PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2000 terdapat 250 juta (4,2%)
penduduk dunia menderita gangguan pendengaran, di mana sepertiganya terdapat di
Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Hasil survei Nasional Kesehatan Indera tahun
1994 – 1996 di 7 Provinsi didapatkan prevalensi ketulian 0,4%, gangguan
pendengaran 16,8% (masukan P/L; umur). Penyebab terbanyak dari morbiditas
telinga adalah serumen prop (3,6%), dan OMSK (3,1%) di samping gangguan
pendengaran lainnya yaitu presbikusis (2,6%), ototoksisitas (0,3%), tuli mendadak
(0,2%) dan tuna rungu (0,1%).
Agar program kesehatan Indera Pendengaran ini dapat dikelola, baik dari
aspek manajemen di tingkat Puskesmas maupun aspek pelayanan kepada
masyarakat yang mencakup promotif, preventif dan kuratif, rehabilitasi, maka
diperlukan suatu pedoman pelayanan kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas.
Pedoman ini akan menjadi acuan bagi petugas Puskesmas dalam pelaksanaan dan
pengembangan program kesehatan Indera Pendengaran di wilayah kerja Puskesmas.
B. TUJUAN
1. Tujuan umum :
Meningkatnya derajat kesehatan Indera Pendengaran masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Wagir.
2. Tujuan Khusus :
Meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan petugas kesehatan.
Meningkatnya kesadaran, sikap dan perilaku masyarakat untuk memelihara
kesehatan dalam menanggulangi gangguan pendengaran dan ketulian.
Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan Indera Pendengaran kepada
masyarakat.
Meningkatnya temuan kasus gangguan pendengaran secara dini.
Meningkatknya cakupan pelayanan kesehatan Indera Pendengaran
masyarakat.
C. SASARAN
1. Sasaran Primer :
Bayi
Balita
Anak usia sekolah/ remaja
Usia produktif
Ibu hamil
Pekerja industri
Usia Lanjut
2. Sasaran sekunder :
Tenaga kesehatan
Kader
Tokoh masyarakat
Guru
D. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup bahasan pada pedoman pelayanan kesehatan Indera
Pendengaran di Puskesmas ini dibatasi pada pelayanan kesehatan THT dasar yang
bisa dilaksanakan di Puskesmas dengan merujuk kasus-kasus yang tidak bisa
ditangani ke Rumah Sakit. Di samping itu pedoman ini juga memberikan pengetahuan
tentang bagaimana pimpinan Puksemas dapat melaksanakan pengelolaan program
Kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas.
E. LANDASAN HUKUM
BAB II
LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
A. PERENCANAAN KEGIATAN
Apabila sumber daya untuk kegiatan ini belum tersedia atau belum memadai,
program kesehatan Indera Pendengaran di Puskesmas bisa diawali dengan
kegiatan sederhana yaitu upaya promotif dan preventif, seperti penyuluhan dan
pemeriksaan pendengaran yang dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan
pokok puskesmas
n V
No Kegia Vo Tuju Sasara Lokas Pela Wak Biay
tan l an n i k- tu a
san
a
1
Sesuai dengan usulan kegiatan yang telah disetujui oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, maka kegiatan tersebut harus dilaksanakan. Bila sumber daya
terbatas maka kegiatan dilaksanakan secara terpadu dengan upaya kesehatan
lainnya. Rencana kegiatan yang telah disusun diinformasikan pada seluruh staf
melalui pertemuan Lokakarya Mini Puskesmas.
B. PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Sosialisasi
2. Pelatihan
Pelatihan diberikan kepada: Kader, guru UKS dan tokoh masyarakat
b. Pemberdayaaan masyarakat
Dalam pembinaan peran serta masyarakat maka peran kader sangat penting
dalam pelaksanaan kegiatan program kesehatan indera Pendengaran ini.
Langkah-langkah pemberdayaan masyarakat melalui kader dalam upaya
kesehatan Indera Pendengaran adalah :
1). Membantu dan membimbing kader dalam menyusun rencana kegiatan
upaya kesehatan Indera Pendengaran di masyarakat untuk mengatasi
masalah kesehatan Indera Pendengaran yang ada.
