Anda di halaman 1dari 21

Departemen Keperawatan Gawat Darurat

Stikes Panakkukang Makassar

LAPORAN PENDAHULUAN CARSINOMA SERVIKS DI RUANG


IGD OBGYN RSUP Dr.WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR

Oleh :
EKAWATI, S.Kep
17.04.058

CI. LAHAN CI. INSTITUSI

( ) ( )

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PRODI PROFESI NERS
T.A 2018

1
BAB I
KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
Kanker serviks (Ca Serviks) atau kanker leher rahim adalah tumor ganas yang
tumbuh didalam leher rahim atau serviks (bagian terendah dari rahim yang
menempel pada puncak vagina) sebagai akibat dari adanya pertumbuhan yang
tidak terkontrol ( Mansjoer, Arif dkk. 2014)
Kanker serviks (Ca Serviks) adalah penyakit akibat dari tumor ganas pada
daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak
terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya (Sjaifoellah Noer. 2013)
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara
epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang
disebut squamo-columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro, Hanifa. 2014)

B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya kelainan pada sel-el serviks tidak diketahui secara pasti, tetapi
terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker
servik (Ca Serviks) yaitu:
1. HPV (Human Papiloma virus) adalah virus penyebab kutil genetalis
(Kondiloma akuminota) yang ditularkan melalui hubungan seksual, varian yang
sangat berbahaya adalah HPV tipe 16,18,45 dan 56.
2. Merokok; tembakau merusak sistem kekebalan dan mempengaruhi kemampuan
tubuh untuk melawan infeksi HPV pada serviks.
3. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini.
4. Berganti-ganti pasangan seksual.
5. Jumlah kehamilan dan partus; kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita
yang sering partus semakin besar kemungkinan mendapat karsinoma serviks

2
6. AKDR (Alat kontrasepsi dalam rahim); Pemakaian AKDR akan berpengaruh
terhadap serviks yaitu bermula dari erosi serviks yang kemudian menjadi ineksi
yang berupa radang yang terus menerus.
7. Infeksi herpes genetalis atau infeksi klamida menahun.
8. Golongan ekonomi lemah (karena tidak mapu melaksanakan pupsmear secara
rutin) erat kaitanya dengan gizi, imunitas dan kebersihan perorangan
(Sjaifoellah Noer. 2013)

C. PATOFISIOLOGI
Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan
intraepitel, perubahan neoplastik, berkembang menjadi kanker serviks setelah
10 tahun atau lebih. Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya berkembang
melalui beberapa stadium displasia (ringan, sedang dan berat) menjadi
karsinoma insitu dan akhirnya invasif.Meskipun kanker invasif berkembang
melalui perubahan intraepitel, tidak semua perubaha n ini progres menjadi
invasif. Lesi preinvasif akan mengalami regresi secara spontan sebanyak 3 -
35%. Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi
yang tinggi.Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu
(KIS)berkisar antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari
karsinomainsitu menjadi invasive 3–20 tahun.Proses perkembangan kanker serviks
berlangsung lambat, diawali adanya perubahan displasia yang perlahan -lahan
menjadi progresif. Displasia inidapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel
yang meningkat misalnya akibattrauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau
bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun
perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif
pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks
dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke
kanalis serviks.Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada ser viks,
parametriadanakhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika
urinaria.Karsinomaserviks dapat meluas ke arah segmen bawah uterus dan kavum
uterus.
Penyebaran kanker ditentukan oleh stadium dan ukuran tumor, jenis
histologikdan ada tidaknya invasi ke pembuluh darah, anemis hipertensi dan
adanyademam.Penyebaran dapat pula melalui metastase limpatik dan hematogen.
Bilapembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke
pembuluhgetahbening pada servikal dan parametria, kelenjar getah beni ng
obtupator,iliakaeksterna dan kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini

3
tumormenyebarkekelenjar getah bening iliaka komunis dan pada aorta. Secara
hematogen,tempatpenyebaran terutama adalah paru -paru, kelenjar getah
beningmediastinumdansupravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak
(Price, Sylvia. 2011)

