Dua aspek penting yang harus diperhitungkan selama proses optimasi performansi adalah:
User perceived experience: hal yang dirasakan langsung oleh pelanggan, seperti
battery lifetime, speed data downlink dan uplink, seberapa lama melakukan call setup, dropcall
experience
Network KPI: terkait indikator network yang ditargetkan sepertiaccessibility,
retainability, mobility, traffic growth, congestion.
Semua aktivitas optimisasi mengacu pada target KPI yang telah ditentukan. Target KPI
ditentukan menyesuaikan dengan kriteria desain jaringan. Pada setiap fase optimasi jaringan,
KPI yang berbeda digunakan untuk RF maupunservice performance. Untuk sistem 4G, yang
terkait KPI, baik user maupun network dapat kategorikan seperti pada tabel berikut:
Tabel 2 diatas menunjukan kemungkinan terget dalam kondisi RF yang berbeda. Meskipun
saat ini kita fokus ke sistem LTE, namun parameter pengukuran HSPA/HSPA+ menjadi
referensi sebagai pembanding. Untuk RSRP (Reference Signal Received Power) pada LTE,
dibandingkan dengan RSCP (Received Signal Code Power) pada UMTS. Begitu juga untuk
RSRQ (Reference Signal Received Quality) pada LTE, dibandingkan dengan Ec/No
(Energy chip to noise). Untuk CQI (Channel Quality Indicator) juga di bandingkan antara
LTE CQI dan UMTS CQI.
Dalam kondisi good RF, RSRP dan RSCP lebih besar dari -50 dBm, artinya ada kesamaan
nilai parameter antara LTE dengan UMTS. Begitu juga dalam kondisi medium RF dan poor
RF. Untuk RSRQ dan EcNo perbedaan nilai parameter ada saat kondisi good RF dimana
RSRQ lebih besar dari -8 dB, sedangkan untuk EcNo lebih besar dari -10 dB.
Untuk SINR (Signal to Interference Noise Ratio) hanya ada di LTE, dalam kondisi good RF,
SINR lebih besar dari 20 dB, dalam kondisi medium RF, SINR diantara 10 dB dan 15 dB, dan
kondisi poor RF, SINR lebih kecil dari 5 dB.
Untuk LTE CQI dan UMTS CQI, terdapat perbedaan nilai baik dikondisi good RF, medium RF,
maupun poor RF. Perbedaan-perbedaan nilai parameter LTE dan UMTS dipengaruhi oleh
beberapa hal, seperti bandwidth, output power, dan sebagainya.
Selama pengukuran RF, distribusi masing-masing KPI mewakili kondisi RF saat dimana posisi
pengukuran berada, dan problem yg ada saat pengukuran. Dengan begitu, hasil pengukuran
akan dipetakan untuk dilakukan analisa lebih lanjut, sebagai bahan untuk proses optimasi.
Gambar berikut menunjukanprobability density funtion (PDF) dan cumulative density
function (CDF) pada pengukuran RSRP dan RSRQ:
Dari gambar 1 terlihat padar area poor RF (dibawah -100 dBm), total ada sekitar 17 % dari
keseluruhan sample pengukuran. Perlu dilakukan analisa lebih jauh apakah yang
menyebabkan poor RF adalah dari hardware problem, obstacle gedung, ketinggian antena,
tidak ada sel yang dominan, dan sebagainya.
Untuk RSRQ pada gambar 2, menunujukan poor RF masih dibawah 2 %, hal ini menunjukan
kondisi RF masih rendah interferensi-nya. RSRQ dipengaruhi oleh data trafik dan load dalam
sebuah sel. Dalam prakteknya, kualitas saluran dan kemampuan penerima untuk
memecahkan kode data tidak hanya bergantung pada trafik data dari sel sendiri, tetapi juga
trafik data dan interferensi darineighbor cells. Oleh karena itu, pengukuran RSRQ adalah
representasi yang baik dari kualitas sinyal serving cell, tetapi tidak perlu untuk channel quality.
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa RSRQ dapat berfluktuasi dalam kondisi yang sama,
tergantung pada trafik data yang bertambah atau berkurang dalamserving cell, dan tanpa
harus ada perubahan dalam kemampuan penerima untuk memecahkan kode data (seperti
channel quality Dengan demikian, ukuran RF tambahan di LTE adalah Signal to Interferemce
Noise Ratio (SINR) yang digunakan untuk memberikan referensi yang kuat tentang channel
quality. Gambar berikut menunjukkan distribusi SINR di rute mobilitas yang sama dimana
RSRP dan RSRQ telah ditunjukkan sebelumnya.
