Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat sehingga terwujud
derajat kesehatan yang optimal. Keberhasilan pembangunan kesehatan
berperan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia
(SDM), di mana Kesehatan Indera Pendengaran merupakan salah satu
faktor yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas SDM.

WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2000 terdapat 250 juta (4,2%)
penduduk dunia menderita gangguan pendengaran, di mana sepertiganya
terdapat di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Hasil survei Nasional
Kesehatan Indera tahun 1994 – 1996 di 7 Provinsi didapatkan prevalensi
ketulian 0,4%, gangguan pendengaran 16,8% (masukan P/L; umur).
Penyebab terbanyak dari morbiditas telinga adalah serumen prop (3,6%),
dan OMSK (3,1%) di samping gangguan pendengaran lainnya yaitu
presbikusis (2,6%), ototoksisitas (0,3%), tuli mendadak (0,2%) dan tuna
rungu (0,1%).

Dalam rangka menurunkan prevalensi ketulian, Departemen Kesehatan


telah menyusun kebijakan-kebijakan di bidang Kesehatan Indera
Pendengaran yaitu: Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan
Pendengaran dan Ketulian (Renstranas PGP Ketulian) dan Pedoman
Manajemen Kesehatan Indera tingakat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Kegiatan Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian di Provinsi
dan Kabupaten/Kota sesuai dengan rekomendasi WHO akan diprioritaskan
pada 4 (empat) penyakit penyebab gangguan pendengaran dan ketulian
yaitu OMSK, Presbikusis, Gangguan pendengaran akibat bising/Noise
Induce Hearing Loss (NIHL) dan Tuli kongenital. Namun demikian adanya
prioritas tersebut tidak mengabaikan penyakit lain penyebab ketulian yang
spesifik di wilayah tersebut. Kegiatan pelayanan kesehatan Indera
Pendengaran dilaksanakan oleh Puskesmas sebagai sarana pelayanan
kesehatan strata pertama dan Balai Kesehatan Indera Masyarakat (BKIM)
dan RSU sebagai sarana rujukan.

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota


yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
suatu wilayah kerja dan mempunyai fungsi sebagai 1) Penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, 2) Pusat pemberdayaan masyarakat
dan 3) Pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi upaya
kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan masyarakat (UKM).

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 1


Puskesmas
Dalam mencapai Visi “Kecamatan Sehat”, Puskesmas menyelenggarakan
upaya kesehatan wajib yaitu upaya promosi kesehatan, kesehatan
lingkungan, kesehatan ibu dan anak serta KB, upaya perbaikan gizi
masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta upaya
pengobatan. Selain itu sesuai dengan masalah daerah setempat dapat
dilaksanakan upaya kesehatan pengembangan. Kesehatan Indera
Pendengaran termasuk dalam upaya kesehatan pengembangan Puskesmas
yang dapat diintegrasikan dengan upaya kesehatan wajib.

Agar program kesehatan Indera Pendengaran ini dapat dikelola, baik dari
aspek manajemen di tingkat Puskesmas maupun aspek pelayanan kepada
masyarakat yang mencakup promotif, preventif dan kuratif,rehabilitasi,maka
diperlukan suatu pedoman pelayanan kesehatan Indera Pendengaran di
Puskesmas. Pedoman ini akan menjadi acuan bagi petugas Puskesmas
dalam pelaksanaan dan pengembangan program kesehatan Indera
Pendengaran di wilayah kerja Puskesmas.

B. TUJUAN
1. Tujuan umum :
Meningkatnya derajat kesehatan Indera Pendengaran masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas

2. Tujuan Khusus :
 Meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan petugas kesehatan dan
kader
 Meningkatnya kesadaran, sikap dan perilaku masyarakat untuk
memelihara kesehatan dalam menanggulangi gangguan
pendengaran dan ketulian
 Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan Indera Pendengaran
kepada masyarakat.
 Meningkatny temuan kasus gangguan pendengaran secara dini
 Meningkatknya cakupan pelayanan kesehatan Indera Pendengaran
masyarakat.

C. SASARAN
1. Sasaran Primer :
 Bayi
 Balita
 Anak usia sekolah/ remaja
 Usia produktif
 Ibu hamil
 Pekerja industri
 Usia Lanjut
2. Sasaran sekunder :
 Tenaga kesehatan
 Kader
 Tokoh masyarakat
 Guru
Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 2
Puskesmas
D, RUANG LINGKUP

Ruang lingkup bahasan pada pedoman pelayanan kesehatan Indera


Pendengaran di Puskesmas ini dibatasi pada pelayanan kesehatan THT
dasar yang bisa dilaksanakan di Puskesmas dengan merujuk kasus-kasus
yang tidak bisa ditangani ke Rumah Sakit. Di samping itu pedoman ini juga
memberikan pengetahuan tentang bagaimana pimpinan Puksemas dapat
melaksanakan pengelolaan program Kesehatan Indera Pendengaran di
Puskesmas

E. LANDASAN HUKUM

1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.


2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
(Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara
3670);
3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara 4437);
4. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
5. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
3637);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat (Lembaran
Negara Tahun 1998 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara 3754);
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah
Otonom;
9. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 131/MENKES/SK/ XI/2001
tentang Sistem Kesehatan Nasional;
10. Kepmenkes Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar
Puskesmas
11. Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 879/Menkes/SK/XI/2006 tentang
Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran
dan Ketulian untuk mencapai tujuan Sound Hearing 2030

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 3


Puskesmas
BAB II
LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN

Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian di Puskesmas


dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

A. PERENCANAAN KEGIATAN

Puskesmas yang akan mengembangkan Upaya Kesehatan Indera


Pendengaran mempersiapkan :
a. Sumber daya
1). Tenaga yang terlibat
Dokter, perawat dan tenaga medis lainnya
Kader, guru UKS dan tokoh masyarakat
2). Sarana dan prasarana
Untuk pelaksanaan kegiatan diperlukan sarana penunjang seperti
peralatan medis dan non medis, obat-obatan, sarana penyuluhan
dan lain lainnya.
3). Dana untuk mendukung kegiatan

Apabila sumber daya untuk kegiatan ini belum tersedia atau belum
memadai, program kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas bisa
diawali dengan kegiatan sederhana yaitu upaya promotif dan preventif,
seperti penyuluhan dan pemeriksaan pendengaran yang dilaksanakan
bersamaan dengan kegiatan pokok puskesmas

b. Survei Mawas Diri (SMD)


SMD ini merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengenali keadaan dan masalah yang dihadapi serta potensi yang
ada untuk mengatasi masalah tersebut. Hasil dari SMD berupa data
tentang :
 Gangguan pendengaran dan ketulian di masyarakat berdasarkan
kelompok usia.
 Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat mengenai kesehatan
Indera Pendengaran
 Potensi-potensi yang ada dalam masyarakat yang dapat digunakan
untuk pemecahan masalah.
Setelah data ini terkumpul, akan dilakukan analisis bersama dengan
Puskesmas, untuk menetapkan masalah kesehatan telinga. bahan ini
dapat digunakan untuk menyusun rencana kegiatan.

c. Penyusunan usulan kegiatan


Penyusunan usulan kegiatan dilakukan secara terpadu dengan upaya
kesehatan lainnya. Rencana yang telah disusun dibuat dalam bentuk
matriks yang berisikan rincian : kegiatan, volume, tujuan, sasaran,
waktu, lokasi, pelaksana serta perkiraan biaya untuk setiap kegiatan.

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 4


Puskesmas
Tabel 1. Contoh Matriks Rencana Kegiatan

n V
No Kegiatan Vol Tujuan Sasaran Lokasi Pelak- Waktu Biaya
sana
1

Sesuai dengan usulan kegiatan yang telah disetujui oleh Dinas


Kesehatan Kabupaten/Kota, maka kegiatan tersebut harus dilaksanakan.
Bila sumber daya terbatas maka kegiatan dilaksanakan secara terpadu
dengan upaya kesehatan lainnya. Rencana kegiatan yang telah disusun
diinformasikan pada seluruh staf melalui pertemuan Lokakarya Mini
Puskesmas.

Sesuai dengan pembagian wilayah binaan, maka setiap penanggung-


jawab wilayah binaan akan mendapat target sasaran, yang harus dicapai
serta kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan
kewenangannya.Tenaga kesehatan yang sudah dilatih atau yang ditunjuk
oleh Kepala Puskesmas akan mengkoordinir kegiatan-kegiatan tersebut.

B. PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Sosialisasi
Sosialisasi ini diberikan kepada staf Puskesmas, lintas sektor, kader-
kader kesehatan, guru-guru UKS dan pekerja yang ada di wilayah kerja
Puskesmas. Tujuan sosialisasi agar mereka mendapatkan informasi
secara jelas mengenai program kesehatan Indera Pendengaran di
Puskesmas dan masalah-masalah gangguan pendengaran dan ketulian.

2. Pelatihan
Pelatihan diberikan kepada: Kader, guru UKS dan tokoh masyarakat

3. Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran


a. Pelayanan di dalam gedung Puskesmas
Pelayanan kesehatan Indera Pendengaran di dalam gedung dapat
dilakukan dengan mengintegrasikan dalam upaya kesehatan wajib
Puskesmas.
Kegiatannya dapat berupa :
1). Penyuluhan kesehatan Indera Pendengaran
Penyuluhan kesehatan Indera Pendengaran di dalam gedung
Puskesmas dapat dilaksanakan secara langsung kepada
pengunjung Puskesmas dengan sasaran kelompok maupun
individu. Selain itu dapat juga secara tidak langsung, dilakukan
dengan menggunakan poster, leaflet, radio spot atau lainnya
yang tersedia di Puskesmas.

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 5


Puskesmas
2). Penjaringan kasus-kasus gangguan pendengaran dan ketulian
melalui rawat jalan pengobatan dan pada unit-unit pelayanan
lainnya.
3). Pemeriksaan dan tindakan medik masalah gangguan
pendengaran
4). Pengobatan kasus-kasus gangguan pendengaran
5). Merujuk kasus-kasus gangguan pendengaran dan ketulian
kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.

b. Pelayanan di luar gedung Puskesmas


Kegiatan di luar gedung terutama mengacu pada upaya promotif dan
preventif serta penjaringan kasus dengan melibatkan peran serta
masyarakat dalam rangka menciptakan kemandirian masyarakat.

Kegiatan Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran tersebut


adalah :
1). Penyuluhan kesehatan kepada masyarakat umum, masyarakat
sekolah, kelompok pekerja yang beresiko terhadap gangguan
pendengaran dan lain-lain.
2). Penjaringan kasus-kasus gangguan pendengaran dan ketulian di
masyarakat dan sekolah oleh kader, dokter kecil, guru UKS dan
petugas kesehatan yang sudah dilatih.
3). Pengobatan kasus-kasus gangguan pendengaran dan
pertolongan pertama pada kedaruratan telinga dapat dilakukan
oleh dokter dan perawat Puskesmas
4). Rujukan kasus ke Puskesmas atau fasilitas yang lebih tinggi

4. Pembinaan peran serta masyarakat

Kegiatan Pembinaan peran serta masyarakat dilaksanakan untuk


menjalin kemitraaan dalam penanggulangan gangguan pendengaran
dan ketulian.

Langkah-langkah untuk menjalin kemitraan :


a. Identifikasi dan analisis masalah gangguan pendengaran dan
ketulian.

Tabel 2. Contoh Matriks Analisis Masalah

MASALAH PERILAKU YG DIHARAPKAN


GANGGUAN PENDENGARAN DARI INDIVIDU/ KELUARGA
DAN KETULIAN MENCEGAH MENGATASI
OMSK
Presbikusis
Gangguan Pendengaran Akibat
Bising/NIHL
Tuli Kongenital
Lain-lain

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 6


Puskesmas
b. Pemberdayaaan masyarakat
Dalam pembinaan peran serta masyarakat maka peran kader sangat
penting dalam pelaksanaan kegiatan program kesehatan indera
Pendengaran ini.
Langkah-langkah pemberdayaan masyarakat melalui kader dalam
upaya kesehatan Indera Pendengaran adalah :
1). Membantu dan membimbing kader dalam menyusun rencana
kegiatan upaya kesehatan Indera Pendengaran di masyarakat
untuk mengatasi masalah kesehatan Indera Pendengaran yang
ada.
2). Membimbing dan memonitor kegiatan kader
3). Membantu dan membimbing kader untuk mengenal masalah dan
hambatan dalam pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan oleh
kader
4). Membantu dan membimbing kader dalam pelaksanaan kegiatan
tindak lanjut.
5). Membantu dan membimbing kader untuk memecahkan masalah
dan hambaan yang dihadapi.

Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader


perlu dilakukan pelatihan kader sehingga dapat melakukan deteksi
dini kasus gangguan Indera Pendengaran di masyarakat.

c. Promosi kesehatan Indera Pendengaran


Yaitu pemberian informasi terus menerus kepada masyarakat tentang:
 Masalah umum dan khusus gangguan pendengaran dan ketulian
 Bahaya gangguan pendengaran dan ketulian
 Pencegahan gangguan pendengaran dan ketulian

Dengan pemberian informasi secara terus menerus diharapkan


masyarakat menjadi tahu, mau dan mampu melaksanakan
pemeliharaan, pencegahan dan pengobatan masalah gangguan
pendengaran dan ketulian

d. Bina Suasana
Yaitu upaya penggalangan kemitraan antar berbagai kelompok
masyarakat (tokoh masyarakat, tokoh agama,dll) untuk menciptakan
suasana/mengembangkan kerjasama yang mendukung penyuluhan
masalah kesehatan indera pendengaran.

Bina suasana dapat dilaksanakan melalui kegiatan pelatihan,


mengadakan lokakarya, sarasehan dan penyuluhan atau
menyampaikan laporan studi banding ke daerah lain yang telah
berhasil.

Di tingkat kecamatan, pimpinan Puskesmas bersama-sama dengan


koordinator promosi kesehatan menjalin kerjasama dengan lintas
sektor terkait di kecamatan sehingga tersusun suatu kesepakatan:
Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 7
Puskesmas
pembagian tugas, pembagian wilayah, jadwal, kegiatan, dan supervisi
terpadu. Hal ini untuk menghindari kegiatan yang tumpang tindih,
tetapi menghasilkan pembinaan yang berkesinambungan.

e. Advokasi
Yaitu upaya untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari penentu
kebijakan. Untuk mendapatkan dukungan, advokasi harus
dilaksanakan dengan teknik yang tepat dan informasi yang akurat

Tahapan dan tujuan advokasi:


1). Adanya pemahaman/kesadaran tentang pentingnya masalah
kesehatan Indera Pendengaran
2). Adanya ketertarikan untuk mengatasi/solusi masalah
3). Adanya kemauan untuk mencari alternatif tindakan solusi masalah
4). Adanya kesepakatan satu tindakan solusi masalah
5). Adanya kesepakatan tindak lanjut
6). Adanya komitmen dan dukungan (kebijakan, sumber daya, regulasi,
dll dalam penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian)

C. PEMANTAUAN DAN EVALUASI KEGIATAN

Pelaksanaan kegiatan harus diikuti dengan pemantauan secara berkala


untuk melakukan telaahan penyelenggaraaan kegiatan dan hasil yang
telah dicapai.Telaahan bulanan terhadap penyelenggaraan kegiatan dan
hasil yang telah dicapai Puskesmas dibandingkan dengan rencana
kegiatan dan standar pelayanan. Kesimpulan dirumuskan dalam bentuk
kinerja Puskesmas yang terdiri dari cakupan, mutu dan biaya serta
masalah dan hambatan yang ditemukan pada waktu penyelenggaraan
kegiatan.

Telaahan bulanan ini dilakukan dalam Lokakarya Mini Bulanan


Puskesmas. Sebagai tindak lanjut pemantauan ini dirumuskan upaya
pemecahan masalah dan diuraikan dalam bentuk rencana kegiatan
bulanan/triwulanan yang akan datang. Apabila diperlukan keterlibatan
lintas sektor atau Camat atau Kepala Desa maka informasi ini perlu juga
disampaikan dalam rapat koordinasi lintas sektor (Lokakrya Mini
Triwulanan).
Pada akhir tahun saat mengadakan evaluasi kegiatan, Puskesmas dapat
mengundang Dinas Kesehatan Kabupate/Kota sebagai nara sumber
yang akan membantu upaya-upaya pemecahan masalah yang dihadapi.

D. PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pencatatan adalah kegiatan memasukkan dan mengumpulkan semua


data yang diperoleh dari semua pelayanan petugas kesehatan.
Pelaporan adalah kegiatan untuk melaporkan hasil pencatatan dari unit
yang lebih rendah kepada unit yang lebih tinggi.

