BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) pada anak merupakan masalah khusus yang berbeda dengan
TB pada orang dewasa. Perkembangan penyakit TB pada anak saat ini sangat pesat.
semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun
2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan
variasi proporsi dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB
anak masih sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus TB Anak dikelompokkan
dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan jumlah kasus pada
kelompok umur 5-14 tahun yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun. Kasus
BTA positif pada TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak,
sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.
tingkat global. TB pada anak saat ini merupakan salah satu komponen penting dalam
pengendalian TB, dengan pendekatan pada kelompok risiko tinggi, salah satunya
adalah anak mengingat TB merupakan salah satu penyebab utama kematian pada
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas
1 Identitas Pasien
Nama : An. A
Umur : 3 Tahun
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status :-
Pekerjaan :-
No RM : 2358xx
Ayah
Nama : Tn. Y
Umur : 28 Tahun
Pekerjaan : Polisi
Ibu
Nama : Ny.
Umur : 27 Tahun
Pekerjaan : Guru
Pendidikan : Strata 1
B. Anamnesis
Dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu pasien pada hari Rabu tanggal 27
1. Keluhan Utama
2. Keluhan Tambahan
malam hari dibandingkan dengan siang hari. Pada saat malam hari pasien juga
sering rewel. Pasien sering berkeringat dingin pada malam hari. Ibu pasien
Ibu pasien sudah memberikan obat penurun panas pada pasien namun
sering kambuh lagi bila sudah tidak minum penurun panas. Demam tidak
disertai menggigil.
4
Selain itu ibu pasien juga mengeluhkan berat badan anaknya beberapa
bulan ini sulit naik. Kalaupun naik tidak secara signifikan. Nafsu makan
Ibu juga mengeluhkan terdapat benjolan pada leher kiri pasien yang baru
disadari 1 minggu terakhir ini. Benjolan keras, berukuran sekitar 0,5cm, teraba
lebih dari 1, dapat digerakkan, kulit diatasnya biasa, dan bila disentuh pasien
Ibu pasien menjelaskan jika di rumah terdapat kakek pasien yang sering
batuk namun dikatakan batuk biasa dan hanya diberi obat batuk dari
pasien.
Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) pasien normal tidak
ada keluhan.
diare. Pasien dirawat selama 4 hari di rumah sakit. Saat ini tidak terdapat
Dirumah pasien terdapat kakek pasien yang menderita batuk namun belum
pernah diperiksakan dahak dan foto rotgen. Dan hanya mendapat obat
6. Riwayat Pengobatan
Parasetamol syrup
7. Riwayat Persalinan
Pasien lahir dari ibu G1P0A0, dilahirkan spontan dibantu oleh bidan RS,
usia kehamilan cukup bulan, lahir langsung menangis, warna ketuban jernih,
Tali pusat dirawat oleh bidan, bayi tidak kuning, tidak terjadi perdarahan
9. Riwayat Imunisasi
Usia Imunisasi
9 bulan Campak 1
24 bulan Campak 2
Saat ini napsu makan pasien menurun. Dalam sehari pasien makan 3 kali.
Riwayat Pertumbuhan
BB lahir : 3,1 kg
BB sekarang : 11 kg
PB lahir : 49 cm
TB sekarang : 96 cm (posyandu)
7
Riwayat Perkembangan
PSIKOMOTOR
pada tangan
3 tahun : dapat berlari bebas, mulai belajar naik sepeda roda tiga
seusianya.
BAHASA
SOSIAL
sembunyian
keluarganya
8
Mental/intelegensia
Emosi
Keadaan Sosial
Pasien merupakan anak pertama yang tinggal bersama Ayah, Ibu, Kakek
Ekonomi
Ayah pasien seorang polisi berusia 28 tahun dan ibu pasien bekerja
sebagai guru SD. Penghasilan orang tua pasien sekitar 8,4 juta rupiah perbulan.
