Anda di halaman 1dari 5

Nama : Khairunnisa Aulia Rahma

Kelas : XII Mipa 4


TUGAS PERTEMUAN 17
Bacalah materi yang bapak berikan dan sumber lain yang relevan kerjakan tugas berikut
A. Essay
1 Krisis Moneter pada tahun 1997 bukan hanya melanda Bangsa Indonesia, tetapi
juga diberbagai negara Asia Tenggara Lainnya, Namun di berbagai negara lain
tidak menimbulkan krisis multidimensional tetapi di Indonesia menimbulkan
krisis Multidimensional dan bahkan menjatuhkan pemerintahan Soeharto yang
sudah berkuasa selama 32 tahun, carilah faktor penyebabnya dan buatlah dalam
bentuk tulisan karya ilmiah
Jawab :
- Rupiah Anjlok
Tahun 1997 bisa jadi awal indikasi terjadinya krisis moneter 1998, dimulai dari
bulan Agustus nilai mata uang rupiah terus terjun bebas dan mencapai nilai
terendah di bulan berikutnya, September. Hanya dalam jangka waktu setahun,
yang awalnya kedudukan nilai mata uang rupiah berada di angka Rp 2.380 per
satu dolarnya, mengalami penurunan hingga 600 persen. Puncaknya pada bulan
Juli 1998, nilai mata uang rupiah benar-benar terpuruk, titik tukar rupiah ke
dalam dolar mencapai Rp 16.650. Meski pada 31 Desember 1998 nilai rupiah
mulai bangkit dan dihargai Rp 8.000 per dolarnya, hal ini tak banyak memberi
pengaruh sebab ekonomi rakyat sudah kadung terpuruk.
- Membengkaknya utang luar negeri
Selain anjloknya nilai mata uang rupiah pada 1997 sampai 1998, krisis moneter
tersebut juga dipicu oleh membengkaknya angka utang luar negeri oleh swasta.
Yakni, pada Maret 1998, 72,5 miliar dolar AS dari 138 miliar dolar AS merupakan
utang swasta yang dua dari tiga utang tersebut merupakan utang jangka pendek
yang jatuh tempo masa tenggat pembayaran di tahun tersebut. Sementara
cadangan devisa senilai 14.44 miliar dolar AS yang dimiliki Indonesia jauh dari
kata cukup untuk membayar utang, apalagi beserta bunganya. Faktor utang luar
negeri yang membengkak itulah yang menjadi salah satu penyebab
perekonomian Indonesia mendapatkan tekanan berat.
- Krisis kepercayaan
Kebijakan pemerintah dalam menangani krisis keuangan yang dinilai plintat-
plintut menyebabkan kepercayaan masyarakat dan pasar mulai runtuh.
Ditambah lagi dengan kondisi kedua Presiden Soeharto yang kian memburuk
membuat suksesi mengalami ketidakpastian. Akibatnya investor asing enggan
memberikan bantuan finansial secara cepat. Hal inilah yang juga menjadi sebab
krisis moneter 1998.
- Paket Solusi IMF yang Berujung Kegagalan
IMF sebagai organisasi dana moneter internasional sempat memberikan
sejumlah solusi untuk membantu Indonesia menanggulangi krisis moneter
dengan menawarkan paket reformasi keuangan. Ali& alih-alih solusi tersebut
membawa dampak yang bagus, paket reformasi keuangan yang dianjurkan IMF
malah membuat nasabah memutuskan untuk menarik dana besar-besaran.
Kondisi ini makin memperparah krisis ekonomi 1998, sebab membuat bank-
bank memberikan pinjaman secara terbatas, di sisi lain Bank Indonesia juga
harus menggelontorkan banyak dan krisis moneter terus berlanjut dan makin
parah.

2 Pada masa Reformasi muncullah 4 (empat) orang tokoh yang dianggap panutan
para mahasiswa, tokoh tersebut adalah : Sri Sultan Hamengkubuwono X,
Megawati, Abdurahman Wahid dan Amin Rais, buatlah biografi singkat tentang
salah satu tokoh tersebut
Jawab :
 Abdurrahman Wahid

Dr.(H.C.) K.H. Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan Gus Dur
merupakan salah satu tokoh muslim indonesia yang pernah menjabat sebagai
Presiden Indonesia ke-4 yang memerintah dari tahun 1999 hingga tahun 2001. Gus
Dur juga merupakan mantan ketua tanfidziyah atau badan eksekutif Nahdlatul Ulama
(NU) dan juga pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Gus Dur Merupakan anak
dari pasangan K.H Abdul Wahid Hasjim dan Solichah yang lahir di Jombang, Jawa
Timur pada tanggal 7 September 1940. Gus Dur meninggal pada 30 Desember 2009 di
Jakarta.
Abdurrahman Wahid merupakan anak pertama dari 6 bersaudara dari
pasangan K.H. Wahid Hasyim dan Solichah yang lahir dengan nama Abdurrahman
Addakhil.
Abdurrahman Wahid lahir dalam keluarga yang sangat terhormat di
komunitas muslim Jawa Timur. Kakeknya dari sang ayah yaitu K.H. Hasyim Asyari
merupakan tokoh pendiri Nahdlatul Ulama, kakeknya dari sang ibu yaitu K.H. Bisri
Syansuri merupakan pengajar di pesantren pertama yang mengajar kelas pada
perempuan. Sang ayah yaitu K.H. Wahid Hasyim merupakan Menteri Agama pada
tahun 1949 dan sang ibu merupakan putri dari pendiri pondok pesantren Denanyar
Jombang.
Abdurahman Wahid menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat
putri: Alissa Qotrunnada, Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenni Wahid), Anita
Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari.
Pada tahun 1944, Abdurrahman Wahid pindah ke Jakarta, karena ayahnya
terpilih sebagai ketua pertama Partai Masyumi. Setelah deklarasi kemerdekaan
Indonesia, Gus Dur kembali ke Jombang. Pada tahun 1949, Gusdur kembali lagi ke
Jakarta karena ayahnya terpilih menjadi Menteri Agama. Gus Dur menempuh
pendidikan dasarnya di SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari. Untuk
menambah pengetahuan, oleh ayahnya Gus Dur di ajarkan ayahnya membaca buku
nono–muslim, mjalah, dan juga koran. Pada tahun 1953, sang ayah meninggal dunia
karena kecelakaan mobil.
Pada tahun 1954, Gus Dur melanjutkan pendidikannya di SMP, namun pada
tahun itu, Gus Dur tidak naik kelas dan sang ibu mengirimnya ke Yogyakarta untuk
melanjutkan pendidikan SMPnya sekaligus mengaji kepada KH. Ali MAksum di Pondok
Pesantren Krapyak. Setelah lulus SMP pada tahun 1957, Gus Dur pindah ke Magelang
dan memulai pendidikan muslimnya di Pesantren Tegalrejo, Ia termasuk murid
berbakat dan Ia mampu menyelesaikan pendidikan pesantrennya hanya dalam waktu
2 tahun yang seharusnya adalah 4 tahun. Lalu pada tahun 1959, Ia pindah ke
Pesantren Tambakberas di Jombang, sembari melanjutkan pendidikannya, ia juga
menerima pekerjaan pertamanya sebagai guru dan nantinya menjadi seorang kepala
seklah Madrasah.
Pada tahun 1963, Gus Dur mendapatkan beasiswa dari Kementerian Agama
untuk belajar Studi Islam di Universitas Al Azhar Kairo Mesir. Kemudian pada
November 1963, Ia berangkat ke Mesir. Walaupun fasih berbahasa Arab, Ia harus
terpaksa mengikuti kelas remedial sebelum belajar Islam dan bahasa Arab, karena Ia
tidak mampu membuktikan bahwa Ia fasih berbahasa Arab.
Pada akhir tahun 1964, Gus Dur berhasil lulus kelas remedial Arabnya. Dan
pada tahun 1965 iamulai belajar tentang Studi Islam dan bahasa Arabnya. Di Mesir, Ia
bekerja di Kedutaan Besar Indonesia. Saat ia bekerja terjadi peristiwa G30S, Kedutaan
Besar Indonesia di Mesir diperintah untuk melakukan invesrigasi pada pelajar
universitas dan memberikan laporan kedudukan politik mereka dan Gusdur diberi
perintah tersebut, Ia ditugaskan untuk menulis laporan.
Gus Dur yang tidak setuju dengan metode pendidikan dan pekerjaannya
pasca peristiwa G30S yang mengganggu dirinya, pada tahun 1966, Ia diberitahu
bahwa Ia harus mengulang kembali belajarnya. Pendidikan prasarjana Wahid selamat
karena beasiswa yang di terimanya di Universitas Baghdad, Irak. Pada tahun 1970,
Gus Dur menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad dan Ia pergi ke
Belanda untuk meneruskan pendidikannya di Universitas Leiden, namun Ia harus
menelan kekecewaan karena pendidikannya di Universitas Baghdad kurang di akui.
Sebelum pulang ke Indonesia pada tahun 1971, Gus Dur pergi ke Jerman dan Perancis.
Awal Karier Gus Dur
Setelah kembali ke Jakarta, Gus Dur bergabung dengan Lembaga Penelitian,
Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) yaitu sebuah organisasi yang
terdiri dari kaum intelektual muslim progresif dan sosial demokrat. LP3ES mendirikan
majalah Prisma dan Wahid menjadi salah satu kontributornya, sebagai kontributor ia
berkeliling pesantren dan majalah di seluruh Jawa. Gusdur merasa prihatin dengan
kemiskinan yang dialami pesantren.
Abdurrahman Wahid terus mengembangkan kariernya sebagai seorang
jurnalis, artikel yang ditulisnya diterima baik dan kemudian Ia mulai mengembangkan
reputasi sebagai komentator sosial. Karena hal tersebut, Gus Dur mendapat banyak
undangan untuk membeikan seminar dan kuliah namun hal tersebut membuatnya
harus bolak-balik Jakarta-Jombang.
Walaupun saat itu Ia telah memiliki karier yang sukses, Gus Dur masih
merasa hidupnya sulit jika hanya menumpukan pada satu pekerjaan saja, lalu untuk
menambah pendapatan Ia menjual kacang dan juga mengantar es.
Pada tahun 1974, Gus Dur mendapat pekerjaan tambahan sebagai Guru di
Pesantren Tambakberas Jombang, satu tahun kemudian Ia mendapatkan pekerjaan
tambahannya yaitu menjadi guru kitab Al-Hikmah. Pada tahun 1977, Gus Dur
bergabung dengan Universitas Hasyim Asyari dan Ia sebagai dekan Fakultas Praktik
dan Kepercayaan.
Bergabung Dengan Nahdlatul Ulama Dan Menjadi Ketua NU
Awalnya Gus Dur menolak untuk bergabung dengan Dewan Penasehat
Agama NU sebanyak 2 kali, namun setelah kali ketiga kakaeknya Bisri Syansuri
menawarinya, akhirnya Gus Dur mau bergabung. Bergabung dengan NU, Gus Dur
mendapatkan pengalaman politik pertamanya yaitu Ia ikut berkampaye untuk Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) yaitu sebuah partai islam yang merupakan gabungan
dari 4 partai islam termasuk NU dalam Pemilu Legilatif 1982.
Banyak orang yang menganggap NU sebagai organisasi dalam keadaan
terhenti. Setelah melalui diskusi, Dewan Penasehat Agama membentuk Tim tujuh yang
diantaranya adalah Gus Dur, tim tersebut ditujukan untuk mengerjakan isu reformasi
dan membantu mengaktifkan kembali NU.
Pada tanggal 2 mei 1982, para pejabat tinggi NU bertemu dengan ketua NU
yaitu Idham Chalid, dan memintanya untuk mengundurkan diri sebagai ketua.
Awalnya Idham menolak mundur dari jabatannya namun akibat tekanan akhirnya
Idham mundur.
Pada tahun 1983, Soeharto kembali terpilih menjadi presiden untuk ke
empat kalinya dan memulai mengambil langkah untuk membuat pancasila sebagai
Ideologi Negara. Wahid menjadi anggota kelompok yang ditugaskan untuk
menyiapkan respon NU terhadap isu tersebut dan Ia kemudian berkonsultasi dengan
bacaa seperti sunnah dan Quran sebagai pembenaran dan pada Oktober 1983, Gusdur
menyimpulkan agar NU menerima Pancasila sebagai Ideologi Negara. Setelah itu
untuk mengaktifkan kembali NU, Gus Dur mundur dari PPP dan partai politik.
Pada Musyawarah Nasional 1984, banyak orang yang menyuarakan agar Gus
Dur menjadi nominasi ketua NU yang baru, Gus Dur mau menerima nominasi tersebut
asalakan Ia mendapatkan wewenang penuh dalam memilih pengurus yang akan
bekerja padanya. Akhirnya, Gus Dur terpilih menjadi ketua umum PBNU, namun
permintaannya untuk memilih sendiri pengurus dibawah kepemimpinannya tidak
dipenuhi.
Pada tahun 1985, Gus Dur ditunjuk Soeharto untuk menjadi Indoktrinator
Pancasila. Pada tahun 1987, Gusdur lebih menunjukan dukungannya terhadap rezim
orde baru dengan mengkritik PPP dalam pemilu legislatif 1987 dan Ia memperkuat
partai Golkar, kemudianIa menjadi anggota MPR mewakili Golkar.
Selama masa jabatan pertama sebagai Ketua Umum PBNU, Gus Dur tetap
fokus dalam mereformasi sistem pendidikan pesantren dan Ia berhasil meningkatkan
kualitas sistem pendidikan pesantren hingga dapat menandingi sekolah sekuler. Pada
tahun 1987, Gus Dur mendirikan kelompok belajar di Probolinggo, Jawa Timur untuk
menyediakan forum individu sependirian dalam NU untuk mendiskusikan dan
menyediakan interpretasi teks Muslim.
