Anda di halaman 1dari 7

Idea Nursing Journal Galvina Volta Simanjuntak

PERUBAHAN ANKLE BRACHIAL INDEX AKIBAT MEROKOK DAN LAMANYA


MENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II

The Change Score of Ankle Brachial Index Because of Diabetes Duration and Smoking History in
Diabetes Mellitus Type 2 Sufferersin

Galvani Volta Simanjuntak


Bagian Keperawatan Medikal Bedah, Fakultas Keperawatan dan Kebidanan,
Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan
Email: galvanisimanjuntak@yahoo.co.id

ABSTRAK
Ankle Brachial Index (ABI) merupakan pemeriksaanbyang dilakukan untuk mengetahui gangguan aliran darah
pada kaki. Penurunan nilai ABI meningkatkan kejadian ulkus di kaki penderita DM tipe II. Pencegahan dapat
dilakukan dengan mengurangi faktor resiko. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh usia, jenis
kelamin, merokok dan lama menderita DM pada ABI penderita DM tipe II. Jenis penelitian ini adalah analitik
korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien diabetes mellitus tipe II
yang pernah berkunjung ke puskesmas Helvetia dan puskesmas Darussalam Kota Medan. Sampel penelitian ini
sebanyak 92 responden, diambil menggunakan tehnik simple random sampling. Hasil uji regresi linear
berganda, usia dan jenis kelamin, tidak berpengaruh terhadap nilai ABI (p>0,05). Ada pengaruh lama menderita
DM (p=0,000) dan riwayat merokok (p=0,000) secara signifikan pada nilai ABI. Disimpulkan merokok dan
lama menderita DM dapat memperburuk vaskularisasi di ekstremitas bawah. Disarankan penderita DM tipe II
yang merokok untuk berhenti merokok karena merokok meningkatkan resiko komplikasi kaki diabetik.

Kata kunci: Ankle brachial index, lama menderita DM, riwayat merokok.

ABSTRACT
Ankle Brachial Index (ABI) is an intervention to know blood flow disorder in the legs. A lower ABI score can
increase the risk of suffering from diabetic foot ulcer. Prevention can be done reduce the risk factor. The
objective of this research was to analyse the effect of smoking and duration of diabetes mellitus on the ABI of
patients with Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM). This study utilized an analytic correlation with cross sectional
design. This study population was T2DM Sufferersin in Puskesmas Helvetia and Puskesmas Darussalam
Medan City. Sample in this study was 92 T2DM patients, taken by simple random sampling. By using multiple
linear regression test, it was shown not effect of age and sex on ABI of patients with T2DM (p>0.05). It was
shown the effect duration of T2DM and history of smoking on ABI patients with T2DM (p<0.05). Concluded
smoking and duration of diabetes can worsen vascularization in the lower extremities. It was recommended to
patients with T2DM to stop smoking because smoking increases the risk of diabetic foot complications.

Keyword: Ankle brachial index, diabetes duration, smoking history.

PENDAHULUAN Amerika Serikat, China dan India (PDPERSI,


Diabetes Melitus (DM) merupakan 2011). WHO memprediksi jumlah penderita
penyakit menahun yang merupakan problem DM di Indonesia sekitar 21,3 juta pada tahun
kesehatan masyarakat di Indonesia yang 2030. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar
meningkat jumlah penderitanya akibat adanya (Riskesdas) tahun 2013, jumlah penderita DM
perubahan pola hidup (Antono, 2008). Angka di Sumatera Utara sebesar 1,8% dari seluruh
kejadian DM cenderung mengalami jumlah penderita DM di Indonesia. Di kota
peningkatan di berbagai penjuru dunia Medan, dilihat dari jumlah penderita DM
(PDPERSI, 2011). Diperkirakan bahwa pada tahun 2013 di Rumah Sakit Umum (RSU) dr.
tahun 2012 sekitar 370 juta orang mengidap Pirngadi Medan semakin tinggi dibandingkan
DM, sekitar 80% berada di negara-negara tahun 2012. Rata-rata jumlah penderita DM
berkembang. Pada tahun 2030, diperkirakan rawat jalan di tahun 2012 sebanyak 972 pasien
angka penderita DM akan meningkat menjadi dan tahun 2013 meningkat menjadi 1.023
lebih dari 552 juta (IWGDF, 2014). Indonesia pasien. Jumlah kunjungan penderita DM tipe
kini telah menduduki rangking keempat II dalam 3 bulan terakhir Bulan Januari-Maret
jumlah penderita diabetes terbanyak setelah 2016 di Puskesmas Helvetia sebanyak 1.947

1
Idea Nursing Journal Vol. VII No. 2 2016
ISSN : 2087-2879
kunjungan dan di Puskesmas Darussalam dari PAP (Husin, 2006). Pasien DM
sebanyak 678 kunjungan. menganggap bahwa nyeri yang timbul dikaki
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis merupakan nyeri biasa yang dapat
yang kompleks yang memerlukan perawatan disembuhkan dengan istirahat. PAP dapat
medis terus-menerus dengan strategi berdampak pada amputasi, karena itu
pengurangan multifaktor risiko dalam pencegahan penting untuk dilakukan.
mengontrol gula darah (ADA, 2014). Jika Pencegahan dapat dilakukan dengan
tidak dikelola dengan baik DM dapat meningkatkan kemampuan Self care penderita
mengakibatkan komplikasi mikro dan DM melalui peran perawat sebagai educator
makrovaskuler (Antono, 2008). Penyakit (Sutandi, 2012). Perawat dapat memberikan
vaskuler merupakan penyebab 75% dari angka pendidikan kesehatan mengenai faktor – faktor
kematian penderita diabetes dan sekitar 15% yang meningkatkan resiko PAP, gejala dan
menimbulkan komplikasi kaki diabetes (Price cara pencegahan PAP sehingga penderita
& Wilson, 2011, p1272). Angka amputasi mampu mengenali dan mencegah PAP tidak
akibat ulkus dan gangren berkisar 15-30% berkembang menjadi kaki diabetes secara
(PDPERSI, 2011). IWGDF (2014) mandiri (Sutandi, 2012).
menyatakan bahwa setiap 20 detik, penderita Dengan latar belakang diatas, maka
diabetes harus kehilangan kaki akibat peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh
amputasi. merokok dan lama menderita DM pada nilai
Kasus amputasi akibat DM sekitar 50% ABI penderita DM tipe II. Dengan mengetahui
dapat dihindari melalui tindakan preventif faktor resiko PAP seperti merokok diharapkan
(Smeltzer & Bare, 2010, p1236) Pencegahan penderita DM tipe II dapat meminimalkan
kaki diabetes dapat dilakukan dengan cara risiko terjadinya ulkus kaki diabetes.
kontrol metabolik yang menekankan pada
status nutrisi dan kadar glukosa darah serta METODE
kontrol vaskular dengan cara melakukan Penelitian ini bersifat analitik korelasi
latihan kaki dan pemeriksaan vaskular non- dengan pendekatan cross sectional yang
invasif seperti pemeriksaan ankle brachial dilakukan di Puskesmas Helvetia dan
index (ABI) serta modifikasi faktor risiko Darussalam Kota Medan. Populasi Penelitian
seperti berhenti merokok dan penggunaan alas ini adalah pasien diabetes mellitus yang
kaki khusus (Sudoyo, 2006 dalam Laksmi, pernah berkunjung ke puskesmas Helvetia dan
2013). puskesmas Darussalam Kota Medan.
Pemeriksaan ABI dilakukan untuk Sampel penelitian berjumlah 92 pasien,
mengetahui keadekuatan sirkulasi vaskuler diambil secara simple random sampling
perifer ke arah tungkai pada penderita selama Mei-Juli 2016. Kriteria inklusi
diabetes. Pada pasien yang mengalami penelitian adalah penderita DM tipe II yang
gangguan peredaran darah kaki maka akan pernah berkunjung ke Puskesmas Helvetia dan
ditemukan tekanan darah tungkai lebih rendah Darussalam, tidak terdapat ulkus dikaki, tidak
dibandingkan dengan tekanan darah lengan mengalami neuropati, tidak merasakan
(Smeltzer & Bare, 2010, p1236). Sirkulasi kesemutan dan nyeri dikaki, sedangkan
perifer area tungkai yang buruk merupakan kriteria eksklusi adalah penderita dengan nilai
salah satu faktor pemicu terjadinya ulkus kaki ABI > 1,3, memakai alat pacu jantung.
pada penderita diabetes, selain faktor Instrumen yang digunakan berupa
neuropati dan infeksi (Ruff, 2003 dalam lembar kuesioner, lembar observasi nilai ABI,
Maulana, 2012). The major cardiovascular spignomanometer aneroid dan vascular
society’s merekomendasikan pemeriksaan ABI doppler ultrasound probe. Lembar kuesioner
untuk mendeteksi gejala subklinik gangguan digunakan untuk mendapatkan data mengenai
kardiovaskuler pada perokok dan dibetes usia, jenis kelamin, dan lama menderita DM.
berusia lebih dari 50 tahun (Cooke, 2014). Data nilai ABI dilakukan dengan
Nilai ABI yang rendah mengindikasikan membandingkan tekanan darah di ankle dan di
adanya gangguan sirkulasi di perifer yang brachial. WOCNS (2012) merekomendasikan
biasa dikenal dengan Penyakit Arteri Perifer untuk melakukan pemeriksaan ABI
(PAP). Penderita DM sering tidak menyadari menggunakan spignomanometer aneroid dan
bahwa mereka terkena PAP karena vascular Doppler ultrasound probe. Sebelum
ketidaktahuan mereka tentang tanda dan gejala digunakan, spignomanometer aneroid dan
2
Idea Nursing Journal Galvina Volta Simanjuntak

