PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat sehingga terwujud
derajat kesehatan yang optimal. Keberhasilan pembangunan kesehatan
berperan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia
(SDM), di mana Kesehatan Indera Pendengaran merupakan salah satu
faktor yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas SDM.
WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2000 terdapat 250 juta (4,2%)
penduduk dunia menderita gangguan pendengaran, di mana sepertiganya
terdapat di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Hasil survei Nasional
Kesehatan Indera tahun 1994 – 1996 di 7 Provinsi didapatkan prevalensi
ketulian 0,4%, gangguan pendengaran 16,8% (masukan P/L; umur).
Penyebab terbanyak dari morbiditas telinga adalah serumen prop (3,6%),
dan OMSK (3,1%) di samping gangguan pendengaran lainnya yaitu
presbikusis (2,6%), ototoksisitas (0,3%), tuli mendadak (0,2%) dan tuna
rungu (0,1%).
Agar program kesehatan Indera Pendengaran ini dapat dikelola, baik dari
aspek manajemen di tingkat Puskesmas maupun aspek pelayanan kepada
masyarakat yang mencakup promotif, preventif dan kuratif,rehabilitasi,maka
diperlukan suatu pedoman pelayanan kesehatan Indera Pendengaran di
Puskesmas. Pedoman ini akan menjadi acuan bagi petugas Puskesmas
dalam pelaksanaan dan pengembangan program kesehatan Indera
Pendengaran di wilayah kerja Puskesmas.
B. TUJUAN
1. Tujuan umum :
Meningkatnya derajat kesehatan Indera Pendengaran masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas
2. Tujuan Khusus :
Meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan petugas kesehatan dan
kader
Meningkatnya kesadaran, sikap dan perilaku masyarakat untuk
memelihara kesehatan dalam menanggulangi gangguan
pendengaran dan ketulian
Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan Indera Pendengaran
kepada masyarakat.
Meningkatny temuan kasus gangguan pendengaran secara dini
Meningkatknya cakupan pelayanan kesehatan Indera Pendengaran
masyarakat.
C. SASARAN
1. Sasaran Primer :
Bayi
Balita
Anak usia sekolah/ remaja
Usia produktif
Ibu hamil
Pekerja industri
Usia Lanjut
2. Sasaran sekunder :
Tenaga kesehatan
Kader
Tokoh masyarakat
Guru
Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 2
Puskesmas
D, RUANG LINGKUP
E. LANDASAN HUKUM
A. PERENCANAAN KEGIATAN
Apabila sumber daya untuk kegiatan ini belum tersedia atau belum
memadai, program kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas bisa
diawali dengan kegiatan sederhana yaitu upaya promotif dan preventif,
seperti penyuluhan dan pemeriksaan pendengaran yang dilaksanakan
bersamaan dengan kegiatan pokok puskesmas
n V
No Kegiatan Vol Tujuan Sasaran Lokasi Pelak- Waktu Biaya
sana
1
B. PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Sosialisasi
Sosialisasi ini diberikan kepada staf Puskesmas, lintas sektor, kader-
kader kesehatan, guru-guru UKS dan pekerja yang ada di wilayah kerja
Puskesmas. Tujuan sosialisasi agar mereka mendapatkan informasi
secara jelas mengenai program kesehatan Indera Pendengaran di
Puskesmas dan masalah-masalah gangguan pendengaran dan ketulian.
2. Pelatihan
Pelatihan diberikan kepada: Kader, guru UKS dan tokoh masyarakat
d. Bina Suasana
Yaitu upaya penggalangan kemitraan antar berbagai kelompok
masyarakat (tokoh masyarakat, tokoh agama,dll) untuk menciptakan
suasana/mengembangkan kerjasama yang mendukung penyuluhan
masalah kesehatan indera pendengaran.
e. Advokasi
Yaitu upaya untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari penentu
kebijakan. Untuk mendapatkan dukungan, advokasi harus
dilaksanakan dengan teknik yang tepat dan informasi yang akurat
* Anamnesa
- kurang dengar
- batuk pilek
- tidak dengar/pekak/tuli
- mimisan
- DM, Hipertensi
- otore(keluar cairan)
- otalgia(nyeri)
- otofoni
- tinitus(telinga berdenging)
Pemeriksaan - rasa penuh dalam telinga
* Telinga - rasa tersumbat
otoskopik - vertigo
tes garputala - rekruitmen
tes suara percakapan - unilateral/ bilateral
tes vestibuler sederhana - onset/progresivitas
* Hidung - kontinu/intermiten
* Tenggorokan
b. Kelainan bilateral
Rujuk ke spesialis THT.Usahakan pemasangan alat bantu dengar
dan speech training sedini mungkin. Pada usia 5 tahun dilakukan
operasi rekonstruksi satu telinga dan telinga lainnya dilakukan
setelah dewasa.
2. Serumen
Keluhan rasa tersumbat di telinga, pendengaran berkurang dan kadang-
kadang berdengung. Pada liang telinga tampak serumen dalam bentuk
lunak, liat, keras dan padat.
Penatalaksanaan :
a. Serumen cair
Bila serumen sedikit, bersihkan dengan kapas yang dililitkan pada
pelilit kapas atau disedot/dihisap dengan pompa penghisap.
b. Serumen lunak
Bila serumen banyak dan tidak ada riwayat perforasi membran
timpani, irigasi liang telinga dengan larutan permanganat kalium (PK)
1/1000, suhu larutan hangat kuku.
Bila ada riwayat perforasi membran timpani, maka tidak dapat
dilakukan irigasi, bersihkan serumen dengan kapas yang dililitkan
pada pelilit kapas.
Penatalaksanaan:
Pasang tampon telinga (selama 3 hari) yang telah diberi
antiseptik yodium.
Gbr.2. Serumen
Antibiotik Liat telinga
tetes
Analgetik
Penatalaksanaan :
a. Benda asing serangga yang hidup
Matikan dulu dengan rivanol atau
larutan lain yang tidak iritatif kemudian
keluarkan serangga tersebut dengan
cara menjepitnya dengan pinset.
Penatalaksanaan :
Pasang tampon Ichtiol atau salep antibiotika+kortikosteroid ke
liang telinga selama 2 hari
Analgetik
Bila furunkel sudah menjadi abses, lakukan insisi dan berikan
antibiotika
Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan :
1. Liang telinga dibersihkan dan diberi salep yang mengandung
antibiotika+kortikosteroid
2. Antihistamin
3. Kalau perlu diberikan antibiotika oral
Penatalaksanaan :
Bila mungkin rujuk segera ke spesilis THT, bila tidak mungkin
penderita dirawat, kontrol gula darah dan berikan antibiotika
aminoglikosid atau quinolon atau penicillin dan derivatnya,
cefalosforin generasi ke III
Penatalaksanaan ;
Bila penyebabnya ISPA :
a. Ampisilin (Dewasa : 4x500mg, anak :4x25m/kgBB/hari) atau Amoksilin
(Dewasa : 3x500mg, anak :3x10mg/kgBB/hari) atau Eritromisina
(Dewasa : 4x500mg, anak : 4x10mg/kgBB/hari) selama 7 hari.
b. Obat tetes hidung (nasal dekongestan)
c. Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi
Penatalaksanaan :
a. Ampisilin (Dewasa : 4x500mg, anak : 4x25mg/kgBB/hari) atau
Amoksilin (Dewasa : 3x500mg, anak : 3x10mg/kgBB/hari) atau
Eritromisina (Dewasa : 4x500mg, anak : 4x10mg/kgBB/hari) selama
7 hari.
b. Obat tetes hidung (dekongestan)
c. Antihistamin bila ada tanda-tanda nasal alergi
d. Analgetik/Antipiretik
Penatalaksanaan
Bila sudah pernah mendapat pengobatan yang sesuai dengan
pengobatan otitis media serosa, segera rujuk ke ahli THT untuk
pemasangan pipa Grommet dan mencari penyebab penyumbatan tuba.
Keluhan dan gejala yang timbul tergantung dari stadium OMA yaitu :
I. Stadium oklusi tuba
II. Stadium hiperemis
III. Stadium supurasi
IV. Stadium perforasi
V. Stadium resolusi
Penatalaksanaan :
Ampisilin (Dewasa : 4x500 mg, Anak : 4x25 mg/KgBB/hari) atau
Amoksilin (Dewasa : 3x500 mg, Anak : 3x10 mg/KgBB/hari) atau
Eritromisina (Dewasa : 4x500 mg, anak : 4x10 mg/KgBB/hari
selama
7 hari.
Obat tetes hidung nasal dekongestan
Anti histamin bila ada tanda-tanda alergi
Antipiretik
Penatalaksanaan :
o Ampisilin (Dewasa : 4x500 mg, Anak : 4x25 mg/KgBB/hari) atau
Amoksilin (Dewasa : 3x500 mg, Anak : 3x10 mg/KgBB/hari) atau
Eritromisina (Dewasa : 4x500 mg, anak : 4x10 mg/KgBB/hari)
selama 10-14 hari
o Obat tetes hidung dekongestan maksimal 5 hari.
o Anti histamin bila ada tanda-tanda alergi
o Antipiretik, analgetik dan pengobatan simtomatis lainnya.
Penatalaksanaan
Segera rawat bila ada fasilitas perawatan dan berikan antibiotika
Ampisilin atau Amoksilin , parentral selama 3 hari, dan bila ada
perbaikan lanjutkan dengan peroral selama 14 hari
Bila tidak ada fasilitas perawatan rujuk ke spesialis THT untuk
miringotomi.
Penatalaksanaan :
Antibiotika oral diteruskan sampai 14 hari
Cairan telinga dibersihkan dengan obat cuci telinga Solutio HO
3% 2-3 kali
Antibiotika tetes atau topikal restriktif
Penatalaksanaan :
1). Bila aktif, berikan obat cuci telinga berupa solutio HO 3%, 2-3 kali
2). Ampisilin (Dewasa : 4x500 mg, Anak : 4x25 mg/KgBB/hari) atau
Amoksilin (Dewasa : 3x500 mg, Anak : 3x10 mg/KgBB/hari) atau
Eritromisina (Dewasa : 4x500 mg, anak : 4x10 mg/KgBB/hari)
selama 7 hari.
3). Anti histamin bila ada tanda-tanda alergi
4). Nasehatkan supaya tidak berenang dan tidak mengorek telinga
5). Bila selama 2 bulan tidak kering atau hilang timbul rujuk ke spesialis
THT
b. OMSK tipe bahaya
Proses peradangan mengenai tulang, perforasi letaknya di atik atau
marginal dan tampak kolesteatoma Tanda klinis lain terlihat adanya
abses/fistel retroaurikuler, polip atau jaringan granulasi di liang telinga
yang berasal dari telinga tengah dan secret purulen berbau busuk
yang khas. Biasanya komplikasi intrakranial disebabkan oleh OMSK
tipe bahaya ini.
Penatalaksanaan :
Rujuk ke spesialis THT untuk pembedahan mastoidektomi dengan
atau tanpa timpanoplasti
Bila belum mungkin dikirim ke spesialis THT sebaiknya dilakuka
terapi konservatif seperti dibawah ini.
Berikan obat cuci telinga berupa solutio HO 3% 2-3 kali
Ampisilin (Dewasa : 4x500 mg, Anak : 4x25 mg/KgBB/hari) atau
Amoksilin (Dewasa : 3x500 mg, Anak : 3x10 mg/KgBB/hari) atau
Eritromisina (Dewasa : 4x500 mg, anak : 4x10 mg/KgBB/hari)
selama 14 hari.
Dan bila terdapat abses retroaurikuler insisi dulu, segera rujuk ke
spesialis THT.
Penatalaksanaan :
Segera rujuk ke spesialis THT untuk penatalaksanaan lebih lanjut
Bila tidak mungkin dirujuk, segera rawat inap dan berikan Ampisilin
parenteral dosis tinggi 4x200-400 mg/kg BB/hari. Kloramfenikol
parenteral (IM/IV) 4x1/2-1 gr/hari untuk dewasa 60-100 mg/kg
BB/hari untuk anak-anak. Metronidazol (oral/parenteral) 3x400-
600 mg/hari. Antibiotika oral dapat diteruskan sampai1-1,5 bulan.
Jika memungkinkan konsul ke spesialis anak
/peny.dalam/neurologi/bedah saraf
Imobilisasi
Masa Prenatal
Pada masa prenatal faktor genetik/herediter dan non genetik, seperti
gangguan/kelainan pada masa kehamilan, kelainan struktur anatomik dan
kekurangan zat gizi (misalnya defisiensi Jodium) dapat sebagai faktor
penyebab.
