Anda di halaman 1dari 3

George Jellinek membedakan dua jalur perubahan konstitusi, yaitu melalui cara: Pertama, yang

disebut verfassungs-anderung, yakni cara perubahan konstitusi yang dilakukan dengan sengaja
dengan cara yang ditentukan dalam konstitusi. Kedua, melalui prosedur yang disebut
verfassungs-wandelung yakni perubahan konstitusi yang dilakukan tidak berdasarkan cara
formal yang ditentukan dalam konstitusi sendiri, melainkan melalui jalur istimewa seperti,
revolusi, kudeta (coup d’etat), dan konvensi (Syahuri, 2010). Sementara sistem yang dianut
oleh negara-negara dalam mengubah konstitusinya dapat digolongkan ke dalam dua sistem
perubahan. Pertama, apabila suatu konstitusi diubah maka yang akan berlaku adalah konstitusi
yang baru secara keseluruhan, sehingga tidak ada kaitannya lagi dengan konstitusi lama. Sistem
ini masuk ke dalam kategori constitutional reform (pembaruan konstitusi). Sistem ini dianut
oleh hampir semua negara di dunia, di antaranya adalah Belanda, Jerman, dan Perancis. Kedua,
sistem perubahan konstitusi, dimana konstitusi yang asli tetap berlaku, sementara bagian
perubahan atas konstitusi tersebut merupakan adendum atau sisipan dari konstitusi asli tadi.
Dengan kata lain, bagian yang diamandemen merupakan atau menjadi bagian dari
konstitusinya. Jadi antara bagian perubahan dan bagian konstitusi aslinya masih terkait.
Keberlakuan konstitusi dengan sistem perubahan inipun masih didasarkan kepada saat
berlakunya konstitusi yang lama, sehingga nilai-nilai lama dalam konstitusi asli yang belum
diubah masih tetap eksis (Syahuri, 2010)

Sistem amandemen
Dalam sistem amandemen yang utama adalah berlakunya konstitusi yang telah diubah itu tetap
didasarkan pada saat berlakunya konstitusi asli, karena itu, perubahan redaksi dan atau
substansi atas beberapa pasal atau ketentuan tersebut dijadikan sebagai suatu adendum atau
lampiran dari konstitusi asli. Jadi sedikit banyaknya jumlah ketentuan dalam konstitusi yang
diubah bukan merupakan penentu bagi sistem amandemen. Cara amandemen yang dilakukan
atas perubahan UUD 1945 memiliki akibat hukum bahwa keberlakuan UUD 1945 yang
disandarkan pada Dekrit Presiden 5 Juli 1959 masih tetap eksis dan dipertahankan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilu demokratis tahun 1999, seperti halnya yang dilakukan
sebelumnya oleh MPR di masa pemerintahan Presiden Soeharto. Selain itu, oleh karena yang
mengamandemen UUD1945 adalah MPR hasil pemilu tahun 1999 yang demokratis, maka
dapat dikatakan bahwa hasil amandemen itu merupakan suatu keputusan hukum yang
demokratis (Syahuri, 2010)

Konsensus dasar Perubahan UUD NRI 1945. Pada tahun 2000 dicapai kesepakatan dasar
untuk tidak melakukan perubahan terhadap hal-hal sebagai berikut : (Risnain & karyati,
2017)

 Tidak mengubah pembukaan UUD 1945


 Tetap mempertahankan NKRI
 Penjelasan ditiadakan serta hal normati dalam penjelasan dimasukan dalam Pasal-pasal.
 Perubahan dilakukan secara adendum
Kesepakatan perubahan secara addendum, artinya perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan dengan tetap mempertahankan
naskah asli Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sebagaimana terdapat dalam Lembaran Negara Nomor 75 Tahun 1959 hasil Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 dan naskah perubahan-perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945diletakkan melekat pada naskah asli.

Dalam konstitusi indonesia prosedur untuk mengubah konstitusi diatur dalam Pasal 37
UUD Negara RI Tahun 1945 yang telah diamandemen. Disebutkan bahwa untuk
mengubah UUD harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : (Risnain & karyati,
2017)
1. Usul perubahan pasal-pasal undang-undang dasar dapat diagendakan dalam sidang
Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang -kurangnya 1/3 dari
jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
2. Setiap usul perubahan pasal-pasal undang-undang dasar diajukan secara tertulis dan
ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
3. Untuk mengubah pasal-pasal undang-undang dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan
Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat
4. Putusan untuk mengubah pasal-pasal undang-undang dasar dilakukan dengan
persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
5. Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan
perubahan.
Bahwa sesuai syarat perubahan UUD 1945 adalah terdapat pada pasal 37 ayat 1,2,3,4
dan 5 UUD 1945 itu sendiri dimana
 pasal 1 menyebutkan bahwa : “ Usul perubahan UUD dapat diagendakan dalam
sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR
itu sendiri “ artinya usul itu mesti diajukan oleh sekurangnya 227 orang anggota MPR
(1/3 kali jumlah anggota MPR), dan
 pasal 2 berbunyi : “ setiap usul perubahan pasal-pasal UUD 1945 diajukan secara
tertulis ndan ditunjukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta
alasannya “
 serta ayat 3 meneyebutkan : “untuk mengubah pasal-pasal UUD, sidang harus
dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR “ artinya secara
matematik dari 682 anggota MPR wajib sekurang-kurangnya hadir 2/3 (455 orang) agar
dapat dibahas usul perubahan UUD tersebut ynag diajukan oleh 227 Orang anggota
MPR tadi.
 Pasal 4 berbunyi: “putusan untuk mengubah pasal-pasal dalam UUD dilakukan
dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% ditambah 1 dari jumlah anggota MPR
“, artinya misalnya 2/3 dari anggota MPR atau 445 orang maka minimal harus disetujui
oleh 228 orang agar dianggap sah dan konstitusional perubahan tersebut.
Daftar Rujukan
Marpauang, Anugrah Robi. 2017. Telaah Mekanisme Perubahan Konstitusi Sesuai Pasal 37
UUD 1945. (online), ( www.ram-lawoffice.com), diakses 22 April 2018
Risnain, Muhammad & Karyati, Sri. 2017. Menimbang Gagsan Perubahan Konstitusi dan
Tata Cara Perubahan Konstitusi Republik Indonesia 1945. Universitas Mataram
dan Universitas Al-Azhar Mataram : Mataram. JURNAL IUS VOL V NO. 1
SyahurI, Taufiqurrohman. 2010. Metode Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dan
Perbandingannya dengan Konstitusi di Beberapa Negara. Fakultas Hukum
Universitas Bengkulu : Bengkulu. JURNAL HUKUM NO 4 VOL I.

Anda mungkin juga menyukai