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 8


Puskesmas
Hasil pencatatan dan pelaporan dilakukan analisis dan evaluasi yaitu
suatu kegiatan untuk menganalisis setiap kegiatan yang menjawab
pertanyaan 5 W - 1 H (what, who, when, where, why, and how)

a. Pencatatan Program Kesehatan Indera Pendengaran


Pencatatan Program Kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas
dilaksanakan bersama-sama dengan Program Kesehatan Indera
Pendengaran. Dalam pelaksanaannya dapat secara terintegrasi
dengan program lain, jadi pencatatan program PGP Ketulian bisa
terdapat dalam pencatatan program lain yang terkait dan terintegrasi,
atau memanfaatkan pencatatan yang sudah ada sebelumnya seperti
SP3 atau SP2TP/Simpus.

b. Pelaporan Program Kesehatan Indera Pendengaran


Pelaporan program PGP Ketulian dilaksanakan oleh unit Puskesmas
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota kepada Dinas Kesehatan Provinsi. Variabel yang
dilaporkan hendaknya mengacu kepada informasi yang dibutuhkan
di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi
sampai ke Pusat.

Sesuai dengan kebijakan Rencana Strategi Nasional


Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian, ada 4
penyakit yang harus ditanggulangi sebagai penyebab utama ketulian,
yaitu;
 OMSK(Otitis media supuratif kronika)
 Tuli kongenital
 Gangguan pendengaran akibat bising
 Presbikusis
 Penyakit lain yang mejadi masalah kesehatan
masyarakat, seperti serumen prop

Pelaporan pelayanan kesehatan Indera Pendengaran mulai dari


Puskesmas sampai ke Pusat, diutamakan laporan pelayanan
terhadap 4 penyakit utama tersebut di atas ditambah serumen prop.
Laporan dikirim dalam bentuk formulir pencatatan dan pelaporan
pelayanan kesehatan Indera. Laporan dari Puskesmas dikirim 3
bulan sekali ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota merekap dan mengirimkan ke Dinas Kesehatan
Provinsi, selanjutnya Dinas Kesehatan Provinsi mengirimkan laporan
ke Depkes melalui Subdirektorat Bina Upaya Kesehatan Indera dan
Usia Lanjut, Direktorat Bina Kesehatan Komunitas.

c. Analisis dan Evaluasi


Hasil pelaporan dari Puskesmas dianalisis dan dievaluasi oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten untuk kemudian diberikan umpan balik ke
Puskesmas.

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 9


Puskesmas
BAB III
PENYAKIT-PENYAKIT TELINGA YANG MENYEBABKAN
GANGGUAN PENDENGARAN DAN KETULIAN

KELAINAN DAN PENYAKIT TELINGA


YANG MENYEBABKAN GANGGUAN PENDENGARAN

* Anamnesa
- kurang dengar
- batuk pilek
- tidak dengar/pekak/tuli
- mimisan
- DM, Hipertensi
- otore(keluar cairan)
- otalgia(nyeri)
- otofoni
- tinitus(telinga berdenging)
Pemeriksaan - rasa penuh dalam telinga
* Telinga - rasa tersumbat
otoskopik - vertigo
tes garputala - rekruitmen
tes suara percakapan - unilateral/ bilateral
tes vestibuler sederhana - onset/progresivitas
* Hidung - kontinu/intermiten
* Tenggorokan

Telinga luar Telinga tengah Telinga dalam

Diagnosis kelainan dan penyakit telinga serta gangguan pendengaran


ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, khususnya telinga,
hidung, dan tenggorok serta pemeriksaan penunjang yang diperlukan.
Anamnesis merupakan hal sangat penting sebagai cara pengumpulan data
dalam menegakkan diagnosis kelainan dan penyakit penyebab gangguan
pendengaran. Keluhan dan gejala yang ada dapat berupa :
1. Rasa sakit di telinga (otalgia),
2. Rasa tersumbat atau rasa penuh seperti ada air di dalam telinga,
3. Keluar cairan dari liang telinga (otore) yang dapat berupa cairan encer, jernih
(mungkin liquor serebro spinal), mukoid, purulen, mukopurulen, darah atau
pus bercampur darah (sanguino purulen).
4. Tidak mendengar (tuli/pekak) atau pendengaran berkurang.

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 10


Puskesmas
5. Pembengkakan dibelakang telinga(infiltrat,abses), lubang dibelakang telinga
yang mengeluarkan cairan(fistel). Pada bayi pembengkakan dapat terjadi di
bawah telinga ( abses Bezold)
6. Pada bayi dan anak dapat disertai riwayat terlambat berbicara atau belum
dapat berbicara.
7. Keluhan lain dapat berupa mendengar suara sendiri di dalam telinga
(otofoni) dan keluhan telinga berdenging/berdengung (tinitus).
Tinitus ada 2 macam, yaitu :
a. Tinitus obyektif bila suara tersebut dapat didengar juga oleh pemeriksa
dan biasanya bernada rendah
b. Tinitus subyektif yang biasanya bernada tinggi dan tidak dapat didengar
oleh pemeriksa.
8. Keluhan perasaan berputar (vertigo) merupakan salah satu gangguan
vestibuler yang dapat timbul bersamaan atau tanpa gangguan pendengaran.
9. Nistagmus yaitu gerak bolamata kian kemari yang terdiri atas fase lambat
dan fase cepat merupakan reaksi sistem vestibuler dan reaksi
kompensasinya terhadap rangsangan keseimbangan.
Selain keluhan dan gejala di atas, perlu dipahami beberapa hal tersebut di
bawah ini agar dengan anamnesis dapat dibedakan kemungkinan seseorang
menderita tuli konduktif atau tuli sensori-neural.
1. Tuli konduktif terjadi bila terdapat kelainan pada telinga luar atau telinga
tengah
2. Tuli sensori-neural bila terdapat kelainan pada telinga dalam, saraf akustikus
atau di sentral/otak.
o Rekruitment ialah suatu fenomena terjadinya peningkatan sensitifitas
pendengaran yang berlebihan diatas ambang dengar. Keadaan ini khas
pada tuli sensori-neural yang sering dijumpai pada orangtua yang
menderita presbikusis (tuli sensori-neural terutama nada tinggi). Apabila
kita berbicara biasa dikatakan jangan berbisik, tetapi apabila kita
berbicara agak keras dikatakan jangan berteriak, padahal untuk orang
yang pendengarannya normal suara tersebut tidak begitu keras.
Pada orangtua sebaiknya anamnesis dilakukan dengan cara berbicara
lambat sehingga memudahkan penderita membaca ujaran bibir. Tanda
yang khas lainnya adalah bila penderita menonton televisi volume
suaranya dikeraskan, tetapi tetap tidak dapat menangkap percakapan di
televisi sepenuhnya. Hal ini disebabkan adanya rekruitmen tadi.
o Pada orang yang menderita tuli konduktif, bising latar belakang
(background noise) tidak mengganggu, sehingga pada orang tersebut
lebih enak berkomunikasi di tempat yang ramai oleh karena ditempat
tersebut lawan bicaranya akan mengeraskan suaranya untuk mengatasi
bising latar belakang, sehingga ambang pendengaran penderita tuli
konduktif tersebut terlampaui. Penderita tuli konduktif bertendensi
berbicara lemah oleh karena suaranya akan terdengar keras pada
telinga yang kurang dengar (otofoni).

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 11


Puskesmas
o Pada orang yang menderita tuli sensori-neural bising latar belakang
sangat mengganggu, maka bila ia berkomunikasi di tempat ramai akan
menjadi bingung, walaupun lawan bicaranya telah mengeraskan
suaranya, malah lebih sulit menangkap pembicaraan oleh karena
bersamaan dengan ini terjadi rekrutmen. Karena itu tuli sensori-neural
sering disebut sebagai “Cocktail Party Deafness”. Penderita tuli sensori-
neural bertendensi akan berbicara keras, oleh karena suaranya sendiri
tidak terdengar olehnya.

A. PENYAKIT TELINGA LUAR


1. Atresia atau stenosis liang telinga dengan atau tanpa kelainan daun
telinga (mikrotia)
Penatalaksanaan :
a. Kelainan unilateral
Periksa pendengaran dulu
Rujuk ke spesialis THT untuk operasi
rekonstruksi telinga yang cacat setelah
anak berumur lebih dari 15 tahun.

