TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Osteoartritis (OA) lutut adalah gangguan pada sendi lutut yang ditandai oleh
perubahan patologis pada struktur di dalam sendi lutut yang terjadi secara progresif.
Perubahan patologis tersebut antara lain perlunakan dan degradasi dari kartilago
disertai dengan pembentukan kartilago dan tulang baru (osteofit), pembentukan kista
dan skeloris pada tulang subkondral, sinovitis dan fibrosis kapsular. (Hafiez, 2014)
secara radiologis saat ini dianggap sebagai definisi yang standar.Metode paling umum
derajat yang lebih berat ditemukan adanya penyempitan celah sendi, sklerosis,
2.1.2 Epidemiologi
6
radiologis pada usia di atas 45 tahun adalah 19,2%. Survei dari National Health and
usia lebih dari 60 tahun menderita OA. Data dari World Health Organization (WHO)
menunjukkan bahwa terdapat 37,4% penduduk dunia berusia lebih dari 70 tahun yang
OA lutut lebih banyak diderita oleh wanita. Suatu survey di Amerika Serikat
menunjukkan penderita wanita lebih banyak daripada pria yaitu 13% berbanding
10%. Hal yang serupa ditunjukkan oleh populasi studi Mesir dimana penderita wanita
(11,4%) lebih banyak daripada pria (6,8%).Proporsi penderita OA lutut dari populasi
OA lutut.Suatu studi pada 3.018 orang kulit hitam di Amerika Serikat menunjukkan
bahwa prevalensi OA lutut lebih tinggi pada orang kulit hitam dibandingkan orang
kaukasia.(Hafiez, 2014)
7
Gambar 2.1 Insiden OA berdasarkan regio, jenis kelamin, dan kelompok umur.
dan sekitar sendi.Perubahan struktur yang paling dominan adalah hilangnya tulang
rawan dan munculnya osteofit.Perubahan ini dengan mudah dapat dikenali secara
banyak osteofit yang terbentuk. Penyempitan sendi yang tampak pada radiologis
8
Pada tahap awal, tulang subkondral akan mengalami sklerosis. Proses yang
melibatkan mikro fraktur ini diyakini sebagai faktor patogenesis dari degenerasi
tulang rawan. Selain perubahan patologis dari “hard tissue” ini, perubahan pada soft
tissue articular dan periarticular juga terjadi, yaitu hiperplasia sinovium dan efusi
2.1.4 Patofisiologi
perbaikan tulang rawan. Proses ini dapat disebabkan oleh jejas mekanis atau
biomekanis. Perubahan yang pertama kali terjadi dimulai di tulang rawan dimana
kolagen fibril. Penurunan kandungan proteoglikan dan kerusakan kolagen fibril akan
ekstraselular. Tulang rawan yang mulai mengalami perubahan ini akan mulai
mengalami penebalan (skelorsis) sebagai respon terhadap proses formasi dan resorbsi
tulang subkondral akibat dari beban repetitif yang diterima oleh tulang rawan dan
9
Pada akhirnya, konsentrasi proteoglikan akan semakin menurun dan
kondrosit untuk melakukan perbaikan. Proses ini lama kelamaan akan menyebabkan
kerusakan yang lebih lanjut dari tulang rawan dan menyebabkan cartilage break
down. Diduga, debris dari cartilage break down ini akan memicu proses inflamasi
pada sinovium di dalam sendi. Proses inflamasi iniakan meluas hingga struktur di
pasti tetapi terdapat bukti faktor-faktor resiko untuk terjadiya OA lutut seperti usia,
obesitas, riwayat trauma, dan beban yang berlebihan. Faktor resiko ini bisa dibagi
1. Usia
populasi baik pada wanita maupun pria. Peningkatan prevalensi dan insidensi
OA pada usia lebih tua diperkirakan akibat dari akumulasi dari paparan
10
terhadap berbagai faktor resiko dan perubahan biologis yang terjadi pada
faktor hormonal turut berperan dalam timbulnya OA.Namun, saat ini belum
didapatkan hasil studi yang jelas mengenai peran dari hormon ini. Suatu studi
tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan atas prevalensi nyeri lutut yang
terjadi antara mereka yang mendapat estrogen dan progestin dengan mereka
ras asia timur lebih tinggi daripada ras kaukasia. Studi dari Johnston County
11
4. Nutrisi
ng/ml memiliki resiko tiga kali lipat untuk terjadi OA lutut yang progresif.
