Anda di halaman 1dari 3

Menjadi Guru Inspiratif

9 Oktober 2017 11:49 Diperbarui: 9 Oktober 2017 12:21 4231 0 0

Keberadaan guru sangat penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Guru merupakan
tonggak penting keberhasilan pendidikan. Guru pula yang menentukan generasi penerus
bangsa memiliki kompetensi guna menghadapi tantangan dalam hidupnya. Maju mundurnya
pendidikan suatu bangsa ditentukan oleh kualitas guru. Apa yang ditanamkan oleh guru, itu
pula yang akan kita dapati pada sosok anak-anak bangsa.

Ada empat tipe guru. Pertama, guru yang hanya bisa memindahkan informasi dari buku ke
peserta didik. Kedua, guru yang bisa menjelaskan sebuah masalah atau buku ajar. Ketiga, guru
yang bisa menunjukkan materi ajar dengan baik. Keempat, paling ideal, adalah guru yang bisa
menjadi inspirasi bagi muridnya. (Hu Wen Chiang, pakar pendidikan dari Taiwan).

Melihat kondisi bangsa Indonesia saat ini, yang dibutuhkan adalah guru yang menginspirasi.
Guru yang mampu memanamkan optimisme dan nilai-nilai luhur kepada peserta didik. Namun
tidak semua guru yang bisa menjadi guru menginspirasi. Ada guru yang hanya sekedar
mengajar. Hanya memindahkan materi dari buku (transfer of knowledge) kepada siswa.

Anies Baswedan, penggagas gerakan Indonesia Mengajar mengatakan bahwa Indonesia


membutuhkan guru inspiratif yaitu guru yang mampu menjadi lilin yang menerangi kegelapan
di sekelilingnya.

Ketika siswa ditanya tentang ciri-ciri guru inspiratif, jawaban mereka adalah guru yang
memotivasi, menyemangati, mau berbagi, tidak kenal lelah, dan sabar. Untuk menjadi mampu
menginspirasi, seorang guru harus banyak membaca buku sebagai gudang ilmu. Agar banyak
hal pula yang dapat dibagi kepada peserta didik. Guru juga dapat berbagi tentang hikmah,
pengalaman, perjuangan, dan kisah hidupnya maupun dari kisah hidup orang lain. Seperti kata
pepatah Minangkabau, alam takambang jadi guru. Bahwa alam semesta adalah guru tempat
kita belajar. kita bisa mengambil hikmah dari mana saja. Sebab hikmah adalah barang yang
hilang milik orang yang beriman. Di mana saja ia menemukannya, maka ambillah. Begitu kata
hadist Rasulullah.

Di dalam kelas, guru jangan melulu mengajar. Diperhatikan pula muatan-muatan nilai luhur
yang hendak ditanamkan kepada siswa. Guru jangan hanya bagaimana materi ajar selesai
disampaikan. Selipkan pula motivasi, adab, norma kesopanan, kejujuran dan karakter positif
lainnya.

Interaksi guru dengan siswa tidak hanya di dalam kelas saja. bangun kedekatan dengan siswa
di luar kelas bahkan luar sekolah. Obroloan guru pun tidak hanya tentang pelajaran saja, namun
bisa tentang banyak hal. Aktivitas diluar sekolah, hobi, cita-cita, dan mimpi. Ini dapat
membangun kedekatan guru terhadap sekolah. Siberman (2013) mengatakan "Kita dapat
menceritakan sesuatu kepada siswa dengan cepat, namun siswa akan melupakan apa yang kita
ceritakan itu dengan lebih cepat".
Menjadi guru inspiratif tidak dibatasi pada usia dan masa pengabdian. Guru inspiratif tidak
hanya milik guru senior. guru muda pun bisa menjadi guru inspiratif. Menjadi guru bukanlah
tentang lama atau baru. Tapi untuk dia yang mampu menginspirasi ilmu. Begitu kata teman
guru saya.

Ada tiga status guru di negara kita yaitu guru PNS, guru honorer, dan guru swasta. Guru PNS
adalah guru yang digaji oleh negara sesuai undang-undang Aparatur Sipil Negara (ASN). Guru
honorer adalah guru yang mengajar di sekolah negeri berstatus tenaga honorer yang gajinya
dibayar oleh sekolah, bukan berdasar undang-undang ASN. Sementara, guru swasta adalah
guru yang digaji oleh sekolah swasta atau yayasan. Siapa saja bisa menjadi guru inspiratif baik
itu guru PNS, honorer, atau swasta.