Keadaan Lingkungan
atap genteng, tembok semen. Memiliki ventilasi yang cukup dan sinar matahari
dapat masuk melalui jendela. Sumber air berasal dari sumur terbuka. Memiliki
Kebiasaan
Kesan: keadaan sosial, ekonomi, dan lingkungan baik, namun kebiasaan ayah
pasien merokok
panas
C. Pemeriksaan Fisik
3. Vital Sign
kedalaman normal
4. Berat Badan : 11 Kg
6. Status gizi :
11
-3SD < BB/U < -2SD yang berarti kondisi gizi pasien kurang (kurus).
keempat ekstermitas.
peradangan
Pemeriksaan Khusus
Hidung : sekret (-), bau (-), perdarahan (-), pernafasan cuping hidung (-)
sekitarnya
2. Dada
Jantung :
murmur (-)
Paru :
Kanan Kiri
3. Perut
o Perkusi : redup
14
4. Anggota Gerak
Atas : akral hangat -/-, odema -/-, tidak ditemukan pembengkakan sendi
Bawah : akral hangat -/-, odema -/-, tidak ditemukan pembengkakak sendi
Kelamin : jenis kelamin perempuan, dalam batas normal, tidak ada kelainan
D. Pemerisaan Penunjang
Laboratorium
Limfosit 47,9 20 – 40 %
4. Hematokrit 31,5 38-42%
5. Trombosit 350 150-450 x109/L
6. LED 50/65
15
Expertise:
Trakea di tengah.
E. Resume
Anak perempuan usia 3 tahun dengan keluhan batuk dan demam sumer-sumer.
Batuk dan demam sudah 3 minggu, demam turun degan obat penurun panas namun
seringkali kambuh lagi. Berat badan sulit naik dan napsu makan menurun. Terdapat
F. Diagnosis Kerja
Tuberkulosis Paru
G. Tatalaksana
Pemeriksaan Anjuran:
- Uji tuberkulin
- Evaluasi Foto polos dada dan laboratorium darah pada bulan ke VI pengobatan
Medikamentosa
Edukasi
Menjelaskan kepada Ibu pasien bahwa anaknya menderita infeksi TB, hal ini
batuk yang kambuh ke poli paru RSPBA untuk pemeriksaan dahak dan foto
thorak
Pengobatan pasien direncakan selama 6 bulan dan akan dievaluasi pada akhir
pengobatan
Obat harus diminumkan secara rutin setiap pagi hari saat perut masih kosong
minum obat
Menjelaskan bahwa penyakit ini bisa disembuhkan asal rutin minum obat dan
dan mendapat terapi yang sesuai untuk mengurangi resiko kekambuhan pada
anak
H. Prognosis
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah penyakit TB yang terjadi
B. Patogenesis
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB
dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5 μm), akan
terhirup dan dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat
terjadi respons imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak
seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar
dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan
akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer
terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar
limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis,
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi
Selama masa inkubasi tersebut, kuman berkembang biak hingga mencapai jumlah
103–104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas selular
Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk, yang
tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Pada sebagian
besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem imun
20
kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas selular telah terbentuk,
kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya akan
terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru atau
di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan
pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian
tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada
awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga
bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi
kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya
sistemik.
kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
seluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering
di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang
di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman
di sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang), demikian pula dengan
proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang di
kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa.
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara
akut, yang disebut TB diseminata. Tuberkulosis diseminata ini timbul dalam waktu
2−6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan
Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host)
22
dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak bawah lima tahun (balita) terutama
Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan di dinding vaskuler pecah
dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar kuman TB akan masuk dan
beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat
*Catatan:
23
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan
pada :
kontak erat ini akan diuraikan secara lebih rinci dalam pembahasan pada
2) Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan TB anak.
24
paling sering terkena adalah paru. Gejala klinis penyakit ini dapat berupa
gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat
1) Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik
dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya
2) Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
sistemik/umum lain.
atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah
dapat disingkirkan.
4) Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
konstan, sehingga dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu
biasanya positif dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Paa
awal terjadinya infeksi TB, dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema
26
terdeteksi. Sakit TB primer dapat terjadi kapan saja pada tahap ini.
dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi Tb, begitu juga dengan meningitis TB.
Tuberkulosis pleura terjadi dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB.