vascular Doppler ultrasound probe terlebih kemampuan sel β pankreas dalam


dahulu dilakukan kalibrasi agar hasil yang memproduksi insulin. Selain itu pada individu
didapatkan lebih akurat. Analisis data yang berusia lebih tua terdapat penurunan
menggunakan Uji Regresi Linear Berganda aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar
untuk mengetahui pengaruh usia, jenis 35%. Hal ini berhubungan dengan peningkatan
kelamin, lama menderita DM, dan riwayat kadar lemak di otot sebesar 30% dan memicu
merokok terhadap nilai ABI secara parsial dan terjadinya resistensi insulin (Sudoyo, 2009).
simultan. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak
ada pengaruh usia terhadap nilai ABI. Hasil
HASIL penelitian yang dilakukan Kari, Pertti, Pekka,
Tabel 1. Distribusi Frekuensi & Korhonen (2007) juga menunjukkan bahwa
Variabel Persentase (%) usia tidak berpengaruh terhadap nilai ABI
Usia yang rendah. Namun, hasil penelitian
35 - 45 Tahun 11,96% Rangkuti (2008) bahwa ada hubungan yang
46 – 55 Tahun 27,17% negatif antara usia dengan nilai ABI. Hasil
56 – 65 Tahun 27,17% penelitian yang dilakukan oleh Hoe, et al
> 65 Tahun 33,7% (2012) menunjukkan bahwa 1 dari 5 penderita
Jenis DM tipe II dalam waktu 2 tahun mempunyai
Kelamin progresivitas yang signifikan terjadinya PAP
Laki-Laki 44,56% dengan penurunan nilai ABI sebesar
Perempuan 55,44% 0,04/tahun.
Lama
Toleransi karbohidrat secara berangsur-
DM
< 10 Tahun 46,74%
angsur akan menurun bersamaan dengan
>10 Tahun 53,26% bertambahnya usia seseorang. Intoleransi
Riwayat karbohidrat yang berhubungan dengan usia ini
Merokok dikaitkan dengan berbagai hal seperti
Tidak Merokok 59,78% berkurangnya pelepasan insulin dan/atau
> 10 Tahun 40,22% penurunan sensitivitas terhadap insulin (IDF,
2013). Berkurangnya pelepasan insulin atau
Penderita DM tipe II yang menjadi menurunnya sensitifitas insulin akan
responden mayoritas berusia > 65 tahun, mengakibatkan gangguan pada pemasukan
berjenis kelamin perempuan, dengan glukosa ke dalam sel untuk dimetabolisme.
lamamenderita DM diatas 10 tahun dan lebih Hal ini akan membuat glukosa dalam dalam
dari 50% responden tidak merokok. darah meningkat. Sirkulasi darah penderita
Dari tabel 2 dapat disimpulkan bahwa DM sering terganggu karena efek dari
riwayat merokok (p=0.000) dan lama peningkatan kadar gula darah pada sel-sel
menderita DM (p=0.000) mempunyai tubuh (Thomson, 2012).
pengaruh secara signifikan terhadap nilai ABI Hasil Penelitian didapatkan mayoritas
pada pasien DM tipe II. Usia, jenis kelamin, responden pada penelitian ini adalah
riwayat merokok, dan lama menderita DM perempuan. Hal ini didukung penelitian yang
secara bersama-sama mempengaruhi nilai ABI dilakukan oleh Akram, et al (2011) dengan
sebesar 66,5%. melibatkan 830 penderita DM tipe II di
Pakistan didapatkan bahwa 51% merupakan
PEMBAHASAN perempuan. Hal diatas sesuai dengan teori
DM tipe II muncul pada usia diatas 45 yang dikemukakan oleh Smelther & Bare
tahun. Usia 45 tahun ke atas tubuh mengalami (2008) yang menyebutkan bahwa DM lebih
banyak perubahan karena Adanya proses banyak diderita oleh perempuan dibanding
penuaan menyebabkan berkurangnya pria. Perubahan keseimbangan kadar hormon
Tabel 2. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
Variabel Mean SD P-Value β R- Square
Usia 59.91 9.8 0.322 -.022
Jenis Kelamin - - 0.535 .02
Riwayat Merokok 12.72 6.92 0.000 -.447 0.665
Lama Menderita DM 12.41 7.64 0.000 -.602

3
Idea Nursing Journal Vol. VII No. 2 2016
ISSN : 2087-2879
pada wanita yang menopause dapat Hasil penelitian menunjukkan bahwa
menyebabkan kadar glukosa darah tidak responden yang menderita DM diatas 10 tahun
kendali (ADA, 2013). Hal ini didukung oleh mempunyai rata-rata nilai ABI lebih rendah
hasil penelitian bahwa mayoritas responden dari responden yang menderita DM kurang
tergolong dalam kelompok usia yang dari 10 tahun. Hal ini sesuai dengan teori yang
mengalami menopause yaitu diatas 65 tahun. menyatakan bahwa angka kejadian PAP (nilai
Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ABI dibawah 0,9) meningkat pada penderita
ada pengaruh jenis kelamin terhadap nilai ABI. DM dengan durasi diatas 10 tahun (ADA,
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Akram, 2003).
et al. (2011) untuk melihat perbedaan nilai Penelitian ini menunjukkan bahwa ada
ABI berdasarkan jenis kelamin pada penderita pengaruh lama menderita DM terhadap nilai
DM, juga menunjukkan tidak ada perbedaan ABI. Hasil penelitian oleh Jue Li, et al (2007)
yang signifikan nilai ABI berdasarkan jenis pada 1647 penderita DM tipe II di Cina
kelamin. Penelitian oleh Kari, Pertti, Pekka, & didapatkan bahwa ada pengaruh durasi lama
Korhonen (2007) menunjukkan tidak ada DM dengan nilai ABI dengan OR 1,017.
pengaruh jenis kelamin terhadap nilai ABI. Namun, Hasil penelitian lain yang dilakukan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa oleh Akram, et al (2011) dan Mulyati (2012)
pria mempunyai pengaruh lebih rendah menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
dibandingkan perempuan terhadap nilai ABI. antara durasi lama menderita DM dengan nilai
Hal diatas didukung oleh penelitian yang ABI yang rendah.
dilakukan oleh Jue Li, et al (2007) untuk Durasi menderita DM dapat
menganalisis faktor risiko penyakit arteri memperburuk keadaaan pembuluh darah
perifer dan hubungan nya dengan ankle (ADA, 2013). Diabetes dapat menggangu
brachial index (ABI) pada penderita DM tipe fungsi lapisan endotel di arteri. Lapisan ini
II di Cina dengan responden sebanyak 1647 merupakan organ yang aktif secara biologi,
orang. Didapatkan bahwa pria mempunyai oleh karena kemampuannya dalam
resiko yang lebih rendah dari pada wanita memproduksi zat vasodilator yang dinamakan
untuk mempunyai nilai ABI rendah dengan endothelium derived relaxing factors (EDRF)
OR 0,687. yang dikenal juga sebagai Nitric Oxide (NO).
Menurut ADA (2013), wanita dengan NO adalah stimulus yang penting dari
diabetes memiliki resiko menopause dini dan vasodilatasi dan mengurangi terjadinya
peningkatan terjadinya gangguan jantung dan peradangan melalui modulasi interaksi
pembuluh darah. Hasil penelitian oleh leukosit dan dinding pembuluh darah dan lebih
Wannamethee, et al., (2011) menemukan jauh NO membatasi migrasi dan proliferasi
bahwa wanita dengan diabetes hampir tiga kali vascular smooth muscle cell (VSMC) serta
lebih mungkin untuk terkena penyakit jantung membatasi aktivasi dari sel pembeku darah.
koroner dibandingkan dengan perempuan Inilah sebabnya, hilangnya NO akan
tanpa diabetes, sedangkan pria dengan mengganggu pembuluh darah yang
diabetes dua kali lebih mungkin untuk menyebabkan aterosklerosis (Sihombing,
mengembangkan penyakit jantung koroner 2008). Oleh karena itu, Peningkatan
dibandingkan pria tanpa diabetes. Dari hasil komplikasi vaskular pada penderita diabetes
temuan nya tersebut ditarik kesimpulan bergantung pada lamanya menderita penyakit
bahwa wanita dengan diabetes 44% lebih dan bagaimana kontrol gula darah mereka
mungkin untuk memiliki insiden penyakit (Sanchez, et al., 2011). Semakin lama
jantung koroner dibandingkan pria dengan seseorang menderita DM, maka resiko
diabetes. Dari hasil penelitian tersebut, terjadinya aterosklerosis semakin meningkat
Wannamethee, et al. (2011) berspekulasi dan kecenderungan nilai ABI akan menurun.
bahwa wanita mungkin memiliki metabolisme Ini dapat dilihat dari nilai ß pada variabel lama
tubuh yang lebih buruk dibanding laki-laki menderita DM yang bernilai negatif yang
sehingga meningkatkan resiko terjadinya berarti ada hubungan yang berpola negative
diabetes. Dapat dilihat bahwa wanita dengan yaitu semakin lama durasi menderita DM,
diabetes lebih beresiko mengalami gangguan semakin menurun nilai ABI.
pada pembuluh darah yang pada akhirnya akan
mempengaruhi pada nilai ABI.