2). Membimbing dan memonitor kegiatan kader
3). Membantu dan membimbing kader untuk mengenal masalah dan hambatan
dalam pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan oleh kader
4). Membantu dan membimbing kader dalam pelaksanaan kegiatan tindak
lanjut.
5). Membantu dan membimbing kader untuk memecahkan masalah dan
hambaan yang dihadapi.
e. Advokasi
Yaitu upaya untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari penentu
kebijakan. Untuk mendapatkan dukungan, advokasi harus dilaksanakan dengan
teknik yang tepat dan informasi yang akurat
Hasil pencatatan dan pelaporan dilakukan analisis dan evaluasi yaitu suatu
kegiatan untuk menganalisis setiap kegiatan yang menjawab pertanyaan 5 W - 1
H (what, who, when, where, why, and how)
BAB III
PENYAKIT-PENYAKIT TELINGA YANG MENYEBABKAN
GANGGUAN PENDENGARAN DAN KETULIAN
KELAINAN DAN PENYAKIT TELINGA
YANG MENYEBABKAN GANGGUAN PENDENGARAN
* Anamnesa
- kurang dengar
- batuk pilek
- tidak dengar/pekak/tuli
- mimisan
- DM, Hipertensi
- otore(keluar cairan)
- otalgia(nyeri)
- otofoni
- tinitus(telinga berdenging)
Pemeriksaan - rasa penuh dalam telinga
* Telinga - rasa tersumbat
otoskopik - vertigo
tes garputala - rekruitmen
tes suara percakapan - unilateral/ bilateral
tes vestibuler sederhana - onset/progresivitas
* Hidung - kontinu/intermiten
* Tenggorokan
Anamnesis merupakan hal sangat penting sebagai cara pengumpulan data dalam
menegakkan diagnosis kelainan dan penyakit penyebab gangguan pendengaran.
Keluhan dan gejala yang ada dapat berupa :
Selain keluhan dan gejala di atas, perlu dipahami beberapa hal tersebut di bawah ini agar
dengan anamnesis dapat dibedakan kemungkinan seseorang menderita tuli konduktif
atau tuli sensori-neural.
1. Tuli konduktif terjadi bila terdapat kelainan pada telinga luar atau telinga tengah
2. Tuli sensori-neural bila terdapat kelainan pada telinga dalam, saraf akustikus atau di
sentral/otak.
o Pada orang yang menderita tuli konduktif, bising latar belakang (background noise)
tidak mengganggu, sehingga pada orang tersebut lebih enak berkomunikasi di
tempat yang ramai oleh karena ditempat tersebut lawan bicaranya akan
mengeraskan suaranya untuk mengatasi bising latar belakang, sehingga ambang
pendengaran penderita tuli konduktif tersebut terlampaui. Penderita tuli konduktif
bertendensi berbicara lemah oleh karena suaranya akan terdengar keras pada
telinga yang kurang dengar (otofoni).
o Pada orang yang menderita tuli sensori-neural bising latar belakang sangat
mengganggu, maka bila ia berkomunikasi di tempat ramai akan menjadi bingung,
walaupun lawan bicaranya telah mengeraskan suaranya, malah lebih sulit
menangkap pembicaraan oleh karena bersamaan dengan ini terjadi rekrutmen.
Karena itu tuli sensori-neural sering disebut sebagai “Cocktail Party Deafness”.
Penderita tuli sensori-neural bertendensi akan berbicara keras, oleh karena
suaranya sendiri tidak terdengar olehnya.
1. Atresia atau stenosis liang telinga dengan atau tanpa kelainan daun
telinga (mikrotia)
Penatalaksanaan :
a. Kelainan unilateral
Periksa pendengaran dulu
Rujuk ke spesialis THT untuk operasi rekonstruksi
telinga yang cacat setelah anak berumur lebih dari
15 tahun.
2. Serumen
Keluhan rasa tersumbat di telinga, pendengaran berkurang dan kadang-kadang
berdengung. Pada liang telinga tampak serumen dalam bentuk lunak, liat, keras
dan padat.
Penatalaksanaan :
a. Serumen cair
Bila serumen sedikit, bersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas
atau disedot/dihisap dengan pompa penghisap.
b. Serumen lunak
Bila serumen banyak dan tidak ada riwayat perforasi membran timpani, irigasi
liang telinga dengan larutan permanganat kalium (PK) 1/1000, suhu larutan
hangat kuku.
Bila ada riwayat perforasi membran timpani, maka tidak dapat dilakukan irigasi,
bersihkan serumen dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas.
Penatalaksanaan:
Pasang tampon telinga (selama 3 hari) yang telah diberi antiseptik yodium.
Antibiotik tetes
Gbr.2. Serumen Liattelinga
Analgetik
Penatalaksanaan :
a. Benda asing serangga yang hidup
Matikan dulu dengan rivanol atau larutan lain yang
tidak iritatif kemudian keluarkan serangga tersebut
dengan cara menjepitnya dengan pinset.
5. Otitis Eksterna
Radang liang telinga dapat berbentuk :
a. Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel)
b. Otitis eksterna difusa akut
c. Otitis eksterna difusa kronis disebabkan jamur :
Otomikosis
d. Otitis eksterna difusa eksematosa
e. Otitis eksterna maligna
Penatalaksanaan :
Pasang tampon Ichtiol atau salep antibiotika+kortikosteroid ke liang telinga
selama 2 hari
Analgetik
Bila furunkel sudah menjadi abses, lakukan insisi dan berikan
antibiotika
Penatalaksanaan :
1. Liang telinga dibersihkan dan diberi tampon yang mengandung anti biotik
yang diganti tiap 2 hari .
2. Analgetika
3. Bila perlu diberikan Ampisilin (dewasa : 4x500 mg, anak : 4x25
mg/kgBB/hari atau Amoksilin (Dewasa : 3x500 mg, anak:
3x10mg/kgBB/hari) selama 7 hari bisa diberikan Erytromysin dosis 40 mg
/kg bb per hari.
Penatalaksanaan :
Bersihkan liang telinga dengan larutan asam asetat 2% dalam alkohol 70% tiap
hari, bila perlu diberikan tampon salep yang mengandung anti jamur.(dapat
diberikan obat anti jamur topikal)
Penatalaksanaan :
1. Liang telinga dibersihkan dan diberi salep yang mengandung
antibiotika+kortikosteroid
2. Antihistamin
3. Kalau perlu diberikan antibiotika oral
Penatalaksanaan :
Bila mungkin rujuk segera ke spesilis THT, bila tidak mungkin penderita
dirawat, kontrol gula darah dan berikan antibiotika aminoglikosid atau quinolon
atau penicillin dan derivatnya, cefalosforin generasi ke III
Penatalaksanaan :
a. Ampisilin (Dewasa : 4x500mg, anak : 4x25mg/kgBB/hari) atau Amoksilin
(Dewasa : 3x500mg, anak : 3x10mg/kgBB/hari) atau Eritromisina (Dewasa :
4x500mg, anak : 4x10mg/kgBB/hari) selama 7 hari.
b. Obat tetes hidung (dekongestan)
c. Antihistamin bila ada tanda-tanda nasal alergi
d. Analgetik/Antipiretik
Penatalaksanaan
Bila sudah pernah mendapat pengobatan yang sesuai dengan pengobatan otitis
media serosa, segera rujuk ke ahli THT untuk pemasangan pipa Grommet dan
mencari penyebab penyumbatan tuba.
Keluhan dan gejala yang timbul tergantung dari stadium OMA yaitu :
I. Stadium oklusi tuba
II. Stadium hiperemis
III. Stadium supurasi
IV. Stadium perforasi
V. Stadium resolusi
2). Demam dengan suhu tubuh yang tinggi dan kadang-kadang sampai
kejang
3). Kadang-kadang disertai dengan muntah dan diare.
Penatalaksanaan :
o Ampisilin (Dewasa : 4x500 mg, Anak : 4x25 mg/KgBB/hari) atau Amoksilin
(Dewasa : 3x500 mg, Anak : 3x10 mg/KgBB/hari) atau Eritromisina
(Dewasa : 4x500 mg, anak : 4x10 mg/KgBB/hari) selama 10-14 hari
o Obat tetes hidung dekongestan maksimal 5 hari.
o Anti histamin bila ada tanda-tanda alergi
o Antipiretik, analgetik dan pengobatan simtomatis lainnya.
Penatalaksanaan
Segera rawat bila ada fasilitas perawatan dan berikan antibiotika Ampisilin
atau Amoksilin , parentral selama 3 hari, dan bila ada perbaikan lanjutkan
dengan peroral selama 14 hari
Bila tidak ada fasilitas perawatan rujuk ke spesialis THT untuk miringotomi.
d. OMA stadium perforasi
Penatalaksanaan :
Antibiotika oral diteruskan sampai 14 hari
Cairan telinga dibersihkan dengan obat cuci telinga Solutio HO 3% 2-3
kali
Antibiotika tetes atau topikal restriktif
Gbr.7. OMSK
Berdasarkan aktifitas sekret yang keluar dikenal OMSK aktif dan OMSK yang
tenang.
Pada OMSK tipe maligna lebih besar kemungkinan terjadinya komplikasi
intrakranial.
Penatalaksanaan :
1). Bila aktif, berikan obat cuci telinga berupa solutio HO 3%, 2-3 kali
2). Ampisilin (Dewasa : 4x500 mg, Anak : 4x25 mg/KgBB/hari) atau Amoksilin
(Dewasa : 3x500 mg, Anak : 3x10 mg/KgBB/hari) atau Eritromisina
(Dewasa : 4x500 mg, anak : 4x10 mg/KgBB/hari) selama 7 hari.
3). Anti histamin bila ada tanda-tanda alergi
4). Nasehatkan supaya tidak berenang dan tidak mengorek telinga
5). Bila selama 2 bulan tidak kering atau hilang timbul rujuk ke spesialis THT
b. OMSK tipe bahaya
Proses peradangan mengenai tulang, perforasi letaknya di atik atau marginal
dan tampak kolesteatoma Tanda klinis lain terlihat adanya abses/fistel
retroaurikuler, polip atau jaringan granulasi di liang telinga yang berasal dari
telinga tengah dan secret purulen berbau busuk yang khas. Biasanya komplikasi
intrakranial disebabkan oleh OMSK tipe bahaya ini.
Penatalaksanaan :
Rujuk ke spesialis THT untuk pembedahan mastoidektomi dengan atau tanpa
timpanoplasti
Bila belum mungkin dikirim ke spesialis THT sebaiknya dilakuka terapi
konservatif seperti dibawah ini.
Berikan obat cuci telinga berupa solutio HO 3% 2-3 kali
Ampisilin (Dewasa : 4x500 mg, Anak : 4x25 mg/KgBB/hari) atau Amoksilin
(Dewasa : 3x500 mg, Anak : 3x10 mg/KgBB/hari) atau Eritromisina (Dewasa
: 4x500 mg, anak : 4x10 mg/KgBB/hari) selama 14 hari.
Dan bila terdapat abses retroaurikuler insisi dulu, segera rujuk ke spesialis
THT.
Gejala dan tanda adanya komplikasi OMSK ialah bila OMSK maligna disertai
dengan adanya satu atau lebih gejala dibawah ini :
Mual atau muntah
Pusing berputar/vertigo
Sakit kepala yang hebat dan terus menerus
Demam
Kejang
Kesadaran menurun
Penatalaksanaan :
Segera rujuk ke spesialis THT untuk penatalaksanaan lebih lanjut
Bila tidak mungkin dirujuk, segera rawat inap dan berikan Ampisilin parenteral
dosis tinggi 4x200-400 mg/kg BB/hari. Kloramfenikol parenteral (IM/IV)
4x1/2-1 gr/hari untuk dewasa 60-100 mg/kg BB/hari untuk anak-anak.
Metronidazol (oral/parenteral) 3x400-600 mg/hari. Antibiotika oral dapat
diteruskan sampai1-1,5 bulan.
Jika memungkinkan konsul ke spesialis anak /peny.dalam/neurologi/bedah
saraf
Imobilisasi
Untuk dapat menduga atau mengetahui adanya gangguan pendengaran pada bayi
dan anak dapat dilakukan allo anamnesis orang tuanya dengan teliti. Bayi tidak kaget
bila ada suara yang keras bahkan yang keras sekalipun. Seringkali ibunya
mengatakan anak tetap tidur walaupun di sekitarnya bising /ramai.
Anak terlambat bicara atau bila berbicara ucapannya tidak sempurna. Keadaan ini
terjadi bila gangguan pendengaran anak kurang tetapi tidak terlalu berat. Apabila
belum dapat bicara kemungkinan anak tersebut menderita tuli berat bilateral.
Masa Prenatal
Pada masa prenatal faktor genetik/herediter dan non genetik, seperti
gangguan/kelainan pada masa kehamilan, kelainan struktur anatomik dan kekurangan
zat gizi (misalnya defisiensi Jodium) dapat sebagai faktor penyebab.
Dalam periode kehamilan masa yang paling penting adalah pada trisemester pertama,
sebab gangguan atau kelainan yang terjadi pada masa tersebut dapat menyebabkan
ketulian pada anak. Infeksi bakterial maupun virus yang seringkali berakibat buruk
pada bayi yang akan dilahirkan adalah Toksoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus,
Herpes dan Sifilis (TORCHS). Selain itu infeksi virus lainnya seperti campak dan
parotitis juga dapat menyebabkan tuli saraf. Beberapa jenis obat ototoksik dan
teratogenik berpotensi mengganggu proses organogenesis dan merusak sel-sel
rambut koklea seperti salisilat, kina, neomisin, dihidro-streptomisin, gentamisin,
thalidomide, barbiturat, dll. Malformasi struktur anatomi telinga yang dikenal sebagai
penyebab ketulian antara lain atresia liang telinga dan aplasia koklea.
Masa Perinatal
Beberapa keadaan yang dialami bayi pada saat lahir, juga merupakan faktor resiko
untuk terjadinya gangguan pendengaran/ketulian seperti prematuritas, berat badan
lahir rendah (<1500 gr), tindakan denga alat pada proses
Masa Postnatal
Adanya infeksi bakterial/viral seperti rubella, campak, parotitis, infeksi otak (meningitis,
ensefalitis), perdarahan pada telinga tengah, trauma temporal dapat menyebabkan tuli
sensori-neural atau tuli konduktif. Untuk dapat melakukan deteksi dini pada bayi dan
anak relatif sulit, karena biaya yang besar. Program skrining sebaiknya diprioritaskan
pada bayi dan anak-anak yang mempunyai risiko tinggi terhadap gangguan
pendengaran.
Kelainan klinis:
Bayi tidak kaget bila mendengar suara keras
Bayi tidur tidak pernah terganggu oleh suara bising atau gaduh
Bayi belum berceloteh/mengoceh pada umur 1 tahun
Anak terlambat bicara
Anak bicara tidak benar ucapannya
Anak belum dapat berbicara
Untuk anak :
Dengan memukulkan sendok ke gelas dari belakang, kanan atau kiri anak.
Apakah ada reaksi untuk mencari sumber bunyi tersebut.
Gelas dapat dipukul pada tepi atasnya yang menunjukkan frekuensi tinggi dan
bagian dasar gelas menunjukkan frekuensi rendah
Remasan kertas
Penatalaksanaan
Bila ada kecurigaan penyebab keterlambatan bicara atau belum dapat bicara adalah
kurang pendengaran, maka bayi atau anak tersebut dirujuk ke rumah sakit yang ada
fasilitas peralatan.
Perubahan patologik pada organ auditori akibat proses degenerasi pada geriatri
menyebabkan gangguan pendengaran. Jenis ketulian yang terjadi pada kelompok
geriatri pada umumnya tuli sensori-neural, namun dapat juga berupa tuli konduktif atau
tuli campur.
Penatalaksanaan
Pemeriksaan pendengaran
Alat Bantu Dengar (hearing aid)
Bila berkomunikasi dengan penderita agar berbicara berhadapan, bicara
perlahan-lahan, artikulasi jelas dan tidak perlu dengan suara keras.
Tuli mendadak adalah tuli yang timbulnya secara tiba-tiba yang sering terjadi pada
waktu bangun tidur, biasanya pada satu telinga. Penyebabnya tidak langsung
diketahui dan termasuk kegawatan dalam bidang otologi.
Etiologi diduga karena iskemi koklea oleh virus, trombosis atau spasme pembuluh
darah arteri auditiva interna. Kelainan patologi pada komponen saraf di telinga dalam.
Kelainan klinis
Subyektif : kurang pendengaran tiba-tiba, yang dapat disertai tinitus dan vertigo
biasanya unilateral
Obyektif : pada otoskopi tidak ditemukan kelainan.
Tes pendengaran dengan penala didapatkan Rinne +, Weber lateralisasi ke telinga
yang baik, Schwabach memendek. Kesan adanya tuli sensorineural.
Hasil tes audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural.
Penatalaksanaan :
Pemeriksaan pendengaran
Rujuk ke THT untuk penatalaksanaan selanjutnya
Seandainya tidak mungkin dirujuk maka dilakukan:
rawat inap,bed rest total
Vasodilator
Korticosteroid (hati-hati pada penderita Diabetes Mellitus)
Inhalasi (O2)
Vitamin C
Neurotonik
Diit rendah garam dan rendah kolesterol
Obat anti virus dan antikoagulan bila sudah jelas etiologinya.
Prognosis
1. Ad Sanasionam : baik, kurang baik atau buruk
2. ad Vitam : baik
Pencegahan dengan menghindari dan mengobati kelainan atau penyakit yang dapat
mempermudah terjadinya tuli mendadak seperti lemak darah yang tinggi, viskositas
darah yang tinggi, hipertensi, diabetes melitus, penyakit virus, dsb.
Rehabilitasi :
Alat bantu dengar (hearing aid) bila perlu
Gangguan pendengaran akibat bising ialah kurang pendengaran akibat pajanan bising
yang cukup keras (>85 dB), dalam jangka waktu cukup lama, biasanya disebabkan
oleh bising lingkungan kerja, jenis ketuliannya tuli sensorineural koklea dan umumnya
terjadi pada kedua telinga.
Etiologi bising yang intensitasnya lebih besar dari 85 dB. Kelainan terdapat pada
koklea (alat corti) untuk reseptor pendengaran frekuensi 3000-6000 Hertz, dan
terdapat takik pada frekuensi 4000 Hertz.
Kelainan klinis :
1. Subyektif : kurang pendengaran, kadang-kadang disertai tinitus
2. Obyektif : pada otoskopi tidak ditemukan kelainan
3. Pemeriksaan pendengaran dengan penala kesan tuli sensorineural
4. Tes audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural terutama nada tinggi,
spesifik bila terdapat takik pada frekuensi 4000 Hertz.
Penatalaksanaan :
1. Melindungi telinga terhadap bising dengan sumbat telinga/ear plug, tutup
telinga/ear muff, atau helm/helmet
2. Dapat dicoba dengan neurotonik
3. Mengikuti program konservasi pendengaran
Prognosis :
1. Ad sanasionam : kurang baik/buruk
2. Ad vitam : baik
Pencegahan :
Mengikuti program konservasi pendengaran yaitu program perlindungan pendengaran
untuk pekerja industri terhadap pajanan bising dengan penggunaan pelindung telinga
(sumbat telinga, tutup telinga atau helm), Kontrol Administrasi dengan rotasi tempat
kerja dan pengendalian/perawatan mesin-mesin industri.
Rehabilitasi
Alat bantu dengar (hearing aid)
Implan koklea bila terjadi tuli total bilateral
Kelainan klinis
1. Subyektif : Kurang pendengaran biasanya disertai dengan tinitus dan kadang-
kadang vertigo
2. Obyektif : Pada otoskopi tidak ditemukan kelainan
3. Pemeriksaan pendengaran dengan penala didapatkan kesan tuli sensorineural
4. Audiometri nada murni didapatkan kesan tuli sensorineural
Penatalaksanaan :
1. Pemeriksaan pendengaran
2. Menghentikan pemberian obat yang bersifat ototoksik
3. Dapat dicoba neurotonik
Prognosis :
1. Ad Sanasionam : Baik, kurang baik atau buruk
2. Ad Vitam : Baik
Rehabilitasi :
Alat bantu dengar (hearing aid)bila diperlukan
Penyakit ini biasanya ditandai dengan adanya salah satu atau lebih gejala berikut :
vertigo, kurang pendengaran dan tinitus.
Biasanya serangan pertama dirasakan sangat berat, dimana vertigo disertai muntah-
muntah yang berlangsung sampai beberapa minggu dan keadaan berangsur
membaik.kadang-kadang terdapat fluktuasi pendengaran dan rasa penuh di telinga.
Serangan selanjutnya lebih ringan dan pada tiap serangan biasanya disertai dengan
penurunan pendengaran. Bila serangan telah hilang, pendengarannya dapat pulih
kembali. Tinitus kadang-kadang menetap walaupun tidak ada serangan.
Etiologi karena hidrops endolimf. Kelainan patologi yang terdapat berupa kerusakan
pada telinga dalam koklea, maupun labirin oleh karena tekanan hidrops endolimf.
Kelainan klinis
1. Subyektif : Adanya trias vertigo, kurang pendengaran dan tinitus yang datangnya
hilang timbul dan berfluktuasi dan fungsi pendengaran menjadi lebih baik setelah
serangan. Merupakan gejala yang khas pula adalah rasa penuh di dalam telinga.
2. Obyektif : pada otoskopi tidak ditemukan kelainan
3. Pemeriksaan pendengaran dengan penala kesan adanya tuli sensorineural
4. Audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural nada rendah (khas)
5. Pemeriksaan keseimbangan sederhana pada waktu serangan tidak dapat
melaksanakan tes-Romberg (tidak dapat mempertahankan posisi tubuh)
Penatalaksanaan
Pada saat serangan biasanya diberikan obat-obat simtomatik seperti sedatif, dan bila
perlu dapat diberikan anti muntah.
1. Bila diagnosis telah ditegakkan pengobatan yang paling baik adalah sesuai dengan
penyebabnya seperti vasodilator perifer untuk mengurangi hidrops endolimf,
neurotonik untuk menguatkan sarafnya dan diit rendah garam, bila perlu
pemberian diuretic.
2. Bila pengobatan tidak berhasil rujuk ke dokter spesialis THT terdekat.
BAB IV
PERAN BERBAGAI UNSUR DALAM PENANGGULANGAN
GANGGUAN PENDENGARAN DAN KETULIAN
Agar para kader kesehatan yang dipilih sendiri oleh masyarakat tersebut dapat
berperan sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu diberikan pelatihan yang
memadai, baik pelatihan secara khusus maupun pelatihan yang diselenggarakan
secara terintegrasi dengan kegiatan pembinaan kader secara umum.
BAB V
PENUTUP
Normal 0 – 25 dB
Gangguan pendengaran ringan 25-40 dB
Gangguan pendengaran sedang 40 – 55 dB
Gangguan pendengaransedang 55 – 70 dB
berat
Gangguan pendengaran berat 70 – 90 dB
Gangguan pendengaran sangat > 90 dB
berat
* Menurut ASHA( American speech language hearing association) tahun ……
Lampiran 2
2. Otoskop
7. Pinset bayonet
8. Garpu tala
9. Audiometer skrining
Lampiran 3
4. Larutan Merkurokrom
7. Larutan Albothyl
Selain itu juga harus disediakan tampon telinga (bahan gass verband) steril, gypsona,
drain steril dan sarung tangan.