Tuberkuloma sistem skeletal terjadi pada tahun pertama, walaupun dapat terjadi
pada tahun kedua dan ketiga. Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi lebih lama,
yaitu 5-25 tahun setelah infeksi primer. Sebagian besar manifestasi klinis sakit
Tb terjadi pada 5 tahun pertama, terutama 1 tahun pertama, dan 90% kematian
Secara Singkat resiko sakit TB pada anak yang terinfeksi TB dapat dilihat
Resiko Sakit
Umur saat infeksi
TB Diseminata
Primer (tahun) Tidak Sakit TB Paru
(milier, meningitis)
5 – 10 98% 2% <0,5%
Tahapan
27
* pada 50% anak dengan tuberkosis paru didapatkan pemeriksaan fisik yang normal
1
kalsifikasi atau granuloma kecil diartikan infeksi, bukan penyakit
2
pada beberapa anak dengan tuberkulosis paru tidak didapatkan kelainan pada foto polos dada
yang terdiri dari beberapa cara, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan langsung
atau biopsi jaringan untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman
TB. Pada anak dengan gejala TB, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
dan Direktur Jenderal BUK Kemenkes telah menerbitkan Surat Edaran pada
dengan nekrosis perkijuan di tengahnya dan dapat pula ditemukan gambaran sel
Saat ini beberapa teknologi baru telah didukung oleh WHO untuk
Xpert MTB/RIF dapat digunakan untuk mendiagnosis TB MDR pada anak, dan
tertentu yaitu tersedianya teknologi ini. Saat ini data tentang penggunaan Xpert
MTB/RIF masih terbatas yaitu menunjukkan hasil yang lebih baik dari
pemeriksaan biakan dan diagnosis klinis, selain itu hasil Xpert MTB/RIF yang
1) Berdahak
2) Bilas lambung
3) Induksi Sputum
Induksi sputum relatif aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak
semua umur, dengan hasil yang lebih baik dari aspirasi lambung, terutama
(inhalasi). Atas dasar hal tersebut maka baku emas cara pemeriksaan untuk
ini secara tidak langsung menandakan bahwa pernah ada kuman yang
masuk ke dalam tubuh anak atau anak sudah tertular. Anak yang tertular
(hasil uji tuberkulin positif) belum tentu menderita TB oleh karena tubuh
pasien memiliki daya tahan tubuh atau imunitas yang cukup untuk
melawan kuman TB. Bila daya tahan tubuh anak cukup baik maka pasien
tersebut secara klinis akan tampak sehat dan keadaan ini yang disebut
sebagai infeksi TB laten. Namun apabila daya tahan tubuh anak lemah dan
ketelitian dalam menilai gejala klinis pada pasien maupun hasil foto
toraks.
31
Indonesia saat ini adalah PPD RT-23 2 TU dari Staten Serum Institute
pemeriksaan foto toraks. Namun gambaran foto toraks pada TB tidak khas
(visualisasinya selain dengan foto toraks AP, harus disertai foto toraks
lateral)
b. Konsolidasi segmental/lobar
c. Efusi pleura
d. Milier
e. Atelektasis
f. Kavitas
h. Tuberkuloma
32
tersedia, dapat menggunakan suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai sistem
skoring. Sistem skoring tersebut dikembangkan diuji coba melalui tiga tahap
penelitian oleh para ahli yang IDAI, Kemenkes dan didukung oleh WHO dan
berikut:
secara cermat terhadap respon klinis pasien. Apabila respon klinis terhadap
respons klinis tidak baik maka sebaiknya pasien segera dirujuk ke fasilitas
Parameter 0 1 2 3 Skor
Laporan
keluarga, BTA (-)
Kontak TB Tidak jelas - BTA (+)
/ BTA tidak jelas/
tidak tahu
Positif ≥10 mm
Uji tuberkulin
Negatif - - atau ≥5 mm pada
(Mantoux)
imunokompromais
Klinis gizi
BB/TB<90%
Berat Badan/ buruk atau
- atau -
Keadaan Gizi BB/TB<70%
BB/U<80%
atau BB/U<60%
Demam yang
tidak
- ≥2 minggu - -
diketahui
penyebabnya
Batuk kronik - ≥3 minggu - -
Pembesaran
≥1 cm, lebih
kelenjar limfe
- dari 1 KGB, - -
kolli, aksila,
tidak nyeri
inguinal
Pembengkaka
n tulang/sendi Ada
- - -
panggul, lutut, pembengkakan
falang
Gambaran
Normal/
sugestif
Foto toraks kelainan - -
(mendukung)
tidak jelas
TB
Skor Total
34
Catatan:
o Kontak dengan pasien pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada bukti
tertulis hasil laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh
Berat badan dan panjang/ tinggi badan dinilai saat pasien datang
(moment opname).
untuk anak usia <5 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes,
sedangkan untuk anak usia >5 tahun merujuk pada kurva CDC 2000.