D. MANIFESTASI KLINIS
Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda
yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina
ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut
menjadi perdarahan yang abnormal
3. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau
busuk.
4. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Kelemahan pada ekstremitas bawah
7. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang
panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi
infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral.
8. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema
kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah
(rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul
gejala-gejala akibat metastasis jauh (Guyton and Hall. 2012)

E. KOMPLIKASI
Pada tahap yang lebih lanjut dapat terjadi komplikasi:
1. Fistula vesika vagina
2. Nausea
3. Muntah
4. Demam

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear
Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear. Pap
smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini
mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu

4
suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula
kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.
Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap
smear yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan
dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak
sel serviks yang dikumpulkan sehingga akan meningkatkan sensitivitas.
Pengambilan sampel dilakukan dengan mengunakan semacam sikat (brush)
kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan dan disentrifuge, sel yang
terkumpul diperiksa dengan mikroskop.
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker
serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan
pemeriksaan standar berupa kolposkopi. Penanganan kanker serviks dilakukan
sesuai stadium penyakit dan gambaran histopatologimnya. Sensitifitas pap
smear yang dilakukan setiap tahun mencapai 90%.
2. Kolposkopi
Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan
untuk mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang
abnormal. Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan
serviks, kemudian dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.
3. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat
mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter
ginekologi, bidan praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat
sederhana, permukaan serviks/leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan
tampak bercak-bercak putih pada permukaan serviks yang tidak normal.
4. Serviksografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa
ekstensi 50 mm. Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide
(servikogram) dibaca oleh yang mahir dengan kolposkop. Disebut negatif atau
curiga jika tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika SSK tidak tampak
seluruhnya dan disebut defek secara teknik jika servikogram tidak dapat dibaca
(faktor kamera atau flash).
Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%.
Servikografi dapat dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi
servikografi dan kolposkopi dengan sitologi mempunyai sensitivitas masing-
masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-masing 73% dan 99%.
Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian servikografi dapat di-gunakan

5
sebagai metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana
tidak ada seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan
kolposkopi sangat membantu dalam deteksi kanker serviks.
5. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran
2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi
atau pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah
berwarna putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas
masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif
palsu 16%. Samsuddin dkk pada tahun 1994 membandingkan pemeriksaan
gineskopi dengan pemeriksaan sitologi pada sejumlah 920 pasien dengan hasil
sebagai berikut: Sensitivitas 95,8%; spesifisitas 99,7%; predictive positive
value 88,5%; negative value 99,9%; positif palsu 11,5%; negatif palsu 4,7%
dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut memberi peluang digunakannya gineskopi
oleh tenaga paramedis / bidan untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas
pemeriksaan sitologi tidak ada.
6. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara
kuantitatif dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat
digunakan untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA
(Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin).
Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar HCG abnormal
adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan
plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT
ini dapat dideteksi melalui pemeriksaan darah dan urine.
7. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi
pendarahan yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar
hemoglobin, hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah yang
berlangsung dalam sel-sel tubuh.
G. PENATALAKSANAAN
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim
onkologi) (Wiknjosastro, 2014). Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien
kanker serviks, tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi
menjadi tiga cara yaitu: histerektomi, radiasi dan kemoterapi.

6
Di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara umum
berdasarkan stadium kanker serviks :
STADIUM PENATALAKSANAAN
Biopsi kerucut
0 Histerektomi transvaginal
Biopsi kerucut
Ia
Histerektomi transvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan
Ib,Iia evaluasi kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis
dilakukan radioterapi pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
Radioterapi
IVa, IVb Radiasi paliatif
Kemoterapi
(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)
1. Manajemen Tumor Insitu
Manajemen yang tepat diperlukan pada karsinoma insitu. Biopsi dengan
kolposkopi oleh onkologis berpengalaman dibutuhkan untuk mengeksklusi
kemungkinan invasi sebelum terapi dilakukan. Pilihan terapi pada pasien dengan
tumor insitu beragam bergantung pada usia, kebutuhan fertilitas, dan kondisi
medis lainnya. Hal penting yang harus diketahui juga adalah penyebaran
penyakitnya harus diidentifikasi dengan baik.
Karsinoma insitu digolongkan sebagai high grade skuamous intraepitelial
lesion (HGSIL). Beberapa terapi yang dapat digunakan adalah loop
electrosurgical excision procedure (LEEP), konisasi, krioterapi dengan
bimbingan kolposkopi, dan vaporisasi laser. Pada seleksi kasus yang ketat maka
LEEP dapat dilakukan selain konisasi. LEEP memiliki keunggulan karena dapat
bertindak sebagai biopsi luas untuk pemeriksaan lebih lanjut. Keberhasilan eksisi
LEEP mencapai 90% sedangkan konisasi mencapai 70-92%. Teknik lain yang
dapat dilakukan untuk terapi karsinoma insitu adalah krioterapi yang
keberhasilannya mencapai 80-90% bila lesi tidak luas (<2,5 cm), tetapi akan
turun sampai 50% apabila lesi luas (> 2,5 cm). Evaporasi laser pada HGSIL
memberikan kerbehasilan sampai 94% untuk lesi tidak luas dan 92% untuk lesi
luas. HGSIL yang disertai NIS III memberikan indikasi yang kuat untuk
dilakukan histerektomi. Pada 795 kasus HGSIL yang dilakukan konisasi
didapatkan adanya risiko kegagalan 0,9-1,2% untuk terjadinya karsinoma invasif.

7
2. Manajemen Mikroinvasif
2. Manajemen Mikroinvasif
Diagnosis untuk stadium IA1 dan IA2 hanya dapat ditegakkan setelah
biopsi cone dengan batas sel-sel normal, trakelektomi, atau histerektomi. Bila
biopsi cone positif menunjukkan CIN III atau kanker invasif sebaiknya dilakukan
biopsi cone ulangan karena kemungkinan stadium penyakitnya lebih tinggi yaitu
IB. Kolposkopi dianjurkan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya vaginal
intraepithelial neoplasia (VAIN) sebelum dilakukan terapi definitif.
Stadium serviks IA1 diterapi dengan histerektomi total baik abdominal
maupun vaginal. Apabila ada VAIN maka vagina yang berasosiasi harus ikut
diangkat. Pertimbangan fertilitas pada pasien-pasien dengan stadium ini
mengarahkan terapi pada hanya biopsi cone diikuti dengan Pap’s smear dengan
interval 4 bulan, 10 bulan, dan 12 bulan bila hasilnya negatif. Stadium serviks
IA2 berasosiasi dengan penyebaran pada kelenjar limfe sampai dengan 10%
sehingga terapinya adalah modified radical hysterectomy diikuti dengan
limfadenektomi. Pada stadium ini bila kepentingan fertilitas masih
dipertimbangkan atau tidak ditemukan bukti invasi ke kelenjar limfe maka dapat
dilakukan biopsi cone yang luas disertai limfadenektomi laparoskopi atau radikal
trakelektomi dengan limfadenektomi laparoskopi. Observasi selanjutnya
dilakukan dengan Pap’s smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan dan 12 bulan.
3. Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Awal
Pasien-pasien dengan tumor yang tampak harus dilakukan biopsi untuk
konfirmasi diagnosis. Apabila ditemukan gejala-gejala yang berhubungan dengan
metastasis maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan seperti sistoskopi dan
sigmoidoskopi. Pemeriksaan foto toraks dan evaluasi fungsi ginjal sangat
dianjurkan. Stadium awal karsinoma serviks invasif adalah stadium IB sampai
IIA (< 4cm). Stadium ini memiliki prognosis yang baik apabila diterapi dengan
operasi atau radioterapi. Angka kesembuhan dapat mencapai 85% sampai 90%
pada pasien dengan massa yang kecil. Ukuran tumor merupakan faktor prognostik
yang penting untuk kesembuhan atau angka harapan hidup 5 tahunnya.
Penelitian kontrol acak selama 5 tahun mendapatkan bahwa radioterapi
atau operasi menunjukkan angka harapan hidup 5 tahunan yang sama dan tingkat
kekambuhan yang sama-sama kecil untuk terapi karsinoma serviks stadium dini.
Morbiditas terutama meningkat apabila operasi dan radiasi dilakukan bersama-
sama. Namun, pemilihan pasien dengan penegakkan stadium yang baik
dibutuhkan untuk menentukan terapi operatif. Jenis operasi yang dianjurkan untuk
stadium IB dan IIA (dengan massa < 4cm) adalah modified radical hysterectomy
atau radical abdominal hysterectomy disertai limfadenektomi selektif. Setelah

