PENDAHULUAN
Ulkus mole termasuk golongan penyakit yang di tularkan melalui hubungan seksual,
ditetapkan sesuai dengan postulat KOCH setelah kuman ditemukan oleh DUCREY pada
tahun1889. Penyakit ini lebih banyak terdapat pada daerah-daerah dengan tingkat sosial
ekonomi rendah. Karena kurangnya fasilitas diagnostik, sering terjadi salah diagnosis secara
klinis sebagai sifilis stadium pertama. CHAPEL ddk. (1997) hanya dapat
menemukan H.ducreyi pada sepertiga jumlah khusus yang secara klinis dibuat diagnosis
sebagai ulkus mole.1
Penyakit ini bersifat endemik dan tersebar didaerah tropik dan subtropik, terutama
dikota dan pelabuhan. Perbaikan tingkat ekonomi mempengaruhi berkurangnya frekuensi
penyakit ini di negara-negara yang lebih maju. Selain penularan melalui hubungan seksual,
secara kebetulan juga dapat mengenai jari dokter atau perawat.1
Frekuensi pada wanita dilaporkan lebih rendah, mungkin karena kesukaran membuat
diagnosis. Penyakit ini lebih banyak mengenai golongan kulit berwarna. Beberapa faktor
rmenunjukan bahwa terdapat pembawa kuman (carrier) basil ducrey, tanpa gejala klinis
,biasanya wanita tuna susila. Ulkus Mole lebih banyak didiagnosis pada laki-laki
dengan perbandingan rasio antara laki-laki dan perempuan adalah antara 3:1
sampai 25:1 atau lebih tinggi. Laki-laki yang tidak disirkumsisi memiliki resiko
2 kali lebih tinggi dari pada laki-laki yang disirkumsisi.1
27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
2.2. ETIOLOGI
28
Gambar : Haemophilus Ducreyi
2.3. EPIDEMIOLOGI
2.5. PATOGENESIS
30
kemudian dapat terjadi pada matriks protein ekstraseluler dari fibrinogen,
fibronektin, kolagen dan gelatin. Pada lesi tersebut organisme dapat dijumpai
baik di dalam makrofag maupun neutrofil. Bahkan juga dapat terlihat secara
berkelompok dalam jaringan interstitium.6
2.6. PATOFISIOLOGI
31
Masa inkubasinya adalah berkisar antara 4 sampai 7 hari dan jarang
yang kurang dari 3 hari atau lebih dari 10 hari. Biasanya tidak disertai gejala
prodromal. Berikut adalah perjalanan pembentukan ulkus mole :
4. Pinggir ulkus tidak teratur dan bergaung, dasar ulkus biasanya ditutupi
jaringan nekrotik dan eksudat yang berwarna abu-abu kekuningan di
atas jaringan granulasi yang mudah berdarah. Berbeda dengan sifilis,
ulkus mole biasanya lunak dan sering kali multipel.
2.8. DIAGNOSIS
1. ANAMNESA
Bentuk bulat / lonjong.
Kecil, multiple.
Dikelilingi halo eritematosa & edematous.
Berbentuk seperti cawan.
Tepi ulkus tidak teratur / tidak rata.
Dinding bergaung.
Dasar ulkus - jaringan granulasi - mudah berdarah, isi sekret keruh,
tertutup sekret kotor berwarna kuning, jaringan nekrotik.
Perabaan ulkus - lunak, tanpa indurasi, mudah berdarah & terasa
nyeri.2
2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN LABORATORIUM :
32
yang positif ditemukan kelompok basil yang tersusun seperti
barisan ikan.
2. Kultur pada media agar coklat, agar Muller Hinton atau media
yang mengandung serum dengan vancomysin. Positif bila kuman
tumbuh dalam waktu 2-4 hari (dapat sampai 7 hari).
3. Tes serologi ito-Reenstierna, caranya 0,1 ml antigen disuntikkan
intradermal pada kulit lengan bawah. Positif bila setelah 24 jam
atau lebih timbul indurasi yang berdiameter 5 mm. Hasil positif
setelah infeksi berlangsung 2 minggu akan terus positif seumur
hidup.
Penyakit ini di diagnosis banding dengan penyakit yang juga menyebabkan lesi
ulseratif pada genitalia seperti :
1. Sifilis primer.
2. Herpes genitalis.
33
3. Lesi primer Limfogranuloma venereum.
4. Granuloma inguinale.
2.10. PENATALAKSANAAN
1. NON-FARMAKOLOGI
Terapi non-farmakologi dilakukan dengan membersihkan dan
mengkompres bubo untuk mengurangi edema. Pemberian antiseptik seperti
povidon yodium. Limfadenitis tidak boleh diinsisi. Bila perlu diaspirasi
untuk mencegah rupture spontan. Pasien dengan bubo yang tidak
berfluktuasi dan berespon baik terhadap antibiotik tidak perlu dilakukan
drainase pada lesinya.3
2. FARMAKOLOGI
Berikut adalah tabel pemberian obat pada ulkus mole :
a. Azitromycin 1 gr, oral, single dose.
b. Seftriakson 250 mg dosis tunggal, injeksi IM.
c. Siprofloksasin 2x500 mg selama 3 hari.
d. Eritromisin 4x500 mg selama 7 hari.
e. Amoksisilin + asam klavunat 3x125 mg selama 7 hari.
f. Streptomisin 1 gr sehari selama 10 hari.
g. Kotrimoksasol 2x2 tablet selama 7 hari.3
3. EDUKASI
Gunakan kondom dengan cara yang benar dan jika ada kulit yang
menutupi kepala penis maka sebaiknya dihilangkan (disunat/khitan) untuk
mengurangi resiko terjangkit. Lebih baik lagi untuk pencegahan jangan
berganti-ganti pasangan seks karena penyakit ini banyak terjadi pada praktek-
praktek prostitusi.3
Gambar : Kondom
34
Gambar : Dilarang berganti pasangan saat melakukan hubungan seksual
2.11. KOMPLIKASI
1. Mixed chancre
Ulkus molle dan sifilis stadium I. Awalnya lesinya khas ulkus molle, setelah
15 – 20 hari bermanifestasi sebagai lesi campuran.7
4. Fistula uretra
Kelainan ini terjadi akibat ulkus molle yang berlokasi pada glans penis dan
bersifat destruktif. Kelainan ini menimbulkan rasa nyeri pada buang air kecil
dan pada keadaan lanjut dapat terjadi striktura uretra.7
35
5. Fuso spirokhetosis
2.11. PROGNOSIS
BAB III
KESIMPULAN
Salah satu cara untuk mencegahnya adalah gunakan kondom dengan cara
yang benar dan jika ada kulit yang menutupi kepala penis maka sebaiknya
36
dihilangkan (disunat/khitan) untuk mengurangi resiko terjangkit. Lebih baik
lagi untuk pencegahan jangan berganti-ganti pasangan seks karena penyakit ini
banyak terjadi pada praktek-praktek prostitusi.
DAFTAR PUSTAKA
2. King, A.; Nicol, C. and Rodin, P.: Veneral diseases; 4th ed, pp 251-257 (The
English Language Book Society and Bailliere Tindall, London 1980).
3. Lever, W.F.: Histopathology of the skin; 5th ed., pp. 289-290 (J.B. Lippincott
Company, Philadelphia 1975).
4. Maheus, A.; Ursi, J.P.; van Dyck, E. and Ballard, R.: Treatment of chancroid with
single-dose doxycycline compared with a two-days course of cotrimoxazole. Ann.
Soc. Belge. Med. Trop. 61: 119-124 (1981).
37
5. Rajan, V.S.E.N. Sug,: Chancroid; in HARRIS’s Recent advance in Sexually
Transmitted Disease; number two, pp. 201-210 (Churchill Livingstone, Edinburgh
1981).
7. Rudolph, A.H.: Chancroid; in Fitzpatrick, T.B.; Eisen, A.Z.; Walff, K.; Freedberg,
I.M. and Austen, K.F’s: Dermatology in General Medicine; 3rd ed., pp. 2453-2457
(McGraw-Hill) Book Company, New York 1987).
38