menjadi juara untuk kelima kalinya ketika Piala
Dunia diselenggarakan di Korea-Jepang.

PADA kongres FIFA tahun 1956 di Lisbon, Portugal, ada tiga negara yang secara resmi
mengajukan diri untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 1962. Argentina, Chili, dan Jerman
Barat, menyatakan kesediaan mereka untuk menyelenggarakan turnamen sepak bola antar-negara
tersebut. Jerman Barat menjadi negara pertama yang “tersingkir”, karena hampir semua peserta
kongres tidak sepakat jika Piala Dunia untuk ketiga kalinya secara berturut-turut diselenggarakan
di benua Eropa. Karena itu, Argentina menjadi negara terfavorit untuk menjadi tuan rumah,
karena selain budaya sepak bolanya, dan memiliki sejumlah stadion besar, antusiasme
penduduknya juga sangat tinggi. Mereka semakin menjadi kandidat terkuat ketika Chili
diguncang gempa dasyat pada Mei 1960, yang menurut laporan menewaskan sekitar 5.000
orang. Namun tak disangka, Chili ditunjuk sebagai negara penyelenggara Piala Dunia 1962. Lobi
dan alasan menyentuh dari Presiden FA Chili, Carlos Dittborn, menarik simpati FIFA. “Kami
tidak memiliki apa-apa, sehingga kami harus menjadi tuan rumah Piala Dunia,” demikian
pernyataan Dittborn, yang membuat FIFA trenyuh dan akhirnya menjatuhkan pilihan Chili
sebagai tuan rumah. Dalam kurun waktu dua tahun setelah bencana gempa bumi itu, Chili
bergerak cepat untuk membangun stadion-stadion baru, termasuk National Stadium di Santiago,
yang selesai tepat waktu saat turnamen dimulai. Untuk ukuran sebuah negara miskin, Chili yang
menjadi tuan rumah tidak terlalu mengecewakan FIFA, meskipun panitia masih harus belajar
lebih banyak lagi tentang sepak bola. Tak seperti pada perhelatan-perhelatan sebelumnya, di sini
untuk pertama kalinya terjadi sebuah kejutan di babak kualifikasi. Swedia yang di Piala Dunia
terakhir menjadi runner-up, harus tersingkir lebih awal karena tidak mampu melewati penyisihan
grup. Sementara itu, Brasil yang mengusung semua kekuatannya ketika menjadi juara 1958,
tampaknya masih tetap menjadi favorit. Hanya ada satu tambahan pemain, yaitu Amarildo, yang
dipanggil untuk menggantikan Pele yang cedera pada pertandingan kedua. Pada 2 Juni, terjadi
peristiwa terburuk dan merupakan hari paling kelam dalam sejarah Piala Dunia, ketika Chili
bertemu Italia di babak penyisihan Grup B. Disaksikan sekitar 70.000 penonton di Santiago,
terjadi perkelahian di lapangan hijau yang mengakibatkan dua orang pemain Italia diusir keluar
lapangan karena mendapat kartu merah. Menurut wasit asal Inggris, Aston, pertandingan tersebut
tidak terkontrol karena para pemain berkelahi dan saling menendang, sehingga polish harus turun
tangan untuk meredakan situasi. Duel ini berakhir dengan skor 2-0 untuk kemenangan tuan
rumah. Setelah menyelesaikan babak penyisihan di tiap grup, muncullah delapan tim yang lolos
ke perempat final. Di babak ini, Yugoslavia untuk ketiga kalinya secara berturut-turut kembali
bertemu dengan Jerman Barat. Setelah selalu kalah dalam dua pertemuan sebelumnya, kali ini
Yugoslavia bisa membalas lewat gol Radakovic tiga menit sebelum pertandingan usai, sehingga
mereka lolos dengan kemenangan 1-0. Sementara itu, Brasil terus menunjukkan konsistensinya.