Asupan vitamin C juga berperan dalam progresivitas OA lutut tetapi tidak ada
1. Obesitas
50%. Studi yang sama juga menunjukkan bahwa penurunan berat badan juga
lutut.(Rodriguez, 2013)
12
meningkatkan resiko terjadinya OA lutut. Pada Framingham Study diketahui
lutut.(Ganvir, 2013)
obesitas.Di samping itu, aktivitas fisik yang tinggi berperan dalam timbulnya
OA lutut. Pada orang tua yang memiliki aktivitas tinggi seperti berlari
(jogging) memiliki resiko tiga kali lebih besar untuk menderita OA lutut
berkebun.(Petersson, 1997)
lutut simtomatik. Alignment lutut juga berperan dalam distribusi beban pada
13
pada lutut. Sharma et al menunjukkan bahwa alignment yang abnormal
varus memiliki resiko empat kali lebih besar untuk terjadi OA lutut pada
normal.(Ganvir, 2013)
Pada inspeksi saat pemeriksaan, hal yang mudah diamati adalah cara
karena nyeri yang dirasakan pasien. Cara berjalan pasien juga akan
Pada inspeksi juga bisa didapatkan deformitas lutut baik varus atau valgus.
Atrofi dari otot quadricep juga didapatkan pada OA lutut yang sudah
lama.(Ganvir,2013)
14
Pada palpasi, nyeri tekan (tenderness) bisa ditemukan pada lutut.Nyeri
tekan pada garis sendi mengindikasikan sumber nyeri yang berasal dari
intrakapsular sedangkan nyeri tekan di luar garis sendi biasanya akibat dari
motion) gerakan fleksi dan ekstensi.Penurunan ini bisa diukur secara objektif
15
2.1.6.3 Pemeriksaaan Radiologis
Foto polos x-ray adalah pemeriksaan rutin dan yang utama pada
mudah dilakukan.Foto polos yang rutin dilakukan adalah foto lutut pada
1997)
karena suatu respon kompensasi tubuh untuk redistribusi beban pada lutut.
(Petersson, 1997)
16
Gambar 2.2 Foro radiologis normal lutut pada posisi AP, lateral dan
atau ligamen. Kerusakan yang bisa didapatkan pada MRI antara lain robekan
17
gambaran radiologis. Hal yang menjadi patokan menurut Kellgren dan Lawrence
subkondral
tepi tulang
18
sendi yang jelas, sklerosis ringan, dan mungkin
yang jelas
Lawrence, 1957)
19
2.2 Tatalaksana OA Lutut
semata. Pengobatan OA lutut juga membutuh kan edukasi dan modifikasi gaya hidup,
pasien agar penatalaksanaan osteoarthritis dapat lebih baik, menyeluruh, dan pasien
mendapat pilihan terapi yang tepat agar nyeri dan kualitas hidup pasien dapat menjadi
mempertahankanataumeningkatkanfungsigeraksendi,
mengurangiketerbatasanaktivitasfisiksehari-hari,
pula memodifikasiperjalananpenyakitbahkanmungkinmencegahterjadinyaOA
a. Edukasi
20
bagaimana agar penyakitnyatidakbertambahsemakinparah, dan agar tetap
membaik.(Rodriguez, 2013)
b. Terapifisikataurehabilitasi
tape adesif pada lutut. Mekanisme tapping dalam mengurangi nyeri belum