Gbr.1. Atresia atau stenosis


daun telinga

b. Kelainan bilateral
Rujuk ke spesialis THT.Usahakan pemasangan alat bantu dengar
dan speech training sedini mungkin. Pada usia 5 tahun dilakukan
operasi rekonstruksi satu telinga dan telinga lainnya dilakukan
setelah dewasa.
2. Serumen
Keluhan rasa tersumbat di telinga, pendengaran berkurang dan kadang-
kadang berdengung. Pada liang telinga tampak serumen dalam bentuk
lunak, liat, keras dan padat.

Penatalaksanaan :
a. Serumen cair
Bila serumen sedikit, bersihkan dengan kapas yang dililitkan pada
pelilit kapas atau disedot/dihisap dengan pompa penghisap.

b. Serumen lunak
Bila serumen banyak dan tidak ada riwayat perforasi membran
timpani, irigasi liang telinga dengan larutan permanganat kalium (PK)
1/1000, suhu larutan hangat kuku.
Bila ada riwayat perforasi membran timpani, maka tidak dapat
dilakukan irigasi, bersihkan serumen dengan kapas yang dililitkan
pada pelilit kapas.

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 12


Puskesmas
c. Serumen yang liat
Dikait dengan pengait serumen dan bila
tidak berhasil lakukan irigasi bila tidak
ada perforasi membran timpani.

d. Serumen yang keras padat (serumen


prop)
Lunakkan terlebih dahulu dengan
meneteskan karbo gliserin 10% selama
3 hari, kemudian keluarkan dengan
pengait atau diirigasi.
Gbr.2. Serumen Liat
di liang telinga

3. Trauma Liang Telinga


Terdapat riwayat trauma pada liang telinga.
Keluhan: sakit, terdapat perdarahan liang telinga atau bekuan darah dari
liang telinga.

Penatalaksanaan:
 Pasang tampon telinga (selama 3 hari) yang telah diberi
antiseptik yodium.
 Gbr.2. Serumen
Antibiotik Liat telinga
tetes
 Analgetik

4. Benda asing di liang telinga

Penatalaksanaan :
a. Benda asing serangga yang hidup
Matikan dulu dengan rivanol atau
larutan lain yang tidak iritatif kemudian
keluarkan serangga tersebut dengan
cara menjepitnya dengan pinset.

b. Benda asing lainnya seperti manik-


manik, kacang hijau, biji-bijian,
potongan korek api, kapas dan lain-lain.
Coba keluarkan benda asing tersebut
setelah melihat dengan jelas bagian
yang dapat dijepit dengan pinset, atau
dikait dengan pengait. Bila anak tidak
kooperatif dan tindakannya sulit
sebaiknya rujuk ke spesialis THT.

Gbr.3. Benda asing lain di


liang telinga

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 13


Puskesmas
5. Otitis Eksterna
Radang liang telinga dapat berbentuk :
a. Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel)
b. Otitis eksterna difusa akut
c. Otitis eksterna difusa kronis disebabkan
jamur : Otomikosis
d. Otitis eksterna difusa eksematosa
e. Otitis eksterna maligna

Gbr.4. Otitis Eksterna

a. Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel)


Rasa nyeri yang hebat bila daun telinga tersentuh atau ditarik.
Telinga berdengung bila furunkel telah menutup liang telinga.

Penatalaksanaan :
 Pasang tampon Ichtiol atau salep antibiotika+kortikosteroid ke
liang telinga selama 2 hari
 Analgetik
 Bila furunkel sudah menjadi abses, lakukan insisi dan berikan
antibiotika

b. Otitis eksterna difusa akut


1. Rasa nyeri, gatal dan rasa penuh di telinga. Sebelumnya ada
riwayat trauma dikorek atau berenang
2. Liang telinga sempit karena edem dan hiperemis dan terdapat
sekret di liang telinga
Penatalaksanaan :
1. Liang telinga dibersihkan dan diberi tampon yang
mengandung anti biotik yang diganti tiap 2 hari .
2. Analgetika
3. Bila perlu diberikan Ampisilin (dewasa : 4x500 mg, anak :
4x25 mg/kgBB/hari atau Amoksilin (Dewasa : 3x500 mg, anak:
3x10mg/kgBB/hari) selama 7 hari bisa diberikan Erytromysin
dosis 40 mg /kg bb per hari.

c. Otomikosis/otitis eksterna difusa kronis disebabkan jamur


Penyebabnya jamur aspergilus nigra atau kandida albikans
1. Rasa gatal, rasa tersumbat di liang telinga, dan pendengaran
berkurang
2. Tampak debris jamur berwarna hitam putih atau kotor di liang
telinga

Penatalaksanaan :

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 14


Puskesmas
Bersihkan liang telinga dengan larutan asam asetat 2% dalam
alkohol 70% tiap hari, bila perlu diberikan tampon salep yang
mengandung anti jamur.(dapat diberikan obat anti jamur topikal)

d. Otitis eksterna difusa eksematosa


Liang telinga dan daun telinga edem, hiperemis kadang-kadang
berair atau kering.

Penatalaksanaan :
1. Liang telinga dibersihkan dan diberi salep yang mengandung
antibiotika+kortikosteroid
2. Antihistamin
3. Kalau perlu diberikan antibiotika oral

e. Otitis Eksterna Maligna


Biasanya pada penderita diabetes melitus dan berusia tua. Rasa
nyeri yang hebat dan terus menerus. Tampak proses inflamasi yang
progresif sehingga dapat timbul perikondritis, vaskulitis, osteitis,
osteomielitis, paresis nervus fasial dan nervus kranialis lainnya.
Selain tanda radang liang telinga juga terdapat jaringan granulasi.

Penatalaksanaan :
Bila mungkin rujuk segera ke spesilis THT, bila tidak mungkin
penderita dirawat, kontrol gula darah dan berikan antibiotika
aminoglikosid atau quinolon atau penicillin dan derivatnya,
cefalosforin generasi ke III

B. PENYAKIT TELINGA TENGAH

1. Obstruksi Tuba Eustachius


Dapat terjadi pada beberapa kondisi seperti infeksi saluran nafas bagian
atas (ISPA), barotrauma, hipertrofi adenoid, alergi hidung, polip hidung,
tumor nasofaring dan komplikasi pemasangan tampon belloque. Tampak
membran timpani retraksi ke dalam dan refleks cahaya memendek.

Penatalaksanaan ;
Bila penyebabnya ISPA :
a. Ampisilin (Dewasa : 4x500mg, anak :4x25m/kgBB/hari) atau Amoksilin
(Dewasa : 3x500mg, anak :3x10mg/kgBB/hari) atau Eritromisina
(Dewasa : 4x500mg, anak : 4x10mg/kgBB/hari) selama 7 hari.
b. Obat tetes hidung (nasal dekongestan)
c. Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi

2. Otitis Media Serosa Akut


Rasa penuh dan rasa ada cairan di telinga, kadang-kadang disertai
tinitus. Pada pemeriksaan dengan otoskop tampak membran timpani
suram,
kadang-kadang disertai adanya gelembung udara atau batas cairan
dengan udara (air fluid level) di kavum timpani. Gerak membran timpani

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 15


Puskesmas
terganggu pada waktu menelan ludah. Tes penala didapatkan tuli
konduktif.

Penatalaksanaan :
a. Ampisilin (Dewasa : 4x500mg, anak : 4x25mg/kgBB/hari) atau
Amoksilin (Dewasa : 3x500mg, anak : 3x10mg/kgBB/hari) atau
Eritromisina (Dewasa : 4x500mg, anak : 4x10mg/kgBB/hari) selama
7 hari.
b. Obat tetes hidung (dekongestan)
c. Antihistamin bila ada tanda-tanda nasal alergi
d. Analgetik/Antipiretik

Bila tidak ada perbaikan berikan antibiotika kombinasi :


 Eritromisina dengan sulfametoksasol atau
 Amoksilin dengan asam klavulanat/sulbaktam selama7 hari
Bila masih tidak ada perbaikan rujuk ke spesialis THT.

3. Glue Ear (otitis media serosa kronik)


Terjadi bila cairan yang ada di telinga tengah menjadi kental dan disebut
sebagai otitis media efusi persisten. Lebih banyak terjadi pada anak.
Biasanya orang tua penderita curiga pendengaran anaknya berkurang.
Rasa penuh yang terus menerus di telinga dan tidak sakit.
Pemeriksaan dengan otoskop tampak membran timpani keruh, suram
dan ada bagian yang kuning kemerahan atau kebiruan dan kelenturan
gerakannya berkurang. Biasanya derajat ketuliannya lebih berat.

Penatalaksanaan
Bila sudah pernah mendapat pengobatan yang sesuai dengan
pengobatan otitis media serosa, segera rujuk ke ahli THT untuk
pemasangan pipa Grommet dan mencari penyebab penyumbatan tuba.

4. Otitis Media Akut (OMA)

Radang akut telinga tengah ini terjadi terutama


pada bayi atau anak yang biasanya didahului oleh
infeksi saluran nafas bagian atas. Kuman
penyebabnya adalah bakteri piogenik seperti
streptokokus hemolitikus, pneumokokus atau
Gbr.5. Radang akut hemofilus influenza.
telinga tengah

Keluhan dan gejala yang timbul tergantung dari stadium OMA yaitu :
I. Stadium oklusi tuba
II. Stadium hiperemis
III. Stadium supurasi
IV. Stadium perforasi
V. Stadium resolusi

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 16


Puskesmas
Tanda dan gejala OMA adalah :
1). Anak gelisah atau ketika sedang tidur tiba-tiba terbangun,
menjerit sambil memegang telinganya.

2). Demam dengan suhu tubuh yang tinggi dan kadang-


kadang sampai kejang
3). Kadang-kadang disertai dengan muntah dan diare.

a. OMA stadium oklusi tuba


Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani suram, refleks
cahaya memendek atau menghilang.

Penatalaksanaan :
 Ampisilin (Dewasa : 4x500 mg, Anak : 4x25 mg/KgBB/hari) atau
Amoksilin (Dewasa : 3x500 mg, Anak : 3x10 mg/KgBB/hari) atau
Eritromisina (Dewasa : 4x500 mg, anak : 4x10 mg/KgBB/hari
selama
 7 hari.
 Obat tetes hidung nasal dekongestan
 Anti histamin bila ada tanda-tanda alergi
 Antipiretik

b. OMA stadium hiperemis


Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani hiperemis dan
edem serta refleks cahaya menghilang

Penatalaksanaan :
o Ampisilin (Dewasa : 4x500 mg, Anak : 4x25 mg/KgBB/hari) atau
Amoksilin (Dewasa : 3x500 mg, Anak : 3x10 mg/KgBB/hari) atau
Eritromisina (Dewasa : 4x500 mg, anak : 4x10 mg/KgBB/hari)
selama 10-14 hari
o Obat tetes hidung dekongestan maksimal 5 hari.
o Anti histamin bila ada tanda-tanda alergi
o Antipiretik, analgetik dan pengobatan simtomatis lainnya.

c. OMA stadium supurasi


Keluhan dan gejala klinik bertambah hebat.
Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani menonjol keluar
(bulging) dan ada bagian yang berwarna pucat kekuningan.

Penatalaksanaan
 Segera rawat bila ada fasilitas perawatan dan berikan antibiotika
Ampisilin atau Amoksilin , parentral selama 3 hari, dan bila ada
perbaikan lanjutkan dengan peroral selama 14 hari
 Bila tidak ada fasilitas perawatan rujuk ke spesialis THT untuk
miringotomi.

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 17


Puskesmas
d. OMA stadium perforasi

Anak yang tadinya gelisah menjadi lebih


tenang, demam berkurang. Pada
pemeriksaan tampak cairan di liang telinga
yang berasal dari telinga tengah. Membran
timpani perforasi
Gbr.6. OMA stadium
perforasi

Penatalaksanaan :
 Antibiotika oral diteruskan sampai 14 hari
Cairan telinga dibersihkan dengan obat cuci telinga Solutio HO
3% 2-3 kali
 Antibiotika tetes atau topikal restriktif

e. OMA stadium resolusi


Pemeriksaan otoskopik tampak sekret tidak ada lagi/kering dan
membran timpani berangsur menutup kembali.

5. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)

Sehari-hari dikenal sebagai congek, dalam


perjalanan penyakit ini dapat berasal dari
OMA stadium perforasi yang berlanjut
dimana secret tetap keluar dari telinga
tengah baik encer, bening ataupun
mukopurulen, hilang timbul atau terus
menerus lebih dari 2 minggu berturut-turut.
Membran timpani tetap perforasi.
Gbr.7. OMSK

Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK :


a.Pengobatan terlambat diberikan dan tidak adekuat
b.Virulensi kuman tinggi
c.Daya tahan tubuh/gizi/hygiene kurang

OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :


a. OMSK tipe benigna/tipe mukosa/tipe aman
b. OMSK tipe maligna/tipe tulang/tipe bahaya.
Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 18
Puskesmas
Berdasarkan aktifitas sekret yang keluar dikenal OMSK aktif dan OMSK
yang tenang.
Pada OMSK tipe maligna lebih besar kemungkinan terjadinya komplikasi
intrakranial.

a. OMSK tipe aman


Proses peradangan hanya terbatas pada mukosa, perforasi membran
timpani di sentral, jarang menimbulkan komplikasi berbahaya.

Penatalaksanaan :
1). Bila aktif, berikan obat cuci telinga berupa solutio HO 3%, 2-3 kali
2). Ampisilin (Dewasa : 4x500 mg, Anak : 4x25 mg/KgBB/hari) atau
Amoksilin (Dewasa : 3x500 mg, Anak : 3x10 mg/KgBB/hari) atau
Eritromisina (Dewasa : 4x500 mg, anak : 4x10 mg/KgBB/hari)
selama 7 hari.
3). Anti histamin bila ada tanda-tanda alergi
4). Nasehatkan supaya tidak berenang dan tidak mengorek telinga
5). Bila selama 2 bulan tidak kering atau hilang timbul rujuk ke spesialis
THT
b. OMSK tipe bahaya
Proses peradangan mengenai tulang, perforasi letaknya di atik atau
marginal dan tampak kolesteatoma Tanda klinis lain terlihat adanya
abses/fistel retroaurikuler, polip atau jaringan granulasi di liang telinga
yang berasal dari telinga tengah dan secret purulen berbau busuk
yang khas. Biasanya komplikasi intrakranial disebabkan oleh OMSK
tipe bahaya ini.

Penatalaksanaan :
 Rujuk ke spesialis THT untuk pembedahan mastoidektomi dengan
atau tanpa timpanoplasti
 Bila belum mungkin dikirim ke spesialis THT sebaiknya dilakuka
terapi konservatif seperti dibawah ini.
 Berikan obat cuci telinga berupa solutio HO 3% 2-3 kali
 Ampisilin (Dewasa : 4x500 mg, Anak : 4x25 mg/KgBB/hari) atau
Amoksilin (Dewasa : 3x500 mg, Anak : 3x10 mg/KgBB/hari) atau
Eritromisina (Dewasa : 4x500 mg, anak : 4x10 mg/KgBB/hari)
selama 14 hari.
 Dan bila terdapat abses retroaurikuler insisi dulu, segera rujuk ke
spesialis THT.

c. OMSK dengan tanda-tanda komplikasi intra kranial


Biasanya komplikasi didapatkan pada penderita OMSK tipe bahaya,
tetapi dapat juga pada OMA dan OMSK eksaserbasi akut yang
disebabkan oleh kuman yang virulensinya tinggi.
Gejala dan tanda adanya komplikasi OMSK ialah bila OMSK maligna
disertai dengan adanya satu atau lebih gejala dibawah ini :
 Mual atau muntah
Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 19
Puskesmas
 Pusing berputar/vertigo
 Sakit kepala yang hebat dan terus menerus
 Demam
 Kejang
 Kesadaran menurun

Penatalaksanaan :
 Segera rujuk ke spesialis THT untuk penatalaksanaan lebih lanjut
 Bila tidak mungkin dirujuk, segera rawat inap dan berikan Ampisilin
parenteral dosis tinggi 4x200-400 mg/kg BB/hari. Kloramfenikol
parenteral (IM/IV) 4x1/2-1 gr/hari untuk dewasa 60-100 mg/kg
BB/hari untuk anak-anak. Metronidazol (oral/parenteral) 3x400-
600 mg/hari. Antibiotika oral dapat diteruskan sampai1-1,5 bulan.
 Jika memungkinkan konsul ke spesialis anak
/peny.dalam/neurologi/bedah saraf
 Imobilisasi

C. GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI DAN ANAK

Untuk dapat menduga atau mengetahui adanya gangguan pendengaran


pada bayi dan anak dapat dilakukan allo anamnesis orang tuanya dengan
teliti. Bayi tidak kaget bila ada suara yang keras bahkan yang keras
sekalipun. Seringkali ibunya mengatakan anak tetap tidur walaupun di
sekitarnya bising /ramai.

Anak terlambat bicara atau bila berbicara ucapannya tidak sempurna.


Keadaan ini terjadi bila gangguan pendengaran anak kurang tetapi tidak
terlalu berat. Apabila belum dapat bicara kemungkinan anak tersebut
menderita tuli berat bilateral.

Etiologi dan Patologi

Masa Prenatal
Pada masa prenatal faktor genetik/herediter dan non genetik, seperti
gangguan/kelainan pada masa kehamilan, kelainan struktur anatomik dan
kekurangan zat gizi (misalnya defisiensi Jodium) dapat sebagai faktor
penyebab.

Dalam periode kehamilan masa yang paling penting adalah pada trisemester
pertama, sebab gangguan atau kelainan yang terjadi pada masa tersebut
dapat menyebabkan ketulian pada anak. Infeksi bakterial maupun virus
yang seringkali berakibat buruk pada bayi yang akan dilahirkan adalah
Toksoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes dan Sifilis (TORCHS).
Selain itu infeksi virus lainnya seperti campak dan parotitis juga dapat
menyebabkan tuli saraf. Beberapa jenis obat ototoksik dan teratogenik
berpotensi mengganggu proses organogenesis dan merusak sel-sel rambut
koklea seperti salisilat, kina, neomisin, dihidro-streptomisin, gentamisin,
thalidomide, barbiturat, dll. Malformasi struktur anatomi telinga yang dikenal

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 20


Puskesmas
sebagai penyebab ketulian antara lain atresia liang telinga dan aplasia
koklea.

Masa Perinatal
Beberapa keadaan yang dialami bayi pada saat lahir, juga merupakan faktor
resiko untuk terjadinya gangguan pendengaran/ketulian seperti prematuritas,
berat badan lahir rendah (<1500 gr), tindakan denga alat pada proses

kelahiran (ekstraksi vakum, forsep), hiperbilirubinemia (<20 mg/100ml) yang


memerlukan tukar dara, asfiksia (lahir tidak menangis) dan anoksia otak
(nilai Apgar < 5 dalam 5 menit pertama). Biasanya jenis ketulian yang terjadi
akibat faktor prenatal dan perinatal adalah tuli sensori-neural dengan derajat
ketulian umumnya berat atau sangat berat pada kedua telinga (bilateral).

Masa Postnatal
Adanya infeksi bakterial/viral seperti rubella, campak, parotitis, infeksi otak
(meningitis, ensefalitis), perdarahan pada telinga tengah, trauma temporal
dapat menyebabkan tuli sensori-neural atau tuli konduktif. Untuk dapat
melakukan deteksi dini pada bayi dan anak relatif sulit, karena biaya yang
besar. Program skrining sebaiknya diprioritaskan pada bayi dan anak-anak
yang mempunyai risiko tinggi terhadap gangguan pendengaran.

Untuk maksud tersebut di atas, American Joint Committee of Infant Hearing


Statement (1994 ) menerapkan pedoman registrasi risiko tinggi terhadap
ketulian,yaitu :
1. Riwayat keluarga gangguan pendengaran sensorineural (tuli saraf) yang
permanen pada masa kanak
2. Kelainan kraniofasial (bentuk wajah atau tengkorak kepala), termasuk
kelainan morfologi liang dan daun telinga
3. Infeksi kongenital yang berhubungan dengan tuli saraf (toksoplasma,
rubella, sitomegalovirus (CMV), herpes, dan sifilis)
4. Gambaran fisik yang merupakan bagian dari suatu sindrom yang
seringkali disertai tuli saraf (misalnya sindrom Down, sindrom Usher,
dan sindrom Waardenburg)
5. Berat lahir kurang dari 1500 gram
6. Nilai apgar rendah (0-3 pada menit ke-5 dan 0-6 pada menit ke-10)
7. Kondisi penyakit yang memerlukan perawatan Neonatal Intensive Care
Unit (NICU) selama 48 jam atau lebih
8. Keadaan tertentu pada usia bayi 0-28 hari, terutama hiperbilirubinemia
yang tinggi yang memerlukan transfusi tukar dan penggunaan ventilator
(alat bantu nafas mekanik)
9. Infeksi pasca-persalinan yang berkaitan dengan tuli saraf (misalnya
meningitis bakterial)
10. Penggunaan obat-obatan ototoksik yang diberikan lebih dari lima hari
antara lain antibiotika tertentu, misalnya gentamisin
Bayi yang mempunyai 3 macam risiko tersebut di atas, mempunyai
kecenderungan menderita ketulian 63 kali lebih besar dibandingkan bayi
yang tidak mempunyai faktor resiko tersebut.

Kelainan klinis:
Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 21
Puskesmas
 Bayi tidak kaget bila mendengar suara keras
 Bayi tidur tidak pernah terganggu oleh suara bising atau gaduh
 Bayi belum berceloteh/mengoceh pada umur 1 tahun
 Anak terlambat bicara
 Anak bicara tidak benar ucapannya
 Anak belum dapat berbicara

Pemeriksaan pendengaran yang sederhana


Untuk Bayi: Refleks Moro
Bunyikan tepukan didekat telinganya, diperhatikan apakah ada reflek
mengedip atau menarik kedua lengan dan tungkainya

Untuk anak :
 Dengan memukulkan sendok ke gelas dari belakang, kanan atau kiri
anak. Apakah ada reaksi untuk mencari sumber bunyi tersebut.
 Gelas dapat dipukul pada tepi atasnya yang menunjukkan frekuensi
tinggi dan bagian dasar gelas menunjukkan frekuensi rendah
 Remasan kertas

Penatalaksanaan
Bila ada kecurigaan penyebab keterlambatan bicara atau belum dapat bicara
adalah kurang pendengaran, maka bayi atau anak tersebut dirujuk ke rumah
sakit yang ada fasilitas peralatan.

D. GANGGUAN PENDENGARAN PADA GERIATRI (USIA LANJUT)


Perubahan patologik pada organ auditori akibat proses degenerasi pada
geriatri menyebabkan gangguan pendengaran. Jenis ketulian yang terjadi
pada kelompok geriatri pada umumnya tuli sensori-neural, namun dapat juga
berupa tuli konduktif atau tuli campur.

Tuli sensori-neural pada geriatri (presbikusis)


Presbikusis adalah tuli sensori-neural frekuensi tinggi, terjadi pada usia
lanjut, simetris kiri dan kanan. Presbikusis dapat dimulai pada frekuensi
1000 Hertz atau lebih.

Penderita mengeluh pendengaran berkurang, atau masih dapat mendengar


tetapi sukar menangkap pembicaraan. Keluarga penderita menceritakan bila
mereka berkomunikasi dengan suara kurang keras, dikatakan jangan
berbisik, bila agak keras dikatakan jangan berteriak. Bila menonton televisi
volumenya dikeraskan walaupun bila ditanya sebenarnya hanya sebagian
dialog yang dapat dimengerti.
Etiologi gangguan pendegaran ini adalah proses degenerasi di telinga
dalam. Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan
Nervus VIII. Pada koklea perubahan mencolok adalah atrofi dan degenerasi
sel-sel rambut dan sel-sel penunjang pada organ corti.

Hal-hal yang tersebut ini dapat mempercepat terjadinya presbikusis seperti :


Herediter, arteriosklerosis, hipertensi, pemaparan bising (NIHL : Noise
Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 22
Puskesmas
Induced Hearing Loss), dll. Diabetes melitus dapat menyebabkan
presbikusis prekok atau terjadinya presbikusis pada umur yang relatif masih
muda. Biasanya presbikusis terjadi pada usia lebih dari 60 tahun dan pada
laki-laki terjadi lebih cepat dibandingkan dengan perempuan.

Keluhan kurang pendengaran terjadi secara perlahan-lahan dan progresif,


simetris pada kedua telinga, kapan mulainya tidak diketahui pasti.
Telinga berdenging (tinitus nada tinggi). Penderita dapat mendengar suara
percakapan tetapi sulit memahaminya, terutama bila diucapkan dengan
cepat ditempat dengan latar belakang yang ramai (cocktail party deafness).
Bila intensitas ditinggikan akan timbul rasa nyeri ditelinga (adanya
kelelahan/rekruitmen).
Pada pemeriksaan pendengaran dengan penala didapatkan kesan tuli
sensori-neural dan audiogram menunjukkan tuli sensori-neural dengan
penurunan pada frekuensi tinggi.