“Tim Samba” melangkah pasti ke semifinal setelah membekuk Inggris 3-1, dengan Garrincha
sebagai bintang, karena jadi inspirator. Cekoslovakia juga mengikuti jejak Yugoslavia dan
Brasil, setelah menang 1-0 atas Hungaria. Kejutan juga dibikin Chili, yang di luar dugaan
mengandaskan Uni Soviet dengan kemenangan 2-1. Namun di semifinal, Chili harus bertemu
dengan Brasil yang sedang dalam performa terbaik. Bisa ditebak, Brasil tak tertahankan dan
memastikan diri lolos ke final setelah menang 4-2. Garrincha dan Vava membagi rata gol timnya
ke gawang tuan rumah. Di partai lain, Yugoslavia gagal membendung Cekoslovakia yang
berhasil meraih kemenangan 3-1, sehingga akan bertemu Brasil di partai puncak. Meskipun
gagal ke final, Chili masih bisa menghibur publiknya karena pada perebutan medali perunggu,
mereka keluar sebagai pemenang setelah menaklukkan Yugoslavia 1-0. Hasil ini terbilang
fantastis, karena mereka sendiri tak menyangka akan melangkah sampai semifinal. Pada partai
final, Cekoslovakia membuat kejutan karena lebih dulu memimpin. Tetapi, Brasil yang boleh
diperkuat Garrincha walaupun mendapat kartu merah di semifinal, mampu keluar dari tekanan.
Tiga gol balasan bisa dilesakkan “tim Samba” untuk membalikkan keadaan sehingga menang 3-
1, sekaligus mempertahankan trofi yang kali ini mereka raih tanpa harus dipekuat sang bintang di
turnamen sebelumnya, Pele.

DARI Amerika, Piala Dunia kembali diselenggarakan di Eropa. Inggris yang sudah
menunggu selama 16 tahun sejak berpartisipasi di turnamen ini, mendapat kesempatan untuk
menjadi tuan rumah. Dan, mereka sangat optimistis bisa mengakhiri penantian untuk merengkuh
trofi paling bergengsi ini setelah menembus perempat final di Cile 1962. Dengan sejumlah
pemain top dan sedang berada di usia matang, pelatih Alf Ramsey merasa timnya punya potensi
untuk menyingkirkan lawan mana pun. Banks, Moore, Charltons, Greaves, Hurst dan Hunt,
merupakan deretan nama yang menjadi andalan “The Three Lions”. Namun menjelang
bergulirnya turnamen ini, panitia sempat pusing tujuh keliling karena trofi yang diberi nama
Jules Rimet ini dicuri, saat dilakukan pameran pada bulan Maret di Central Hall, Westminster.
Situasi semakin runyam lantaran panitia merasa tak sanggup untuk membuat trofi baru yang
mirip dengan aslinya, yang memang unik dan sulit ditiru. Beruntung, di tengah kegalauan itu
muncul kabar menggembirakan. Adalah seekor anjing bernama Pickles, yang memecahkan
persoalan rumit tersebut, satu minggu setelah kasus pencurian itu. Binatang yang memiliki
penciuman paling tajam ini mengendus keberadaan trofi tersebut di sekitar semak belukar di
Norwood, London Selatan. Ternyata benar, setelah diperiksa ternyata trofi tersebut dibungkus
dengan kertas koran. Alhasil, persiapan turnamen ini bisa berlangsung lancar lagi. Inggris yang
mendapat dukungan dari suporter fanatiknya mengawali kejuaraan ini dengan hasil yang kurang
memuaskan karena hanya bermain imbang tanpa gol melawan Uruguay. Ini membuat mereka
banyak mendapat kritikan. Meskipun demikian, pasukan Ramsey yang tergabung di Grup A
bersama Uruguay, Perancis dan Meksiko tersebut bisa keluar dari tekanan, dan mereka akhirnya
menjadi juara grup, dan lolos ke perempat final, didampingi Uruguay. Di Grup B yang dihuni
tim-tim keras, Jerman Barat dan Argentina menjadi yang terbaik, setelah menyisihkan Spanyol
dan Swiss. Di sini lahirlah bintang muda Jerman, Franz Beckenbauer, yang bermain cemerlang
di fase penyisihan grup ini. Dia mencetak dua gol ketika Jerman mencukur Swiss 5-0. Argentina
yang diperkuat pemain-pemain top seperti Rattin, Artime dan Onega, mengikuti jejak Jerman
Barat karena menjadi runner-up. Hasil ini terbilang kurang memuaskan, karena mereka
difavoritkan akan menjadi juara grup. Tetapi ketika melawan Jerman, Argentina hanya bermain
imbang 0-0. Kejutan lain di grup ini adalah tersingkirnya Spanyol, sang juara Eropa. Padahal,
“El Matador” datang dengan membawa seluruh kekuatannya seperti Gento, Suarez dan Del Sol.
