Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Osteoartritis Lutut

2.1.1 Definisi

Osteoartritis (OA) lutut adalah gangguan pada sendi lutut yang ditandai oleh

perubahan patologis pada struktur di dalam sendi lutut yang terjadi secara progresif.

Perubahan patologis tersebut antara lain perlunakan dan degradasi dari kartilago

disertai dengan pembentukan kartilago dan tulang baru (osteofit), pembentukan kista

dan skeloris pada tulang subkondral, sinovitis dan fibrosis kapsular. (Hafiez, 2014)

OA dapat dideskripsikan secara klinis, radiologis dan patologis.Definisi OA

secara radiologis saat ini dianggap sebagai definisi yang standar.Metode paling umum

mendefinisikan OA secara radiolologis adalah dengan menggunakan grading dari

Kelgreen-Lawrence. OA didefinisikan bila didapatkan adanya osteofit dan pada

derajat yang lebih berat ditemukan adanya penyempitan celah sendi, sklerosis,

pembentukan kista dan deformitas.(Hafiez, 2014)

2.1.2 Epidemiologi

Prevalensi OA bervariasi tergantung pada definisi OA dan karakteristik dari

populasi studi. Data dari Framingham Study menunjukkan prevalensi OA secara

6
radiologis pada usia di atas 45 tahun adalah 19,2%. Survei dari National Health and

Nutrition Examination Survey (NHANES III) menunjukkan bahwa 37% partisipan

usia lebih dari 60 tahun menderita OA. Data dari World Health Organization (WHO)

menunjukkan bahwa terdapat 37,4% penduduk dunia berusia lebih dari 70 tahun yang

menderita OA dimana 12,1% di antaranya adalah OA lutut simtomatik (derajat dua

atau lebih menurut klasifikasi Kellgren-Lawrence). (Heidari, 2011)

OA lutut lebih banyak diderita oleh wanita. Suatu survey di Amerika Serikat

menunjukkan penderita wanita lebih banyak daripada pria yaitu 13% berbanding

10%. Hal yang serupa ditunjukkan oleh populasi studi Mesir dimana penderita wanita

(11,4%) lebih banyak daripada pria (6,8%).Proporsi penderita OA lutut dari populasi

keseluruhan akanmeningkat seiring meningkatnya usia dan status obesitas populasi

tersebut. (Hafeiz, 2014)

Terdapat studi yang menunjukkan kecenderungan suatu ras untuk menderita

OA lutut.Suatu studi pada 3.018 orang kulit hitam di Amerika Serikat menunjukkan

bahwa prevalensi OA lutut lebih tinggi pada orang kulit hitam dibandingkan orang

kaukasia.(Hafiez, 2014)

7
Gambar 2.1 Insiden OA berdasarkan regio, jenis kelamin, dan kelompok umur.

(Oliviera, et al, 1995)

2.1.3 Etiologi dan Patogenesis

Patogenesis OA lutut ditunjukkan oleh suatu perubahan struktural di dalam

dan sekitar sendi.Perubahan struktur yang paling dominan adalah hilangnya tulang

rawan dan munculnya osteofit.Perubahan ini dengan mudah dapat dikenali secara

radiologis.Pengukuran derajat kerusakan secara objektif dapat dilakukan secara

radiologis dengan mengevaluasi seberapa besar penyempitan sendi dan seberapa

banyak osteofit yang terbentuk. Penyempitan sendi yang tampak pada radiologis

merefleksikan seberapa besar tulang rawan yang rusak.(Heidari, 2011)

8
Pada tahap awal, tulang subkondral akan mengalami sklerosis. Proses yang

melibatkan mikro fraktur ini diyakini sebagai faktor patogenesis dari degenerasi

tulang rawan. Selain perubahan patologis dari “hard tissue” ini, perubahan pada soft

tissue articular dan periarticular juga terjadi, yaitu hiperplasia sinovium dan efusi

sendi.Uniknya, meskipun OA lutut bukan suatu penyakit inflamasi tetapi dari

pemeriksaan sonografi didapatkan inflamasi dari sinovium.(Heidari, 2011)

2.1.4 Patofisiologi

OA lutut adalah suatu proses dinamis yang melibatkan pengrusakan dan

perbaikan tulang rawan. Proses ini dapat disebabkan oleh jejas mekanis atau

biomekanis. Perubahan yang pertama kali terjadi dimulai di tulang rawan dimana

terjadi penurunan kandungan proteoglikan sehingga mengakibatkan deterorasi

kolagen fibril. Penurunan kandungan proteoglikan dan kerusakan kolagen fibril akan

mengurangi kepadatan tulang rawan. Selanjutnya, kondrosit akan meningkatkan

sintesis dari protein matriks intraselular dan mempercepat pengrusakan komponen

ekstraselular. Tulang rawan yang mulai mengalami perubahan ini akan mulai

mengalami kalsifikasi dan bersama dengan tulang subkondral di bawahnya akan

mengalami penebalan (skelorsis) sebagai respon terhadap proses formasi dan resorbsi

tulang subkondral akibat dari beban repetitif yang diterima oleh tulang rawan dan

tulang subkondral. (Islam, 2013)

9
Pada akhirnya, konsentrasi proteoglikan akan semakin menurun dan

kandungan kolagen fibril juga akan berkurang karena menurunnya kapasitas

kondrosit untuk melakukan perbaikan. Proses ini lama kelamaan akan menyebabkan

kerusakan yang lebih lanjut dari tulang rawan dan menyebabkan cartilage break

down. Diduga, debris dari cartilage break down ini akan memicu proses inflamasi

pada sinovium di dalam sendi. Proses inflamasi iniakan meluas hingga struktur di

sekitar sendi. (Islam, 2013)

2.1.5 Faktor Resiko

OA lutut adalah penyakit multifaktorial. Penyebab OA masih belum diketahui

pasti tetapi terdapat bukti faktor-faktor resiko untuk terjadiya OA lutut seperti usia,

obesitas, riwayat trauma, dan beban yang berlebihan. Faktor resiko ini bisa dibagi

menjadi faktor resiko sistemik dan faktor resiko lokal.(Ganvir, 2013)

2.1.5.1 Faktor Resiko Sistemik

1. Usia

Pertambahan usia adalah faktor resiko paling penting pada OA lutut.