Penatalaksanaan
 Pemeriksaan pendengaran
 Alat Bantu Dengar (hearing aid)
 Bila berkomunikasi dengan penderita agar berbicara berhadapan, bicara
perlahan-lahan, artikulasi jelas dan tidak perlu dengan suara keras.

E. TULI MENDADAK (SUDDEN DEAFNESS)


Tuli mendadak adalah tuli yang timbulnya secara tiba-tiba yang sering terjadi
pada waktu bangun tidur, biasanya pada satu telinga. Penyebabnya tidak
langsung diketahui dan termasuk kegawatan dalam bidang otologi.

Etiologi diduga karena iskemi koklea oleh virus, trombosis atau spasme
pembuluh darah arteri auditiva interna. Kelainan patologi pada komponen
saraf di telinga dalam.

Kelainan klinis
Subyektif : kurang pendengaran tiba-tiba, yang dapat disertai tinitus dan
vertigo biasanya unilateral
Obyektif : pada otoskopi tidak ditemukan kelainan.
Tes pendengaran dengan penala didapatkan Rinne +, Weber lateralisasi ke
telinga yang baik, Schwabach memendek. Kesan adanya tuli sensorineural.
Hasil tes audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural.

Penatalaksanaan :
 Pemeriksaan pendengaran
 Rujuk ke THT untuk penatalaksanaan selanjutnya
 Seandainya tidak mungkin dirujuk maka dilakukan:
rawat inap,bed rest total
 Vasodilator
 Korticosteroid (hati-hati pada penderita Diabetes Mellitus)
 Inhalasi (O2)
 Vitamin C
Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 23
Puskesmas
 Neurotonik
 Diit rendah garam dan rendah kolesterol
 Obat anti virus dan antikoagulan bila sudah jelas etiologinya.

Prognosis
1. Ad Sanasionam : baik, kurang baik atau buruk
2. ad Vitam : baik

Pencegahan dengan menghindari dan mengobati kelainan atau penyakit


yang dapat mempermudah terjadinya tuli mendadak seperti lemak darah
yang tinggi, viskositas darah yang tinggi, hipertensi, diabetes melitus,
penyakit virus, dsb.

Rehabilitasi :
Alat bantu dengar (hearing aid) bila perlu

F. GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING (NOISE INDUCED


HEARING LOSS / NIHL)
Gangguan pendengaran akibat bising ialah kurang pendengaran akibat
pajanan bising yang cukup keras (>85 dB), dalam jangka waktu cukup lama,
biasanya disebabkan oleh bising lingkungan kerja, jenis ketuliannya tuli
sensorineural koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga.

Anamnesis ada riwayat bekerja di lingkungan bising, terjadi secara perlahan-


lahan akibat pajanan bising, biasanya pada kedua telinga.

Etiologi bising yang intensitasnya lebih besar dari 85 dB. Kelainan terdapat
pada koklea (alat corti) untuk reseptor pendengaran frekuensi 3000-6000
Hertz, dan terdapat takik pada frekuensi 4000 Hertz.
Kelainan klinis :
1. Subyektif : kurang pendengaran, kadang-kadang disertai tinitus
2. Obyektif : pada otoskopi tidak ditemukan kelainan
3. Pemeriksaan pendengaran dengan penala kesan tuli sensorineural
4. Tes audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural terutama nada
tinggi, spesifik bila terdapat takik pada frekuensi 4000 Hertz.

Penatalaksanaan :
1. Melindungi telinga terhadap bising dengan sumbat telinga/ear plug, tutup
telinga/ear muff, atau helm/helmet
2. Dapat dicoba dengan neurotonik
3. Mengikuti program konservasi pendengaran
Prognosis :
1. Ad sanasionam : kurang baik/buruk
2. Ad vitam : baik

Pencegahan :
Mengikuti program konservasi pendengaran yaitu program perlindungan
pendengaran untuk pekerja industri terhadap pajanan bising dengan
Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 24
Puskesmas
penggunaan pelindung telinga (sumbat telinga, tutup telinga atau helm),
Kontrol Administrasi dengan rotasi tempat kerja dan pengendalian/perawatan
mesin-mesin industri.
Rehabilitasi
 Alat bantu dengar (hearing aid)
 Implan koklea bila terjadi tuli total bilateral

G. GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT INTOKSIKASI OBAT


(OTOTOKSIK)

Gangguan pendengaran akibat ototoksik ialah kurang pendengaran yang


disebabkan oleh obat bersifat racun terhadap telinga (ototoxic drug) yang
dapat terjadi secara tiba-tiba, atau secara perlahan-lahan, jenis ketuliannya
tuli sensorineural koklea dan biasanya terjadi pada kedua telinga.
Anamnesis ada riwayat disuntik/minum obat yang bersifat ototoksik,
terjadinya secara tiba-tiba atau secara perlahan-lahan dan biasanya terjadi
pada kedua telinga. Sebelumnya dapat didahului oleh kelainan fungsi ginjal.
Etiologinya adalah obat yang bersifat ototoksik seperti streptomisin,
kanamisin, gentamisin, kina, asam asetil salisilat dan sebagainya yang
menyebabkan kelainan koklea pada sel-sel rambut corti.

Kelainan klinis
1. Subyektif : Kurang pendengaran biasanya disertai dengan tinitus dan
kadang-kadang vertigo
2. Obyektif : Pada otoskopi tidak ditemukan kelainan
3. Pemeriksaan pendengaran dengan penala didapatkan kesan tuli
sensorineural
4. Audiometri nada murni didapatkan kesan tuli sensorineural

Penatalaksanaan :
1. Pemeriksaan pendengaran
2. Menghentikan pemberian obat yang bersifat ototoksik
3. Dapat dicoba neurotonik

Prognosis :
1. Ad Sanasionam : Baik, kurang baik atau buruk
2. Ad Vitam : Baik

Rehabilitasi :
Alat bantu dengar (hearing aid)bila diperlukan

H. PENYAKIT MENIERE (HIDROPS ENDOLIMF)


Penyakit ini biasanya ditandai dengan adanya salah satu atau lebih gejala
berikut : vertigo, kurang pendengaran dan tinitus.
Biasanya serangan pertama dirasakan sangat berat, dimana vertigo disertai
muntah-muntah yang berlangsung sampai beberapa minggu dan keadaan
berangsur membaik.kadang-kadang terdapat fluktuasi pendengaran dan

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 25


Puskesmas
rasa penuh di telinga. Serangan selanjutnya lebih ringan dan pada tiap
serangan biasanya disertai dengan penurunan pendengaran. Bila serangan
telah hilang, pendengarannya dapat pulih kembali. Tinitus kadang-kadang
menetap walaupun tidak ada serangan.

Etiologi karena hidrops endolimf. Kelainan patologi yang terdapat berupa


kerusakan pada telinga dalam koklea, maupun labirin oleh karena tekanan
hidrops endolimf.

Kelainan klinis
1. Subyektif : Adanya trias vertigo, kurang pendengaran dan tinitus yang
datangnya hilang timbul dan berfluktuasi dan fungsi pendengaran
menjadi lebih baik setelah serangan. Merupakan gejala yang khas pula
adalah rasa penuh di dalam telinga.
2. Obyektif : pada otoskopi tidak ditemukan kelainan
3. Pemeriksaan pendengaran dengan penala kesan adanya tuli
sensorineural
4. Audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural nada rendah (khas)
5. Pemeriksaan keseimbangan sederhana pada waktu serangan tidak
dapat melaksanakan tes-Romberg (tidak dapat mempertahankan posisi
tubuh)

Penatalaksanaan
Pada saat serangan biasanya diberikan obat-obat simtomatik seperti sedatif,
dan bila perlu dapat diberikan anti muntah.
1. Bila diagnosis telah ditegakkan pengobatan yang paling baik adalah
sesuai dengan penyebabnya seperti vasodilator perifer untuk
mengurangi hidrops endolimf, neurotonik untuk menguatkan sarafnya
dan diit rendah garam, bila perlu pemberian diuretic.
2. Bila pengobatan tidak berhasil rujuk ke dokter spesialis THT terdekat.