Dari Grup C, Brasil sempat mengawali pertandingannya dengan hasil meyakinkan. Tendangan
bebas spektakuler Pele dan Garrincha membawa “Selecao” menang 2-0 atas Bulgaria. Tetapi
juara 1958 dan 1962 ini mendapat masalah besar saat menghadapi Hungaria, karena Pele tidak
bisa tampil lantaran cedera. Sebaliknya, dua bintang Hungaria Florian Albert dan Ferenc Bene,
mencuri perhatian dengan aksi-aksi menawan, yang membawa negara mereka menang 3-1 atas
sang juara bertahan. Di grup ini, Portugal yang merupakan tim debutan, menjadi jawara.
Eusebio, yang berdampingan dengan Torres, Augusto, Simoes dan Coluna, membawa tim
“Samba Eropa” ini maju ke perempat final. Bahkan pada pertandingan terakhir penyisihan grup,
mereka meruntuhkan keperkasaan Brasil lewat kemenangan 3-1, untuk memastikan diri menjadi
juara grup. Sebaliknya bagi Brasil, kekalahan ini membuat mereka tersisih, dan berakhirlah
kiprah para pemain top seperti Garrincha, Bellini dan Orlando. Kejutan besar juga terjadi di Grup
D. Sama seperti Portugal, Uni Soviet yang sangat solid karena diperkuat Yashin, Shesterniev dan
Porkuyan, juga menyapu bersih tiga pertandingan penyisihan sehingga mereka menjadi juara
grup. Korea Utara pun tak ketinggalan. Tim debutan Asia yang dikalahkan Uni Soviet 0-3 ini
juga lolos ke perempat final sebagai runner-up grup, setelah menahan imbang Chili dan
menaklukkan Italia 1-0. Inilah kejutan yang paling mencengangkan dalam sejarah Piala Dunia.
Selanjutnya, Korea Utara yang merupakan tim dengan materi termuda di Piala Dunia ini, sempat
merajut impian untuk masuk semifinal. Melawan Portugal di perempat final, mereka sudah
memimpin 3-0 sampai dengan turun minum. Sayang, di paruh kedua Korea Utara tak mampu
mempertahankannya, ketika Eusebio mencetak empat gol untuk melengkapi kesuksesan Portugal
yang akhirnya lolos dengan kemenangan 5-3–ini juga masih menjadi sebuah sejarah di Piala
Dunia, di mana sebuah tim tertinggal tiga gol, tetapi mampu mengejar dan menang. Partai
lainnya di babak delapan besar, Jerman Barat menggunduli Uruguay 4-0. Pertandingan dengan
skor mencolok ini diwarnai dengan dua kartu merah yang diberikan kepada pemain Uruguay,
sehingga Jerman Barat tak terlalu kesulitan untuk meraih tiket ke semifinal. Langkah yang sama
dijuga dicapai Uni Soviet. Mengandalkan pertahanan yang kokoh, tim “Beruang Merah” ini
mampu mempertahankan keunggulan 2-1 atas Hungaria dan mereka untuk pertama kalinya
mencatat sejarah lolos ke semifinal. Sementara itu di London, duel seru dan menegangkan terjadi
antara Inggris vs Argentina. Bermain dengan penuh semangat karena mendapat dukungan dari
suporter fanatiknya, tuan rumah bisa menjebol gawang Argentina. Geoff Hurst yang menjadi
bintang pertandingan ini, karena dialah yang mencetak gol tunggal ketika pertandingan tersisa 12
menit, untuk membawa Inggris ke semifinal dan bertemu Portugal. Di babak empat besar ini,
muncullah sosok Bobby Charlton karena permainannya sangat memukau. Ini mungkin menjadi
aksi terbaik Charlton bersama timnas Inggris, karena bintang klub Manchester United tersebut
yang meloloskan Inggris ke final lewat dua golnya, sehingga mereka mengalahkan Portugal 2-1.
