Anda di halaman 1dari 4

pencarian

 Opini

Tak Sekadar Mengajar, Guru


Harus Menginspirasi!
Erman Istanto SPd Guru PKn SMK Negeri Karangpucung, Kabupaten
Cilacap

2 Agustus, 2017, 2:39 PM

Dewasa ini beban guru bisa dikatakan relatif lebih berat dalam proses
pendidikan karakter. Tentu saja, beban di sini bukan berarti banyaknya jam
mengajar di dalam kelas, karena kewajiban guru memanglah mengajar.
Lantas, apa yang membuat beban guru menjadi lebih berat?

Pertama, di era global ini tentu saja guru dituntut untuk bisa menyampaikan
isi materi pembelajaran sesuai dengan contoh konkret di lapangan. Namun,
tidak jarang contoh yang diberikan justru cenderung jauh dari realitas yang
ada. Misal, dalam penyampaian materi pentingnya pemilihan umum sebagai
sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Dalam realitasnya, tidak jarang siswa
yang kemudian menilai ini sebagai ‘pepesan kosong’ lantaran apa yang mereka
lihat dalam berbagai media identik dengan berbagai pelanggaran, kampanye
hitam, isu SARA, hingga money politic. Jadi, ada semacam jarak antara apa
yang diajarkan dengan kondisi aktual di lapangan.

Sehingga, tidak mengherankan jika menjadi guru tidaklah mudah, apalagi


dalam mencari dan menemukan contoh atau role model dalam proses belajar
mengajar. Terlebih, jika siswa banyak yang menelan mentah-mentah
informasi dari berbagai media tersebut. Tentu, ini akan membuat anak
cenderung menggeneralisir kasus-kasus lain yang berbeda, meskipun belum
sepenuhnya itu benar maupun salah. Mengkhawatirkan memang, sebab jika
ini terus menerus terjadi maka bukan tidak mungkin generasi muda di
Indonesia akan mengalami krisis kepercayaan di masa yang akan datang.

Kedua, dalam pendidikan karakter peran guru juga harus mampu menjadi
teladan, inspirator, dan motivator terhadap nilai-nilai karakter yang
ditanamkan kepada peserta didik. Misal, ketika guru mengajarkan tentang arti
pentingnya kedisiplinan–tidak jarang–kita sendiri masih belum bisa
melaksanakan secara paripurna. Dalam adigium Jawa itu biasa disebut Iso
Berujar, Ora Iso Nglakoni (Jarkoni).

Itu, baru seklumit dari beban berat yang harus dipikul oleh guru dewasa ini,
belum lagi krisis multidemensi yang saat ini terus menggejala pada generasi
muda. Melalui sentuhan guru diharapkan peserta didik tidak hanya cerdas
secara intelektual, melainkan juga cerdas secara emosional dan spiritual.
Sehingga, dalam pendidikan karakter guru memegang peranan yang sangat
strategis dalam proses membentuk karakter serta mengembangkan potensi
peserta didik. Dalam proses tersebut tugas guru tidak hanya berujar semata,
namun juga menjadi role model menampilkan contoh keteladanan, inspirasi,
dan motivasi dalam keseharian.

Menjadi Teladan
Menjadi teladan itu lebih dari sekadar memberikan contoh. Dilematis memang
jika seandainya guru di era sekarang ini hanya sanggup menyuguhkan contoh,
baik itu ucapan maupun tindakan di suatu waktu di hadapan peserta didik
semata. Namun, dalam kehidupan kesehariannya tidak bisa menunjukkan
demikian. Padahal untuk menjadi sebuah teladan perlu mengubah contoh
ucapan dan tindakan menjadi sebuah kebiasaan.

Misal, guru selalu mengucapkan salam ketika akan memulai dan mengakhiri
pembelajaran, guru memberikan contoh yang baik agar murid dapat
menirunya. Dengan adanya teladan yang baik, maka secara tidak langsung
akan menumbuhkan hasrat bagi peserta didik untuk meniru atau
mengikutinya. Tentu, dengan adanya contoh ucapan, perbuatan, dan tingkah
laku, yang dilakukan secara terus menerus serta konsisten, diharapkan
mampu menjadi langkah nyata bagi pengembangan karakter dan potensi
peserta didik.

Menjadi Inspirator

Dalam era krisis multidimensi yang semakin kompleks, selain memberikan


contoh nyata dalam keseharian guru harus tampil sebagai seorang pendidik
dan inspirator. Guru tidak hanya mengajarkan ranah teoretis semata,
melainkan pula mampu membangkitkan semangat dan menggerakkan potensi
peserta didik secara optimal.

Guru, tidak perlu sungkan menceritakan jatuh bangunnya dalam meraih


prestasi, kesuksesan dan pengalaman belajarnya. Misalnya, guru dapat
menceritakan kehidupan semasa sekolahnya dulu yang sangat sederhana
namun tetap semangat untuk mengapai prestasi. Langkah ini akan menjadi
stimulus anak, yang secara otomatis akan menginspirasi peserta didik dalam
belajar. Di sinilah dibutuhkan guru-guru yang mampu mengobarkan semangat
berprestasi peserta didik di sekolah.

Menjadi Motivator
Setelah menjadi teladan dan inspirator, peran guru yang tidak boleh dilupakan
selanjutnya ialah mampu menjadi motivator. Di sini peran guru tidak sebatas
mencontohkan dan menginspirasi semata, melainkan mampu membangkitkan
semangat peserta didik. Guru harus menjadi lokomotif penggerak yang benar-
benar mampu mendorong peserta didik menuju perkembangan karakter dan
potensi yang lebih baik. Memberikan motivasi dapat dilakukan dengan
memberikan reward dan punishment yang humanis, mengajar dengan cara
menyenangkan, hingga mengasah jiwa kompetisi anak.

Melihat semua itu, mungkin sebagian besar dari kita dapat menyimpulkan
bahwa tugas dan peran guru dalam pendidikan karakter tidaklah semudah
membalikkan telapak tangan. Sebab itu, guru hendaknya mampu beradaptasi
dengan berbagai perkembangan dan meningkatkan kompetensinya.
Selanjutnya guru harus mampu menjadi role model sesungguhnya dalam
kehidupan sehari-hari peserta didik melalui keteladanan, menjadi inspirator,
dan motivator. Terakhir mari merefleksikan diri, kita tentu tidak lupa dengan
semboyan bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara–Ing Ngarsa Sung
Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani (Di depan memberikan
contoh, di tengah memberi semangat, dan di belakang memberikan
dorongan).

Anda mungkin juga menyukai