Anda di halaman 1dari 9

Laporan Praktikum KI2241

Energetika Kimia
Percobaan D-1, D-2
SIFAT-SIFAT KOLIGATIF

Nama : Meutia Khansa Akmal


NIM : 10517064
Kelompok / Shift : 5 / Kamis Pagi
Tanggal Percobaan : 31 Januari 2019
Tanggal Pengumpulan : 7 Februari 2019
Asisten : Annisa Nurul Utami

LABORATORIUM KIMIA FISIK


PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019
Sifat-Sifat Koligatif

I. Tujuan Percobaan
1. Menentukan berat molekul zat terlarut dengan menggunakan data penurunan titik
beku.
2. Menentukan berat molekul zat terlarut dengan menggunakan data kenaikan titik
didih.

II. Teori Dasar


Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak bergantung pada jenis zat
terlarut tetapi hanya ditentukan oleh banyaknya zat terlarut (konsentrasi zat terlarut).
Diantara sifat koligatif larutan adalah penurunan titik beku dan kenaikan titik didih. Titik
beku merupakan suhu saat tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap padatnya (zat
berubah dari fasa cair menjadi padat). Sedangkan titik didih merupakan suhu saat
tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap gasnya (zat berubah dari fasa cair menjadi
uap) (Sukardjo, 2004). Zat terlarut berkaitan dengan molalitas larutan sehingga dapat
berpengaruh pada sifat-sifat koligatif. Hal ini juga ditunjukkan pada diagram fasa.

Gambar 1. Diagram fasa


Apabila mt gram zat terlarut yang mempunyai berat molekul Mrt larut dalam mp
gram pelarut dengan berat molekul Mrp sehingga dihasilkan penurunan titik beku sebesar
∆ T f dan kenaikan titik didih sebesar ∆ T b, jika diketahui entalpi pembekuan∆ H v dan

entalpi penguapan ∆ H v maka berat molekul zat terlarut dapat ditentukan melalui
persamaan berikut,
Mr p . R . T f p2 mt 1000
Mrt = × ×
1000. ∆ H f ∆ T f mp
Mr p . R . T b p2 m t 1000
Mr t = × ×
1000. ∆ H v ∆ T b mp

III. Metodologi
4.1. Alat dan Bahan
4.1.1. Alat
a. D-1: Penurunan Titik Beku
 Termometer 1 buah
 Es batu
 Alat titik beku 1 set (tabung reaksi besar, tabung reaksi sedang)
 Stopwatch 1 buah
 Gelas ukur 50 mL 1 buah
 Batang pengaduk 1 buah
b. D-2: Kenaikan Titik Didih
 Alat Cottrell 1 buah
 Termometer Beckmann 1 buah
 Kaca pembesar 1 buah
 Gelas ukur 100 mL 1 buah
 Stopwatch 1 buah
 Gelas ukur 100 mL 1 buah
 Heating mantel
4.1.2. Bahan
a. D-1: Penurunan Titik Beku
 Benzene 10 mL
 Naftalena 0,25 g
b. D-2: Kenaikan Titik Didih
 Sikloheksana 10 mL
 Naftalena 0,25 g

4.2. Cara Kerja


D-1 Penurunan Titik Beku
Semua alat yang akan digunakan dibersihkan dan dikeringkan. Selanjutnya, es
dimasukkan hingga memenuhi termos. Tabung reaksi besar dimasukkan ke dalam
termos diikuti dengan tabung reaksi sedang yang sebelumnya telah diisi 10 mL
benzena. Kemudian termometer dan batang pengaduk dipasangkan dalam selaput
karet dan diletakkan pada tutup tabung reaksi sedang. Larutan diaduk perlahan agar
tidak membeku. Saat suhu mencapai 10ºC, stopwatch dinyalakan dan suhu larutan
diukur setiap 60 detik hingga mencapai suhu konstan (±20 menit).
Setelah didapatkan suhu tetap pada pengukuran titik beku pelarut, naftalena
ditimbang sebanyak 0,25 g dan dimasukkan ke dalam pelarut saat suhu pelarut telah
mencapai suhu kamar. Pengukuran titik beku larutan dilakukan dengan cara dan
tahapan yang sama seperti pengukuran titik beku pelarut sebelumnya.