Dalam periode kehamilan masa yang paling penting adalah pada trisemester
pertama, sebab gangguan atau kelainan yang terjadi pada masa tersebut
dapat menyebabkan ketulian pada anak. Infeksi bakterial maupun virus
yang seringkali berakibat buruk pada bayi yang akan dilahirkan adalah
Toksoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes dan Sifilis (TORCHS).
Selain itu infeksi virus lainnya seperti campak dan parotitis juga dapat
menyebabkan tuli saraf. Beberapa jenis obat ototoksik dan teratogenik
berpotensi mengganggu proses organogenesis dan merusak sel-sel rambut
koklea seperti salisilat, kina, neomisin, dihidro-streptomisin, gentamisin,
thalidomide, barbiturat, dll. Malformasi struktur anatomi telinga yang dikenal
Masa Perinatal
Beberapa keadaan yang dialami bayi pada saat lahir, juga merupakan faktor
resiko untuk terjadinya gangguan pendengaran/ketulian seperti prematuritas,
berat badan lahir rendah (<1500 gr), tindakan denga alat pada proses
Masa Postnatal
Adanya infeksi bakterial/viral seperti rubella, campak, parotitis, infeksi otak
(meningitis, ensefalitis), perdarahan pada telinga tengah, trauma temporal
dapat menyebabkan tuli sensori-neural atau tuli konduktif. Untuk dapat
melakukan deteksi dini pada bayi dan anak relatif sulit, karena biaya yang
besar. Program skrining sebaiknya diprioritaskan pada bayi dan anak-anak
yang mempunyai risiko tinggi terhadap gangguan pendengaran.
Kelainan klinis:
Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 21
Puskesmas
Bayi tidak kaget bila mendengar suara keras
Bayi tidur tidak pernah terganggu oleh suara bising atau gaduh
Bayi belum berceloteh/mengoceh pada umur 1 tahun
Anak terlambat bicara
Anak bicara tidak benar ucapannya
Anak belum dapat berbicara
Untuk anak :
Dengan memukulkan sendok ke gelas dari belakang, kanan atau kiri
anak. Apakah ada reaksi untuk mencari sumber bunyi tersebut.
Gelas dapat dipukul pada tepi atasnya yang menunjukkan frekuensi
tinggi dan bagian dasar gelas menunjukkan frekuensi rendah
Remasan kertas
Penatalaksanaan
Bila ada kecurigaan penyebab keterlambatan bicara atau belum dapat bicara
adalah kurang pendengaran, maka bayi atau anak tersebut dirujuk ke rumah
sakit yang ada fasilitas peralatan.
Penatalaksanaan
Pemeriksaan pendengaran
Alat Bantu Dengar (hearing aid)
Bila berkomunikasi dengan penderita agar berbicara berhadapan, bicara
perlahan-lahan, artikulasi jelas dan tidak perlu dengan suara keras.
Etiologi diduga karena iskemi koklea oleh virus, trombosis atau spasme
pembuluh darah arteri auditiva interna. Kelainan patologi pada komponen
saraf di telinga dalam.
Kelainan klinis
Subyektif : kurang pendengaran tiba-tiba, yang dapat disertai tinitus dan
vertigo biasanya unilateral
Obyektif : pada otoskopi tidak ditemukan kelainan.
Tes pendengaran dengan penala didapatkan Rinne +, Weber lateralisasi ke
telinga yang baik, Schwabach memendek. Kesan adanya tuli sensorineural.
Hasil tes audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural.
Penatalaksanaan :
Pemeriksaan pendengaran
Rujuk ke THT untuk penatalaksanaan selanjutnya
Seandainya tidak mungkin dirujuk maka dilakukan:
rawat inap,bed rest total
Vasodilator
Korticosteroid (hati-hati pada penderita Diabetes Mellitus)
Inhalasi (O2)
Vitamin C
Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 23
Puskesmas
Neurotonik
Diit rendah garam dan rendah kolesterol
Obat anti virus dan antikoagulan bila sudah jelas etiologinya.
Prognosis
1. Ad Sanasionam : baik, kurang baik atau buruk
2. ad Vitam : baik
Rehabilitasi :
Alat bantu dengar (hearing aid) bila perlu
Etiologi bising yang intensitasnya lebih besar dari 85 dB. Kelainan terdapat
pada koklea (alat corti) untuk reseptor pendengaran frekuensi 3000-6000
Hertz, dan terdapat takik pada frekuensi 4000 Hertz.
