Anda di halaman 1dari 9

Bersuci Yuk!

(Fiqih Wudhu & Tayamum)

Deskripsi (Pengertian Singkat):

Dari Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,“Barang siapa yang berwudhu dan membaguskan wudhunya, maka akan
keluarlah dosa-dosa dari badannya, sampai-sampai ia akan keluar dari bawah kuku-kukunya.”
(HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah)

Amalan ibadah yang akan dihisab pertama kali nanti di hari akhir oleh Allah adalah sholat.
Dan tidak diterimanya sholat seseorang kecuali dia berwudhu. Wudhu dan bersuci menjadi poin
penting diterima atau tidaknya sholat dan kualitas ibadah seseorang. Untuk itu penting bagi
seorang muslim untuk memahami hakekat dan tatacara berwudhu dan bertayamum.

Ayat Quran/ Hadits:


Al-Quran :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu
tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu
dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan ni’mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
(QS Al Maidah : 6)

Hadist :

Nabi SAW. yang bersabda, “Allah tidak akan menerima shalat salah seorang di antaramu jika
berhadats sehingga berwudhu.”
(As Syaikhani)

Abu Hurairah r.a. telah merilis tentang keutamaan wudhu. Bahwasannya Rasulullah saw.
bersabda, “Tidakkah aku tunjukkan kepadamu tentang amal yang menghapus kesalahan dan
meninggikan kedudukan?” Mereka menjawab, “Mau, ya Rasulullah.” Nabi saw. bersabda,
“Menyempurnakan wudhu dalam kondisi yang tidak menyenangkan, memperbanyak langkah ke
masjid, menunggu shalat setelah shalat. Itulah ribath, itulah ribath, itulah ribath.”
(Malik, Muslim, At Tirmidzi, dan An-Nasa’i)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


Apabila seorang hamba muslim atau mukmin berwudhu, kemudian dia membasuh wajahnya
maka akan keluar dari wajahnya bersama air itu -atau bersama tetesan air yang terakhir- segala
kesalahan yang dia lakukan dengan pandangan kedua matanya. Apabila dia membasuh kedua
tangannya maka akan keluar dari kedua tangannya bersama air itu -atau bersama tetesan air
yang terakhir- segala kesalahan yang dia lakukan dengan kedua tangannya. Apabila dia
membasuh kedua kakinya maka akan keluar bersama air -atau bersama tetesan air yang
terakhir- segala kesalahan yang dia lakukan dengan kedua kakinya, sampai akhirnya dia akan
keluar dalam keadaan bersih dari dosa-dosa.”
(HR. Muslim dalam Kitab at-Thaharah)