Satu-satunya gol Portugal dihasilkan oleh pemain legendarisnya, Eusebio, lewat titik penalti. Di
semifinal lainnya, Jerman Barat menaklukkan Uni Soviet 2-1. Di sini Beckenbauer mencetak gol
spektakuler, karena tembakannya dari jarak jauh tak mampu dihalau Yashin, salah satu kiper
terbaik sepanjang masa. Yashin juga kembali harus dua kali memungut bola dari dalam jaringnya
pada pertandingan perebutan tempat ketiga, ketika Eusebio memborong dua gol Portugal yang
meraih kemenangan 2-1, sekaligus membawanya menjadi top skor–lebih banyak tiga gol dari
striker Jerman Helmut Haller. Pada partai final, Ramsey membuktikan bahwa prediksinya benar,
yaitu bahwa Inggris menjadi juara Piala Dunia 1964 ini. Bermain di Wembley yang merupakan
stadion kebanggaan negara tersebut, Inggris tampil penuh gairah.Namun publik tuan rumah
sempat terhenyak ketika Haller menjebol gawang Gordon Banks pada menit ke-12. Beruntung,
hanya berselang enam menit Hurst berhasil menyamakan kedudukan, ketika dia dengan
sempurna mengonversi umpan Bobby Moore menjadi gol. Skor 1-1 bertahan sampai jeda. Di
babak kedua, tepatnya menit ke-78, Martin Peters membuat stadion seolah runtuh oleh gemuruh
penonton yang bersorak kegirangan. Striker Inggris ini mengoyak jala Hans Tilkowski yang
membuat Inggris unggul 2-1 dan bertahan sampai menit ke-89. Dalam waktu yang tersisa, publik
Inggris tampaknya sudah merasa timnya akan menjadi juara dunia dan mereka siap-siap
menggelar pesta. Tetapi, Wolfgang Weber merusak semuanya karena di masa injury time dia
bisa menyamakan skor menjadi 2-2, dan memaksa perpanjangan waktu. Pada extra time ini,
Hurst kembali membuat 96.924 penonton berjingkrak kegirangan karena dia membawa Inggris
unggul 3-2, saat pertandingan memasuki menit ke-101. Gol ini juga yang sampai sekarang terus
menjadi kontroversi, karena para pemain Jerman Barat menilai bola yang memantul dari mistar,
belum melewati garis gawang, meskipun wasit Gottfried Dienst dari Swiss mengesahkannya. Di
tengah keraguan kubu lawan tentang gol tersebut, Hurst membuat gol ketiganya dalam
pertandingan itu–satu-satunya hat-trick di partai final yang sampai sekarang belum disamakan.
Pada menit ke-120, Hurst kembali memaksimalkan umpan Moore dan memastikan Inggris
menang 4-2, dan membuat “The Three Lions” mengakhiri penantian untuk menyabet gelar juara
paling bergengsi di dunia tersebut.

PIALA Dunia Meksiko 1970 pantas boleh disebut sebagai pionir sepak bola modern.
Selain munculnya rekor-rekor baru, aturan main baru dan inovasi teknologi, momen ini
menandai penampilan terakhir Pele di Piala Dunia. Piala Dunia kali ini tak pernah disangka
mampu sukses, seperti Piala Dunia 1966 Inggris. Pasalnya, ini adalah untuk pertama kalinya
Piala Dunia digelar di Amerika Utara. Ini juga pertama kalinya Piala Dunia dihelat di luar
Amerika Selatan dan Eropa. Namun, kekhawatiran itu tak pernah menjadi kenyataan. Penemuan
televisi berwarna yang mendahului Piala Dunia 1970 Meksiko, membuat banyak orang sangat
menantikan sepak bola. Mereka ingin menyaksikan, untuk pertama kalinya, bagaimana rasanya
menyaksikan Piala Dunia dari layar penuh warna. Sepak bola kemudian mendompleng kemajuan
teknologi ini dan memanfaatkan Piala Dunia Meksiko 1970, untuk memperkenalkan aturan baru
soal kartu kuning dan kartu merah. Untungnya, pengenalan kartu kuning dan merah tak membuat
pemain latah sehingga melakukan pelanggaran yang membuat mereka terusir dari lapangan.