D-2: Kenaikan Titik Didih


Semua alat yang akan digunakan dibersihkan dan dikeringkan, termasuk alat
cottrell. Selanjutnya alat disusun sesuai petunjuk asisten. Sikloheksana sebanyak 10
mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi besar. Batu didih sebanyak 3 buah juga
dimasukkan ke dalam tabung reaksi besar yang telah diletakkan di atas heating
mantel dan telah dialiri listrik. Tabung reaksi dan alat Cottrell disambungkan dengan
kondensor yang telah dialiri air. Saat suhu pada termometer Beckmann menunjukkan
skala 0ºC, stopwatch dinyalakan dan suhu larutan diukur setiap 60 detik hingga
mencapai suhu konstan (±20 menit).
Setelah didapatkan suhu tetap pada pengukuran titik beku pelarut, naftalena
ditimbang sebanyak 0,25 g dan dimasukkan ke dalam pelarut saat suhu pelarut telah
mencapai suhu kamar. Pengukuran titik didih larutan dilakukan dengan cara dan
tahapan yang sama seperti pengukuran titik didih pelarut sebelumnya.

IV. Data Pengamatan


D-1 Penurunan Titik Beku
Volume benzene = 10 mL
Massa naftalena = 0,25 g
Massa molar naftalena = 128,174 g/mol (teoritis)
ρ benzene = 0,8786 g/mol
Tabel 1. Penurunan titik beku
Waktu (s) Tf benzena (oC) Tf benzena+naftalena Waktu (s) Tf benzena (oC) Tf benzena+naftalena
(oC) (oC)
60 8,5 8,0 660 5,5 3,5
120 7,5 7,5 720 5,0 4,0
180 7,0 7,0 780 5,0 4,0
240 6,0 6,5 840 5,0 4,0
300 5,5 6,0 900 5,0 4,0
360 5,5 5,5 960 5,0 4,0
420 5,5 4,5 1020 5,0 4,0
480 5,5 4,0 1080 5,0 4,0
540 5,5 4,0 1140 5,0 4,0
600 5,5 3,5 1200 5,0 4,0

D-2 Kenaikan Titik Didih


Volume sikloheksana = 10 mL
Massa naftalena = 0,25 g
Massa molar sikloheksana = 84,162 g/mol (teoritis)
ρ sikloheksana = 0,779 g/mol
Tabel 2. Kenaikan titik didih
Waktu Tb benzena Tb benzena+naftalena Tb benzena+naftalena
Waktu (s) Tb benzena (oC)
(s) (oC) (oC) (oC)
60 3,45 2,25 840 4,25 4,27
120 4,15 3,50 900 4,25 4,27
180 4,21 3,92 960 4,27
240 4,23 3,92 1020 4,28
300 4,23 4,09 1080 4,28
360 4,23 4,10 1140 4,28
420 4,24 4,19 1200 4,29
480 4,24 4,18 1260 4,29
540 4,24 4,18 1320 4,29
600 4,24 4,23 1380 4,30
660 4,25 4,25 1440 4,30
720 4,25 4,26 1500 4,29
780 4,25 4,27

V. Pengolahan Data
D-1 Penurunan Titik Beku
1. Nilai Tf
Tf = Tbenzena - Tbenzena+naftalena
Tf = (5,0 – 4,0) oC
Tf = 1,0 oC
2. Massa molar naftalena
Mrbenzena . R . T f benzena2 m naftalena 1000
Mr naftalena = × ×
1000 . ∆ H f ∆Tf m benzena
78 g . mol−1 . 8,314 J . mol−1 . K−1 . ( 278 K )2 0,2 5 g 1000
Mrnaftalena = × o
×
1000 .10,590 kJ /mol 1,0 C 8,786 g
Mr naftalena =134,6626 g . mol−1
3. Persen galat
Mr Naftalena Percobaan−Mr Naftalena Teoritis
%galat = x 100 %
Mr naftalena teoritis
134,6626−128,174
%galat = x 100 %
128,174
%galat = 5,0624 %