Sosok guru inspriratif adalah seperti guru Muslimah dalam novel Laskar Pelangi. Seorang guru
yang sangat mengkawatirkan keberlangsungan pendidikan. Kekhawatiran terhadap sekolah
yang terancam tutup karena kekurangan siswa. Seorang guru yang menerima apa adanya
kondisi siswa. Tidak membeda-bedakan bagaimana keadaan dan kemampuan siswa. Guru
Muslimah tetap menerima Harun, siswa yang berkebutuhan khusus dan membutuhkan
kesabaran dalam mendidik. Tidak rendah diri meskipun kalah pintar dengan Lintang. Mau
menerima anak-anak miskin di Belitong dengan sebuah tanggungjawab bahwa pendidikan (dan
sekolah) adalah hak setiap anak. Guru Muslimah adalah guru yang bisa membangkitkan
optimisme siswa. Mampu mengubah keterbatasan fasilitas sekolah yang apa adanya menjadi
prestasi.

Begitu pula dengan sosok fenomenal Een Sukaesih, seorang guru yang lumpuh namun tidak
menjadi penghalang untuk membagi ilmu kepada siswa walaupun harus mengajar di atas
tempat tidur. Bu Guru Een terkena penyakit rematoid artifis yang membuat anggota badannya
tidak bisa digerakkan. Warga Dusun Batukarut, Desa Cibereum Wetan, Cimalaka, Sumedang,
Jawa Barat ini hampir 26 tahun mengabdikan diri mengajar kepada anak-anak di sekitar
rumahnya. Tanpa minta bayaran pula. Semuanya dilakukannya dengan keikhlasan. Tanpa
pamrih. Berkat kesabarannya dalam mengajar, anak-anak pun datang silih berganti.
Keterbatasan fisik tidak menghalanginya untuk berbagi ilmu dan kasih sayang.

Apakah Indonesia punya guru inspiratif? Saya yakin punya. Bahkan jumlahnya banyak. Ada
yang terekspos media, ada pula yang tetap menginspirasi ditengah sunyi. Menjadi guru
inspiratif bukanlah hal mustahil. Dan tentu saja, kita berharap Indonesia memiliki lebih banyak
lagi guru inspirati. Aamiin.

Kesabaran Seorang Guru

Tugas seorang guru adalah mengajar, melatih, dan mendidik. Mengajar artinya meneruskan
atau mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge). Melatih adalah mengembangkan
keterampilan yang dimiliki siswa. Guru mengarahkan dan meningkatkan kemampuan siswa.
Mendidik adalah menanamkan nilai-nilai hidup. ketiga hal ini tidak lepas dari fungsi seorang
guru. Idealnya ketiga hal ini bisa dilakukan oleh setiap guru. Namun yang terpenting adalah
guru bisa menjadi pendidik bagi siswa. Guru yang bisa menanamkan dan mewarnai karakter
siswa.
Guru memiliki pekerjaan berat. Melawan paradigma tentang sekolah yang hanya untuk
mendapatkan selembar ijazah sebagai bekal mencari kerja. Atau sekolah sebagai sebuah
keterpaksaan karena program pemerintah 'Wajib Belajar'. Sehingga sekolah menjadi sebuah
masa tunggu bagi anak-anak sebelum nantinya mereka bekerja mencari nafkah. Sebab ada juga
orang tua yang menganggap sekolah hanya menghabiskan waktu dan biaya saja. Umumnya
terjadi pada masyarakat kelas bawah.

Guru dihadapkan realita degradasi moral yang melanda generasi muda. Masalah sosial itu
terjadi pada cara berbicara, berpakaian, dan bergaul mereka. Kata-kata vulgar menjadi biasa
dalam percakapan langsung maupun di dunia maya. Ditambah gencarnya sosial media yang
menyuguhkan beragam teladan yang tidak baik. Membuat mereka mau tidak mau terpapar
dengan suguhan itu. Kemajuan teknologi menghadirkan budaya instan, materialistis, dan
hedonis. Generasi muda kita diimingi kesenangan yang instan. Mengumbar hawa nafsu yang
dapat merusak masa depan mereka. Maka tidak heran kita temui siswa yang lebih tertarik
dengan HP, sepeda motor, jalan-jalan atau kongkow-kongkow ketimbang belajar. Di sekolah
tidak betah. Inginnya cepat pulang.

Seorang guru harus mau ambil bagian dalam perbaikan moral generasi muda kita. Guru harus
mau. Dengan bimbingan dan pembinaan generasi muda dengan sabar dan tekun. Utamakan
memberikan keteladanan. Menampilkan sikap-sikap dan kebiasaan positif kepada mereka.
Mungkin tidak cukup satu dua kali kita menegur atau mengarahkan. Namun dengan kesabaran,
meskipun tidak sampai pada tujuan, usaha kita akan dinilai oleh Allah.

Anda mungkin juga menyukai