Proporsi penderita OA lutut meningkat dengan pertambahan usia pada

populasi baik pada wanita maupun pria. Peningkatan prevalensi dan insidensi

OA pada usia lebih tua diperkirakan akibat dari akumulasi dari paparan

10
terhadap berbagai faktor resiko dan perubahan biologis yang terjadi pada

proses penuaan seperti penipisan tulang rawan, penurunan kekuatan otot,

penurunan propiosespsi dan kerusakan oksidatif.(Ganvir, 2013)

2. Jenis kelamin dan hormon

Wanita tidak hanya lebih banyak menderita OA tetapi mereka juga

menderita derajat OA yang lebih berat dibandingka pria.Peningkatan

prevalensi OA pada wanita menopause memunculkan suatu hipostesis bahwa

faktor hormonal turut berperan dalam timbulnya OA.Namun, saat ini belum

didapatkan hasil studi yang jelas mengenai peran dari hormon ini. Suatu studi

randomized clinical trial pada kelompok wanita usia tua postmenopausal

tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan atas prevalensi nyeri lutut yang

terjadi antara mereka yang mendapat estrogen dan progestin dengan mereka

yang mendapat plasebo.(Ganvir, 2013)

3. Ras dan etnis

Prevalensi dan pola OA bervariasi di antara ras dan etnis yang

berbeda. Pada study Framingham, didapatkan bahwa prevalensi OA lutut pada

ras asia timur lebih tinggi daripada ras kaukasia. Studi dari Johnston County

Osteoarthritis Project menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

prevalensi OA lutut pada kelompok wanita kulit hitam (African American)

dengan kaukasia.(Ganvir, 2013)

11
4. Nutrisi

Hasil Framingham Study menunjukkan peran penting vitamin D

dimana kelompol dengan kadar serum 25-hydroxyvitamin D di bawah 27

ng/ml memiliki resiko tiga kali lipat untuk terjadi OA lutut yang progresif.

Asupan vitamin C juga berperan dalam progresivitas OA lutut tetapi tidak ada

berhubungan dengan insidensi OA lutut. Hasil dari study Johnston County

Osteoarhtritis Project menunjukkan bahwa kelompok dengan tokoferol yang

tinggi memiliki 50% resiko untuk progesivitas OA lutut.(Ganvir, 2013)

2.1.5.2 Faktor Resiko Lokal

1. Obesitas

Berat badan dan obesitas berkontribusi pada kejadian OA lutut. Hasil

Framingham Study menunjukkan bahwa wanita dengan penurunan berat

badan sebanyak 5 kg akan menurunkan resiko munculnya OA lutut sebesar

50%. Studi yang sama juga menunjukkan bahwa penurunan berat badan juga

menurunkan nyeri dan disabilitas pada orang yang sudah menderita OA

lutut.(Rodriguez, 2013)

2. Riwayat cidera atau operasi pada lutut

Cidera pada struktur sendi lutut seperti fraktur transartikular pada

lutut, cidera meniskus, cidera ligament anteriod cruciate (ACL)

12
meningkatkan resiko terjadinya OA lutut. Pada Framingham Study diketahui

bahwa prevalensi cidera meniskus lebih tinggi pada kelompok dengan OA

lutut radiologis (82%) dibandingkan dengan kelompok tanpa OA

lutut.(Ganvir, 2013)

3. Pekerjaan dan aktivitas fisik

Penggunaan sendi lutut yang berulang pada pekerjaan akan

meningkatkan resiko OA lutut. Resiko timbulnya OA lutut adalah dua kali

lebih besar pada pria yang pekerjaannya melibatkan berlutut atau

jongkokberulang. Resiko ini akan makin meningkat bila didapatkan

obesitas.Di samping itu, aktivitas fisik yang tinggi berperan dalam timbulnya

OA lutut. Pada orang tua yang memiliki aktivitas tinggi seperti berlari

(jogging) memiliki resiko tiga kali lebih besar untuk menderita OA lutut

daripada kelompok yang beraktivitas ringan seperti berjalan atau

berkebun.(Petersson, 1997)

4.Faktor mekanik danmalalignment

Baker et al mengemukakan bahwa kelemahan otot quadriceps akan

mengakibatkan ketidakseimbangan pada lutut yang pada akhirnya bisa

meningkatkan resiko terjadinya keruakan struktural lutut dan menjadi OA

lutut simtomatik. Alignment lutut juga berperan dalam distribusi beban pada

lutut. Perubahan pada alignmentakan mengubah keseimbangan beban yang

13
pada lutut. Sharma et al menunjukkan bahwa alignment yang abnormal

berhubungan erat dengan percepatan kerusakan struktur lutut. Lutut yang

varus memiliki resiko empat kali lebih besar untuk terjadi OA lutut pada

kompartemen medial sedangkan lutut yang valgus beresiko untuk terjadi OA

lutut pada kompartemen lateral sebesar lima kali dibandingkan lutut

normal.(Ganvir, 2013)

2.1.6 Diagnosis OA Lutut

2.1.6.1 Keluhan dan Tanda Klinis

Keluhan terbanyak pada OA lutut adalah nyeri.Nyeri yang timbul

biasanya memberat pada saat lutut digunakan untuk berdiri atau

berjalan.Selain keluhan nyeri, keluhan yang timbul dapat berupa kekauan

sendi atau keterbataan gerak sendi. Keluhan-keluhan ini akan mengakibatkan

gangguan fungsi sehari-hari pada pasien seperti gangguan berjalan atau

berjongkok sehingga pasien akan datang berobat.(Zhang, 2010)

Pada inspeksi saat pemeriksaan, hal yang mudah diamati adalah cara

berjalan pasien. Biasanya pasien akan berjalan dengan pincang (limping)

karena nyeri yang dirasakan pasien. Cara berjalan pasien juga akan

mengalami penurunan kecepatan dan penyempitan langkah (stride length).

Pada inspeksi juga bisa didapatkan deformitas lutut baik varus atau valgus.

Atrofi dari otot quadricep juga didapatkan pada OA lutut yang sudah

lama.(Ganvir,2013)

14
Pada palpasi, nyeri tekan (tenderness) bisa ditemukan pada lutut.Nyeri

tekan pada garis sendi mengindikasikan sumber nyeri yang berasal dari

intrakapsular sedangkan nyeri tekan di luar garis sendi biasanya akibat dari

sumber nyeri periartikular. Pada sendi lutut yang sudah mengalami

inkonruensi bisa ditemukan adanya krepitus pada palpasi.(Zhang,2010)

Pada OA lutut didapatkan juga penurunan luas gerak sendi (range of

motion) gerakan fleksi dan ekstensi.Penurunan ini bisa diukur secara objektif

dengan goniometer.Keterbatasan luas gerak sendi dapat disebabkan oleh

hambatan akibat pembentukan oteofit, penebalan kapsul, edema jaringan

lunak atau remodelling jaringan intraartikilar.Tanda inflamasi seperti hangat,

nyeri dan efusi menginfikasikan terjadinya sinovitis.

2.1.6.2 Pemeriksaan Laboratoris

Pemeriksaan laboratoris tidak rutin dilakukan dalam menegakkan

diagnosis OA tetapi bisa berperan untuk menyingkirkan diagnosis banding

atau untuk mencari penyebab pada OA lutut sekunder.Laju endap darah

(LED) dan protein C-reactive biasanya normal.Pemeriksaan faktor reumatoid

dan antibodi antinuklear yang normal berguna untuk menyingkirkan diagnosis

banding reumatoid artritis. Analisis cairan sinovium menunjukkan jumlah sel

darah putih di bawah 2000ul.(Zhang, 2010)

15
2.1.6.3 Pemeriksaaan Radiologis

Foto polos x-ray adalah pemeriksaan rutin dan yang utama pada

diagnosis OA lutut.Foto polos juga membantu dalam mengevaluasi derajat

OA lutut.Keuntungan dari foto polos adalah efektif, terjangkau, aman, dan

mudah dilakukan.Foto polos yang rutin dilakukan adalah foto lutut pada

posisi anteroposterior (AP), lateral, skyline view.Foto AP dilakukan dalam

posisi berdiri (weight-bearing position).Foto skyline untuk mengevaluasi

kompartemen patelofemoral. Kadang kala diperlukan foto polos lutut

kontralateral untuk memudahkan evaluasi sebagai perbandingan.(Petersson,

1997)

Temuan radiologis yang sering didapatkan pada OA lutut berupa

penyempitan celah sendi, osteofit, sklerosis subkondral, pembetukan kista,

dan deformitas.Penyempitan celah sendi adalah tanda utama karena ini

mengindikasikan penipisan tulang rawan meskipun tidak ada acuan

tebalnormal dari ketebalan tulang rawan pada foto x-ray.Osteofit terbentuk

karena suatu respon kompensasi tubuh untuk redistribusi beban pada lutut.

(Petersson, 1997)

16
Gambar 2.2 Foro radiologis normal lutut pada posisi AP, lateral dan

skyline view(Petersson, 1997)

Magnetic Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dilakukan untuk

menegakkan diagnosis OA lutut.Pemeriksaan ini dilakukan bila pasien

mengeluhkan gejala OA lutut yang disertai dengan rasa terkunci (locking),

popping, dan instabilitas yang dicurigai bersumber dari kerusakan meniskus

atau ligamen. Kerusakan yang bisa didapatkan pada MRI antara lain robekan

meniskus, kelainan ligamen, penebalan sinovium, penumpukan cairan efusi,

loose bodies dan kista periartikular. (Hernandez, 2012)

2.1.7 Klasifikasi OA Lutut

Terdapat berbagai klasifikasi derajat OA lutut.Yang umum dipakai adalah

klasifikasi oleh JH Kellgren dan JS Lawrence yang dipublikasikan pada tahun

1957.Klasifikasi Kellgren-Lawrence ini membedakan derajat OA lutut berdasarkan

17
gambaran radiologis. Hal yang menjadi patokan menurut Kellgren dan Lawrence

adalah: (Kellgren, 1957)

1. Gambaran pembentukan osteofit pada tepi tulang

2. Penipisan tulang rawan yang ditunjukkan oleh penyempitan celah sendi

3. Gambaran penebalan atau sklerosis tulang subkondral

4. Terbentuknya area pseudokistik berdinging sklerotik pada tulang

subkondral

5. Perubahan bentuk tulang terutama pada daerah ujung tulang

Kemudian dari gambaran radiologis tersebut, Kellgren dan Lawrence

membagi menjadi lima derajat berdasarkan foto radiologis.

Tabel 2.1 Klasifikasi Kellgren-Lawrence

Derajat Nama Tanda yang didapatkan

0 Normal (none) Tidak didapatkan perubahan pada foto x-ray

1 Meragukan (doubtful) Belum tampak penyempitan celah sendi yang

jelas, tetapi mungkin sudah tedapat osteofit pada

tepi tulang

2 Ringan (moderate) Tampak osteofit secara jelas, mungkin sudah

terdapat penyempitan celah sendi

3 Sedang (moderate) Multipel osteofit moderat, penyempitan celah

18
sendi yang jelas, sklerosis ringan, dan mungkin

sudah terdapat deformitas ujung tulang

4 Berat (severe) Osteofit besar, penyempitan celah sendi yang

jelas, sklerosis berat, deformitas ujung tulang

yang jelas

Gambar 2.3 Klasifikasi OA lutut menurut Kellgren-Lawrence (Kellgren and

Lawrence, 1957)

19
2.2 Tatalaksana OA Lutut

Pengobatan OA tidak dapat bergantung kepada pengobatan medika mentosa

semata. Pengobatan OA lutut juga membutuh kan edukasi dan modifikasi gaya hidup,

tatalaksana rehabilitasi medik atau bahkan pembedahan. Diperlukan pemahaman dari

pasien agar penatalaksanaan osteoarthritis dapat lebih baik, menyeluruh, dan pasien

mendapat pilihan terapi yang tepat agar nyeri dan kualitas hidup pasien dapat menjadi

lebih baik. (Ronn, 2011)

Penatalaksanaan OA baiksecaranonfarmakologis dan farmakologis yang

semulahanyaditujukanuntukmengurangi rasa nyeri,

mempertahankanataumeningkatkanfungsigeraksendi,

mengurangiketerbatasanaktivitasfisiksehari-hari,

meningkatkankemandiriandankualitashidup penderita OA.Saatinidiharapkandapat

pula memodifikasiperjalananpenyakitbahkanmungkinmencegahterjadinyaOA

denganpemberiandisease-modifyingdrugs untuk OA (DMOADs).