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 26


Puskesmas
BAB IV
PERAN BERBAGAI UNSUR DALAM PENANGGULANGAN
GANGGUAN PENDENGARAN DAN KETULIAN

A. Peran Unsur Kesehatan


1. Dokter Spesialis THT
Peran dokter spesialis THT dalam penangulangan gangguan
pendengaran dan ketulian terdiri dari :
 Pendampingan dalam kegiatan pelayanan gangguan pendengaran
 Pendelegasian wewenang dalam penanganan kasus-kasus tertentu
di Puskesmas
 Memberikan rekomendasi kebutuhan minimal peralatan untuk
pelayanan gangguan pendengaran di Puskesmas
 Alih pengetahuan kepada dokter Puskesmas
Alih pengetahuan terutama berkaitan dengan pelayanan spesialistik
pada kasus-kasus yang menjadi masalah kesehatan masyarakat
misalnya, kebutaan katarak, penyakit infeksi mata, traumatologi,
kelainan refraksi, glaukoma dan lain sebagainya
 Pelayanan rujukan
Pelayanan rujukan adalah pelayanan terhadap kasus-kasus yang
dirujuk oleh dokter Puskesmas. Sambil melaksanakan pelayanan
rujukan tersebut, dokter spesialis melakukan pula alih keterampilan
pada dokter Puskesmas sebatas wewenang dan tanggung jawab
dokter Puskesmas.
 Pelatihan dan pengembangan teknologi tepat guna.
Dokter spesialis THT bersama dokter Puskesmas dapat
bekerjasama mengembangkan teknologi tepa tguna dibidang
penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian. Teknologi
tepat guna tersebut mengacu pada ketersediaan sumber daya
setempat (ketenagaan, peralatan dan obat, dana, metoda), dapat
diterima oleh pemberi dan penerima pelayanan, menjangkau
masyarakat luas (pemerataan) dapat diukur serta dipertanggung
jawabkan kualitasnya.

2. Dokter umum Puskesmas


Dokter umum baik sebagai pimpinan maupun staf Puskesmas merupakan
penggerak, pendorong dan pelaksana program kesehatan Indera
Pendengaran.Peran dokter Puskesmas adalah :

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 27


Puskesmas
 Mengoperasionalkan pelayanan paripurna dasar di bidang kesehatan
indera pendengaran yang terdiri dari promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
 Sebagai penggerak peran serta masyarakat serta pengembangan
kesehatan pendengaran masyarakat sesuai dengan kebutuhan
masyarakat setempat sesuai dengan tingkat perkembangan
ekonomi, sosial dan budaya.

 Pada keadaan tertentu dokter Puskesmas dapat melaksanakan


pelayanan spesialistik tertentu dengan bimbingan dokter spesialis
THT. Pelayanan tertentu tersebut adalah menyangkut kasus
gangguan pendegaran yang merupakan masalah kesehatan THT
masyarakat setempat.

3. Perawat dan Bidan


 Peran sebagai pelaksana keperawatan, yaitu melaksanakan
asuhan keperawatan tidak langsung dan asuhan keperawatan
langsung kepada kasus-kasus penyakit mata yang menjadi
masalah
 Peran sebagai pengelola keperawatan, yaitu melakukan
pengelolaan pelayanan keperawatan yang berkaitan dengan
program penanggulangan gangguan Pendengaran dan kebutaan
di Puskesmas
 Peran sebagai pendidik dalam bidang keperawatan yaitu
melakukan alih pengetahuan dan keterampilan keperawatan
kepada perawat lain serta keperawatan dasar kepada tenaga non
keperawatan dan keluarga

B Peran lintas sektor


Peran lintas sektor ini melibatkan semua unsur-unsur terkait yang ada di
tingkat kecamatan untuk mendukung upaya-upaya dalam menggerakkan
peran serta masyarakat, dalam rangka penanggulangan gangguan
pendengaran dan ketulian.

C . Peran serta masyarakat


1. Tim Penggerak PKK
Dalam kegiatan penaggulangan gangguan pendengaran dan ketulian,
PKK dapat membantu petugas kesehatan Puskesmas dalam menjaring
kasus-kasus gangguan pendengaran dan ketulian
2. Organisasi masyarakat/LSM
Membantu Puskesmas dalam penanggulangan gangguan pendengaran
dan ketulian melalui kegiatan penyuluhan dan pengumupulan dana.
3. Kader
Kegiatan pelayanan yang diharapkan dapat dilaksanakan oleh kader
dalam program penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian
adalah :

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 28


Puskesmas
1. Kegiatan penyuluhan kepada masyarakat/
perorangan
2. Kegiatan pelayanan dalam
penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian
 Pengenalan kelainan telinga secara umum
 Merujuk penderita dengan gangguan pendengaran
 Mengawasi dan memberikan pengobatan/perawatan lanjutan
kasus-kasus gangguan pendengaran tertentu dengan
petunjuk dari Puskesmas.

Agar para kader kesehatan yang dipilih sendiri oleh masyarakat tersebut
dapat berperan sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu diberikan
pelatihan yang memadai, baik pelatihan secara khusus maupun
pelatihan yang diselenggarakan secara terintegrasi dengan kegiatan
pembinaan kader secara umum.

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 29


Puskesmas
BAB V
PENUTUP

Program Kesehatan Indera Pendengaran merupakan salah satu program


pengembangan di Puskesmas yang dilaksanakan berdasarkan kebutuhan di
daerah dan kemampuan Puskesmas berdasarkan kebijakan dari Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Dalam pelaksanaannya Program Kesehatan Indera
Pendengaran ini dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan program wajib
yang ada di Puskesmas.

Dengan adanya buku Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di


Puskesmas diharapkan dapat membantu petugas kesehatan di Puskesmas
dalam melaksanakan dan mengembangkan program Kesehatan Indera
Pendengaran di Puskesmas dan wilayah kerjanya.

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 30


Puskesmas
Lampiran 1

PENENTUAN DERAJAT KETULIAN ( WHO, 1991 )

Tidak dapat mendengar sama Tuli sangat berat > 81 dB


sekali bilateral
kata-kata yang diucapkan

Mendengar beberapa kata yang Tuli berat bilateral 61-80 dB


diteriakkan pada sisi telinga yang
lebih baik
Dapat mendengar kata yang Tuli sedang bilateral 41- 60 dB
diteriakkan dari jarak 3 meter

Agak sulit mendengar, tetapi Tuli ringan bilateral 26 – 40 dB


biasanya dapat mendengar suara
dengan kekerasan normal
Ketulian hanya pada sisi telinga Tuli unilateral Sisi sehat
< 25 dB

Tidak ada masalah pendengaran NORMAL Ke 2 telinga


< 25 dB

* Tanpa pemeriksaan Audiometri

Normal 0 – 25 dB
Gangguan pendengaran ringan 25-40 dB
Gangguan pendengaran sedang 40 – 55 dB
Gangguan pendengaransedang berat 55 – 70 dB
Gangguan pendengaran berat 70 – 90 dB
Gangguan pendengaran sangat berat > 90 dB
* Menurut ASHA( American speech language hearing association) tahun ……
Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 31
Puskesmas
Lampiran 2

DAFTAR ALAT-ALAT YANG DIBUTUHKAN


UNTUK PEMERIKSAAN TELINGA DAN PENDENGARAN

1. Lampu kepala (head lamp)


2. Otoskop
3. Corong telinga atau spekulum telinga
4. Sendok atau pengait serumen (Cerumen haak)
5. Syringe (spuit) irigasi liang telinga
6. Pompa penghisap (suction pump)
7. Pinset bayonet
8. Garpu tala
9. Audiometer skrining
10. Lampu spiritus

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 32


Puskesmas
Lampiran 3

DAFTAR OBAT-OBATAN ATAU ZAT YANG DIGUNAKAN PADA PROGRAM


KESEHATAN INDERA PENDENGARAN DI PUSKESMAS

Untuk kepentingan pemeriksaan atau tindakan yang berhubungan dengan


penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian, obat-obatan atau zat
yang harus tersedia di Puskesmas adalah :
1. Larutan Betadin (Povidone-Iodine 10%)
2. Larutan Alkohol 70%
3. Larutan Rivanol 1/1000
4. Larutan Merkurokrom
5. Larutan AgNO (Nitras Argenti) 5%, 15%, 25%
6. Larutan Karbol Gliserin 10%
7. Larutan Albothyl
8. Larutan Peroksida (HO 3%) sebagai cuci telinga
9. Tetes telinga antibiotika, dengan atau tanpa steroid
10. Tetes hidung (dekongestan)
11. Salep Ichtyol
12. Salep antibiotika dengan atau tanpa steroid
13. Salep anti jamur

Selain itu juga harus disediakan tampon telinga (bahan gass verband) steril,
gypsona, drain steril dan sarung tangan.

Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 33


Puskesmas

Anda mungkin juga menyukai