FIFA merasa, sikap pemain yang menjunjung sportivitas itu pantas mendapat penghargaan.
Jadilah, Piala Dunia Meksiko 1970 kembali mencatatkan sejarah sebagai ajang pertama di mana
FIFA memperkenalkan anugerah fairplay, yang diraih Peru. Catatan momen penting Piala Dunia
Meksiko 1970, akhirnya harus diakhiri dengan menyebut Brasil dan Pele. Brasil yang sukses
menuntaskan perjalanan mereka di Meksiko sebagai juara. Itu adalah gelar juara Piala Dunia
yang diraih Brasil, setelah Piala Dunia Swedia 1958 dan Piala Dunia Cile 1962. Atas Prestasinya
itu, Brasil berhak menyimpan trofi Jules Rimet secara permanen. Trofi ini kemudian hilang
dicuri pada 1983.Bagi Pele, keberhasilan membawa Brasil menjuarai Piala Dunia Meksiko 1970,
menjadikan dirinya manusia pertama yang menjuarai Piala Dunia sebanyak tiga kali. Ini juga
menjadi penampilan terakhir Pele di Piala Dunia, karena ia memutuskan gantung sepatu dari tim
nasional Brasil pada tahun 1971.

BRASIL sudah puas menguasai Piala Dunia 1970 Meksiko. Saat itu, mereka menjadi juara,
untuk yang ketiga kalinya dan karenanya berhak menyimpan trofi Jules Rimet secara permanen.
Tercatatnya Pele sebagai manusia tersukses di Piala Dunia karena mengantar Brasil menjuarai
tiga Piala Dunia itu, semakin mengukuhkan dominasi “Tim Samba”. Tak ada yang menyangka,
pesta besar di Meksiko itu menandai berakhirnya hegemoni Brasil di Eropa. Hanya empat tahun
setelahnya, tepatnya di Piala Dunia 1974 Jerman Barat, keanggunan gaya samba dilibas
permainan sepak bola menyerang dan efektif Eropa, yang diwakili Belanda dan Jerman Barat.
Brasil semakin kehilangan pengaruhnya, seiring pensiunnya simbol sepak bola indah mereka,
Pele, dari timnas. Di Piala Dunia 1974 Jerman Barat, nama Pele ditenggelamkan sejumlah jago-
jago baru, misalnya Johan Cruyff, Franz Beckenbauer, dan Gerd Muller. Cruyff dan Muller
inilah yang membuat persaingan Belanda dan Jerman Barat berlangsung ketat sampai babak
puncak. Setelah bersusah payah, Jerman Barat berhasil menjuarai ajang ini mengandaskan
Belanda dengan skor 2-1. Jerman pun sukses meraih ambisinya menyandingkan gelar Piala
Dunia dan Piala Eropa, yang mereka raih pada 1972.Mengingat pada turnamen kali ini, FIFA
memperkenalkan Trofi Piala Dunia FIFA, sebagai pengganti Jules Rimet, tidak berlebihan bila
Jerman Barat disebut sebagai pionir kebangkitan sepak bola Eropa. Sementara itu, Brasil sendiri
gagal menjaga kehormatan dan reputasi mereka setelah menyerah 0-1 kepada Polandia pada
perebutan juara ketiga.
UNTUK pertama kalinya, setelah 16 tahun, Piala Dunia 1978 kembali digelar di Amerika
Selatan, tepatnya di Argentina. Mengingat situasi politik Argentina saat itu, keputusan FIFA
bukannya tak mengundang kontroversi dan ancaman boikot. Ketika FIFA memutuskan
menggelar Piala Dunia 1978 di Argentina, situasi pemerintahan jauh dari keadaan aman dan
tenteram. Penguasa militer saat itu menjalankan roda pemerintahan dengan tangan besi. Aksi
protes melawan pemerintah selalu direspons dengan penangkapan, penyiksanaa, dan
pertumpahan darah. Sejumlah negara, termasuk yang lolos kualifikasi, mempertimbangkan
melakukan boikot dengan tidak menghadiri perhelatan tersebut. Namun, perhelatan tetap
dilaksanakan, tanpa kehadiran dua pemain penting, yaitu Johann Cruyff dan Franz Beckenbauer.