4
Idea Nursing Journal Galvina Volta Simanjuntak

Pengaruh Riwayat Merokok terhadap Nilai berpola negatif antara riwayat merokok
Ankle Brachial Index pada Penderita DM dengan nilai ABI yaitu semakin lama merokok
tipe II maka semakin rendah nilai ABI pada penderita
Hasil perhitungan uji statistik untuk DM tipe II.
melihat pengaruh riwayat merokok terhadap
nilai ABI didapatkan bahwa terdapat KESIMPULAN
pengaruh riwayat merokok terhadap nilai ABI. Tidak ada pengaruh antara usia dan jenis
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian kelamin terhadap nilai ABI pada penderita DM
yg dilakukan oleh Kari, Pertti, Pekka, & tipe II. Ada pengaruh yang bermakna lama
Korhonen (2007) yang menyatakan bahwa menderita DM dan riwayat merokok terhadap
terdapat hubungan riwayat merokok dengan nilai ABI pada penderita DM tipe II.
nilai ABI dengan p-value 0,001. Namun, hal Melalui penelitian ini diharapkan.
ini bertentangan dengan hasil penelitian yang Pemeriksaan ABI sebaiknya dimasukkan
dilakukan oleh Akram, et al. (2011) tentang dalam prosedur pemeriksaan pada penderita
prevalensi PAP pada penderita DM tipe II di DM tipe II terutama bagi penderita yang
Paskitan, ditemukan bahwa tidak ada merokok dan menderita DM di atas 10 tahun.
hubungan antara nilai ABI rendah dengan Disarankan penderita DM tipe II untuk
merokok. melakukan pemeriksan ABI sebagai deteksi
Perkembangan progresivitas PAP dini terjadinya penyakit arteri perifer, dan
berhubungan dengan banyak rokok yang penderita yang merokok untuk berhenti
dihisap dan lama merokok (Rangkuti, 2008; merokok.
Sihombing, 2008; Glasgow,2013 dalam ASH,
2014). Mereka yang telah merokok selama DAFTAR PUSTAKA
kurang dari 25 tahun memiliki tiga kali lipat ADA. (2003). Peripheral Arterial Disease in
peningkatan risiko berkembangnya PAP People With Diabetes. Dikutip pada 02
dibandingkan dengan tidak perokok, Agustus 2016
sedangkan mereka yang telah merokok selama http://care.diabetesjournals.org/content/
25 tahun atau lebih memiliki peningkatan 26/12/3333.full.pdf
risiko lima kali lipat. Pada penderita DM yang
merokok resiko ini meningkat 50% (ASH, ADA. (2013). Woman and Diabetes, Dikutip
2014). pada 02 Agustus 2016, dari
Merokok merupakan salah satu http://www.diabetes.org
kebiasaan yang dapat meningkatkan terjadinya
aterosklerosis. Pada seorang yang merokok, ADA. (2014). Standards of Medical Care in
asap rokok akan merusak dinding pembuluh Diabetes. Dikutip pada 14 Februari
darah. Kemudian nikotin yang terkandung 2016, dari http://www.
dalam asap rokok akan merangsang hormon care.diabetesjournals.org
adrenalin yang akibatnya akan mengubah
metabolisme lemak dimana kadar HDL akan Agarwal, et al. (2012). Prevalence of
menurun. Adrenalin juga akan menyebabkan Peripheral Arterial Disease in Type 2
perangsangan kerja jantung dan Diabetes Mellitus and its Correlation
menyempitkan pembuluh darah (spasme). with Coronary Artery Disease and its
Disamping itu adrenalin akan menyebabkan Risk Factors. Journal Association
terjadinya pengelompokan trombosit. Physician India Vol 60
Sehingga semua proses penyempitan akan
terjadi (Kusmana, 2007). Akram, et al., (2011). Prevalence of peripheral
Penghentian rokok menghasilkan arterial disease in type 2 diabetics in
perbaikan tekanan darah di ankle dan Pakistan. J Pak Med Assoc, 644 – 648
mempunyai efek besar pada penurunan
komplikasi, termasuk progresivitas PAP, infark Antono, D. (2008). Peran Intervensi Perifer
otot jantung, dan mortalitas (Sihombing, pada Kasus Kaki Diabetik. Dikutip pada
2008). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian 14 februari 2016, dari
yaitu dengan melihat nilai ß variabel riwayat http://www.medistra.com/index.php?
merokok yang bernilai negatif. Dapat option=com_content&view=article&id=
disimpulkan bahwa ada hubungan yang 175
5
Idea Nursing Journal Vol. VII No. 2 2016
ISSN : 2087-2879