Gambar 3. PDF-CDF SINR
Korelasi antara RSRP, RSRQ, dan SINR menunjukkan bahwa serving cell mengalami load
yang sangat rendah diwakili oleh RSRQ tapi dengan area yg low coverage yg ditunjukan
oleh RSRP dan SINR. Distribusi pada gambar 3 menunjukkan SINR CDF 16% dengan
sampel 4 dB atau kurang, mewakili coverge yg didefinisikan dalam Tabel 1. Hal ini berkorelasi
dengan baik dengan daerah poor RF RSRP di Gambar 1 (17% dari sampel yang
menunjukkan kondisi sel poor RF). Dengan demikian, menyelesaikan kurangnya dominasi sel
coverage di rute mobilitas ini, adalah cara yang mungkin untuk memperbaiki daerah RSRP
rendah, yang pada gilirannya akan meningkatkan channel qualitydiwakili oleh SINR tersebut.
Meningkatkan SINR sangat meningkatkan kapabilitas saluran downlink yang lebih baik.
Berikut gambar korelasi antara SINR dengan CQI dimana terlihat ada hubungan yang linier
antara SINR dengan CQI.
CQI digunakan untuk menghitung kualitas saluran downlink saat digunakan untuk dynamic
scheduling. CQI digunakan oleh scheduler jaringan untuk mendapatkan modulasi yang terbaik
dan coding scheme (MCS) mencapai tingkat blok error (BLER) kurang dari10% . CQI efektif
merepresentasikan MCS ketika UE dapat memanfaatkan dalam kondisi pengukuran RF. Dari
drive test yang sama, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan linear antara CQI dan dari
SINR yang diukur, dalam kondisi load rendah, seperti yang diilustrasikan pada gambar 4
tersebut.
CQI merupakan indikator kualitas saluran yang juga digunakan dalam HSPA+. Gambar
berikut menunjukkan CQI untuk setiap sistem. CQI yang diukur dalam LTE memiliki Rata-rata
indeks 9 sementara di HSPA+, indeks CQI rata-rata yang diperoleh di rute yang sama adalah
20.
Gambar 5. Pengukuran CQI LTE dan HSPA
Salah satu cara untuk memvalidasi pengukuran LTE CQI adalah dengan menghubungkan
mereka dengan pengukuran CQI pada HSDPA. Efisiensi yang didukung dari dua system
dapat diturunkan berdasarkan pada pengukuran CQI untuk patokan kualitas saluran antara
dua sistem. Efisiensi didefinisikan dalam konteks modulasi dan coding rate. Lebih khusus,
CQI direportkan oleh UE sesuai dengan disupport modulasi dan coding rate (yaitu, efisiensi
spektral dalam bit per detik per hertz) yang dapat menerima dengan transport block error
dengan probabilitas kurang dari 10%.
Dalam kedua sistem, efisiensi yang lebih tinggi menyebabkan modulasi yang lebih tinggi dan
coding rate yang lebih tinggi. Sebagaimana diatur dalam standar 3GPP, efisiensi LTE dari
masing-masing indeks CQI ditunjukkan di Gambar 6. Demikian pula untuk HSPA + dan sesuai
standar 3GPP, efisiensi berasal dari indeks CQI ditunjukkan pada Gambar 6 berikut:
Gambar 6. Efisiensi CQI pada LTE dan HSPA+
Gambar 6. di atas menunjukkan bahwa perkiraan rata-rata indeks CQI untuk sistem LTE dan
HSPA+ (masing-masing diukur 9 dan 20) menghasilkan efisiensi rata-rata yang sama, sekitar
2,4 bps / Hz. Oleh karena itu, metode ini adalah point yang meyakinkan bahwa kondisi RF
dan distribusi power untuk saluran data pada kedua sistem yang sangat dekat, yang
menghasilkan rasionalisasi benchmarking dan validasi KPI.
Rute drive test digunakan untuk pengukuran RF biasanya dirancang untuk mencerminkan
distribusi trafik yang diharapkan dan distrinusi area layanan. Rute harus berada dalam wilayah
cakupan dimaksudkan, dengan mempertimbangkan kerugian penetrasi pada gedung yang
sesuai dengan nilai-nilai perencanaan jaringan. Terakhir, benchmarking juga harus
mempertimbangkan kemampuan perangkat. Memilih perangkat untuk uji lapangan yang
cocok secara komersial, memastikan validitas target RF KPI. 3GPP mengklasifikasikan
kemampuan perangkat dalam kategori dan teknologi yang berbeda seperti pada gambar
berikut:
Accessibility
Accessibility KPI digunakan untuk mengukur probabilitas user saat mengakses network dan
permintaan service dalam kondisi network beroperasi. Yang termasuk accessibility
adalah RRC setup success rate, ERAB setup success rate, dan Call setup success rate.
Berikut adalah tabel yang menjelaskan definisi dari RRC setup success rate:
Tabel 1. Definisi RRC setup success rate
Retainability
Retainability KPI menunjukan kemampuan network untuk mempertahankan service yang
diminta oleh user selama durasi dimana pelanggan terhubung ke service. Yang termasuk
retainability adalah call drop rate (VoiP) dan service drop rate (all).
Berikut ilustrasi dua prosedur yang dilakukan untuk release ERAB yaitu : ERAB release
indication dan UE context release request:
Gambar 4. ERAB release abnormal
Mobility
Mobility KPI digunakan untuk mengevaluasi performansi mobilitas E-UTRAN, yang mana
sangat kritikal buat user experience. Ada tiga kategori mobility KPI yang ditentukan
berdasarkan tipe handovernya yaitu : intra-frequency, inter-frequency, dan inter RAT (Radio
Access Technology).
Perhitungan HO attempt ada pada point B. Ketika ENodeB mengirimkan pesan RRC
connection reconfiguration ke UE, ia akan melakukan handover. ENodeB akan menghitung
jumlah berapa kali HO tersebut attempt pada source cell. Perhitungan HO sukses ada pada
point C. ENodeB menghitung jumlah HO tersebut pada source cell ketika ENodeB menerima
pesan RRC connection reconfiguration cpmplete dari UE.
Handover attempt terjadi pada point B, ketika source ENodeB (S-eNodeB) mengirimkan pesan
RRC connection reconfiguration ke UE. Ia memutuskan untuk melakukan inter ENodeB HO.
pada KPI ini, source dan target cell bekerja pada frequency yang sama. Jumlah HO tersebut
yang attempt dihitung pada source cell.
Jumlah HO yang sukses terjadi pada point C. Selama proses HO, jumlah HO yang sukses diukur
pada souce cell. Pengukuran ini muncul ketikan S-eNodeB menerima pesan UE context
release dari target eNode B (T-eNodeB), atau UE context release command dari MME, yang
menunjukan bahwa UE T-eNodeB telah sukses attach di T-eNodeB.
Untuk idle mode CSFB preparation attempt dimulai dari point A setelah eNodeB menerima
pesan INNITIAL CONTEXT SETUP REQUEST (with CS Fallback Indicator) dari MME dan
menentukan bahwa permintaan di trigger oleh service voice.
Untuk CSFB dalam kondisi RRC_Connected Mode, CSFB preparation attempt dimulai dari
point A setelah eNodeB menerima pesan dari MME yaitu UE CONTEXT MODIFICATION
REQUEST (with CS Fallback), dan juga ditrigger oleh service voice. Jumlah yang sukses pada
CSFB preparation ada pada point C, dimana eNodeB sukses merespon yaitu pesan UE
CONTEXT MODIFICATION RESPONSE untuk permintaan service voice. Berikut ilustrasinya:
Ganbar 2. CSFB preparation success rate untuk dedicated mode
Service Integrity
Service integrity KPI menunjukan dampak E-UTRAN pada kualitas layanan yang diberikan
kepada user. Service integrity dapat dihitung untuk sel atau radio network. Service integrity
KPI yang sering digunakan adalah Cell Downlink Average Throughputdan Cell Uplink Average
Throughput.
Utilization
Utilization KPI digunakan untuk mengevaluasi kapabilitas, seperti kapabilitas untuk
memenuhi kebutuhan trafik dalam kondisi tertentu. Berikut Utilization KPI yang sering
digunakan: Resource Block Utilization Rate, Average CPU Load, Radio Network Unavailability
Network.
Sama seperti teknologi sebelumnya, mobility pada LTE terdiri dari idle mode danconnected
mode. Berikut adalah pembagian dari konsep mobility tersebut:
Idle Mode
UE memilih sel yang cocok untuk menentukan PLMN (Public Land Mobile Network)
berdasarkan pengukuran radio. Prosedur ini dinamakan cell selection. UE memulai dengan
menerima broadcast channel, kemudian mencari sel yang cocok untuk ditempati, yang mana
sel tidak dalam kondisi barred dan kualitas radio cukup bagus. Setelah cell selection, UE
harus registasi ke network kemudian menunjukan PLMN yang sudah dipilih untuk diregistasi.
Jika UE mendapatkan kandidat sel yang dianggap lebih baik, maka akan melakukan pemilihan
kembali sel tersebut kemudian menduduki sel tersebut. Kemudian UE melakukan cek
kembali, begitu seterusnya. Jika sel tidak memiliki sedikitnya satu Tracking Area (TA) yang
mana UE terdaftar, regristrasi lokasi perlu dilakukan. Berikut ilustrasi untuk idle mode:
Gambar 2. Idle mode
Untuk skala prioritasnya bisa diatur di PLMN. UE mencari prioritas tertinggi pada PLMN pada
interval waktu secara regular, dan mencari sel yang cocok jika PLMN yang lain telah terpilih.
Sebagai contoh, operator bisa mengkonfigurasiprefered roaming di USIM (Universal
Subscriber Identity Module). Ketika UE melakukan roaming dan tidak menduduki operator
yang pilihan utama, UE mencoba secara periodik untuk menemukan operator pilihannya
tersebut. Jika UE tidak menemukan sel yang cocok atau jika registrasi lokasi gagal, UE akan
menduduki sel di luar PLMN, sehingga masuk ke limited access yang mana hanya
bisa emergency call only.
UE bisa juga telah menyimpan informasi tentang carrier frequency yang tersedia dan sel-sel
disekitarnya. Informasi tersebut berdasarkan informasi sistem atau informasi lain yang UE
pernah peroleh sebelumnya. Spesifikasi 3GPP tidak secara tepat menentukan jenis informasi
yg UE peroleh atau diijinkan untuk menggunakan informasi yang tersimpan pada cell
selection. Jika UE tidak menemukan sel yang cocok berdasarkan informasi yang tersimpan,
prosedurinisial cell selection dimulai untuk memastikan bahwa sel yang cocok telah
ditemukan.
Adapun untuk sel yang cocok harus memenuhi kriteria S sebagai berikut:
Qrxlevelmeas adalah pengukuran level atau RSRP, Qrxlevelmin adalah mimimum received
level yang diterima, dan Qrxlevelminoffset digunakan ketika mencari prioritas tertinggi di
PLMN.
Setip kali UE menduduki sebuah sel, UE akan terus mencari sel yang lebih baik sebagai
kandidat untuk reselection menurut kriteria reselection. Intra frekuensi sel reselection
berdasarkan kriteria rangking sel tersebut. Untuk melakukan ini UE perlu untuk
mengukur neighbour cells yang diindikasikan sebagai neighbour cells.
Untuk kasus UE bergerak cepat, memungkinkan network mengatur parameter cell reselection.Kondisi
mobilitas yg tinggi atau medium berdasarkan dari jumlah cell reselection, Ncr, dengan waktu Trcmax.
Mobilitas yang tinggi dikarakteristikan oleh nilai parameter hysteresis danreselection timer.
Pada gambar diatas terlihat saat RSRP pada cell-1 -80 dBm di 20 detik, cell-1 melakukan pengukuran
pada cell-2 sebagai intra-neighbor. Sampai dengan persyaratan dipenuhi dari Treselect dan
Qhys maka akan dilakukan reselection cell dari cell-1 ke cell-2.
Pengukuran Handover
Sebelum UE bisa mengirimkan report pengukuran, harus diidentifikasi oleh target sel.
UE menidentifikasi sel menggunakan signal sinkronisasi. UE mengukur level signal
menggunakan reference symbol. Tidak ada yang diperlukan UE pada E-UTRAN untuk
membaca broadcast channel selama pengukuran handover. Berbeda dengan UE
pada UTRAN, UE perlu melakukandecoding broadcast channel untuk mendapatkan
urutan frame yang diperlukan untuk menyelaraskan transmisi soft handover di
downlink. Ketika kondisi threshold terpenuhi, UE akan mengirimkan pengukuran
handover ke ENodeB.
UE bergerak menuju sel baru dan mengidentifikasi PCI (Physical Cell Identity)
berdasarkan signal sinkronisasi. UE mengirimkan report pengukuran ke ENodeB
ketika report handover threshold terpenuhi. Namun ENodeB tidak meimliki koneksi X2
ke sel tersebut. PCI ID tidak cukup unik mengidentifikasi 504 PCI ID saat network
memiliki puluhan ribu sel. Oleh karena itu, serving ENodeB meminta UE untuk decode
global cell ID dari broadcast channel target sel. Global cell ID mengidentifikasi sel yang
unik. Berdasarkan global cell ID serving ENodeB bisa menemukan alamat transport
layer pada target sel menggunakan informasi dari MME dan membangun koneksi X2
sehingga serving ENodeB bisa melanjutkan proses handover. Koneksi X2 yang baru
perlu dibuat dan beberapa koneksi lama yang tidak terpakai dapat dihapus ketika sel
baru ditambahkan ke network.