Cruyyf tidak tampil setelah mengalami percobaan penculikan. Selama perhelatan, peserta
memang tak mengalami gangguan keamanan. Namun, sejumlah kalangan menilai, peraturan
turnamen tidak adil karena cenderung mendukung Argentina. Belum lagi munculnya dugaan
pengaturan skor. Salah satu peraturan yang dinilai menguntungkan adalah, Argentina selalu
bermain malam hari, sehingga mereka sudah lebih dulu mengetahui hasil lain di grup mereka.
Soal pengaturan skor, itu terjadi di fase grup putaran kedua. Saat itu, Argentina harus melawan
Peru. Untuk menjadi juara Grup B dan melaju ke final, Argentina harus menang dengan selisih
empat gol. Secara luar biasa, Argentina menang 6-0. Komentator menyebut kemenangan itu
terlalu mudah. Belakangan, sejumlah kalangan menilai, kiper Peru, Ramon Quiroga, terlibat
konspirasi dengan Argentina. Kesimpulan ini berdasar kenyataan bahwa Quiroga merupakan
pemain kelahiran Argentina. Namun, tuduhan ini tak pernah terbukti. Kontroversi Argentina
masih berlanjut ke babak final, di mana mereka berhasil menjadi juara setelah mengalahkan
Belanda 3-1. Setelah pertandingan, Belanda menolak menghadiri konferensi pers karena menilai
Argentina sengaja mengulur-ulur waktu kick-off. Kontroversi mencapai puncaknya setelah di
akhir turnamen, FIFA menganugerahkan penghargaan fair play kepada Argentina. Terlepas dari
berbagai kontroversi, Piala Dunia 1978 Argentina menularkan kegembiraan kepada rakyat yang
sudah tersiksa rasa takut dalam dua tahun terakhir. Kiranya, ini menjadi sumbangan terbesar
Mario Kempes dkk kepada negaranya. Bagi sepak bola, hal itu semakin meneguhkan bahwa
sepak bola bisa meretas batas-batas yang tak bisa ditembus sistem politik, ekonomi, atau sosial.

ITALIA sempat unggul 2-0 atas Brasil dalam hal koleksi gelar Piala Dunia. Namun, Brasil
mampu mengejar dan unggul 3-2. Akhirnya, baru pada Piala Dunia 1982 Spanyol, Italia mampu
berdiri sejajar dengan Brasil. Sulit diduga Italia mampu melangkah sejauh itu. Pasalnya, di
putaran kedua, mereka berada satu grup dengan Argentina dan Brasil. Namun, secara
meyakinkan, mereka mengalahkan kedua wakil Amerika Selatan itu dan melaju ke semifinal. Di
babak empat besar, Italia kembali menemui ujian berat, yaitu menghadapi Polandia. Beruntung
mereka memiliki Paolo Rossi. Di babak semifinal, Paolo Rossi mencetak dua gol yang
menentukan kemenangan Italia 2-0 atas Polandia dan mengantar Italia ke final pertama mereka
setelah 12 tahun. Di final, mereka mengandaskan Jerman Barat 3-1. hasil itu membuat Italia dan
Brasil sama-sama mengantongi tiga gelar juara Piala Dunia. Bedanya, karena Brasil lebih dulu
mencapai gelar ketiga, mereka berhak mendapatkan Piala Jules Rimet.

TAHUN 1986 merupakan tahun gemilang bagi persepakbolaan Meksiko, tuan rumah Piala
Dunia waktu itu. Namun, bintang turnamen itu justru berasal dari Argentina, yakni sang kapten
Diego Maradona. Pada tahun itu, Maradona meraih puncak kariernya di pentas internasional
disertai kontroversi gol “Tangan Tuhan”.

Tuan rumah Piala Dunia ke-13 sebetulnya diserahkan kepada Kolumbia. Karena masalah
keuangan di negara tersebut, FIFA kemudian memindahkannya ke Meksiko. Dalam hal
infrastruktur, Meksiko yang pernah menjadi tuan rumah 16 tahun sebelumnya dianggap lebih
siap dibanding calon lain yakni Kanada dan Amerika Serikat. Delapan bulan sebelum
penyelenggaraan PD 1986, negara di Amerika Utara itu sempat diguncang gempa bumi yang
menewaskan 20.000 orang. Untunglah gempa ini tak merusak 12 stadion tempat
penyelenggaraan turnamen.
Tiga negara menjalani debut mereka di putaran final, yakni Kanada, Denmark, dan Irak.
Kanada dan Irak tersingkir di fase grup, demikian pula dengan kontingen Korea Selatan, yang
sempat mengundang decak kagum lewat tendangan-tendangan jarak jauh para pemainnya.
Denmark dengan duo pemain depan Michael Laudrup dan Preben Elkjaer-Presen membuat
kejutan dengan menguasai Grup E, salah satunya dengan menekuk runner-up Jerman Barat di
fase grup. Pada turnamen kali ini, FIFA kembali memberikan peraturan baru di mana empat tim
terbaik yang menduduki peringkat ketiga di masing-masing grup boleh ikut ke fase knock out
bersama 12 tim yang menjadi juara dan runner-up grup. Berkat aturan ini, Belgia, Polandia,
Bulgaria, dan Uruguay berhak lolos ke 16 besar. Belgia bahkan berhasil melangkah ke semifinal
dengan menekuk Uni Soviet di perdelapan final dan menang adu penalti lawan Spanyol di
perempat final. Kejutan juga dibuat oleh Maroko. Mereka menjadi negara pertama dari Afrika
yang berhasil lolos ke fase knock out setelah menjadi pimpinan Grup F. Di babak 16 besar,
langkah mereka langsung terhenti oleh Jerman Barat. Jerman pula yang menyingkirkan tuan
rumah Meksiko dalam laga alot di perempat final. Di babak ini pula, terjadi persaingan alot oleh
setiap kontestan. Dari empat laga yang berlangsung, hanya partai Argentina versus Inggris yang
berakhir dalam waktu 90 menit. Partai lainnya harus diakhiri dengan adu penalti. Argentina yang
hanya sekali kalah pada laga kualifikasi kemudian menaklukkan Belgia di semifinal dengan skor
akhir 2-0. Kedua gol dicetak oleh Maradona dan membuat jumlah golnya di turnamen tersebut
menjadi lima gol. Jumlah gol Maradona itu rupanya masih kalah dari top scorer asal Inggris,
Gary Lineker. Lineker kemudian mendapat penghargaan Sepatu Emas, tetapi Maradona menjadi
Pemain Terbaik berkat lima gol dan lima assist-nya dalam tujuh laga waktu itu. Salah satu gol
tersebut ia buat dengan menggunakan tangan kiri ke gawang Inggris yang dijaga oleh Peter
Shilton pada perempat final. Di final, Maradona tidak mencetak gol. “Albicelestes” memimpin
2-0 lebih dulu, tapi Jerman berhasil menyamakan skor. Enam menit menjelang bubar, Maradona
memberikan assist cantik kepada Jorge Burruchaga dan terciptalah gol yang membawa armada
Carlos Bilardo tersebut menjadi pemenang. Maradona pun menjadi satu-satunya pemain yang
begitu dominan dalam sejarah Piala Dunia. Secara keseluruhan, tercatat 80 pemain mencetak gol
di turnamen ini. Dari 132 gol, Argentina mencatat jumlah gol paling banyak yakni 15 gol,
adapun Kanada menjadi satu-satunya tim yang sama sekali tak menjebol gawang lawan. Uni
Soviet yang didominasi oleh pemain-pemain Dynamo Kiev mencatat skor terbesar pada
penyisihan grup yakni saat mengalahkan Hungaria dengan 6-0.

UNTUK kedua kalinya, Italia menjadi tuan rumah Piala Dunia pada 1990. Negeri Pizza itu
menjadi negara kedua–setelah Meksiko–yang mendapat dua kali kesempatan menggelar
turnamen akbar itu. Sayang, kali ini banyak catatan negatif di ajang tersebut. Pada kesempatan
pertama tahun 1934, “Gli Azzuri” sukses menjadi juara dunia di kandangnya sendiri. Setelah 56
tahun berlalu, Italia justru dilanda kecemasan ketika harus mempersiapkan diri menjadi tuan
rumah pada 1990. Mereka hanya punya waktu enam tahun untuk memperbarui 12 stadion yang
ditunjuk FIFA sebagai tempat pertandingan. Renovasi stadion molor, meski akhirnya selesai
sebelum pembukaan turnamen di Milan. Putaran final kali ini bisa disebut reuni negara-negara
kuat di sepak bola, tapi justru paling miskin atraksi gol. Semua pemenang Piala Dunia
sebelumnya tampil di sini dan untuk kedua kalinya empat mantan juara dunia melaju ke
semifinal, yakni Jerman Barat, Argentina, Italia, dan Inggris. Jerman Barat waktu itu sudah lima
kali mencapai final, dua di antaranya mereka akhiri dengan menjadi juara dunia. Adapun Italia
sudah tiga kali menjadi kampiun dalam empat penampilan di partai final sebelumnya. Argentina
dua kali juara yakni pada 1978 dan 1986, sedangkan Inggris menang di kandang pada 1966.

EMPAT tahun sejak permainan defensif di Piala Dunia Italia 1990, Amerika Serikat
mendapat kesempatan pertama menjadi tuan rumah turnamen tersebut. Muncul perasaan skeptis
atas penunjukkan negara yang asing terhadap sepak bola itu.Tidak mudah bagi AS untuk
mendongkrak popularitas sepak bola di negara mereka. Nama football yang sudah sedemikian
akrab di telinga penggemar sepak bola dunia bermakna lain di Negeri Paman Sam. Di sana,
orang harus membiasakan menyebut sepak bola dengan istilah soccer. FIFA juga menjadikan
turnamen ini untuk mengubah format dan peraturan Piala Dunia. Otoritas sepak bola dunia itu
mulai melarang kiper menangkap backpass dari kaki rekan satu timnya. Permainan pun menjadi
lebih agresif dibanding empat tahun sebelumnya. Nama Jerman Barat sebagai juara bertahan
sudah melebur menjadi Jerman menyusul bersatunya dua negara sisi barat dan timur pada akhir
1990. Sayang, penampilan perdana Jerman ini berakhir antiklimaks. Bermain di partai
pembukaan, pemain Jerman justru tampak lesu dan kurang gairah. Meski demikian, mereka
dapat menaklukkan Bolivia berkat gol tunggal Juergen Klinsmann. Tim bentukan pelatih Berti
Vogts itu masih mengandalkan pemain veteran Rudi Voeller sebagai gelandang pembantu
Klinsmann. Kapten Lothar Mathaeus berubah peran menjadi libero dan menghilangkan gol-gol
kejutan seperti yang ia lakukan di Italia 1990. Meski menjadi juara grup, “Der Panzer” akhirnya
keok di tangan Bulgaria di perempat final. Runner-up 1990, Argentina, kembali tampil
mengecewakan. Diego Maradona masih menjadi tumpuan dan memberikan hasil baik di dua laga
awal. Namun, kasus penggunaan narkoba memaksanya pulang lebih dini. Gabriel Batistuta dkk
pun kehilangan playmaker dan hanya finis di tempat ketiga Grup D, yang dikuasai oleh Nigeria.
Kedua tim akhirnya kalah di babak 16 besar. Kejutan diperlihatkan oleh Swedia. Pelatih Tommy
Svensson mengandalkan Martin Dahlin, Tomas Brolin, dan Kennet Andersson untuk
menunjukkan efisiensi permainan menyerang. Perjalanan mereka berakhir di tangan Brasil,
musuh satu grup dan bertemu lagi di semifinal. Brasil menjadi tim paling solid di semua lini.
Mereka hanya kebobolan tiga gol dalam tujuh laga. Gelandang mereka sangat berperan
membantu pertahanan yang sudah begitu kuat. Di depan, Romario dan Bebeto bisa dilepas
berduaan dan menuai hasil manis. Keduanya sama-sama berambisi mengakhiri 24 tahun paceklik
juara dan berhasil mewujudkannya di Los Angeles. Romario pun diganjar anugerah Pemain
Terbaik.

Anda mungkin juga menyukai