Materi
Wudhu
Wudhu (Arab: ‫ ءوضوال‬al-wuḍū’) adalah salah satu cara mensucikan anggota tubuh dengan
air. Seorang muslim diwajibkan bersuci setiap akan melaksanakan shalat. Berwudhu bisa pula
menggunakan debu yang disebut dengan tayammum. Dan secara garis umum diartikan, wudhu
adalah mensucikan diri dari segala hadast kecil sesuai dengan aturan syariat islam.
Secara medis, sudah diakui bahwa wudhu bisa menghilangkan mikroba yang bersarang
dalam hidung, yang jika mikroba ini cepat menyebar dan berkembang-biak, akan menyebabkan
munculnya berbagai penyakit. Lebih-lebih kalau sampai ke tenggorokan, lalu masuk menerobos
ke peredaran darah. Maka, berbahagialah orang yang melazimkan diri berwudhu secara terus-
menerus. Karena dengan istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung), lalu mengeluarkannya lagi,
hidung bersih dari debu, kuman, dan bakteri.
Bahkan, Prof Leopold Werner von Ehrenfels, seorang psikiater sekaligus neurolog
berkebangsaan Austria, memeluk Islam lantaran berhasil menguak keajaiban yang ada dalam
wudhu karena mampu merangsang pusat syaraf dalam tubuh manusia. Adanya keselarasan air
dengan wudhu dan titik-titik syaraf menjadikan kondisi tubuh selalu sehat.
Manfaat secara ilmiah dan medis ini hanya sebagian kecil dari berkah wudhu. Masih
begitu banyak hikmah lainnya dari amal yang ringan ini. Wudhu bisa menghapus dosa-dosa kecil
dan mengangkat derajat seseorang (HR Muslim).
Wudhu adalah tanda dari pengikut Nabi SAW (HR Muslim). Wudhu bisa mengurai ikatan
atau jeratan setan (HR Bukhari-Muslim). Wudhu adalah separuh dari iman (HR Muslim). Dengan
wudhu, seorang Muslim juga bisa meraih kecintaan dari Allah: “Sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang tobat dan orang-orang yang bersuci.” (al-Baqarah: 222).
Syarat – Syarat Wudhu
1. Syarat Wajib wudhu : adalah syarat yang mewajibkan orang mukallaf untuk berwudhu,
dimana apabila syarat itu atau sebagian padanya hilang, ia tidak wajib melakukan wudhu.
 Baligh (Dewasa)
 Masuknya waktu shalat.
 Bukan orang yang mempunyai wudhu.
 Mampu melaksanakan wudhu.
2. Syarat Sah wudhu
 Air yang digunakan itu adalah thahur (mensucikan).
 Orang yang berwudhu itu Mumayyiz
 Tidak terdapat pengahalang yang dapat mengahalangi sampainya air ke anggota wudhu
yang hendak dibasuh.
3. Syarat Wajib dan Sahnya sekaligus
 Akil
 Sucinya perempuan dari darah haid dan nifas.
 Tidak tidur atau lupa
 Islam

Rukun Wudhu
1. Niat
2. Membasuh / mengusap anggota wajib wudhu.
Dalam Al-Qur’an dalam surat Al-Maidah ayat 6 anggota wajib wudhu antara lain:
 Seluruh bagian muka
 Kedua tangan sampai kedua siku – siku
 kepala, baik seluruhnya maupun sebagian dari padanya
 kedua kaki sampai dengan kedua mata kaki
3. Tertib

Sunnah Wudhu
1. Membaca Basmalah. Ini adalah sunnah yang harus diucapkan saat memulai semua
pekerjaan. Rasulullah saw. bersabda, “Berwudhulah dengan menyebut nama Allah.” (Al-
Baihaqi)
2. Bersiwak. Ini sesuai dengan sabda Nabi saw., “Jika tidak akan memberatkan umatku, akan
aku perintahkan mereka bersiwak setiap kali berwudhu.” (Malik, Asy Syaf’iy, Al-Baihaqi,
dan Al-Hakim). Disunnahkan pula bersiwak bagi orang yang berpuasa, seperti dalam
hadits Amir bin Rabi’ah r.a. berkata, “Aku melihat Rasulullah saw. tidak terhitung
jumlahnya bersiwak dalam keadaan berpuasa.” (Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi). Menurut
Imam Syafi’i, bersiwak setelah bergeser matahari bagi orang yang berpuasa, hukumnya
makruh.
3. Membasuh dua telapak tangan tiga kali basuhan di awal wudhu, sesuai hadits Aus bin Aus
Ats-Tsaqafiy r.a. berkata, “Aku melihat Rasulullah saw. berwudhu dan membasuh kedua
tangannya tiga kali.” (Ahmad dan An Nasa’i)
4. Berkumur, menghisap [1] air ke hidung dan menyemburkannya keluar. Terdapat banyak
hadits tentang hal ini. Sunnahnya dilakukan secara berurutan, tiga kali, menggunakan air
baru, menghisap air ke hidung dengan tangan kanan dan menyemburkannya dengan
tangan kiri, menekan dalam menghisap kecuali dalam keadaan puasa.
5. Menyisir jenggot dengan jari-jari tangan. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkannya
dari Utsman dan Ibnu Abbas r.a.
6. Mengulang tiga kali basuhan. Banyak sekali hadits yang menerangkannya
7. Memulai dari sisi kanan sebelum yang kiri, seperti dalam hadits Aisyah r.a., “Rasulullah
saw. sangat menyukai memulai dari yang kanan ketika memakai sandal, menyisir, bersuci,
dan semua aktivitasnya.” (Muttafaq alaih)
8. Menggosok, yaitu menggerakkan tangan ke anggota badan ketika mengairi atau
sesudahnya. Sedang bersambung artinya terus menerus pembasuhan anggota badan itu
tanpa terputus oleh aktivitas lain di luar wudhu. Hal ini diterangkan dalam banyak hadits.
Menggosok menurut madzhab Maliki termasuk dalam rukun wudhu, sedang terus
menerus termasuk dalam rukun wudhu menurut madzhab Maliki dan Hanbali.
9. Mengusap dua telinga, seperti yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmad dan At-
Thahawiy dari Ibnu Abbas dan Al-Miqdam bin Ma’ di Kariba
10. Membasuh bagian depan kepala, dan memperpanjang basuhan di atas siku dan mata kaki.
Seperti dalam hadits Nabi saw., “Sesungguhnya umatku akan datang di hari kiamat dalam
keadaan putih berseri dari basuhan wudhu.”
11. Berdoa setelah wudhu, seperti dalam hadits Ibnu Umar r.a., Rasulullah saw. bersabda,
“Tidak ada seorangpun di antara kalian yang berwudhu dan menyempurnakannya,
ُّ ُ ُ‫ ُوأش َهد‬،‫َللا ُ َوح َدهُ ُال ُش َِريكَُ ُله‬
kemudian berdo’a: ‫أن ُم َح ّمداُ ُ َعبدهُ ُ َو َرسوله‬ ُّ ُ ‫إال‬ َُ ُ ُ‫ أَش َهدُُأَن‬Aku Bersaksi
ُّ ُ‫ال ُإله‬
bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya,
dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Pasti akan
dibukakan baginya pintu-pintu surga yang delapan itu, dan dipersilahkan masuk dari
mana saja.” (Muslim)
12. Sedangkan doa ketika berwudhu, tidak pernah ada riwayat yang menerangkan sedikitpun.
13. Shalat sunnah wudhu dua rakaat, seperti dalam hadits Uqbah bin Amir r.a. berkata,
Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada seorangpun yang berwudhu dan menyempurnakan
wudhunya, kemudian shalat dua rakaat dengan menghadap wajah dan hatinya, maka
wajib baginya surga.” (Muslim, Abu Daud, dan Ibnu Majah)
Hal – hal makruh dalam Wudhu
Berlebih – lebihan dalam menuangkan air, misalnya , sampai lebih dari cukup dan ini
apabila air tersebut mubah (boleh dipakai) atau milik orang yang berwudhu itu sendiri. Jika air
itu jelas hanya tersedia untuk wudhu, seperti air yang tersedia dimasjid, maka menggunakanya
dengan berlebih – lebihan adalah haram.

Yang Membatalkan Wudhu


1. Segala sesuatu yang keluar dari dua jalan pembuangan (kencing, tinja, angin, madzi, atau
wadi), kecuali mani yang mengharuskannya mandi. Dalilnya adalah firman Allah swt. “…
atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan….” (Al-Ma’idah:
6) dan sabda Nabi saw., “Allah tidak menerima shalat salah seorang di antaramu ketika
berhadats sehingga ia berwudhu.” (Muttafaq alaih). Hadats adalah angin dubur baik
bersuara atau tidak. Sedangkan madzi adalah karena sabda Nabi saw., “Wajibnya wudhu.”
(Muttafaq alaih). Sedangkan wadiy adalah karena ungkapan Ibnu Abbas, “Basuhlah
kemaluanmu, dan berwudhulah sebagaimana wudhu untuk shalat.” (Al-Baihaqi dalam As-
Sunan).
2. Tidur lelap yang tidak menyisakan daya ingat, seperti dalam hadits Shafwan bin ‘Assal r.a.
berkata, “Rasulullah saw. pernah menyuruh kami jika dalam perjalanan untuk tidak
melepas sepatu kami selama tiga hari tiga malam, sebab buang air kecil, air besar maupun
tidur, kecuali karena junub.” (Ahmad, An Nasa’i, At-Tirmidzi dan menshahihkannya). Kata
tidur disebutkan bersama dengan buang air kecil dan air besar yang telah diketahui
sebagai pembatal wudhu. Sedang tidur dengan duduk tidak membatalkan wudhu jika
tidak bergeser tempat duduknya. Hal ini tercantum dalam hadits Anas r.a. yang
diriwayatkan oleh Asy-Syafi’i, Muslim, dan Abu Daud, “Adalah para sahabat Rasulullah
saw. pada masa Nabi menunggu shalat Isya’ sehingga kepala mereka tertunduk,
kemudian mereka shalat tanpa berwudhu.”
3. Hilang akal baik karena gila, pingsan, mabuk atau obat. Karena hal ini menyerupai tidur
dari sisi hilangnya kesadaran.

Tiga hal itu disepakati sebagai pembatal wudhu, tapi para ulama berbeda pendapat dalam
beberapa hal berikut ini:
1. Menyentuh kemaluan tanpa sekat, membatalkan wudhu menurut Syafi’i dan Ahmad,
seperti dalam hadits Busrah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang
menyentuh kemaluannya hendaklah ia berwudhu.” (Al-Khamsah dan disahihkan oleh At-
Tirmidziy dan Ibnu Hibban). Al-Bukhari berkata, “Inilah yang paling shahih dalam bab ini.”
Telah diriwayatkan pula hadits yang mendukungnya dari tujuh belas orang sahabat.
2. Darah yang mengucur, membatalkan wudhu menurut Abu Hanifah, seperti dalam hadits
Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang muntah atau
mengeluarkan darah, maka berpaling dan berwudhulah.” (Ibnu Majjah dan didhaifkan
oleh Ahmad, dan Al-Baihaqi). Dan menurut Asy-Syafi’i dan Malik bahwa keluarnya darah
tidak membatalkan wudhu. Karena hadits yang menyebutkannya tidak kuat menurutnya,
juga karena hadits Anas r.a., “Bahwa Rasulullah saw. dibekam dan shalat tanpa wudhu
lagi.” Hadits ini meskipun tidak sampai pada tingkat shahih, tapi banyak didukung hadits
lain yang cukup banyak. Al-Hasan berkata, “Kaum muslimin melaksanakan shalat dengan
luka-luka mereka.” (Al-Bukhari)
3. Muntah yang banyak dan menjijikkan, seperti dalam hadits Ma’dan bin Abi Thalahah dari
Abu Darda’, “Bahwa Rasulullah saw. muntah lalu berwudhu.” Ia berkata, kemudian aku
berjumpa dengan Tsauban di Masjid Damaskus, aku tanyakan kepadanya tentang ini. Ia
menjawab, “Betul, saya yang menuangkan air wudhunya.” (At-Tirmidzi dan
mensahihkannya). Demikiamlah Madzhab Hanafi. Dan menurut Syafi’i dan Malik, muntah
tidak membatalkan wudhu karena tidak ada hadits yang memerintahkannya. Hadits
Ma’dan di atas dimaknai istihbab/sunnah.
4. Menyentuh lawan jenis atau bersalaman, membatalkan wudhu menurut Mazhab Syafi’i
dengan dalil firman Allah swt. Al-Ma’idah ayat 6. Tidak membatalkan menurut Jumhurul
Ulama karena banyaknya hadits yang menyatakan tidak membatalkannya. Diantaranya
hadits Aisyah r.a., “Bahwa Rasulullah saw. mencium isterinya, kemudian shalat tanpa
berwudhu.” (Ahmad dan Imam empat). Juga ucapan Aisyah r.a., “Saya tidur di hadapan
Rasulullah dan kakiku ada di arah kiblatnya, jika ia hendak sujud ia memindahkan kakiku.”
(Muttafaq alaih). Tidak ada bedanya dalam pembatalan ini, apakah wanita itu isteri atau
bukan. Sedang jika menyentuh mahram, tidak membatalkan wudhu.
5. Tertawa terbahak ketika shalat yang ada rukuk dan sujudnya, membatalkan wudhu
menurut Madzhab Hanafi karena ada hadits, “… kecuali karena tertawa terbahak-bahak,
maka ulangilah wudhu dan shalat semuanya.” Sedang menurut jumhurul ulama, tertawa
terbahak-bahak membatalkan shalat, tetapi tidak membatalkan wudhu karena hadits
tersebut tidak kuat sebagai hadits yang membatalkan wudhu. Juga karena hadits Nabi
saw., “Tertawa itu membatalkan shalat, dan tidak membatalkan wudhu.” Demikian Imam
Bukhari mencatatnya sebagai hadits mauquf dari Jabir. Pembatalan wudhu karena
tertawa membutuhkan dalil, dan tidak ditemukan dalil yang kuat.
6. Jika orang yang berwudhu ragu apakah sudah batal atau belum? Tidak membatalkan
wudhu sehingga ia yakin bahwa telah terjadi sesuatu yang membatalkan wudhu. Karena
hadits Nabi saw. menyatakan, “Jika salah seorang diantaramu merasakan sesuatu di
perutnya, lalu dia ragu apakah sudah keluar sesuatu atau belum, maka janganlah keluar
masjid sehingga ia mendengar suara atau mendapati baunya.” (Muslim, Abu Daud dan
At-Tirmidzi). Sedang jika ragu apakah sudah wudhu atau belum, ia wajib berwudhu
sebelum shalat.
Tayammum
Pengertian : Tayammum adalah mengusap muka dan dua belah tangan dengan debu yang suci.
Tayammum dilakukan sebagai pengganti wudhu jika seseoarang yang akan melaksanakan shalat
tidak menemukan air untuk berwudhu.