Pada Musyawarah Nasional 1989, Gus Dur terpilih kembali sebagai Ketua
Umum PBNU. Pada Desember 1990, berdiri Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia
yang diketuai oleh B.J. Habibie. Pada tahun 1991, beberapa anggota ICMI mengajak
Gus Dur bergabung namun Gus Dur menolak karena Ia menganggap ICMI mendukung
sektarianisme yang akan membuat Soeharto menjadi tetap kuat. Gus Dur melakukan
perlawanan terhadap ICMI dengan membentuk Forum Demokrasi.
Pada Maret 1992, Gus Dur berencana mengadakan Musyawarah Besar untuk
merayakan ulang tahun NU ke-66 dan mengulang pernyataan dukungan NU terhadap
Pancasila. Namun, Soeharto menghalangi acara tersebut dengan memerintahkan polisi
untuk mengembalikan bus berisi anggota NU ketika mereka tiba di Jakarta. Selama
masa jabatan kedua sebagai ketua NU, ide liberal Gus Dur mulai mengubah banyak
pendukungnya menjadi tidak setuju. Gus Dur terus mendorong dialog antar agama
dan bahkan menerima undangan mengunjungi Israel pada Oktober 1994.
Pada Musyawarah Nasional 1994, Gus Dur kembali terpilih menjadi Ketua
NU dan Ia mulai melakukan aliansi politik dengan Megawati Soekarno Putri. Pada
November 1996, Wahid dan Soeharto bertemu pertama kalinya sejak pemilihan
kembali Gus Dur sebagai ketua NU. Pada tanggal 19 Mei 1998, Gus Dur bersama
dengan delapan pemimpin penting dari komunitas Muslim, dipanggil ke kediaman
Soeharto untuk memberikan konsep Komite Reformasi namun mereka semua
menolaknya.
Pembentukan PKB dan Pernyataan Ciganjur
Pada 21 Mei 1998, Soeharto mengundurkan diri dari jabatan presiden,
setelah itu mulai muncul partai politik baru seperti PAN dan PDI-P. Pada Juni 1998,
banyak orang komunitas NU mengusulkan agar Gus Dur mendirikan partai politik dan
permintaan tersebut mulai ditanggapi pada bulan Juli, Wahid menyetujui
pembentukan PKB dan menjadi Ketua Dewan Penasihat dengan Matori Abdul Djalil
sebagai ketua partai.
Pada November 1998, Di Ciganjur Gus Dur bersama dengan Megawati,
Amien, dan Sultan Hamengkubuwono X kembali menyatakan komitmen mereka untuk
reformasi. Pada 7 Februari 1999, PKB secara resmi menyatakan Gus Dur sebagai
kandidat pemilihan presiden.
Terpilih Menjadi Presiden RI
Pada Juni 1999, partai PKB ikut serta dalam pemilu legislatif, PKB
memenangkan 12% suara dengan PDI-P memenangkan 33% suara. Namun, karena
PDI-P tidak memiliki kursi mayoritas penuh, lalu membentuk aliansi dengan PKB.
Pada bulan Juli, Amien Rais membentuk Poros tengah yaitu koalisi partai-partai
Muslim.
Pada 7 Oktober 1999, Amien dan Poros Tengah secara resmi mengumumkan
bahwa Abdurrahman Wahid yang akan dicalonkan sebagai presiden. Pada 19 Oktober
1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie. Pada 20 Oktober 1999, MPR
kembali berkumpul untuk mulai memilih presiden baru, kemudian Abdurrahman
Wahid terpilih menjadi Presiden Indonesia ke-4 dengan perolehan 373 suara.
Pada masa pemerintahannya, Ia membentuk Kabinet Persatuan Nasional
yaitu kabinet koalisi yang anggotanya berasal dari berbagai partai politik, seperti :
PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN, dan Partai Keadilan (PK) termasuk juga Non-partisan
dan TNI. Kemudian Gus Dur melakukan dua reformasi pemerintahan, reformasi
pertama yaitu membubarkan Departemen Penerangan, senjata utama rezim Soeharto
dalam menguasai media dan reformasi kedua yaitu membubarkan Departemen Sosial
yang korup.
Gus Dur berencana memberikan referendum kepada Aceh. Namun
referendum tersebut bukan untuk menentukan kemerdekaan melainkan untuk
menentukan otonomi.
Pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2004, dimana rakyat
memilih secara langsung, PKB memilih Gus Dur sebagai calon presiden. Namun, Gus
Dur gagal melewati pemeriksaan medis dan KPU menolaknya sebagai kandidat
Capres.
Wafatnya Gus Dur
Pada hari Rabu, 30 Desember 2009, Gus dur meninggal dunia di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada pukul 18.45 akibat komplikasi penyakit yang
dideritanya sejak lama. Menurut sang adik, Salahuddin Wahid, Gus Dur meninggal
akibat sumbatan pada arterinya.

Anda mungkin juga menyukai