lutut.(Ronn, 2011)
21
Kelemahan otot quadriceps adalah gangguan yang sering terjadi
pada penderita OA lutut. Oleh karena itu, latihan fisik dilakukan dengan
cara melatih otot quadriceps dan hamstring secara isometris dan isotonik
20-30 detik untuk setiap kali latihan. Diharapkan dengan peregangan ini
c.Penurunanberatbadan
tidakberlebihdandiupayakanuntukmelakukanpenurunanberatbadanapabilab
modifikasi gaya hidup yaitu dengan mengatur dan menjaga asupan harian
2.2.2 Terapifarmakologis
22
Untuk mengurangi rasa nyeri yang timbulpada OA lutut,
dinilailebihefektifdaripadapenggunaanasetaminofen.Namunkarena efek
asetaminofentetapmenjadiobatpilihanpertamadalampenanganan rasa
adalahdengancaramengombinasikannnyadenganmenggunakan inhibitor
COX-2.(McAlindon, 2014)
b. Chondroprotective agent
OA.Obat–obatan yangtermasukdalamkelompokiniadalah:tetrasiklin,
(McAlindon, 2014)
2.2.3Terapipembedahan
menggangguaktivitassehari – hari.
23
a. Arthroscopic lavage dan debridement
fragmen robekan meniscus dan flap karilago yang lepas. Namun demikian,
c. Transplantasi osteokondral
24
Indikasi prosedur-prosedur untuk perbaikan kartilago adalah pada
e. Osteotomi
2005)
adalah prosedur yang relatif kurang invasif, patella tidak eversi, dan
terlibat. Merupakan terapi lini pertama untuk end stage OA.TKA adalah
25
orthopedi. Di Amerika Serikat, operasi TKA diperkirakan akan mencapai
angka 1,5 juta operasi per tahun pada tahun 2020. (Bellemans-
Vandenneucker, 2005)
Langenbeck pada tahun 1854.Teknik operasi tersebut merupakan metode yang efisien
HTO bertujuan untuk memindahkan aksis mekanik dari medial ke lateral dari
pertengahan lutut untuk menurunkan beban dan memperlambat kejadian OA. HTO
genu varus, yang dilaporkan oleh Jackson pada tahun 1958. Prosedur operasi ini tidak
terlalu popular hingga Coventry melaporkan hasil yang memuaskan dari prosedur ini
pada tahun 1973 (Sabzevari, S et al., 2015: Lee, D.C. et al., 2012).Setelah prosedur
mengalami artritis dapat ditekan dengan signifikan, dan sebagian permukaan sendi
26
Terdapat dua teknik dasar HTO, yaitu lateral closed wedge dan medial open
wedge. Prosedur osteotomi tibial proksimal bentuk wedge terbuka (open-wedge) yang
dilakukan di sebelah proksimal dari tuberositas tibia awalnya dideskripsikan oleh dr.
Debeyre dan dr. Patte pada tahun 1951. Metode ini memiliki keterbatasan yakni
berupa kebutuhan akan graft tulang (bone graft) dan risiko morbiditas yang muncul di
lokasi donor graft. Oleh karena potensi stabilitas yang diberikan, maka pilihan
kasus osteoartritis kompartemen tunggal (Kolb, W. et al., 2012, Hao Sun et al.,
2016).
teknik-teknik terbaru untuk prosedur osteotomi tibial proksimal wedge terbuka, dan
fiksator internal yang didesain khusus, telah meningkatkan kualitas hasil secara
signifikan dan membuat tren penanganan terkini menganut metode tersebut. HTO
open wedge terbuka pada sisi medial yang difiksasi dengan plat TomoFix
sebelumnya untuk digunakan pada aspek medial tibia dan diinsersikan kedalam
lapisan subkutan dengan expose tulang yang minimal (Kolb, W. et al., 2012, Lee,
27
2.3.2 Indikasi
merokok, status vaskuler perifer, status nutrisi, komorbid diabetes, situasi pekerjaan,
dan aktivitas olahraga) dan lamanya proses rehabilitasi. Indikasi primer adalah pasien
yang aktif dengan kisaran usia 40 sampai 60 tahun dan memiliki kelainan ekstremitas
varus tanpa bukti radiologis akan adanya subluksasi, tanpa gejala patellofemoral,
nyeri lutut medial akibat aktifitas, ekstensi lutut penuh, dan jangkauan pergerakan
lutut melebihi 100°. Pasien yang ideal untuk dilakukan HTO biasanya adalah pasien
berusia 60-65 tahun dengan isolated medial OA dengan deformitas varus dan ROM
bebas tanpa instabilitas ligamen (Kolb, W. et al., 2012; Lee, D.C. et al., 2012;
dengan osteotomi ini namun terbentur dengan kriteria-kriteria sebagai berikut (Kolb,
W. et al., 2012)
Tabel 2.2. Berbagai kriteria pasien yang ideal dan yang dimungkinkan untuk
menjalani osteotomy tibial proksimal dan kriteria pasien yang tidak cocok untuk
28
Indikasi Absolut Indikasi Relatif Kontraindikasi Absolut
Usia 40-60 tahun Usia >60 tahun atau <40 Lempeng epifisis terbuka
tahun
Kelainan varus tungkai Kelainan varus >15° Arthritis rheumatoid
<15° (kadang osteotomy ganda)
Tanpa gejala Gejala sedang Gejala berat patellofemoral
patellofemoral patellofemoral
Nyeri sendi terkait Nyeri sendi lateral
aktivitas terbatas sisi
medial
Ekstensi penuh Kontraktur fleksi >15° Kontraktur fleksi >25°
ROM >100° ROM >90° ROM <75°
Penutupan jaringan lunak Riwayat infeksi Penyakit inflamatorik
sisi medial
Lutut stabil Insufisiensi ACL, PCL, Insufisiensi mediolateral
atau PLC
Tanpa arthrosis Arthrosis patellofemoral Arthrosis patellofemoral
patellofemoral tingkat II dan III* tingkat IV dan V*
Bukan perokok Perokok dengan jumlah Perokok dengan jumlah
batang <15 per hari batang >15 per hari
BMI <30 BMI 30-40 BMI >40
Aktivitas berat tanpa Ingin melanjutkan Osteoporosis berat
berlari dan melompat berolahraga
Varus tibia metafisis Varus femoral metafisis Deformitas ekstraartikuler
(TBVA+ >5°) dan valgus tibia
Komponen lateral normal, Arthrosis tingkat IV* Gonarthrosis lateral,
arthrosis tingkat I-III* medial arthrosis tingkat V* medial
komponen medial
29
Tanpa meniskektomi Meniskektomi medial Meniskektomi lateral
parsial
Tanpa cupula Osteochondritis dissecans Status vaskuler perifer
buruk (tanpa pulsasi kaki)
Osteonekrosis kondiler Gangguan penyembuhan
tulang
Ahlback Grading System untuk Arthritis Degeneratif
Evaluasi klinis pra operatif sendi lutut dan sendi yang berdekatan adalah
wajib. Pola gait dari pasien, termasuk varus tambahan, harus dinilai. Mobilitas
terbatas dari pinggul, terutama rotasi, mungkin mempengaruhi baik pola gait maupun
koreksi valgus lebih dari kasus di mana kaki dalam posisi normal. Sebuah analisis
gait pra-operatif harus menjadi bagian dari penilaian pasien rutin sebelum tindakan
(Rosenberg's view), dan skyline view patella dengan kedua lutut dalam posisi fleksi
30° (lihat Merchant, Tabel 2). Pasien dengan tes stres varus positif, meningkatnya
30
alignment varus saat didorong, peningkatan rotasi eksternal tibia pada fleksi 30°, atau
varus recurvatum selama berdiri atau berjalan harus menerima stres radiografi.Jika
pemeriksaan lanjut berupa foto polos kedua tungkai dalam proyeksi AP supinasi,
untuk menilai alignment sebenarnya (Kolb, W. et al., 2012: Lee and Byun, 2012).
Penggunaan MRI secara rutin dianjurkan untuk menilai dan menangani kasus
robekan meniscus, lesi kartilago, dan cedera ligament pada pasien dengan
osteoartritis lutut.Edema sumsum tulang pada MRI merupakan faktor risiko yang
kuat untuk terjadinya kerusakan struktural dalam kasus osteoarthritis lutut, dan
data MRI tidak dianjurkan, karena tampilan full-length dari tungkai yang tidak
Tabel 2.3 Imejing views dan tujuannya pada radiografi standar dan stress radiograf
31
True lateral view radiografi Mengevaluasi slope tibial posterior
Stress radiografi
Lateral stress view menurut Untuk evaluasi translasi aterior dan posterior
metode Telos tibia berkenaan dengan femur
Lateral stress view menurut Untuk evaluasi translasi aterior dan posterior
metode berlutut tibia berkenaan dengan femur
Lateral stress view dengan metode Untuk evaluasi translasi aterior dan posterior
kontraksi hamstring tibia berkenaan dengan femur
Lateral stress view menurut Untuk evaluasi translasi aterior dan posterior
metode gravitasi tibia berkenaan dengan femur
ditentukan dari pencapaian optimal dan ketepatan derajat koreksi. Sebuah analisis
dari malalignment lutut termasuk dalam 5 (lima) kriteria, yaitu: aksis mekanik
W. et al., 2012).
32
Tes malalignment digunakan untuk kasus-kasus dengan penyimpangan sumbu
mekanik frontal.Sumbu yang normal melewati 10 mm medial dari pusat sendi lutut di
wilayah spina tibialis (mulai dari 3 sampai 17 mm)yang dapat dilihat di tabel
4.Malalignment frontal dapat terjadi akibat adanya kelainan pada femur, deformitas
tibia, laxity dan luksasi sendi lutut, defisiensi kondiler intra-artikular sendi lutut,
berkurangnya ruang sendi akibat lesi meniskus atau tulang rawan, atau kombinasi
sebagai pusat rotasi angulasi (CORA). Sumbu koreksi angulasi dan osteotomi harus
melewati CORA yang sama untuk menghindari displacement dari ujung tulang.
Hal yang harus dinilai dalam perencanaan pre operatif antara lain: (Lee and
Byun, 2012)
1. penilaian pasien
pada lutut, dan harapan pasien. Pada HTO closing wedge, memiliki
33
dilakukan pada instabilitas medial yang ringan yang disebabkan oleh bone
osteoarthritis medial pada lutut ipsilateral. Abduksi hip pada saat berdiri
sebelum HTO
2. Penilaian radiografi
pada kondisi weight bearing AP dalam posisi ekstensi penuh, tunnel views
dilakukan dengan posisi lutut fleksi 30, Rosenberg view dengan posisi
fleksi 45, serta lateral view dan skyline view.Alignment tungkai bawah
tungkai bawah sehingga dapat dilihat alignment mulai dari hip, lutut,
hingga ankle.
34
Gambar 2.4Diagram alignment tungkai bawah (Lee and Byun, 2012)
oleh Dugdale et al. dimana garis weightbearing berada pada titik 62,5%
antara kompartemen lateral dan medial dari proksimal tibia, yaitu sedikit
dibagian lateral dari garis tengah, dan 3 sampai 5 derajat valgus dari aksis
mekanik.
35
Gambar 2.5 X-ray lutut dalam posisi berdiri AP digunakan dalam
dari pengukuran titik yang berada pada 62,5% dari lebar tibial plateau ke
center femoral head dan ankle. Sudut alpha dibentuk dari perpotongan
selanjutnya dibuang. (B) pada opening wedge, sudut alpha yang sudah
36
2.3.5 Tehnik Operasi
Pada operasi opening wedge HTO dilakukan dengan pasien diposisikan pada
posisi supine pada meja radiolusen dengan penyangga pada bagian lateral.
Gambar 2.6 Tahapan operasi opening wedge osteotomy. (Lee and Byun,
2012)
37
Tahapan operasi opening wedge osteotomy tampak seperti pada gambar 2.3
fibula. (gambar A)
38
dimulai pada sepertiga anterior dari tibia pada sudut 135 ° , dimana
(gambar C)
6. Posisi titik dari weight bearing ditentukan yaitu pada jarak 62,5% dari
untuk menahan beban (15-20 Kg) selama 6 minggu hingga pasien mampu untuk
39
menahan beban secara sempurna. Pasien mulai menahan beban secara sempurna
2.3.7 Komplikasi
Komplikasi yang umum terjadi pasca operasi HTO antara lain fraktur dari
korteks lateral dan medial tibia, fraktur intraartikuler dimana dapat mengganggu
stabilitas dan kesembuhan dari sisi osteotomy, dan kondisi dari permukaan sendi.
Insidensi non union pasca HTO terutama didapatkan pada pasien dengan derajat
koreksi yang besar, perokok, dan pada kondisi dengan fiksasi yang tidak adekuat.
Berikut adalah komolikasi yang dapat terjadi pada HTO seperti yang disebutkan pada
Tabel 2.4. Komplikasi (dan insidensinya) dari osteotomi closed-wedge high tibial
Infeksi 0.8-10.4%
40
Non-union 1-5%
Tabel 2.5. Perbedaan pada komplikasi antara osteotomi high tibial yang open maupun
- Tidak ada perbedaan pada tingkat kejadian infeksi, trombosis vena profundus,
lutut (p>0.05)
- Rerata koreksi sudut dan lengkungan posterior tibia yang secara signifikan
lebih besar serta penurunan panjang patella dan sudut antara sendi pinggul dan
- Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan pada seluruh hasil akhir,
akurat dan objektif prosedur Opening wedge HTO yang dilakukan. Dalam dua
41
dekade terakhir ini terdapat perubahan paradigma dalam menentukan keberhasilan
Opening wedge HTO. Bila sebelumnya untuk menilai keberhasilan suatu Opening
wedge HTO hanya dinilai dari pemeriksaan fisik dan radiologis, saat ini penilaian
lebih menitikberatkan pada keluhan pasien sehingga penilaian yang dilakukan harus
karena itu, saat ini terdapat dua macam kuesioner untuk menilai yaitu yang dilakukan
atau diisi oleh ahli bedah yang memeriksa (observer-administered) dan yang
Terdapat banyak macam metode skoring yang ada untuk menilai hasil dari
Opening wedge HTO. Studi pada beberapa literatur menunjukkan bahwa beberapa
KOOS adalah slah satu penilaian yang paling sering dilakukan untuk
patient-administered. Ada lima domain pada KOOS yaitu: (1) nyeri, (2)
olahraga dan kegiatan rekreasional, dan (5) kualitas hidup pasien berkaitan
skor total 0 sampai 100 dimana “0” adalah paling buruk dan “100” adalah
42
paling baik. Menurut Collins et al yang melakukan studi perbandingan pada
(Collins, 2011)
berisi dua komponen yaitu yang pertama adalah penilaian lutut secara klinis
dan yang kedua adalah penilaian fungsional dilihat dari performa pasien
penilaian klinis lutut lebih independen dan tidak terpengaruh oleh penilaian
fungsional yang bisa berubah karena komorbiditas dan usia yang makin
menunjukkan bahwa AKSS adalah alat yang berguna dan reliable untuk
HTO.
Diperkenalkan pertama kali oleh Dr. Insall pada tahun 1993, skor ini meliputi
43