Syarat – Syarat Tayammum


Seseoarang dibolehkan untuk bertayammum jika:
1. Islam
2. Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya, tetapi tidak bertemu
3. Berhalangan mengguankan air, misalnya karena sakit yang apabila menggunakan air akan
kambuh sakitnya
4. Telah masuk waktu shalat
5. Dengan debu yang suci
6. Bersih dari Haid dan Nifas

Sebab – sebab disyari’atkannya Tayammum


1. Tidak ada air untuk dipakai bersuci.
2. Tidak mampu menggunakan air atau dalam keadaan membutuhkan air.

Rukun Tayammum
1. Niat:
2. Nawaitut-tayammuma li istibaahatish-shalaati fardhal lillaahi ta’aalaa.
3. Artinya: “Aku berniat bertayammum untuk dapat mengerjakan shalat, fardhu karena
Allah.”
4. Mengusap muka dengan debu tanah, dengan dua kali usapan
5. Mengusap dua belah tangan hingga siku-siku dengan debu tanah
6. Memindahkan debu kepada anggota yang diusap
7. Tertib

Sunat Tayammum
1. Membaca basmalah
2. Mendahulukan anggota yang kanan daripada yang kiri
3. Menipiskan debu

Hal – hal yang membatalkan Tayammum


1. Segala hal yang membatalkan wudhu
2. Melihat air sebelum shalat, kecuali yang bertayammum karena sakit
3. Murtad, keluar dari Islam
Tokoh Teladan/ Kisah
Salah satu suplemen tambahan dalam menyampaikan materi adalah menceritakan
kosah-kisah teladan baik untuk memotivasi mentee. Berikut ini adalah salah satu kisah teladan
yang berkaitan dengan materi :

