Anda di halaman 1dari 6

Definisi CAP

Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim dari paru-paru.


CAP sendiri adalah suatu infeksi yang menyerang alveoli, jalan nafas distal dan jaringan
intersisial dari paru-paru. Karakteristik secara klinis dari penyakit ini ialah demam, menggigil,
batuk, nyeri dada pleuritik, produksi sputum dan ditemukannya minimal 1 opasitas dari foto
rontgen thorax.

Etiologi CAP
Organisme Etiologi CAP Pasien Rawat Jalan
Dengan menggunakan kultur sputum, pneumococcus, M. pneumonia, Chlamydia
pneumonia, Legionella spp. merupakan organisme yang memang umumnya sering ditemukan
saat diagnosis dilakukan.
Organisme yang Menyebabkan CAP pada Pasien Rawat Inap di Luar ICU
S. pneumonia merupakan pathogen yang paling sering teridentifikasi (20-60% dari seluruh
episode), diikuti dengan H. influenza (3-10% dari seluruh episode) dan Staphylococcus aureus,
Legionella, M. pneumoniae, C. pneumoniae dan virus. Beberapa pasien (3-6%) dengan
pneumonia disebabkan karena aspirasi.
.
Organisme Penyebab CAP pada Pasien Rawat Inap yang Membutuhkan ICU
Ketika organisme aerobic gram negatif telah diidentifikasi dengan peningkatan frekuensi pada
pasien dengan CAP yang membutuhkan ICU, organisme yang paling sering ialah pneumococcus,
Legionella, dan H. influenzae, di samping S. aureus juga menjadi patogen yang cukup sering
juga menjadi penyebab. Patogen atipikal seperti C. pneumoniae dan M. pneumoniae dapat
membuat penyakit menjadi lebih parah, organisme ini memang lebih sering dibandingkan
Legionella dalam menjadi penyebab dari CAP yang parah. Secara keseluruhan, sampai 10% dari
pasien dengan CAP yang dirawat dalam ICU, dan pneumococcus muncul pada sepertiga dari
seluruh pasien. Dari beberapa pasien yang dirawat dalam ICU, organisme seperti P. aeruginosa
sering diidentifikasi, terutama pada pasien dengan bronchiectasis.
Patogenesis

Pneumonia terjadi akibat dari proliferasi pathogen microbial pada tingkat alveolus dan respon
dari tingkat host terhadap pathogen ini. Mikroorganisme dapat masuk ke saluran pernafasan
bawah melalui beberapa jalan. Yang paling sering ialah akibat aspirasi dari oropharynx.
Sejumlah kecil aspirasi terjadi paling sering ketika tidur (terutama pada orang tua) dan pada
pasien dengan penurunan tingkat kesadaran. Banyak pathogen yang terinhalasi sebagai droplet
yang terkontaminasi. Selain itu, pneumonia juga dapat terjadi melalui penyebaran hematogen
(seperti endocarditis tricuspid) atau dari penyebaran dari infeksi pleural atau ruang mediastinum.

Diagnosis CAP

Manisfestasi klinis berupa batuk, demam, produksi sputum, dan nyeri dada pleuritik. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan suara nafas bronkial dan ronkhi (rales) pada paru – paru,
namun kurang sensitif dan tidak spesifik sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu
dengan radiografi paru (chest x-ray).

Tatalaksana CAP

Pasien dengan CAP seringkali datang dengan gejala demam,batuk berdahak, dan nyeri
dada (pleuritic pain). Pasien disarankan untuk beristirahat dan terutama berhenti merokok serta
bila disertai demam maka pasien dianjurkan untuk meminum banyak air. Bila pasien mengeluh
nyeri dada, maka penting untuk diberikan penghilang rasa sakit seperti parasetamol atau NSAID.
Status gizi juga penting untuk menunjang hasil dari terapi dan untuk pencegahan penyakit agar
tidak berkelanjutan. Semua pasien harus menerima terapi oksigen yang sesuai dengan
pemantauan saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen terinspirasi dengan tujuan untuk
mempertahankan PaO2 di >8 kPa dan SpO2 94-98%.

Terapi antimikrobial empiris


I. Pasien rawat jalan
a) Untuk pasien yang sebelumnya sehat dan tidak terdapat resiko resisten dengan
obat S.pneumonia dapat diberikan makrolide (azithromycin, clarithromycin,
erythromycin) atau Doxycycline
b) Pasien dengan komorbid penyakit jantung, paru-paru, hati, atau ginjal kronis;
diabetes melitus, kecanduan alkohol, keganasan, asplenia, kondisi atau
penggunaan obat immunosupresif, penggunaan antimikroba dalam 3 bulan
sebelumnya atau bila terdapat faktor resiko terjadinya resistensi obat dapat
diberikan obat golongan fluoroquinolone (moxifloxacin, gemifloxacin, or
levofloxacin (750 mg) atau dengan gabungan β-lactam dan macrolide
(amoxicillin, amoxicillin-clavulanate) dengan alternatif ceftriaxone,
cefpodoxime, and cefuroxime
II. Pasien rawat inap bangsal
a) fluoroquinolone
b) β-lactam (cefotaxime, ceftriaxone, dan ampicillin; ertapenem) dan macrolide
(doxycycline)
III. Pasien rawat inap ICU
a) β-lactam(cefotaxime, ceftriaxone, atau ampicillin-sulbactam) ditambah
azithromycin atau fluoroquinolon (untuk pasien yang alergi penisilin,
fluoroquinolon dan aztreonam dapat direkomendasikan)
b) Untuk infeksi oleh Pseudomonas, digunakan antipneumococcal,
antipseudomonal β-lactam (piperacillin-tazobactam,cefepime, imipenem, atau
meropenem) ditambah dengan ciprofloxacin or levofloxacin (750mg)

Fauci, Anthony S, Dennis L. Kasper, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th
edition. 2008. United States of America : The McGraw-Hill Companies, Inc

Wedzicha J.A, Johnston S.L, Brown J.S, et al. Guidelines for the management of community
acquired pneumonia in adults: update 2009. BMJ 2009:64
SPIROMETRI

DEFINISI

Spirometri secara harfiah berarti “pengukuran napas seseorang.” Tujuan dari tes yang
merupakan salah satu tindakan yang paling sering dianjurkan untuk pasien dengan masalah
paru-paru ini, adalah untuk mengukur fungsi paru-paru, yaitu dalam hal volume dan aliran
udara yang dapat dihembuskan atau dihirup oleh seseorang. Data yang dihasilkan dari
tindakan ini disebut pneumotachographs, yang dapat digunakan untuk memeriksa dan
menilai kondisi tertentu seperti fibrosis kistik, asma, bronkitis, emfisema, dan penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK).
Tindakan pengujian ini dilakukan dengan menggunakan spirometer, yang men gukur volume
udara yang dihembuskan dan dihirup oleh paru-paru, serta peredaran udara pada paru-paru.
Kebanyakan jenis spirometer dapat mengidentifikasi dua jenis pola peredaran udara yang
mungkin mengindikasikan kelainan pada paru-paru: restriktif dan obstruktif.

Terdapat berbagai jenis spirometer, yang menggunakan berbagai metode untuk mengukur
aliran udara dan volume, seperti meteran air, ultrasonic, dan tekanan transduser. Spirometer
biasa dapat menghasilkan dua jenis grafik, yaitu: kurva volume waktu (dengan waktu dalam
detik di sumbu x, dan volume dalam liter di sumbu y) dan lingkaran aliran volume
(representasi grafis dari total volume yang terhirup/terhembus pada sumbu x dan tingkat
aliran udara pada sumbu y).

INDIKASI

Spirometri dianjurkan bagi pasien yang:

 Memiliki masalah pernapasan


 Diduga atau memiliki penyakit paru-paru seperti bronkitis, asma, atau emfisema

 Mengalami sesak napas atau menghirup uap kimia di tempat kerja

 Akan menjalani bedah rumit (untuk memastikan bahwa fungsi paru-paru berada pada tingkat
yang sehat untuk mencegah masalah selama bedah dilakukan)
 Berada di bawah pengaruh obat tertentu (dokter dapat menggunakan spirometri untuk
mengetahui efek dari obat-obatan ini pada paru-paru pasien)

 Memiliki gangguan paru-paru kronis

Anak-anak yang tidak dapat memahami instruksi untuk tes ini tidaklah memenuhi syarat
untuk melakukan tindakan ini. Biasanya, tindakan yang dilakukan tanpa menggunakan obat
penenang ini, dilakukan pada pasien yang sudah berusia enam tahun atau lebih.

Tindakan spirometri biasanya menghasilkan FVC (kapasitas vital paksa), yang


memberitahukan dokter ahli jumlah terbesar udara yang dapat dihembuskan oleh pasien
(dengan kekuatan maksimum) setelah diberitahu untuk menghirup udara sedalam mungkin.
Jika FVC-nya menunjukan hasil yang lebih rendah dari hasil normal, dokter dapat
menyimpulkan bahwa pasien memiliki masalah penyumbatan pernapasan.

Pembacaan spirometri lainnya yaitu FEV-1 (volume penghembusan udara paksa), yang
mengukur jumlah udara yang dapat pasien keluarkan dengan paksa dari dalam paru -parunya
dalam hitungan detik. Informasi ini membantu dokter ahli menentukan dan menilai separah
apa masalah pernapasan pasien. Jika FEV-1-nya menunjukan hasil yang lebih rendah dari
pembacaan normal, pasien mungkin memiliki masalah obstuksi parah dalam saluran
udaranya sehingga mencegah pernapasan normal.

CARA KERJA SPIROMETRI

Beragam cara spirometri dapat dilakukan, bergantung pada jenis peralatan yang digunakan.
Namun, untuk tes FVC, pasien biasanya diminta untuk menarik napas sedalam mungkin.
Napas ini kemudian akan dihembuskan secara paksa ke dalam corong mesin spirometri,
yang dilengkapi dengan sensor yang dapat mengukur volume udara yang dihirup dan
dihembuskan. Pasien akan diminta menghembuskan napas ke sensor dalam waktu enam
detik. Dokter kemudian akan meminta pasien untuk menghirup udara dengan cepat untuk
mengetahui keberadaan dan menilai sejauh mana obstruksi saluran napas bagian atas.
Ada juga beberapa mesin spirometri yang membutuhkan pasien untuk menghirup udara
pelan-pelan dan menghembuskan napas ke dalam sensor untuk mengukur volume tidal.
Beberapa dokter menggunakan klip penutup hidung yang terbuat dari bahan yang lembut
dan lentur untuk mencegah udara keluar melalui hidung pasien. Mesin juga dapat dilengkapi
dengan corong khusus untuk menyaring napas pasien dan mencegah mikroorganisme
menyebar.

KOMPLIKASI
Umumnya, tindakan spirometri sangatlah aman. Beberapa pasien melaporkan sesak napas
singkat atau pusing setelah tes selesai dilakukan, namun gangguan ini akan hilang setelah
beberapa saat.
Pasien yang baru saja menderita serangan jantung atau kondisi yang berhubungan dengan
masalah jantung apapun bukanlah calon ideal untuk melakukan tindakan spirometri karena
tes memerlukan beberapa upaya pada tubuh pasien.

 Hegewald MJ, Crapo RO. Pulmonary function testing. In: Mason RJ, Broaddus VC,
Martin TR, et al., eds. Murray and Nadel's Textbook of Respiratory Medicine. 5th ed.
Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2010:chap 24.

 Reynolds HY. Respiratory structure and function: mechanisms and testing. In:
Goldman L, Schafer AI, eds. Goldman's Cecil Medicine. 24th ed. Philadelphia, PA:
Elsevier Saunders; 2011:chap 85.

Anda mungkin juga menyukai