Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Ulkus mole termasuk golongan penyakit yang di tularkan melalui hubungan seksual,
ditetapkan sesuai dengan postulat KOCH setelah kuman ditemukan oleh DUCREY pada
tahun1889. Penyakit ini lebih banyak terdapat pada daerah-daerah dengan tingkat sosial
ekonomi rendah. Karena kurangnya fasilitas diagnostik, sering terjadi salah diagnosis secara
klinis sebagai sifilis stadium pertama. CHAPEL ddk. (1997) hanya dapat
menemukan H.ducreyi pada sepertiga jumlah khusus yang secara klinis dibuat diagnosis
sebagai ulkus mole.1

Penyakit ini bersifat endemik dan tersebar didaerah tropik dan subtropik, terutama
dikota dan pelabuhan. Perbaikan tingkat ekonomi mempengaruhi berkurangnya frekuensi
penyakit ini di negara-negara yang lebih maju. Selain penularan melalui hubungan seksual,
secara kebetulan juga dapat mengenai jari dokter atau perawat.1

Frekuensi pada wanita dilaporkan lebih rendah, mungkin karena kesukaran membuat
diagnosis. Penyakit ini lebih banyak mengenai golongan kulit berwarna. Beberapa faktor
rmenunjukan bahwa terdapat pembawa kuman (carrier) basil ducrey, tanpa gejala klinis
,biasanya wanita tuna susila. Ulkus Mole lebih banyak didiagnosis pada laki-laki
dengan perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan adalah antara 3:1
sampai 25:1 atau lebih tinggi. Laki-laki yang tidak disirkumsisi memiliki resiko
2 kali lebih tinggi dari pada laki-laki yang disirkumsisi.1

Di Amerika Serikat, insidennya mengalami penurunan antara tahun


1950-1978. Namun pada tahun 1985 dilaporkan insidennya bertambah
mengalami 2000 kasus dan menjadi 3418 kasus pada tahun 1986. Pada tahun
1987 dan 1990 berturut-turut dilaporkan 5035 dan 4200 kasus. Jumlah kasus
kemudian menuru sejak saat itu dan menjadi stabil, dimana dilaporkan ada
sekitar 733 kasus pada tahun 1994.1

27
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Ulkus mole (ulcus molle) merupakan penyakit ulseratif akut, biasanya


terjadi di genitalia. Penyakit ini sering dihubungkan dengan adenitis ingunal
atau bubo, yang disebabkan oleh infeksi Haemophilu ducreyi, basil gram
negatif yang juga bersifat anaerob fakultatif, yang membutuhkan hemin (faktor
X) untuk pertumbuhannya.2

2.2. ETIOLOGI

Chancroid atau ulkus mole disebabkan oleh H.ducreyi yang merupakan


basil gram negatif, bersifat fakultatif anaerobik yang membutuhkan hemin
(faktor X) untuk pertumbuhannya. Basil ini juga dapat mereduksi nitrat menjadi
nitrit dan mengandung 0,38 mol DNA guanosin plus cytosine. Organisme kecil
ini, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan memperlihatkan rantai
streptobasilaris yang khas pada pewarnaan gram, terutama pada kultur.3

Haemophilus ducreyi dapat dibedakan dari beberapa strain Haemophilus


lainnya melalui beberapa faktor biokimia. Ciri khas genus ini adalah mereduksi
nitrat menjadi nitrit. Haemophilus ducreyi tidak membutuhkan faktor
Nikotinamide Adenin Dinucleotide (NAD, faktor V) untuk mencerna hemin dan
tidak menghasilkan H2S, katalase dan indole. H.ducreyi juga membutuhkan zat
besi (iron) yang didapat dari intraseluler dengan cara menginvasi atau merusak
sel tersebut.3

28
Gambar : Haemophilus Ducreyi

2.3. EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini dapat dijumpai di seluruh dunia, terutama di daerah trois


dan subtropics. Di Amerika Serikat, insidennya mengalami penurunan antara
tahun 1950-1978. Namun pada tahun 1985 dilaporkan insidennya bertambah
menjadi 2000 kasus dan menjadi 3418 kasus pada tahun 1986. Pada tahun 1987
dan 1990 berturut-turut dilaporkan 5035 dan 4200 kasus. Jumlah kasus
kemudian menurun sejak saat itu dan menjadi stabil, dimana dilaporkan ada
sekitar 733 kasus pada tahun 1994.4

Ulkus mole lebih banyak di diagnosis pada laki-laki dengan


perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan adalah antara 3:1 sampai
25:1 atau lebih tinggi. Laki-laki yang tidak di sirkumsisi memiliki resiko 2 kali
lebih tinggi daripada laki-laki yang di sirkumsisi.4

Prevalensi ulkus mole tinggi pada kelompok social ekonomi rendah


terutama pekerja seks, dan tampaknya pekerja seks menjadi reservoir pada
semua laporan epidemik penyakit ini. Diantara pekerja seks komersial kelas
bawah, prevalensi ulkus genital antara 5-35% dan H.ducreyi dapat dikultur dari
kira-kira 50% dari ulkus tersebut.4

Baru-baru ini beberapa penelitian di Afrika memperlihatkan bahwa


ulkus chancroidal merupakan factor resiko penting penyebaran HIV pada
heteroseksual. Jika ulkus mole terjadi pada individu yang imunokompeten dan
29
mendapat terapi sesuai maka infeksinya dapat disembuhkan. Pada penderita
HIV (+), angka kesembuhan infeksi H.ducreyi dengan pengobatan antibiotika
standar menjadi lebih rendah dibandingkan populasi umum sehingga
direkomendasikan untuk memberi terapi dalam jangka waktu yang lebih lama.
Pada kasus ulkus yang sangat berat sehingga terbentuk skar yang permanen,
maka diperlukan pengobatan dalm jangka waktu yang lebih lama. Infeksi yang
bersifat diseminata tidak pernah terjadi meskipun pada penderita dengan
HIV/AIDS seperti halnya penyakit menular seksual lainnya, ulkus mole juga
paling banyak terjadi pada usia dewasa muda. Namun dapat juga terjadi pada
setiap usia.4

2.4. FAKTOR RESIKO

1. Kulit berwarna lebih sering terkena penyakit ini.


2. Banyak terdapat di daerah tropis dan subtropis.
3. Kebersihan dan hygiene berperan penting dalam penyebaran
penyakit. 1

2.5. PATOGENESIS

Melekatnya mikroba yang patogen ini pada permukaan sel epitel


dianggap merupakan proses awal yang terpenting dari infeksi H.ducreyi mampu
menyebabkan hemaglutinasi sel-sel eritrosit manusia dan aktivitas ini
dihubungkan dengan permukaan bakteri yang bersifat hidrofobik tinggi. Sifat
ini dapat dirusak oleh terapi trypsin atau formaldehid, namun tidak akan
terpengaruh oleh D-mannose atau dengan pemanasan 60 derajat sampai 100
derajat.6

Pili yang dimiliki oleh H.ducreyi mungkin memegang peran penting


pada proses adesi ini. Pili yang dapat terdeteksi dengan menggunakan
mikroskop elektron ini tampak sebagai bagian tubuh yang sangat halus, dan
berbeda dengan pili pada Neisseria gonorrhoeae. Pili ini terdiri atas pilin
monomer dengan berat molekul 2400 dalton.6

H.ducreyi dapat berpenetrasi ke dalam epidermis melalui sel-sel epitel


yang rusak karena trauma atau abrasi. Ukuran inokulum yang mampu
menyebabkan infeksi adalah lebih besar dari 100.000. Ikatan H.ducreyi

30
kemudian dapat terjadi pada matriks protein ekstraseluler dari fibrinogen,
fibronektin, kolagen dan gelatin. Pada lesi tersebut organisme dapat dijumpai
baik di dalam makrofag maupun neutrofil. Bahkan juga dapat terlihat secara
berkelompok dalam jaringan interstitium.6

Patogenesis terbentuknya ulkus tidak sepenuhnya dapat dimengerti.


Diperkirakan ada pengaruh produk toksik yang dihasilkan oleh H.ducreyi atau
karena mekanisme tidak langsung misalnya karena induksi inflamasi dari
bakteri itu sendiri. Data mengenai kemungkinan dihasilkannya enzim dari
jaringan ekstraseluler H.ducreyi yang berfungsi sebagai enzim degradasi masih
kontroversial.6

2.6. PATOFISIOLOGI

Ulkus mole sangat bergantung dari imunitas seseorang. Ulkus mole


disebabkan oleh Hemofilus dicrei, sebuah kuman kecil, gram negatif, basil, dan
bersifat fakultatif anaerob. Patogenensisnya hanya meliputi manusia, tidak
melalui hewan. Bakteri ini masuk ke kulit melalui pengerusakan pada mukosa
dan menyebabkan reaksi inflamasi local, memproduksi toksin sitosidal yang
menyebabkan kerusakan langsung.5

Hemofilus dicrei, masuk ke kulit dengan menghancurkan barrier mukosa


dan mikroabrasi kulit. Fagositosis oleh makrofag terganggu. Bakteri ini menular
melalui kontak seksual dengan lesi purulent dan autoinokulasi area nonseksual
seperti pada mata dan kulit. Masa inkubasi kuman ini 1-14 hari dan rata-rata 5-7
hari.5

Penyakit ini dimulai dengan papul meradang, pada area inokulasi.


Setelah beberapa hari, papul akan mengerosi membentuk ulkus dalam dan nyeri.
Tanpa pengobatan teratur, lesi dalam beberapa minggu dan bulan akan
menyebabkan komplikasi seperti limfadenopati supuratif.5

2.7. MANIFESTASI KLINIS

31
Masa inkubasinya adalah berkisar antara 4 sampai 7 hari dan jarang
yang kurang dari 3 hari atau lebih dari 10 hari. Biasanya tidak disertai gejala
prodromal. Berikut adalah perjalanan pembentukan ulkus mole :

1. Adanya papula lunak, dengan kulit yang eritema di sekelilingnya

2. Tidak ditemukan adanya vesikel pada tiap tingkat perjalanan penyakit.

3. Dalam 24 sampai 48 jam, papula akan berubah menjadi pustula,


kemudian mengalami erosi dan ulserasi.

4. Pinggir ulkus tidak teratur dan bergaung, dasar ulkus biasanya ditutupi
jaringan nekrotik dan eksudat yang berwarna abu-abu kekuningan di
atas jaringan granulasi yang mudah berdarah. Berbeda dengan sifilis,
ulkus mole biasanya lunak dan sering kali multipel.

5. Diameter ulkus berkisar antara 1 mm sampai dengan 2 cm.7

2.8. DIAGNOSIS

1. ANAMNESA

Bentuk bulat / lonjong.

Kecil, multiple.

Dikelilingi halo eritematosa & edematous.

Berbentuk seperti cawan.

Tepi ulkus tidak teratur / tidak rata.

Dinding bergaung.

Dasar ulkus - jaringan granulasi - mudah berdarah, isi sekret keruh,
tertutup sekret kotor berwarna kuning, jaringan nekrotik.

Perabaan ulkus - lunak, tanpa indurasi, mudah berdarah & terasa
nyeri.2

2. PEMERIKSAAN PENUNJANG

PEMERIKSAAN LABORATORIUM :

1. Pemeriksaan langsung bahan ulkus yang diambil dengan


mengorek tepi ulkus yang diberi pewarnaan gram. Pada sediaan

32
yang positif ditemukan kelompok basil yang tersusun seperti
barisan ikan.
2. Kultur pada media agar coklat, agar Muller Hinton atau media
yang mengandung serum dengan vancomysin. Positif bila kuman
tumbuh dalam waktu 2-4 hari (dapat sampai 7 hari).
3. Tes serologi ito-Reenstierna, caranya 0,1 ml antigen disuntikkan
intradermal pada kulit lengan bawah. Positif bila setelah 24 jam
atau lebih timbul indurasi yang berdiameter 5 mm. Hasil positif
setelah infeksi berlangsung 2 minggu akan terus positif seumur
hidup.

4. Tes ELISA dengan menggunakan whole lysed H. ducreyi.

5. Tes lain yang dapat digunakan adalah tes fiksasi komplemen,


presipitin, dan agglutinin.2

Gambar : Haemophilu Ducreyi Di Bawah Mikroskop Cahaya

2.9. DIAGNOSIS BANDING

Penyakit ini di diagnosis banding dengan penyakit yang juga menyebabkan lesi
ulseratif pada genitalia seperti :

1. Sifilis primer.

2. Herpes genitalis.

33
3. Lesi primer Limfogranuloma venereum.

4. Granuloma inguinale.

5. Ulkus traumatik yang disertai infeksi sekunder.4

2.10. PENATALAKSANAAN

1. NON-FARMAKOLOGI
Terapi non-farmakologi dilakukan dengan membersihkan dan
mengkompres bubo untuk mengurangi edema. Pemberian antiseptik seperti
povidon yodium. Limfadenitis tidak boleh diinsisi. Bila perlu diaspirasi
untuk mencegah rupture spontan. Pasien dengan bubo yang tidak
berfluktuasi dan berespon baik terhadap antibiotik tidak perlu dilakukan
drainase pada lesinya.3
2. FARMAKOLOGI
Berikut adalah tabel pemberian obat pada ulkus mole :
a. Azitromycin 1 gr, oral, single dose.
b. Seftriakson 250 mg dosis tunggal, injeksi IM.
c. Siprofloksasin 2x500 mg selama 3 hari.
d. Eritromisin 4x500 mg selama 7 hari.
e. Amoksisilin + asam klavunat 3x125 mg selama 7 hari.
f. Streptomisin 1 gr sehari selama 10 hari.
g. Kotrimoksasol 2x2 tablet selama 7 hari.3
3. EDUKASI
Gunakan kondom dengan cara yang benar dan jika ada kulit yang
menutupi kepala penis maka sebaiknya dihilangkan (disunat/khitan) untuk
mengurangi resiko terjangkit. Lebih baik lagi untuk pencegahan jangan
berganti-ganti pasangan seks karena penyakit ini banyak terjadi pada praktek-
praktek prostitusi.3

Gambar : Kondom

34
Gambar : Dilarang berganti pasangan saat melakukan hubungan seksual

2.11. KOMPLIKASI

1. Mixed chancre

Ulkus molle dan sifilis stadium I. Awalnya lesinya khas ulkus molle, setelah
15 – 20 hari bermanifestasi sebagai lesi campuran.7

2. Abses kelenjar inguinal

Ini juga disebut inflammatory bubo, merupakan komplikasi terbanyak.


Kelenjar getah bening membesar, warna kulit di atasnya kemerahan dan
berfluktuasi. Bila abses kelenjar inguinal tidak diobati secara adekuat, abses
akan pecah dan menimbulkan sinus yang meluas menjadi ulkus dan disebut
ulserasi chancroid. Ulkus ini kemudian akan membesar yang disebut giant
chancroid.7

3. Balanitis, fimosis dan parafimosis

Merupakan komplikasi yang serius. Terutama terjadi pada individu yang


tidak disirkumsisi. Komplikasi ini terjadi akibat ulkus molle yang mengenai
prepisium.

• Prepusium menjadi bengkak, merah, edematous, dan sangat nyeri.7

4. Fistula uretra

Kelainan ini terjadi akibat ulkus molle yang berlokasi pada glans penis dan
bersifat destruktif. Kelainan ini menimbulkan rasa nyeri pada buang air kecil
dan pada keadaan lanjut dapat terjadi striktura uretra.7

35
5. Fuso spirokhetosis

Kelainan ini terjadi akibat infeksi mikroorganisme lain, sehingga


mengakibatkan ulkus cepat menjadi parah & bersifat destruktif. Ini disebut
phagedena. Di samping itu, lesi terjadi bersama dengan limfogranuloma
venereum maupun granuloma inguinale.7

2.11. PROGNOSIS

Penyakit ini tidak menyebar secara sistemik. Tanpa pengobatan,


ulkus genital dan abses inguinal kadang akan menetap selama
bertahun-tahun. Infeksi tidak menimbulkan imunitas dan dapat terjadi
infeksi ulang. Pada penderita yang tidak disirkumsisi atau
pun penderita yang juga terinfeksi HIV, kemungkinan terjadi relaps
setelah diterapi dengan antibiotik adalah sebesar 5%. Namun jika
penderita tersebut berstatus HIV seronegatif dan mengalami relaps,
maka dengan terapi yang sama dengan terapi yang sebelumnya pernah
diberikan masih tetap efektif. Penderita dianjurkan untuk
menggunakan kondom untuk menghidari infeksi ulang.2

BAB III

KESIMPULAN

Ulkus mole adalah penyakit menular seksual (PMS) yang akut,


ulseratif, dan biasanya terlokalisasi di genitalia atau anus dan sering disertai
pembesaran kelenjar di daerah inguinal (bubo) disebabkan oleh Streptobacillus
ducrey (Haemophilus ducrey). Ulkus mole diketahui menyebar dari satu orang
ke orang lain melalui hubungan seksual. Sinonim ulkus mole adalah
chancroid, soft chancre, atau soft sore. Penyakit ini lebih banyak terdapat pada
daerah-daerah dengan tingkat social ekonomi rendah.

Salah satu cara untuk mencegahnya adalah gunakan kondom dengan cara
yang benar dan jika ada kulit yang menutupi kepala penis maka sebaiknya

36
dihilangkan (disunat/khitan) untuk mengurangi resiko terjangkit. Lebih baik
lagi untuk pencegahan jangan berganti-ganti pasangan seks karena penyakit ini
banyak terjadi pada praktek-praktek prostitusi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Catteral, RD. : A short textbook of venereology. The sexually Transmitted


Diseases; 2nd ed., pp. 167-169 (The English Universitas Press Limited St. Paul’s
House, Warwich Lane, London 1974).

2. King, A.; Nicol, C. and Rodin, P.: Veneral diseases; 4th ed, pp 251-257 (The
English Language Book Society and Bailliere Tindall, London 1980).

3. Lever, W.F.: Histopathology of the skin; 5th ed., pp. 289-290 (J.B. Lippincott
Company, Philadelphia 1975).

4. Maheus, A.; Ursi, J.P.; van Dyck, E. and Ballard, R.: Treatment of chancroid with
single-dose doxycycline compared with a two-days course of cotrimoxazole. Ann.
Soc. Belge. Med. Trop. 61: 119-124 (1981).

37
5. Rajan, V.S.E.N. Sug,: Chancroid; in HARRIS’s Recent advance in Sexually
Transmitted Disease; number two, pp. 201-210 (Churchill Livingstone, Edinburgh
1981).

6. Ronald, A.R.; Albritton, W.L. : Chancroid and Haemophilus ducreyi; in King, K.


Holmes’s Sexually Transmitted Diseases; pp. 385-393 (McGraw-Hill Book Company
1984).

7. Rudolph, A.H.: Chancroid; in Fitzpatrick, T.B.; Eisen, A.Z.; Walff, K.; Freedberg,
I.M. and Austen, K.F’s: Dermatology in General Medicine; 3rd ed., pp. 2453-2457
(McGraw-Hill) Book Company, New York 1987).

38

Anda mungkin juga menyukai