Kelainan klinis :
1. Subyektif : kurang pendengaran, kadang-kadang disertai tinitus
2. Obyektif : pada otoskopi tidak ditemukan kelainan
3. Pemeriksaan pendengaran dengan penala kesan tuli sensorineural
4. Tes audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural terutama nada
tinggi, spesifik bila terdapat takik pada frekuensi 4000 Hertz.
Penatalaksanaan :
1. Melindungi telinga terhadap bising dengan sumbat telinga/ear plug, tutup
telinga/ear muff, atau helm/helmet
2. Dapat dicoba dengan neurotonik
3. Mengikuti program konservasi pendengaran
Prognosis :
1. Ad sanasionam : kurang baik/buruk
2. Ad vitam : baik
Pencegahan :
Mengikuti program konservasi pendengaran yaitu program perlindungan
pendengaran untuk pekerja industri terhadap pajanan bising dengan
Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 24
Puskesmas
penggunaan pelindung telinga (sumbat telinga, tutup telinga atau helm),
Kontrol Administrasi dengan rotasi tempat kerja dan pengendalian/perawatan
mesin-mesin industri.
Rehabilitasi
Alat bantu dengar (hearing aid)
Implan koklea bila terjadi tuli total bilateral
Kelainan klinis
1. Subyektif : Kurang pendengaran biasanya disertai dengan tinitus dan
kadang-kadang vertigo
2. Obyektif : Pada otoskopi tidak ditemukan kelainan
3. Pemeriksaan pendengaran dengan penala didapatkan kesan tuli
sensorineural
4. Audiometri nada murni didapatkan kesan tuli sensorineural
Penatalaksanaan :
1. Pemeriksaan pendengaran
2. Menghentikan pemberian obat yang bersifat ototoksik
3. Dapat dicoba neurotonik
Prognosis :
1. Ad Sanasionam : Baik, kurang baik atau buruk
2. Ad Vitam : Baik
Rehabilitasi :
Alat bantu dengar (hearing aid)bila diperlukan
Kelainan klinis
1. Subyektif : Adanya trias vertigo, kurang pendengaran dan tinitus yang
datangnya hilang timbul dan berfluktuasi dan fungsi pendengaran
menjadi lebih baik setelah serangan. Merupakan gejala yang khas pula
adalah rasa penuh di dalam telinga.
2. Obyektif : pada otoskopi tidak ditemukan kelainan
3. Pemeriksaan pendengaran dengan penala kesan adanya tuli
sensorineural
4. Audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural nada rendah (khas)
5. Pemeriksaan keseimbangan sederhana pada waktu serangan tidak
dapat melaksanakan tes-Romberg (tidak dapat mempertahankan posisi
tubuh)
Penatalaksanaan
Pada saat serangan biasanya diberikan obat-obat simtomatik seperti sedatif,
dan bila perlu dapat diberikan anti muntah.
1. Bila diagnosis telah ditegakkan pengobatan yang paling baik adalah
sesuai dengan penyebabnya seperti vasodilator perifer untuk
mengurangi hidrops endolimf, neurotonik untuk menguatkan sarafnya
dan diit rendah garam, bila perlu pemberian diuretic.
2. Bila pengobatan tidak berhasil rujuk ke dokter spesialis THT terdekat.
Agar para kader kesehatan yang dipilih sendiri oleh masyarakat tersebut
dapat berperan sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu diberikan
pelatihan yang memadai, baik pelatihan secara khusus maupun
pelatihan yang diselenggarakan secara terintegrasi dengan kegiatan
pembinaan kader secara umum.
Normal 0 – 25 dB
Gangguan pendengaran ringan 25-40 dB
Gangguan pendengaran sedang 40 – 55 dB
Gangguan pendengaransedang berat 55 – 70 dB
Gangguan pendengaran berat 70 – 90 dB
Gangguan pendengaran sangat berat > 90 dB
* Menurut ASHA( American speech language hearing association) tahun ……
Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di 31
Puskesmas
Lampiran 2
Selain itu juga harus disediakan tampon telinga (bahan gass verband) steril,
gypsona, drain steril dan sarung tangan.