Inilah Amalan Yang Membuat Langkah Bilal Bin Rabah Terdengar Di Surga

Salah satu sahabat yang disebutkan menjadi penghuni surga adalah Bilal bin Rabah. Sosok
budak hitam di jaman jahiliyah tersebut memiliki paras yang tidak menarik. Meskipun begitu,
hatinya diterangi cahaya iman sehingga dengan lantang ia mendeklarasikan keislamannya.
Muadzin di jaman Rasulullah tersebut telah mengalami berbagai macam siksaan semenjak
menjadi budak Umayyah bin Khalaf dan menyatakan diri sebagai muslim. Ia mengalami siksaan
dengan cara dipanggang di teriknya padang gurun yang tandus. Ia pun ditindih dengan batu besar
dan sejumlah siksaan lainnya. Akan tetapi, siksaan tersebut tidak mampu meluluhkan
keimanannya dan justru semakin bertambah. Terbukti ketika disiksa dan disuruh kembali kepada
kemusyrikan, ia berkata, “Ahad..Ahad…Ahad”. Sebuah ucapan yang menyatakan keesaan Allah
tanpa ada yang sebanding denganNya. Abu Bakar Ash Shidiq kemudian memerdekakannya
sehingga Bilal bisa memeluk agama islam tanpa ada siksaan lagi dari sang majikan. Ternyata
setelah merdeka, Bilal justru menjadi sosok yang mulia. Bahkan ia digaransi masuk surga oleh
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Kisahnya berawal pada suatu hari selepas melaksanakan shalat subuh berjamaah,
Rasulullah bertanya kepada Bilal tentang amalan yang ia lakukan.
“Katakanlah kepadaku, apa amalanmu yang paling besar pahalanya yang kamu kerjakan
dalam islam?”
Bilal terheran-heran karena sesungguhnya Rasulullah sendiri yang lebih mengetahui
amalan mana yang besar pahalanya.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda, “Tadi malam, aku
mendengar suara sandalmu di dalam surga.”
Sungguh sebuah kemuliaan dalam diri Bilal yang dahulu hanyalah seorang budak hitam.
Seseorang yang telah dimerdekakan oleh Abu Bakar dan dibina oleh Rasulullah, namun
langkahnya sudah terdengar di surga.
Dengan tertunduk hormat, Bilal berkata, “Saya bersuci dengan sempurna pada siang dan
malam hari. Setelah bersuci, saya shalat selain shalat yang telah diwajibkan oleh Allah Ta’ala
kepada saya.”
Ternyata itulah rahasia amalan yang dilakukan oleh Bilal bin Rabah sehingga langkahnya
terdengar di surga meski ia belum meninggal. Dengan pernyataan Rasul tersebut menjamin
bahwa Bilal akan menjadi penghuni surga.
Metode Penanaman Nilai (Simulasi)
Metode yang digunakan dalam penyampaian bisa bermacam-macam bisa secara klasikal,
atau dengan simulasi. Berikut ini adalah beberapa metode yang bisa digunakan dalam
mentoring :
1. Praktek bersama-sama
Agar lebih mudah dalam memahami fiqih wudhu dan tayamum ada baiknya kalau
langsung dipraktekkan bersama-sama. Setelah belajar mengenai wudhu peserta
dapat berpasang-pasangan untuk praktek dan mengevaluasi masing-masing
pasangannya,
2. Menonton Video
Selain dari mencontohkan langsung, bisa juga dengan diputarkan video tutorial
wudhu dan tayamum sehingga peserta mentoring mudah memahami dan
mempraktekkan.
3. Studi kasus
Selain masalah praktek, berdiskusi mengenai waktu-waktu diperbolehkan wudhu dan
tayamum. Mentor bisa menyiapkan beberapa kasus, peserta mentoring diminta
untuk mendiskusikan bagaimana wudhu dan tayamum harus dipraktekkan pada kasus
tersebut. Hal ini melatih para peserta mentoring tidak hanya memahami tatacaranya
saja, namun subtansi dalam fiqih wudhu dan tayamum tersebut.

Referensi (Buku, Jurnal, Web, Lembaga.....)


Buku Zaadul Ma’ad, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah : Pustaka Azzam
http://www.dakwatuna.com/2008/07/26/842/cara-berwudhu/#ixzz5MfpOycYP
https://abu0mushlih.wordpress.com/2009/07/07/hadits-hadits-pilihan-bab-wudhu/
http://www.kabarmakkah.com/2016/07/inilah-amalan-yang-membuat-langkah-bilal-terdengar-
di-surga.html

Anda mungkin juga menyukai