ASH. (2014). Smoking And Peripheral Kari, S., Pertti, A., Pekka, J., & Korhonen, P.
Arterial Disease. Dikutip pada 12 maret (2007). Effects of age, sex and smoking
2014, dari http://ash.org.uk on ankle-brachial index. Itn J Angiol,
Black, M.J., & Hawkl, J.H. (2009). Medical 128 - 130
surgical nursing:clinical management
for positive outcome (7th ed). USA : Kusmana, D. (2007). Rokok dan kesehatan
Elsevier inc jantung. Dikutip pada 29 mei 2016, dari
http://www.pjnhk.go.id/content/view/18
Cooke, J. (2014). Ankle Brachial index. 3/31/
Dikutip pada 16 Februari 2016, dari
http://stanfordmedicine25.stanford.edu/t Laskmi, (2013). Pengaruh Foot Massage
he25/ankle.html Terhadap Ankle Brachial Index (ABI)
Pada Pasien Dm Tipe 2 Di Puskesmas
Depkes, RI. (2008). Pedoman pengendalian II Denpasar Barat. Dikutip pada 06 Juni
diabetes mellitus dan penyakit 2016 dari http://www.ojs.unud.ac.id
metabolic. Dikutip pada 13 februari 20
16, dari PDPERSI. (2011). Deteksi Diabetes dari
http:/www.depkes.go.id/index.php/berit kelainan kaki. Dikutip pada 11 maret
a/press-release/ 2016, dari
http://www.pdpersi.co.id/content/news.p
Handayani. (2012). Modifikasi Gaya Hidup hp?mid=5&catid=23&nid=623
Dan Intervensi Farmakologis Dini
Untuk Pencegahan Penyakit Diabetes Planas, et al. (2001). Relationship of obesity
Mellitus Tipe 2. Media Gizi Masyarakat distribution and peripheral arterial
Indonesia, Vol.1, 65 - 70. occlusive disease in elderly men.
Dikutip pada 12 maret 016, dari
Hoe, J., Koh, W., Jin, A., Sum, C., Lim, S., & http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11
Tavintharan, S. (2012). Predictors of 443508
decrease in ankle–brachial index among
patients with diabetes mellitus. Rangkuti, D.M. (2008). Hubungan kejadian
Diabetic Medicine, 1 - 12. penyakit arteri perifer dengan lamanya
menjalani hemodialisis. Dikutip pada 02
Husin, dkk. (2006). Oklusi Arteri Perifer pada juni 2016 , dari
Ekstrimitas Inferior. Dikutip pada 06 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123
Juni 2016 dari 456789/6355/1/deske_muhadi_rangkuti
http://www.repository.maranatha.edu _1.pdf

IDF. (2015). Diabetes, dikutip pada 14 Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar
februari 2016, dari 2013. Dikutip pada 14 februari 2016,
http://www.idf.org/about-diabetes dari http://www.depkes.go.id/index.php?
vw=2&id=414
IWGDF. (2015). International Working Group
On The Diabetic Foot, dikutip pada 14 Schteingart, D.E. (2006). Pankreas:
februari 2016, dari http://iwgdf.org/ Metabolisme glukosa dan diabetes
mellitus: In: Price, S.A., & Wilson,
Jue Li, et al., (2007). Risk Factors of L.M. (ed): Patofisiologi : Konsep
Peripheral Arterial Disease and Klinis Proses-Proses Penyakit (6th ed).
Relationship Between Low Ankle– Jakarta: EGC
Brachial Index and Mortality From All-
Cause and Cardiovascular Disease in Shammas, N.W. (2007). Epidemiology
Chinese Patients With Type 2 Diabetes. classification, and modifiable risk
Dikutip pada 16 februari 2016, dari factors of peripheral arterial disease.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1 Dikutip pada 13 maret 2016, dari
7322639
6
Idea Nursing Journal Galvina Volta Simanjuntak

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articl Sutandi, A. (2012). Self Management


es/PMC1994028/ Education (DSME) Sebagai Metode
Sihombing, B. (2008). Prevalensi Penyakit Alternatif Dalam Perawatan Mandiri
Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Pasien Diabetes Melitus Di Dalam
Diabetes Melitus di Puskesmas Kota Keluarga. Dikutip pada 02 Juni 2016
Medan. Unpublished master’s thesis, dari Http://e-journal.jurwidyakop3.com
Universitas Sumatera Utara, Medan.

Simatupang, M. (2013). Hubungan Antara


Penyakit Arteri Perifer Dengan Faktor
Risiko Kardiovaskular Pada Pasien DM
Tipe 2. Dikutip pada 12 maret 2016 dari
http://www.ejournal.unsrat.ac.id

Smeltzer, S., & Bare, B. G. (2008). Brunner &


Suddarth’s textbook of Medical Surgical
Nursing (12th ed). USA : Elsevier inc

Anda mungkin juga menyukai