1 bulan.
o Demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3 minggu) yang tidak membaik setelah
tuberkuloma.
35
Sebagian besar kasus TB anak adalah kasus TB paru dengan lesi minimal
menimbulkan kecacatan. Pada beberapa kasus, dapat muncul gejala klinis yang
2) Tuberkulosis Meningitis
Sistem Saraf Pusat yang sering ditemukan pada anak, dan merupakan TB
terdapat bukti bahwa anak telah kontak dengan pasien TB dewasa BTA
3) TB Milier
klinis berat dan merupakan 3—7% dari seluruh kasus TB, dengan angka
kematian yang tinggi (dapat mencapai 25% pada bayi). TB milier terjadi
37
seluruh organ, tetapi gambaran milier hanya dapat dilihat secara kasat
yaitu
sosioekonomi).
berkisar 1—7% dari seluruh TB. Tulang yang sering terkena adalah:
tulang belakang (spondilitis TB), sendi panggul (koksitis), dan sendi lutut
(gonitis).
5) Tuberkulosis Kelenjar
sering terjadi, dan terbanyak pada kelenjar limfe leher. Kebanyakan kasus
discrete, dan tidak nyeri. Pada perabaan, kelenjar sering terfiksasi pada
6) Tuberkulosis Pleura
pleura. Salah satu etiologi yang perlu dipikirkan bila menjumpai kasus
dalam 2 bentuk, yaitu (1) cairan serosa, bentuk ini yang paling banyak
dijumpai ; (2) empiema TB, yang merupakan efusi pleura TB primer yang
7) Tuberkulosis Kulit
8) Tuberkulosis Abdomen
laki-laki (2:1).
D. Pengobatan TB Anak
profilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan
profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer) atau anak
o Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai monoterapi.
Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap
o Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun
o Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB,
kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off
dalam jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid ini untuk
o Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian
o Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan
berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
o OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
kemerahan
gastrointestinal
gastrointestinal
TB paru dengan 2HRZ+E atau S 7-10HR 4 mgg dosis penuh-kemudian 9-12 bulan
kerusakan luas:
TB milier
TB + destroyed lung
Skeletal TB -
keteraturan minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/
FDC. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket
KDT untuk anak berisi obat fase intensif, yaitu rifampisin (R) 75mg, INH (H)
50 mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan
H 50 mg dalam satu paket. Dosis yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel
berikut.
44
Keterangan:
o Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal (sesuai
o OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh
digerus)
o Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah
makan
o Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak
Pada fase lanjutan pasien kontrol tiap bulan. Setelah diberi OAT selama 2
asupan piridoksin (vitamin B6) dari bahan makanan tidak tercukupi, maka
Penanganan efek samping lain dari OAT pada anak mengacu pada
kegagalan terapi.
47
o Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau > 2 bulan
o Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif atau <2 bulan
kembali dengan keluhan gejala TB, perlu dievaluasi apakah anak tersebut
E. Imunisasi BCG
dengan sistem pendekatan directly observed therapy short course (DOTS). Vaksin
kanan, sehingga apabila terjadi reaksi limfadenitis di aksila akan mudah dideteksi.
BCG tidak boleh diberikan secara subkutan karena beresiko terjadi ulkus dan abses
yang seius. Dosis untuk neonatus dan bayi < 1 tahun adalah 0,05 ml sedangkan untuk
anak dan dewasa adalah 0,1 ml. Vaksin BCG harus disimpan pada suhu 2-8 OC, tidak
boleh beku dan tidak boleh terkena sinar matahari . setelah dibuka, botol BCG tidak
boleh disimpan lebih dari 4 jam karena dapat kemungkinan kontaminasi dan
berkurangnya potensi.