D-2 Kenaikan Titik Didih


1. Nilai Tb
Tb = Tsikloheksana+naftalena – Tsikloheksana
Tb = 4,29oC – 4,25oC
Tb = 0,04 oC
2. Massa molar naftalena
Mrsikloheksana . R . T b sikloheksana2 mnaftalena1 1000
∆ T b 1= × ×
1000. ∆ H v Mr naftalena1 msikloheksana
84 g .mol−1 . 8,314 J . mol−1 . K−1 . ( 277,25 )2 0,2 5 g 1000
0,0 4 o C= × ×
1000. 30,1 kJ /mol Mr naftalena 23,37 g
Mrnaftalena =4 76,9658 g . mol−1
4. Persen galat
Mr Naftalena Percobaan−Mr Naftalena Teoritis
%galat = x 100 %
Mr naftalena teoritis
4 76,9658−128,174
%galat = x 100 %
128,174
%galat = 272,1237 %
VI. Kesimpulan
Berat molekul naftalena berdasarkan data penurunan titik beku adalah 34,6626 g .mol−1
dengan persen galat 5,0624 % .Berat molekul naftalena berdasarkan data kenaikan titik didih
adalah 4 76,9658 g . mol−1 dengan persen galat 272,1237 % .

VII. Daftar Pustaka


Atkins, P.W. 1990. Physical Chemistry, 8th Ed. New York: Mc Graw-Hill. Hlm. 173.
Day, R.A,. J.R dan Underwood, A.L. 2006. Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi 6. Jakarta:
Erlangga. Hlm. 457-468.
Sumari, dkk. 2015. Petunjuk Praktikum Kimia Fisika. Malang: FMIPA Universitas
Negeri Malang.
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/
LAMPIRAN

Pertanyaan
1. Bagaimana definisi larutan ideal? Besaran-besaran apa yang digunakan untuk
menggambarkan penyimpangan-penyimpangan dari keadaan ideal tersebut?
2. Tunjukkan bagaimana pengaruh ketidakidealan larutan terhadap sifat koligatif!
3. Bagaimana kurva yang didapatkan bila larutan mengalami keadaan lewat beku “super
cooled” ?
4. Bagaimana pengaruh tekanan udara atas percobaan ini?
5. Bagaimana hasil yang akan diperoleh bila zat terlarut mengalami disosiasi atau pelarut
mengalami asosiasi?
Jawab
1. Larutan ideal adalah larutan yang interaksi antarmolekul komponen-komponen larutannya
sama besar dengan interaksi antarmolekul komponen-komponen tersebut pada keadaan
murni. Larutan ideal mematuhi hukum Raoult yaitu bahwa tekanan uap pelarut (cair)
berbanding tepat lurus dengan fraksi mol pelarut dalam larutan. Besaran yang dapat
menggambarkan penyimpangan dari keadaan ideal tersebut adalah tekanan, fraksi mol,
dan koefisien keaktifan.
2. Pengaruh ketidak idealan larutan terhadap sifat koligatif dapat terjadi pada kenaikan titik
didih larutan dan penurunan terhadap tekanan uap larutan. Jika tekanan uap hasil
pengamatan tidak sesuai dengan tekanan uap berdasarkan perhitungan hukum Roult,
maka larutan tersebut tidak ideal. Ketidak idealan larutan disebabkan karena adanya
interaksi antarmolekul dalam larutan yang tidak dapat ditentukan melalui hokum Raoult.
Ketidak idealan ini dapat menurunkan tekanan uap larutan akibat dari fraksi mol pelarut
yang berkurang. Akibatnya akan terjadi penyimpangan titik didih dan titik beku larutan.

3.

Kurva larutan akan membentuk patahan dan tidak akan bersinggungan dengan kurva
padatan, hal ini dimungkinkan dengan menurunkan potensial kimia dari larutan sebelum
kurva larutan bersinggungan dengan kurva padatan (sebelum titik beku).
4. Adanya tekanan udara akan menyebabkan tekanan pada sistem meningkat sehingga
interaksi antar molekul menjadi lebih kuat dan menyebabkan kenaikan titik didih serta
penurunan titik beku.
5. Jika zat terlarut mengalami disosiasi, maka zat terlarut akan terdistribusi merata ke seluruh
pelarut. Jika pelarut mengalami asosiasi, maka pelarut berikatan dengan sesama pelarut,
sehingga zat terlarut tidak terdistribusi secara merata. Kedua hal ini akan mempengaruhi
pada kenaikan titik didih dan penurunan titik beku larutan. Semakin terdistribusinya zat
terlarut dalam pelarut maka kenaikan titik didih dan penurunan titik beku semakin tinggi
karea partikel dalam larutan akan semakin banyak.

Data Pengamatan

Gambar 2. Data pengamatan titik beku


Gambar 3. Data pengamatan titik didih

Anda mungkin juga menyukai