Hasilterbaikbiladilakukanpendekatanmultidisiplindantatalaksana yang bersifat

multimodal. (Ronn, 2011)

2.2.1 Terapi nonfarmakologis

a. Edukasi

Edukasiataupenjelasankepadapasien penting dilakukan agar

pasiendapatmengetahuisertamemahamitentangpenyakit yang dideritanya,

20
bagaimana agar penyakitnyatidakbertambahsemakinparah, dan agar tetap

dapat beraktivitas sesuai kapasitas dan kemapuan. Pasien juga harus

memahami pilihan terapi yang mungkin dilakukan bila keluhan tidak

membaik.(Rodriguez, 2013)

b. Terapifisikataurehabilitasi

Terapi fisik dan rehabilitasi dilakukan untuk membantu pasien

mengurangi keluhan dan agar pasien tetap dapat beraktivitas.Tapping

direkomendasikan sebagai pilihan terapi fisik. Tapping menggunakan suatu

tape adesif pada lutut. Mekanisme tapping dalam mengurangi nyeri belum

bisa dijelaskan tetapi diduga bahwa tapping membantu memperbaiki

alignment patella dan membantu aktivitas otot di sekitar otot. Modalitas

lainya adalah transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) yang

juga berperang mengurangi nyeri pada pasien.(Islam, 2013)

Latihan fiik bertujuan untuk: (1) memperlambat progesivitas proses

kerusakan di lutut karena latihan akan meningkatkan aliran darah sinovial,

memperbaiki nutrisi tulang rawan, mengurangi edema, dan meningkatkan

kekuatan otot, (2) meningkatkan kondisi umum dan kebugaran penderita,

dan (3) mengurangi disabilitas sekunder yang bisa terjadi karena OA

lutut.(Ronn, 2011)

21
Kelemahan otot quadriceps adalah gangguan yang sering terjadi

pada penderita OA lutut. Oleh karena itu, latihan fisik dilakukan dengan

cara melatih otot quadriceps dan hamstring secara isometris dan isotonik

untuk meningkatkan kekuatannya. Selain latihan penguatan otot, latihan

peregangan juga penting untuk dilakukan. Latihan peregangan atau

stretching ini meliputi latihan pada otot quadriceps, hamstring, iliotibial

band dan tendon achilles. Latihan dilakukan dengan meregangkan selama

20-30 detik untuk setiap kali latihan. Diharapkan dengan peregangan ini

gerakan sendi lutut akan tetap terjaga.(Ronn, 2011)

c.Penurunanberatbadan

Beratbadan yang berlebihmerupakanfaktor yang memperberat OA

lutut.Olehkarenaitu, beratbadanharusdapatdijaga agar

tidakberlebihdandiupayakanuntukmelakukanpenurunanberatbadanapabilab

eratbadanberlebih. Penurunan berat badan dilakukan dengan cara

modifikasi gaya hidup yaitu dengan mengatur dan menjaga asupan harian

serta melakukan olah raga.(Ronn, 2011)

2.2.2 Terapifarmakologis

a. Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS ), inhibitor siklooksigenase-2 (COX-

2), dan asetaminofen

22
Untuk mengurangi rasa nyeri yang timbulpada OA lutut,

penggunaanobat AINS dan Inhibitor COX-2

dinilailebihefektifdaripadapenggunaanasetaminofen.Namunkarena efek

samping AINS lebihtinggidaripadaasetaminofen,

asetaminofentetapmenjadiobatpilihanpertamadalampenanganan rasa

nyeripada OA. Cara lain untukmengurangi efek samping dariobat AINS

adalahdengancaramengombinasikannnyadenganmenggunakan inhibitor

COX-2.(McAlindon, 2014)

b. Chondroprotective agent

Chondroprotective agent adalah obat–obatan

yangdapatmenjagaataumerangsangperbaikandari tulang rawan padapasien

OA.Obat–obatan yangtermasukdalamkelompokiniadalah:tetrasiklin,

asamhialuronat, kondroitinsulfat, glikosaminoglikan, dan vitamin C.

(McAlindon, 2014)

2.2.3Terapipembedahan

Terapiinidiberikanapabilaterapi konservatif tidakberhasiluntukmengurangi

rasa sakitdanjugauntukmelakukankoreksiapabilaterjadideformitassendi yang

menggangguaktivitassehari – hari.

Beberapa jenis terapi pembedahan untuk OA lutut : (Bellemans-Ries, 2005)

23
a. Arthroscopic lavage dan debridement

Secara teoritis, arthroscopy dapat mengurangi gejala nyeri dari OA

lutut dengan cara menghilangkan debris dan sitokin inflamatori yang

menyebabkan sinovitis. Sedangkan debridement dapat menghilangkan

fragmen robekan meniscus dan flap karilago yang lepas. Namun demikian,

efektifitas artrhoscopy dan debridement untuk OA lutut masih

kontroversial. (Bellemans-Ries, 2005)

b. Stimulasi sumsum tulang (Bone marrow stimulating techniques)

Terapi ini mendukung penyembuhan kartilago dengan jalan

melakukan penetrasi lamina subkondral (dengan pengeboran/membuat

mikrofraktur) agar merangsang sel pluripotent untuk melakukan regenerasi

pada kartilago. (Bellemans-Ries, 2005)

c. Transplantasi osteokondral

Dapat dilakukan baik dengan graft autolog atau

allogenic.Keuntungan prosedur ini adalah penggunaan graft tulang-

kartilago yang mengandung kartilago. Namun demikian prosedur ini

memiliki kelemahan antara lain integrasi yang minimal, prosedur yang

sulit, dan keterbatasan graft. (Bellemans-Ries, 2005)

d. Autologous Condrocyte Implantation

Prosedur ini dilakukan dengan 2 tahap, yaitu pemanenan kartilago

dan dilanjutkan dengan kultur. Kemudian tahap selanjutnya yaitu

diimplantasikan ke sendi. (Bellemans-Ries, 2005)

24
Indikasi prosedur-prosedur untuk perbaikan kartilago adalah pada

OA dengan kerusakan kartilago fokal.Prosedur tersebut tidak

diindikasikan pada kerusakan kartilago yang luas. (Bellemans-Ries, 2005)

e. Osteotomi

Osteotomi sekitar lutut adalah terapi untuk OA unikomartemental

dengan deformitas valgus atau varus.Prosedur ini bertujuan untuk

merubah aksis beban tubuh pada ekstremitas bawah, sehingga dapat

mengurangi beban pada sendi yang mengalami kerusakan. Dengan

demikian diharapkan dapat mengurangi nyeri, memperlambat proses

degenerasi, dan menunda penggantian sendi. (Bellemans-Vandenneucker,

2005)

f. Unicompartmental Knee Arthroplasty (UKA)

UKA diindikasikan pada kasus OA lutut di mana hanya 1

kompartemen yang terlibat, dari 3 komparteman yang ada : medial

tibiofemoral, lateral tibiofemoral, atau patellofemoral. Keuntungan UKA

adalah prosedur yang relatif kurang invasif, patella tidak eversi, dan

mekanisme ekstensor tidak rusak. (Bellemans-Vandenneucker, 2005)

g. Total Knee Arthroplasty (TKA) atau Total Knee Replacament (TKR)

Diindikasikan pada OA dengan labih dari satu kompartemen yang

terlibat. Merupakan terapi lini pertama untuk end stage OA.TKA adalah

salah satu prosedur rekonstruktif yang paling rutin dilakukan di bidang

25
orthopedi. Di Amerika Serikat, operasi TKA diperkirakan akan mencapai

angka 1,5 juta operasi per tahun pada tahun 2020. (Bellemans-

Vandenneucker, 2005)

2.3 High Tibial Osteotomy(HTO)

2.3.1 Sejarah HTO

High tibial osteotomy (HTO) pada awalnya diperkenalkan oleh dr.

Langenbeck pada tahun 1854.Teknik operasi tersebut merupakan metode yang efisien

untuk penanganan osteoarthrosis unikondiler. HTO memungkinkan ahli bedah untuk

mengatasi jalan buntu dalam penanganan kasus osteoartrosis unikondiler (Gambar 1)

(Kolb, W. et al., 2012)

HTO bertujuan untuk memindahkan aksis mekanik dari medial ke lateral dari

pertengahan lutut untuk menurunkan beban dan memperlambat kejadian OA. HTO

merupakan pilihan terapi untuk penanganan isolated medial compartement OA pada

genu varus, yang dilaporkan oleh Jackson pada tahun 1958. Prosedur operasi ini tidak

terlalu popular hingga Coventry melaporkan hasil yang memuaskan dari prosedur ini

pada tahun 1973 (Sabzevari, S et al., 2015: Lee, D.C. et al., 2012).Setelah prosedur

HTOditemukan, kejadian osteosklerosis pada kompartemen medial lutut yang

mengalami artritis dapat ditekan dengan signifikan, dan sebagian permukaan sendi

yang mengalami degenerasi dapat tertutup secara sempurna oleh lapisan

fibrokartilago (Kolb, W. et al., 2012).

26
Terdapat dua teknik dasar HTO, yaitu lateral closed wedge dan medial open

wedge. Prosedur osteotomi tibial proksimal bentuk wedge terbuka (open-wedge) yang

dilakukan di sebelah proksimal dari tuberositas tibia awalnya dideskripsikan oleh dr.

Debeyre dan dr. Patte pada tahun 1951. Metode ini memiliki keterbatasan yakni

berupa kebutuhan akan graft tulang (bone graft) dan risiko morbiditas yang muncul di

lokasi donor graft. Oleh karena potensi stabilitas yang diberikan, maka pilihan

osteotomi wedge tertutup(closed wedge)menjadi pilihan utama dalam penanganan

kasus osteoartritis kompartemen tunggal (Kolb, W. et al., 2012, Hao Sun et al.,

2016).

Osteotomi korektif periartikuler menjadi pilihan yang populer sejak

ditemukannya locking compression plate.Metode perencanaan terbaru, sebagaimana

teknik-teknik terbaru untuk prosedur osteotomi tibial proksimal wedge terbuka, dan

fiksator internal yang didesain khusus, telah meningkatkan kualitas hasil secara

signifikan dan membuat tren penanganan terkini menganut metode tersebut. HTO

open wedge terbuka pada sisi medial yang difiksasi dengan plat TomoFix

memberikan stabilitas yang setara dengan teknik “closing-wedge” lateral. Plat

TomoFix merupakan locked plate yang telah dikonturisasi secara anatomis

sebelumnya untuk digunakan pada aspek medial tibia dan diinsersikan kedalam

lapisan subkutan dengan expose tulang yang minimal (Kolb, W. et al., 2012, Lee,

D.C. et al., 2012; Lansdaal, J.R. et al., 2016).

27
2.3.2 Indikasi

Indikasi HTO yaitu untuk koreksi deformitas, merupakan kombinasi

pertimbangan dari segi morfologis, fungsional, dan radiologiskeadaan subjektif

pasien (misalnya terkait kompliansi, ekspektasi, dan faktor-faktor umum seperti

merokok, status vaskuler perifer, status nutrisi, komorbid diabetes, situasi pekerjaan,

dan aktivitas olahraga) dan lamanya proses rehabilitasi. Indikasi primer adalah pasien

yang aktif dengan kisaran usia 40 sampai 60 tahun dan memiliki kelainan ekstremitas

varus tanpa bukti radiologis akan adanya subluksasi, tanpa gejala patellofemoral,

nyeri lutut medial akibat aktifitas, ekstensi lutut penuh, dan jangkauan pergerakan

lutut melebihi 100°. Pasien yang ideal untuk dilakukan HTO biasanya adalah pasien

berusia 60-65 tahun dengan isolated medial OA dengan deformitas varus dan ROM

bebas tanpa instabilitas ligamen (Kolb, W. et al., 2012; Lee, D.C. et al., 2012;

Sabzevari, S et al., 2015).

Namun pada kenyataannya, banyak pasien lain yang akan diuntungkan

dengan osteotomi ini namun terbentur dengan kriteria-kriteria sebagai berikut (Kolb,

W. et al., 2012)

Tabel 2.2. Berbagai kriteria pasien yang ideal dan yang dimungkinkan untuk

menjalani osteotomy tibial proksimal dan kriteria pasien yang tidak cocok untuk

prosedur tersebut, dimodifikasi dari International Society of Arthroscopy, Knee

Surgery and Orthopaedic Sports Medicine (Kolb, W. et al., 2012).

28
Indikasi Absolut Indikasi Relatif Kontraindikasi Absolut
Usia 40-60 tahun Usia >60 tahun atau <40 Lempeng epifisis terbuka
tahun
Kelainan varus tungkai Kelainan varus >15° Arthritis rheumatoid
<15° (kadang osteotomy ganda)
Tanpa gejala Gejala sedang Gejala berat patellofemoral
patellofemoral patellofemoral
Nyeri sendi terkait Nyeri sendi lateral
aktivitas terbatas sisi
medial
Ekstensi penuh Kontraktur fleksi >15° Kontraktur fleksi >25°
ROM >100° ROM >90° ROM <75°
Penutupan jaringan lunak Riwayat infeksi Penyakit inflamatorik
sisi medial
Lutut stabil Insufisiensi ACL, PCL, Insufisiensi mediolateral
atau PLC
Tanpa arthrosis Arthrosis patellofemoral Arthrosis patellofemoral
patellofemoral tingkat II dan III* tingkat IV dan V*
Bukan perokok Perokok dengan jumlah Perokok dengan jumlah
batang <15 per hari batang >15 per hari
BMI <30 BMI 30-40 BMI >40
Aktivitas berat tanpa Ingin melanjutkan Osteoporosis berat
berlari dan melompat berolahraga
Varus tibia metafisis Varus femoral metafisis Deformitas ekstraartikuler
(TBVA+ >5°) dan valgus tibia
Komponen lateral normal, Arthrosis tingkat IV* Gonarthrosis lateral,
arthrosis tingkat I-III* medial arthrosis tingkat V* medial
komponen medial

29
Tanpa meniskektomi Meniskektomi medial Meniskektomi lateral
parsial
Tanpa cupula Osteochondritis dissecans Status vaskuler perifer
buruk (tanpa pulsasi kaki)
Osteonekrosis kondiler Gangguan penyembuhan
tulang
 Ahlback Grading System untuk Arthritis Degeneratif

 + Sudut varus tulang tibia

2.3.3 Evaluasi Pra Operatif

Evaluasi klinis pra operatif sendi lutut dan sendi yang berdekatan adalah

wajib. Pola gait dari pasien, termasuk varus tambahan, harus dinilai. Mobilitas

terbatas dari pinggul, terutama rotasi, mungkin mempengaruhi baik pola gait maupun

beban dinamis.Lutut dengan alignmentvarus disertai rotasi internal membutuhkan

koreksi valgus lebih dari kasus di mana kaki dalam posisi normal. Sebuah analisis

gait pra-operatif harus menjadi bagian dari penilaian pasien rutin sebelum tindakan

operatif (Kolb, W. et al., 2012).

Penilaian radiologis meliputi radiologis lutut standar, keseluruhan panjang

tungkai menggunakan proyeksi AP dalam posisi berdiri, dengan patella menghadap

langsung ke arah anterior, proyeksi lateral, tampilan weightbearing tunnel view

(Rosenberg's view), dan skyline view patella dengan kedua lutut dalam posisi fleksi

30° (lihat Merchant, Tabel 2). Pasien dengan tes stres varus positif, meningkatnya

30
alignment varus saat didorong, peningkatan rotasi eksternal tibia pada fleksi 30°, atau

varus recurvatum selama berdiri atau berjalan harus menerima stres radiografi.Jika

hasil radiografi menunjukkan gambaran positif maka pasien hendaknya menjalani

pemeriksaan lanjut berupa foto polos kedua tungkai dalam proyeksi AP supinasi,

untuk menilai alignment sebenarnya (Kolb, W. et al., 2012: Lee and Byun, 2012).

Penggunaan MRI secara rutin dianjurkan untuk menilai dan menangani kasus

robekan meniscus, lesi kartilago, dan cedera ligament pada pasien dengan

osteoartritis lutut.Edema sumsum tulang pada MRI merupakan faktor risiko yang

kuat untuk terjadinya kerusakan struktural dalam kasus osteoarthritis lutut, dan

hubungannya dengan perkembangan penyakit dijelaskan sebagian oleh hubungannya

dengan keselarasan tungkai.Perencanaan pra-operatif dari osteotomi menggunakan

data MRI tidak dianjurkan, karena tampilan full-length dari tungkai yang tidak

dimungkinkan (Kolb, W. et al., 2012).

Tabel 2.3 Imejing views dan tujuannya pada radiografi standar dan stress radiograf

(Kolb, W. et al., 2012).

Radiografi Standar Tujuan

Full-length double stance AP-


Untuk mengevaluasi keselarasan femorotibial
radiografi

Full-length double supine AP- Untuk mengeliminasi penambahan varus akibat


radiografi defisiensi dari lateral dan struktur PL

31
True lateral view radiografi Mengevaluasi slope tibial posterior

Merchant’s view radiografi Untuk evaluasi sendi patellofemoral

Rosenberg’s view Untuk evaluasi kompartemen lateral dari lutut

Stress radiografi

Lateral stress view menurut Untuk evaluasi translasi aterior dan posterior
metode Telos tibia berkenaan dengan femur

Lateral stress view menurut Untuk evaluasi translasi aterior dan posterior
metode berlutut tibia berkenaan dengan femur

Lateral stress view dengan metode Untuk evaluasi translasi aterior dan posterior
kontraksi hamstring tibia berkenaan dengan femur

Lateral stress view menurut Untuk evaluasi translasi aterior dan posterior
metode gravitasi tibia berkenaan dengan femur

Untuk evaluasi translasi aterior dan posterior


Axial stress view
tibia berkenaan dengan femur

2.3.4 Perencanaan Pra-operatif

Rencana pra-operatif oseteotomi merupakan suatu keharusan. Hasil akan

ditentukan dari pencapaian optimal dan ketepatan derajat koreksi. Sebuah analisis

dari malalignment lutut termasuk dalam 5 (lima) kriteria, yaitu: aksis mekanik

frontal, Garis sendi, Aksis mekanik sagittal, Sendi patellofemoral, Malrotasi(Kolb,

W. et al., 2012).

32
Tes malalignment digunakan untuk kasus-kasus dengan penyimpangan sumbu

mekanik frontal.Sumbu yang normal melewati 10 mm medial dari pusat sendi lutut di

wilayah spina tibialis (mulai dari 3 sampai 17 mm)yang dapat dilihat di tabel

4.Malalignment frontal dapat terjadi akibat adanya kelainan pada femur, deformitas

tibia, laxity dan luksasi sendi lutut, defisiensi kondiler intra-artikular sendi lutut,

berkurangnya ruang sendi akibat lesi meniskus atau tulang rawan, atau kombinasi

hal-hal tersebut.Titik persimpangan sumbu mekanik proksimal dan distal disebut

sebagai pusat rotasi angulasi (CORA). Sumbu koreksi angulasi dan osteotomi harus

melewati CORA yang sama untuk menghindari displacement dari ujung tulang.

Osteotomi harus menjaga joint-line obliquity tetap netral demi mencegah

peningkatkan pergeseran pada permukaan sendi.Kemiringan berlebihan mencegah

pergeseran weight bearing ke kompartemen lateral dan dapat menyebabkan

kambuhnya deformitas varus paska HTO (Kolb, W. et al., 2012)..

Hal yang harus dinilai dalam perencanaan pre operatif antara lain: (Lee and

Byun, 2012)

1. penilaian pasien

penilaian pasien meliputi, umur, pekerjaan, aktivitas, operasi sebelumnya

pada lutut, dan harapan pasien. Pada HTO closing wedge, memiliki

kelebihan yaitu mengurangi risiko non union dibandingkan HTO opening

wedge pada pasien perokok berat. ROM, derajat deformitas, instabilitas

ligament, dan selisih panjang tungkai harus dievaluasi.HTO valgus bias

33
dilakukan pada instabilitas medial yang ringan yang disebabkan oleh bone

loss pada OA kompartemen medial.Keadaan hip joint mempengaruhi

osteoarthritis medial pada lutut ipsilateral. Abduksi hip pada saat berdiri

meningkatkan tekanan pada kompartemen lateral lutut sehingga

meningkatkan keterlibatan hip stabilitator (gluteus maksimus, tensor

fascia lata, bicep femoris) sehingga menyebabkan tekanan yang lebih

tinggi pada lutut lateral. Sehingga kelemahan pada otot abductor,

keterbasan, atau ankilosis pada hip joint seharusnya ditangani duahulu

sebelum HTO

2. Penilaian radiografi

Penilaian radiografi dilakukan dengan melakukan x-ray lutut bilateral

pada kondisi weight bearing AP dalam posisi ekstensi penuh, tunnel views

dilakukan dengan posisi lutut fleksi 30, Rosenberg view dengan posisi

fleksi 45, serta lateral view dan skyline view.Alignment tungkai bawah

dilakukan dengan pemeriksaan radiologis keseluruhan panjang dari

tungkai bawah sehingga dapat dilihat alignment mulai dari hip, lutut,

hingga ankle.

34
Gambar 2.4Diagram alignment tungkai bawah (Lee and Byun, 2012)

3. Penghitungan sudut koreksi

Penghitungan sudut koreksi menggunakan metode yang dideskripsikan

oleh Dugdale et al. dimana garis weightbearing berada pada titik 62,5%

antara kompartemen lateral dan medial dari proksimal tibia, yaitu sedikit

dibagian lateral dari garis tengah, dan 3 sampai 5 derajat valgus dari aksis

mekanik.

35
Gambar 2.5 X-ray lutut dalam posisi berdiri AP digunakan dalam

perencanaan HTO. (A) pada closing wedge garis weightbearing ditentukan

dari pengukuran titik yang berada pada 62,5% dari lebar tibial plateau ke

center femoral head dan ankle. Sudut alpha dibentuk dari perpotongan

garis weightbearing. Wedge bone yang sesuai dengan besarnya sudut

selanjutnya dibuang. (B) pada opening wedge, sudut alpha yang sudah

diukur diletakkan pada sisi yang telah dilakukan osteotomy untuk

membuka proksimal tibia (Lee and Byun, 2012)

36
2.3.5 Tehnik Operasi

Teknik operasi opening wedge HTO

Pada operasi opening wedge HTO dilakukan dengan pasien diposisikan pada

posisi supine pada meja radiolusen dengan penyangga pada bagian lateral.

Lutut dipertahankan pada sudut fleksi 90 °.

Gambar 2.6 Tahapan operasi opening wedge osteotomy. (Lee and Byun,

2012)

37
Tahapan operasi opening wedge osteotomy tampak seperti pada gambar 2.3

dengan tahapan sebagai berikut (Lee and Byun, 2012):

1. sisi medial tibia proksimal dapat dilihat dengan mlakukan insisi

oblique 6 sampai 8 cm di sebelah distal sendi lutut yang memanjang

dari aspek medial tuberositas tibialis ke perbatasan posterior tibial

plateau.Ligamen kolateral medial superfisial dimobilisasi dan

dibebaskan(Kolb, W. et al., 2012).

2. Sendi lutut kemudian diekstensikan, dan dua Kirschner-wire

berukuran 2,5-mm digunakan untuk menandai osteotomi secara oblik

dari proksimal ke pes anserinus. Guide wire diletakkan 3,5 sampai 4

cm dibawah joint line medial hingga 1 cm dibawah batas articular

lateral dari tibia. K-wire tersebut kemudian diekstensikan ke puncak

fibula. (gambar A)

3. Osteotomy korteks menggunakan oscillating saw inferior dari guide

wire.Kemudian dilakukan osteotomy bentuk V, dengan posisi lutut

yang difleksikan kembali. Osteotomi oblik dilakukan pada dua-

pertiga posterior dari tibia, dimana kita menyisakan 10-mm jembatan

sisi lateral tulang tetap utuh. Agar dapat mencegah Peningkatan

lengkungan pada poterior dari tibia yang tidak diinginkan, diperlukan

perhatian khusus pada saat menentukan lokasi korteks yang utuh

terhadap sisi lateral (bukan posterolateral) dari tibia . Osteotomi kedua

38
dimulai pada sepertiga anterior dari tibia pada sudut 135 ° , dimana

kita membiarkan tuberositas tibialis untuk tetap utuh (osteotomy

tuberositas- proksimal, atau PTO (gambar B)

4. Setelah osteotomy selesai, medial tibia dibuka dengan menggunakan

wedge. Pembukaan osteotomi oblik dilakukan secara bertahap dengan

menggunakan tiga susun osteotom dan wedge spreader yang telah

dikalibrasi. Kesejajarannya kemudian diverifikasi dengan

menggunakan metode kabel atau, alternatifnya, rigid atau axis-board.

Axis-board merupakan pilihan yang mudah dan nyaman untuk

evaluasi intraoperatif dari axis mekanik. Namun,untuk koreksi yang

lebih kompleks, penggunaan sistem navigasi masih dianjurkan

(gambar C)

5. Dengan menggunakan fluoroscopy, alignment coronal dinilai

menggunakan rod melewati center dari femoral head (gambar D)

6. Posisi titik dari weight bearing ditentukan yaitu pada jarak 62,5% dari

lebar tibial plateau (gambar E)

7. Melewati center dari ankle (gambar F)

8. Dilakukan fiksasi dengan menggunakan plate

2.3.6 Perawatan Paska Operasi

Dimulai sejak hari pertama paskaoperasi, pasien dibatasi secara bertahap

untuk menahan beban (15-20 Kg) selama 6 minggu hingga pasien mampu untuk

39
menahan beban secara sempurna. Pasien mulai menahan beban secara sempurna

berdasarkan nyeri yang dirasakan (Kolb, W. et al., 2012).

2.3.7 Komplikasi

Komplikasi yang umum terjadi pasca operasi HTO antara lain fraktur dari

korteks lateral dan medial tibia, fraktur intraartikuler dimana dapat mengganggu

stabilitas dan kesembuhan dari sisi osteotomy, dan kondisi dari permukaan sendi.

Insidensi non union pasca HTO terutama didapatkan pada pasien dengan derajat

koreksi yang besar, perokok, dan pada kondisi dengan fiksasi yang tidak adekuat.

Berikut adalah komolikasi yang dapat terjadi pada HTO seperti yang disebutkan pada

tabel 3 dan 4 di bawah (Kolb, W. et al., 2012):

Tabel 2.4. Komplikasi (dan insidensinya) dari osteotomi closed-wedge high tibial

(Kolb, W. et al., 2012).

Infeksi 0.8-10.4%

Penyakit Tromboemboli 2-5%

Sindroma Kompartemen Rare

Fraktur korteks medial 82%

Fraktur Intra-artikuler 0-20%

40
Non-union 1-5%

Delayed Union 4-8.5%

Palsy nervus peroneal 0-27%

Tabel 2.5. Perbedaan pada komplikasi antara osteotomi high tibial yang open maupun

closed-wedged (Kolb, W. et al., 2012).

- Tidak ada perbedaan pada tingkat kejadian infeksi, trombosis vena profundus,

palsy nervus peroneal, non-union ataupun revisi terhadap arthroplasty sendi

lutut (p>0.05)

- Rerata koreksi sudut dan lengkungan posterior tibia yang secara signifikan

lebih besar serta penurunan panjang patella dan sudut antara sendi pinggul dan

sendi lutut setelah HTO open-wedge (p<0.05)

- Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan pada seluruh hasil akhir,

termasuk nyeri, skor fungsional atau komplikasi (p>0.05)

2.3.8 Hasil Akhir Operasi

Penilaian hasil atau outcome scoring penting untuk mengevaluasi secara

akurat dan objektif prosedur Opening wedge HTO yang dilakukan. Dalam dua

41
dekade terakhir ini terdapat perubahan paradigma dalam menentukan keberhasilan

Opening wedge HTO. Bila sebelumnya untuk menilai keberhasilan suatu Opening

wedge HTO hanya dinilai dari pemeriksaan fisik dan radiologis, saat ini penilaian

lebih menitikberatkan pada keluhan pasien sehingga penilaian yang dilakukan harus

melibatkan pasien.Alat yang digunakan berupa daftar pertanyaan atau kuesioner.Oleh

karena itu, saat ini terdapat dua macam kuesioner untuk menilai yaitu yang dilakukan

atau diisi oleh ahli bedah yang memeriksa (observer-administered) dan yang

dilakukan atau diisi oleh pasien (patient-administered). (Shetty, 2008)

Terdapat banyak macam metode skoring yang ada untuk menilai hasil dari

Opening wedge HTO. Studi pada beberapa literatur menunjukkan bahwa beberapa

metode penilaian memiliki reliabilitas dan validitas yang memuaskan.

1. Knee Injury and Osteoarthritis Outcome Score (KOOS)

KOOS adalah slah satu penilaian yang paling sering dilakukan untuk

mengevaluasi terapi pada OA lutut. KOOS adalah skoring yang bersifat

patient-administered. Ada lima domain pada KOOS yaitu: (1) nyeri, (2)

keluhan bengkak, grinding, clicking, dan restriksi gerak, (3) kemampuan

dalam melakukan aktivitas sehari-hari, (4) kemampuan dalam melakukan

olahraga dan kegiatan rekreasional, dan (5) kualitas hidup pasien berkaitan

dengan keluhan pasien. Semua pertanyaan akan dinilai dalam skala 0 – 4.

Kelima domain dinilai secara tersendiri baru kemudian dijumlahkan menjadi

skor total 0 sampai 100 dimana “0” adalah paling buruk dan “100” adalah

42
paling baik. Menurut Collins et al yang melakukan studi perbandingan pada

berbagai sistem skoring, KOOS dinilai memenuhi kriteria untuk digunakan

sebagai alat penilaian baik untuk kepentingan klinis maupun penelitian.

(Collins, 2011)

2. American Knee Society Score (AKSS / KSS)

Diperkenalkan tahun 1989, kuesioner ini bersifat oberver-administered yang

berisi dua komponen yaitu yang pertama adalah penilaian lutut secara klinis

dan yang kedua adalah penilaian fungsional dilihat dari performa pasien

keseluruhan. Tujuan pembagian kedua kompnen adalah untuk membuat

penilaian klinis lutut lebih independen dan tidak terpengaruh oleh penilaian

fungsional yang bisa berubah karena komorbiditas dan usia yang makin

lanjut. Penilaian klinis lutut dilakukan melalui pemeriksaan fisik yang

meliputi: nyeri, stabilitas, dan gerakan sendi. Penilaian fungsional

mengevaluasi kemampuan pasien dalam berjalan serta menaiki dan menuruni

tangga. Studi penilaian AKSS pada tahun 2012 oleh Martimbianco et al

menunjukkan bahwa AKSS adalah alat yang berguna dan reliable untuk

menilai individual dengan OA lutut yang sudah menjalani Opening wedge

HTO.

3. Modified Hospital for Special Surgery Knee Scoring (HSS)

Diperkenalkan pertama kali oleh Dr. Insall pada tahun 1993, skor ini meliputi

penilaian objektif berdasarkan parameter klinis dan fungsional.Terdiri dari

maksimal 100 poin yang menandakan fungsi maksimal dari lutut.

43

Anda mungkin juga menyukai