8
dilakukan pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan hasil operasi dan bila
didapatkan penyebaran pada kelenjar limfe paraaorta atau sekitar pelvis maka
dilakukan radiasi pelvis dan paraaorta. Radiasi langsung dilakukan apabila besar
massa mencapai lebih dari 4 cm tanpa harus menunggu hasil patologi anatomi
kelenjar limfe.
Penelitian kontrol acak menunjukkan bahwa pemberian terapi sisplatin
yang bersamaan dengan radioterapi setelah operasi yang memiliki invasi pada
kelenjar limfe, parametrium, atau batas-batas operatif menunjukkan keuntungan
secara klinis. Penelitian dengan berbagai dosis dan jadwal pemberian sisplatin
yang diberikan bersamaan dengan radioterapi menunjukkan penurunan risiko
kematian karena kanker serviks sebanyak 30-50%. Risiko juga meningkat apabila
didapat ukuran massa yang lebih dari 4 cm walaupun tanpa invasi pada kelenjar-
kelenjar limfe,infiltrasi pada kapiler pembuluh darah, invasi di lebih dari 1/3
stroma serviks. Radioterapi pelvis adjuvan akan meningkatkan kekambuhan lokal
dan menurunkan angka progresifitas dibandingkan tanpa radioterapi.
4. Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Lanjut
Ukuran tumor primer penting sebagai faktor prognostik dan harus
dievaluasi dengan cermat untuk memilih terapi optimal. Angka harapan hidup
dan kontrol terhadap rekurensi lokal lebih baik apabila didapatkan infiltrasi satu
parametrium dibandingkan kedua parametrium. Pengobatan terpilih adalah
radioterapi lengkap, dilanjutkan penyinaran intrakaviter. Terapi variasi yang
diberikan biasanya beruapa pemberian kemoterapi seperti sisplatin, paclitaxel, 5-
fluorourasil, docetaxel, dan gemcitabine. Pengobatan bersifat paliatif bila
stadium mencapai staidum IVB dalam bentuk radiasi paliatif.
5. Manajemen Nyeri Kanker
Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat,
yaitu :
a. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen,
OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)
b. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid
ringan seperti kodein dan tramadol
c. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat
seperti morfin dan fentanil (sumber : Sjaifoellah Noer. 2013)
6. Operasi
Operasi bertujuan untuk mengambil atau merusak kanker. Bisa
menggunakan bedah mikrografik atau laser. Tujuan utamanya untuk mengangkat
keseluruhan tumor / kanker. Pembedahan mikrografik dilaksanakan dengan

9
bedah kimia dimana prosedur pembedahannya mengharuskan pengangkatan
tumor lapis demi lapis.
Kanker serviks dapat diobati dengan pembedahan.
Konisasi (cone biopsy): pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada
serviks dan kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk
diagnosa ataupun pengobatan pra-kanker serviks
a. Cryosurgery: yaitu pengobatan dengan cara membekukan dan menghancurkan
jaringan abnormal (biasanya untuk stadium pra-kanker serviks)
b. Bedah laser: untuk memotong jaringan atau permukaan lesi pada kanker
serviks
c. Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik
yang dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker
serviks
d. Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk
mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).
Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).
Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,
dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga
harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker /
tim onkologi) (Wiknjosastro, 2014).
7. Elektrokoagulasi
Membakar sel-sel kanker dengan aliran listrik yang telah diatur voltasenya
8. Radiasi
Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel
kanker. Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B,
III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya
yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan
sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan atau bermetastasis ke
kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin
kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus,
ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I
sampai III B. Bila sel kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya
bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Selama

10
menjalani radioterap, penderita mudah mengalami kelelahan yang luar biasa,
terutama seminggu sesudahnya.Istirahat yang cukup merupakan hal yang penting,
tetapi dokter biasanya menganjurkan agar penderita sebisa mungkin tetap aktif.
Pada radiasi eksternal, sering terjadi kerontokan rambut di daerah yang disinari
dan kulit menjadi merah, kering serta gatal-gatal. Mungkin kulit akan menjadi
lebih gelap. Daerah yang disinari sebaiknya mendapatkan udara yang cukup, tetapi
harus terlindung dari sinar matahari dan penderita sebaiknya tidak menggunakan
pakaian yang bisa mengiritasi daerah yang disinari.
Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan
hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit dan
kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan
seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita diajari untuk menggunakan dilator dan
pelumas dengan bahan dasar air. Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering
berkemih.

H. PENCEGAHAN
Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum
menimbulkan gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker serviks
terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium
lanjut. Atas dasar itulah, di beberapa negara pemeriksaan sitologi vagina
merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan kepada para ibu hamil, yang
dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi bila ditemukan hasil yang mencurigakan.
Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin
dapat dipertahankan dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir
100%. Malahan sebenarnya kanker serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli
obgyn dari New York University Medical Centre , dr. Steven R. Goldstein,
kuncinya adalah deteksi dini.
Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah
bentuk skrining yang dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat efektif. Pap
smear adalah suatu pemeriksaan sitologi yang diperkenalkan oleh Dr. GN
Papanicolaou pada tahun 1943 untuk mengetahui adanya keganasan (kanker)
dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit.
Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani pemeriksaan ini, dan kanker
serviks ini biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang tidak pernah
memeriksakan diri atau tidak mau melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus baru
kanker serviks terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak pernah melakukan

11
pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan pemeriksaan ini,
maka penyakit ini suatu hari bisa saja diatasi.
Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai
salah satu upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di
antaranya :
1. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual
(vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang
dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks
berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi
HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang lesinya setelah
3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada wanita di
bawah usia 19 tahun.
2. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif
disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3
sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita
dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan
dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS
hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun
atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang
aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu.
Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditenukan kemudian lebih
dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan
usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
3. Skrining dengan Thinrep / liquid-base method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun.
Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali
pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.

12
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk
b. Breathing
sesak bila sudah terjadi metastase, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau
tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau menurun akibat pendarahan , kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
2. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat penyakit sekarang
Klien datang dengan perdarahan pasca coitus dan terdapat keputihan yang
berbau tetapi tidak gatal. Perlu ditanyakan pada pasien atau keluarga tentang
tindakan yang dilakukan untuk mengurangi gejala dan hal yang dapat
memperberat, misalnya keterlambatan keluarga untuk memberi perawatan atau
membawa ke Rumah Sakit dengan segera, serta kurangnya pengetahuan
keluarga.
b. Riwayat penyakit terdahulu.
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah mengalami
hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien pernah menderita
penyakit infeksi.
c. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit seperti
ini atau penyakit menular lain.
d. Riwayat psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di rumah dan
bagaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker serviks.
e. Pengkajian data dasar :
1) Aktivitas dan istirahat
Gejala:
a) Kelemahan atau keletihan akibat anemia
b) Perubahan pada pola istirahat dan kebiasaan tidur pada malam hari.

13
c) Adanya faktor-faktor yang memengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas, dan
keringat malam.
d) Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan dan
tingkat stress tinggi.
2) Integritas ego
Gejala:
Faktor stress, merokok, minum alcohol, menunda mencari pengobatan,
keyakinan religious atau spiritual, masalah tentang lesi cacat, pembedahan,
menyangkal diagnosis, pembedahan, menyangkal diagnosis, dan perasaan
putus asa.
3) Eliminasi
Pengkajian eliminasi yang dapat dilakukan oleh perawat adalah sebagai
berikut :
a) Pada kanker serviks: perubahan pada pola defekasi, perubahan eliminasi
urinalis, misalnya nyeri.
b) Pada kanker ovarium didapat tanda haid tidak teratur, sering berkemih,
menopause dini, dan menoragia.
4) Makanan dan minuman
Gejala:
a) Pada kanker serviks: kebiasaan diet buruk (misalnya: renah serat, tinggi
lemak, adiktif, bahan pengawet rasa).
b) Pada kanker ovarium: dyspepsia, rasa tidak nyaman pada abdomen,
lingkar abdomen yang terus meningkat (kanker ovarium).
5) Neurosensori
Gejala: merokok, pemajanan abses.
Nyeri atau gangguan kenyamanan
6) Pernapasan
Gejala: sesak bila sudah terjadi metastase
7) Keamanan
Gejala: pemajanan pada zat kimia toksik, karsinogen
Tanda: demam, ruam kulit, ulserasi.
8) Seksualitas
Gejala: perubahan pola respons seksual, keputihan (jumlah karakteristik,
bau), perdarahan sehabis senggama (pada kanker servix).
9) Interaksi sosial
Gejala: ketidaknyamanan atau kelemahan sistem pendukung.
10) Penyuluhan
Gejala: riwayat kanker pada keluarga, sisi primer: penyakit primer, riwayat
pengobatan sebelumnya.

14
B. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN


KEPERAWATAN NOC NIC
1. Perubahan perfusi NOC : NIC :
jaringan berhubungan 1. Circulation status Peripheral sensation management
dengan anemia 2. Tissue perfusion (Manajemen sensasi perifer)
trombositopenia . Kriteria hasil : 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
1. Mendemontrasikan status sirkulasi yang ditandai terhadap panas / dingin / tajam / tumpul.
dengan : 2. Monitor adanya paretese.
o Tekanan sistole dan diastol dalam rentang yang 3. Intruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika
diharapkan ada lesi atau laserasi.
o Tidak ada ortostatik hipertensi 4. Gunakan sarung tangan untuk proteksi.
o Tidak ada tanda tanda 5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.
peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 6. Monitor kemampuan BAB.
mmHG) 7. Kolaborasi pemberian analgetik.
2. Mendemontrasikan kemampuan kognitif yang ditandai 8. Monitor adanya tromboplebitis.
dengan : 9. Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi.
o Berkomunikasi dengan jelasa dan sesuai dengan
kemampuan
o Menunjukan perhatian,konsentrasi dan orientasi
o Memproses informasi
o Membuat keputusan dengan benar
3. Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran yang membaik, tidak ada gerakan-
gerakan involunter.

15
2. kekurangan volume NOC: NIC :
cairan berhubungan 1. Fluid balance Fluid Management:
dengan pengeluaran 2. Hydration 1. Timbang popok/pembalut bila diperlukan
cairan aktif akibat 3. Nutrisional status: food and fluid intake 2. Pertahankan catatan intake output yang akurat
perdarahan Kriteria hasil: 3. Monitor status hidrasi (kelembaban membrane,nadi
1. Mempertshsnkan urine output sesuai usia dengan usia adekuat,tekanan darah ortostatik),jika diperlukan
dan BB,BJ,urine normal,HT normal. 4. Monitor hasil laboratorium sesuai retensi cairan
2. Tekanan darah,nadi,suhu dalam batas normal (BUN,HMT,osmolalitas urine)
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi,elastisitas turgor kulit 5. Monitor vital sign
baik,membran mukosa lembab,tidak ada rasa haus 6. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake
yang berlebih. kalori harian
7. Kolaborasi pemberian cairan/makanan
8. Monitor status nutrisi
9. Berikan cairan atau Dorong masukan oral
10. Berikan deuretik sesuai intruksi
11. Berikan cairan IV sesuai dengan suhu ruangan
12. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
13. Tawarkan snack (jus buah,buah segar)
14. Kolaborasi dokter jika cairan berlebihan muncul
memburuk
15. Persiapan untuk transfusi
3. Nyeri akut NOC : NIC:
berhubungan dengan Pain Control 1. pengkajian nyeri secara konferhensif termasuk lokasi,
peningkatan tekanan Kriteria Hasil: karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor
intra abdomen. 1. Mengenal factor- factor penyebab presipitasi.
2. Tindakan pertolongan non analgetik 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
3. Mengenal onset nyeri 3. Gunakan teknik komunikasi terapiutik untuk
4. Menggunakan analgetik mengetahui pengalaman nyeri pasien

16
5. Melaporkan gjala kepada perawat 4. Evaluasi pengalaman nyeri pada masa lampau
6. Nyeri terkontrol 5. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
7. Melaporkan nyeri tentang ketidak efektipan cobtrol nyeri masa lampai
8. Frekuensi nyeri 6. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
9. Ekspresi wajah menemukan dukungan
7. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
8. Kurangi factor presifitasi nyeri
9. Pilih dan lakukan penanganan nyari (farmakalogi, non
farmakaologi dan interpersonal)
10. Ajarkan tentang teknik non farakologi
11. Berikan analgetik untuk mengatasi nyeri
4. Ketidakseimbangan NOC: NIC :
nutrisi kurang dari  Nutritional status: Adequacy of nutrient 1. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh  Nutritional Status : food and Fluid Intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
berhubungan dengan  Weight Control kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
anoreksia, mual dan Kriteria Hasil : 3. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
muntah.  Albumin serum untuk mencegah konstipasi
 Pre albumin serum 4. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
 Hematokrit harian.
 Hemoglobin 5. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
 Total iron binding capacity 6. Monitor lingkungan selama makan
 Jumlah limfosit 7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
makan
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, protein, Hb dan
kadar Ht
10. Monitor mual dan muntah

17
11. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
12. Monitor intake nuntrisi
13. Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat
nutrisi
14. Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan
yang adekuat dapat dipertahankan.
15. Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama
makan
16. Anjurkan banyak minum
17. Pertahankan terapi IV line
18. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oval
4. Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
berhubungan dengan  Self Care : ADLs 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam
keletihan sekunder  Toleransi aktivitas melakukan aktivitas
akibat anemia dan  Konservasi eneergi 2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
pemberian kemoterapi. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. 3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
Pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria 4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan
Hasil : emosi secara berlebihan
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai 5. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
peningkatan tekanan darah, nadi dan RR (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat,
 Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara perubahan hemodinamik)
mandiri 6. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
 Keseimbangan aktivitas dan istirahat 7. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
8. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai

18
dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
9. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
10. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
11. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
12. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
13. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual.
5. Defisit perawatan diri NOC : NIC :
Berhubungan dengan  Self care : Activity of Daily Living (ADLs) Self Care assistane : ADLs
kelelahan Kriteria hasil: 1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang
 Klien terbebas dari bau badan mandiri.
 Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
melakukan ADLs kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan
 Dapat melakukan ADLS dengan bantuan makan.
3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
untuk melakukan self-care.
4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
5. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk melakukannya.
6. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
7. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.

19
DAFTAR PUSTAKA

A.Price, Sylvia.2010.Patofisiologi, kosep klinis proses-proses penyakit. Jakarta :


EGC
Brunner and Suddarth. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3.
Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth. 2012. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Doengoes, Marylynn, dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta :


EGC

Guyton and Hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC

Hamilton, Persis. 2013. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta :


EGC

http://id.wikipedia.org/wiki/kanker_serviks (akses : 8 Oktober 2015)

Mansjoer, Arif dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media
Ausculapius

Price, Sylvia. 2011. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume 2. Jakarta : EGC

Robbins. 2012. Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. Jakarta : EGC

Santosa, Budi. 2015-2017. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima


Medika

Sjaifoellah Noer. 2013. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : FKUI

Wiknjosastro, Hanifa. 2014. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

20
PENYIMPANGAN KDM

( Sumber: A.Price, Sylvia.2010)

21

Anda mungkin juga menyukai