Imunisasi BCG sebaiknya diberikan pada usia < 2 bulan. Agar cakupan
imunisasi lebih luas, pada jadwal Program Pengembangan Imunisasi (PPI) BCG
dapat diberikan pada usia 0 – 12 bulan. Pada neonatal – bayi berusia < 3 bulan, karena
belum mengalami paparan lama terhadap penyakit , pemberian BCG tidak perlu
didahului oleh uji tapis (uji tuberklin). Sebaliknya, pada usia > 3 bulan, sebaiknya
dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi
komplikasi yang terjadi akibat pemberian BCG, akibat telah adanya imunitas
terhadap antigen Mycobacterium. Pada bayi kontak erat dengan pasien TB BTA
positif, sebaiknya diberikan isoniazid (INH) profilaksis terlebih dahulu, lalu bila
kontak sudah tenang dilakukan uji tuberkulin dan apabila hasilnya negatif, dapat
diberikan BCG.
2 Efektivitas
lainnya, tetapi bila kedua vaksin tersebut tidak diberikan pada saat yang bersamaan,
maka sebaiknya diberikan jarak minimal 4 minggu antara BCG dan vaksin virus
49
hidup lainnya. Vaksinasi lain tidak boleh diberikan pada lengan yang sama dengan
BCG, paling sedikit selama 3 bulan, karena dapat meningkatkan resiko limfadenitis.
Banyak penelitian yang telah menunjukan hasil yang konsisten akan peranan
yang sama untuk vaksinasi saat bayi. Bukti-bukti untuk kemampuan proteksi BCG
terhadap penyakit TB paru anak tidak terlalu konsisten, tetapi ditemukan hasil yang
cukp baik, yaitu berkisar 60-80%, baik dinegara berkembang maupu negara maju,
Suatu meta-analisis lain terhadap lia studi prospektif dan 11 studi kasus kontrol
mendapatkan bahwa vaksinasi BCG pada saat bayi dapat menurunkan resiko TB
BCG juga belum dapat diketahui dengan pasti. Suatu studi oleh Sterne dkk,
sejak vaksinasi. Selain itu juga tidak ditemukan bahwa BCG dapat memberikan
perlindungan setelah lebih dari 10 tahun sejak vaksinasi. Akan tetapi, studi terakhir
Vaksin BCG relatif aman, sangat jarang sekali terjadi komplikasi serius mauun
Penyuntikan yang benar akan menyebabkan timbulnya bisul kecil dalam 2-6 minggu,
yang akan membesar dan dapat terjadi ulku yang tertutup krusta selama 2-4 bulan,
berdiameter 4-8 mm. Orangtua dianjurkan untuk mengkompres ulkus dengan cairan
antiseptik bila ulkus mengeluarkan cairan dan diminta untuk datang ke dokter apabila
cairan bertambah banyak, koreng membesar, atau terjadi pembesaran kelenjar limfe
regional (aksila). Apabila pada lei terjadi infeksi sekunder dapat diberikan
eritromisin.
Limfadenitis supuratif di aksila atau leher dapat terjadi, tetepi biasanya sembuh
sendiri sehinga tidak perlu diobati bila timbul fistula harus dilakukan drainase dan
pemberian OAT langsung ke lesi. BCG juga mungkin menyebabkan abses lokal
multiformis merupakan efeksamping yang parah, tetapi sangat jarang terjadi dan
4 Kontraindikasi
1. Pernah menderita TB
3. Sedang hamil
seperti pasien HIV atau beresiko tinggi infeksi HIV, dalam pengobatan
51
5. Gizi buruk
yang baik pada bayi-bayi pramature dan divaksinasi pada umur gestasi 34-35 minggu
bermakna tingkat reaksi BCG antara bayi-bayi dengan berbagai tingkat umur gestas
52
DAFTAR PUSTAKA
2013.
2. Nastiti N.R., Bambang S., Darmawan B.S., penyunting. Buku Ajar Respirologi
3. Mardjanis S., I. Budiman. Imunisasi BCG pada Anak. Dalam : Nastiti N.R.,
Bambang S., Darmawan B.S., penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta :
4. Nastiti N.R., Darmawan B.S. Diagnosis Tuberkulosis pada Anak. Dalam : Nastiti
N.R., Bambang S., Darmawan B.S., penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak.