Anda di halaman 1dari 2

KASUS KEGAGALAN TIM NASIONAL PRANCIS

PADA PIALA DUNIA TAHUN 2010

Sejarah Tim Sepak Bola Prancis

Sejarah tim sepak bola nasional Prancis dimulai pada tahun 1904 . Tim nasional, juga


disebut sebagai Les Bleus , mewakili bangsa Prancis dalam sepak bola internasional. Itu
diterjunkan oleh Federasi Sepak Bola Prancis dan bersaing sebagai anggota UEFA .
Prancis adalah salah satu dari empat tim Eropa yang berpartisipasi di Piala Dunia perdana
pada tahun 1930 dan merupakan salah satu dari delapan tim nasional yang memenangkan
kompetisi tersebut, yang mereka lakukan pada tahun 1998 ketika mereka menjadi tuan rumah
piala tersebut. Mereka mengalahkan Brasil 3-0 di final. Prancis telah memenangkan dua Piala
Dunia, satu pada tahun 1998 dan satu lagi pada tahun 2018. Prancis juga telah memenangkan
dua Kejuaraan Sepak Bola Eropa UEFA , pertama pada tahun 1984, dipimpin oleh
pemenang Ballon d'Or Michel Platini , dan kemudian pada tahun 2000, dipimpin oleh Pemain
Terbaik Dunia FIFA. Tahun Zinedine Zidane . Menyusul kemenangan Piala
Konfederasi Prancis 2001 , mereka bersama dengan Argentina menjadi satu-satunya tim
nasional yang memenangkan Piala Dunia FIFA , Piala Konfederasi FIFA , dan Turnamen
Olimpiade .

Sejarah Kegagalan Tim Nasional Prancis

Piala Dunia 2010 adalah salah satu momen paling memalukan dalam sejarah sepakbola
Prancis. Betapa tidak, Les Bleus yang ketika itu berstatus sebagai runner-up Piala Dunia edisi
sebelumnya bukan cuma gagal total di fase grup, namun yang lebih mengenaskan adalah
terjadinya pemberontakan di dalam skuat.

Semuanya bermula saat Prancis hampir dipastikan tersingkir setelah mendapat hasil
mengecewakan di dua laga pembuka melawan Uruguay (0-0) dan Meksiko (0-2). Situasi tiba-
tiba memburuk ketika pelatih Raymond Domenech memutuskan untuk memulangkan striker
Nicolas Anelka setelah keduanya terlibat perdebatan panas di pinggir lapangan dalam laga
versus Meksiko.

Menjelang laga terakhir Grup A melawan tuan rumah Afrika Selatan, secara mengejutkan
kapten Patrice Evra memimpin rekan-rekan setimnya untuk menolak berlatih di Knysna
sebagai protes atas pemulangan Anelka. Para pemain enggan keluar dari bus untuk berlatih,
sambil secara terbuka mengecam Domenech dan memintanya dipecat. Pada akhirnya, Prancis
tetap bertanding melawan Afsel, kalah 2-1, dan mengakhiri turnamen sebagai juru kunci
grup.

Diusirnya Anelka dari skuat Prancis oleh Domenech menjadi pemicu insiden Knysna.

Tepat lima tahun yang lalu, menjadi peringatan dijatuhkannya hukuman kepada seluruh
penggawa Prancis yang terlibat dalam insiden Knysna itu. Federasi Sepakbola Prancis (FFF)
memberikan sanksi larangan bermain selama satu pertandingan kepada seluruh 23 pemain
sehingga mereka tak diizinkan tampil dalam laga persahabatan melawan tuan rumah
Norwegia pada bulan Agustus.

Setelah turnamen selesai, presiden FFF ketika itu, Jean-Pierre Escalettes, memilih
mengundurkan diri dan Domenech dilengserkan. FFF menunjuk pelatih baru, Laurent Blanc,
yang terpaksa menurunkan skuat seadanya melawan Norwegia. "Prancis baru" itu pun takluk
2-1 di Oslo.

Hukuman tambahan juga diberikan kepada sejumlah pemain yang dinilai telah memelopori
aksi boikot yang menjatuhkan citra Prancis di mata dunia. Lima pemain dipanggil untuk
menghadiri hearing, yaitu kapten Evra, Jeremy Toulalan, Eric Abidal, Franck Ribery, dan
Anelka, namun dua nama terakhir tidak hadir.

Anelka mendapat skorsing terberat dengan dihukum larangan bermain bagi timnas sebanyak
18 partai sekaligus mengakhiri kiprahnya di level internasional. Beberapa waktu lalu, Anelka
mengungkapkan bahwa ia sama sekali tidak menyesal pernah menghina Domenech.
Sementara Evra, yang dianggap sebagai pelopor aksi pemberontakan ini hanya dihukum
larangan tampil lima laga. Adapun Ribery diganjar skorsing tiga laga dan Toulalan satu
partai, sedangkan Abidal lolos dari sanksi tambahan tersebut.

Para penggawa Prancis menolak berlatih jelang laga pamungkas grup Piala Dunia 2010.

Kiper Hugo Lloris, yang turut menjadi bagian Prancis kala itu, mengakui kebodohan yang
dilakukan timnya. “Kami bertindak sebagai sebuah tim, namun apa yang kami perbuat sudah
terlampau jauh. Itu adalah keputusan yang sangat janggal, sebuah kesalahan besar, dan benar-
benar bodoh. Kejadian di Afsel itu tidak boleh terulang. Kami ingin memperbaiki citra Les
Bleus,” tutur Lloris.

Kenyataannya, tragedi Knysna tersebut masih menghantui Prancis selama bertahun-tahun ke


depan, termasuk saat menjelang Piala Dunia tahun lalu di Brasil. Pelatih Didier Deschamps,
yang menggantikan Blanc, sempat marah dalam sebuah jumpa pers ketika ia diberondong
pertanyaan terkait isu tersebut. “Kita terus saja bolak balik membahas topik ini setiap waktu.
Jika boleh, bisakah Anda tidak membahas soal itu. Yang sudah terjadi biarlah terjadi,”
ujarnya.

Adidas, yang ketika itu menjadi supplier Prancis, sampai-sampai melakukan tindakan
nyeleneh menjelang Piala Dunia 2014 dengan membuat replika bus tim Prancis di Piala
Dunia Afsel yang diberi nama Knysna. Bus tersebut kemudian dihancurkan menggunakan
alat berat, dimaksudkan untuk menghapus tragedi memalukan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai