Disusun oleh:
M. Hadi 17360063
Borni Isnandini 17360041
Vicki Jessika 17360075
1
BAB I
PENDAHULUAN
Rinosinusitis (RS) adalah suatu kondisi peradangan yang melibatkan hidung dan sinus
paranasal. Secara klinik RS adalah keadaan yang terjadi sebagai manifestasi adanya peradangan
yang mengenai mukosa rongga hidung dan sinus paranasal dengan terjadinya pembentukan
cairan atau adanya kerusakan pada tulang di bawahnya. Penyakit ini dapat mengenai semua
kelompok umur baik anak maupun dewasa. RS adalah salah satu keluhan yang paling sering
dialami oleh penderita yang datang berobat ke dokter umum maupun spesialis THT.
pada kualitas hidup dan pengeluaran biaya kesehatan, dan dampak ekonomi pada mereka yang
Amerika Serikat untuk pengobatan rinosinusitis. Pada tahun 2007 di Amerika Serikat,
dilaporkan bahwa angka kejadian rinosinusitis mencapai 26 juta individu. Di Indonesia sendiri,
data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada
urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan
di rumah sakit. Rinosinusitis lebih sering ditemukan pada musim dingin atau cuaca yang sejuk
ketimbang hangat.
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan
sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang
kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara ke rongga
hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal.
Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak lahir, sedangkan sinus frontal berkembang
dari dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus
sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung.
Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksila 15-18 tahun. Pada orang sehat, sinus
terutama berisi udara. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang mengalami
modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus dan bersilia, sekret disalurkan ke dalam rongga
hidung.
Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila
bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran
Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os
maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal
maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung dinding superiornya adalah
3
4
dasar orbita dan dinding inferior ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila
berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infindibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah:
1. Dasar dari anatomi sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu
premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi
molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga
3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase kurang
baik, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum
adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi
pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan
sinusitus.
Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus,
berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus
frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum
usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada
lainnya dan dipisahkan oleh sekret yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang
dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak
berkembang. Ukurannya sinus frontal adalah 2.8 cm tingginya, lebarnya 2.4 cm dan dalamnya
2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berleku-lekuk. Tidak adanya
gambaran septumn-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan
5
adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisakan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa
serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal
berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus frontal adalah bagian
Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini
dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada
orang dewasa bentuk sinus etomid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior.
Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cmn dan lebarnya 0.5 cm di bagian
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang
terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media dan
dinding medial orbita, karenanya seringkali disebut sel-sel etmoid. Sel-sel ini jumlahnya
bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel). Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi
sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang
bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak,
letaknya di bawah perlekatan konka media, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya
lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero-superior dari perlekatan konka
media.1,2
Di bagian terdepan sinus etmoid enterior ada bagian yang sempit, disebut resesus
frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula etmoid.
Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat
bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat
6
sisnusitis maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa.
Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid
dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatsan dengan sinus sfenoid.
Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus
sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalag 2 cmn
tingginya, dalamnya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat
sinus berkembang, pembuluh darah dan nerbus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat
berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus etmoid.1,2
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa,
sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan
a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan
Kompleks Ostio-Meatal
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-muara
saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit
dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat
di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior
Sampai saat ini belum ada kesesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Ada
yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena
terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. Namun ada beberapa pendapat yang
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban
udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak didapati
pertukaran udara yang definitive antara sinus dan rongga hidung. Lagipula mukosa
sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fossa
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan
tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan
8
pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori dianggap tidak
bermakna.
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi
kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak
memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Lagipula tidak ada
korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak misalnya pada
dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan
partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus
B. RHINOSINUSITIS
Definisi
atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma
(common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi
bakteri. Sinusitis dikarakteristikkan sebagai suatu peradangan pada sinus paranasal. Sinusitis
diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis disebut pansinusitis. Disekitar rongga
9
hidung terdapat empat sinus yaitu sinus maksilaris (terletak di pipi), sinus etmoidalis (kedua
mata), sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus sfenoidalis (terletak di belakang dahi).1,2
Dari 5 guidelines yakni European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps
2007 (EP3OS), British Society for Allergy and Clinical Immunology (BSACI) Rhinosinusitis
Initiative (RI), Joint Task Force on Practice Parameters (JTFPP), dan Clinical Practice
rinosinusitis sebagai pengganti sinusitis, sementara 1 pedoman yakni JTFFP, memilih untuk
tidak menggunakan istilah tersebut. Istilah rinosinusitis dipertimbangkan lebih tepat untuk
digunakan mengingat konka nasalis media terletak meluas secara langsung hingga ke dalam
sinus ethmoid, dan efek dari konka nasalis media dapat terlihat pula pada sinus ethmmoid
anterior. Secara klinis, inflamasi sinus (yakni, sinusitis) jarang terjadi tanpa diiringi inflamasi
dari mukosa nasal di dekatnya. Namun, para ahli yang mengadopsi istilah rinosinusitis tetap
mengakui bahwa istilah rinosinusitis maupun sinusitis sebaiknya digunakan secara bergantian,
mengingat istilah rinosinusitis baru saja digunakan secara umum dalam beberapa dekade
terakhir.10
Klasifikasi
Terdapat banyak subklasifikasi dari rinosinusitis, namun yang paling sederhana adalah
menurut 3 guidelines (pedoman) yakni oleh RI, JTFPP, dan oleh CPG:AS yakni apabila durasi
gejala berlangsung selama 4 minggu atau kurang. Oleh CPG:AS rinosinusitis diklasifikasikan
sebagai subakut apabila gejala berlangsung antara 4 minggu hingga 12 minggu, sedangkan
definisi dari JTFPP menentukan durasi subakut mulai dari 4 minggu hingga 8 minggu. Lebih
jauh lagi CPG:AS mendefinisikan rinosinusitis akut berulang (recurrent) sebagai 4 episode atau
lebih rinosinusitis akut yang terjadi dalam setahun, tanpa gejala menetap di antara episode,
10
sementara JTFPP mendefinisikan rinosinusitis akut berulang sebagai 3 episode atau lebih
rinosinusitis akut per tahun. Untuk rinosinusitis kronik, hampir semua pedoman sepakat bahwa
rinosinusitis kronik merupakan gejala rinosinusitis yang menetap selama 12 minggu atau lebih,
kecuali JTFFP yang menetapkan gejala rinosinusitis yang menetap selama 8 minggu atau lebih
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam
rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan
anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks osti-meatal (KOM),
infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskenesia silia seperti pada sindrom
Kartgener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Faktor predisposisi yang paling
lazim adalah poliposis nasal yang timbul pada rinitis alergika; polip dapat memenuhi rongga
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga
rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta
kebiasaan merokok. Keadaaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak
silia. 1
1. Rhinogenik
sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Contohnya rinitis akut, rinitis
alergi, polip, diaviasi septum dan lain-lain. Alergi juga merupakan predisposisi infeksi
11
sinus karena terjadi edema mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak
2. Dentogenik/odontogenik
Penyebab oleh karena adanya kelainan gigi. Sering menyebabkan sinusitis adalah
infeksi pada gigi geraham atas (premolar dan molar). Bakteri penyebab adalah
Penyebab yang yang cukup sering terjadinya sinusitis adalah disebabkan oleh adanya
Sinusitis Dentogen
maksila adala prosessus alveolaris tempat akar gigi, bahkan kadang-kadang tulang tanpa
pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi gigi apikal akar gigi, atau inflamasi
pembuluh darah dan limfe. Harus dicurigai adanya sinusitis dentogen pada sinusitis
maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus yang purulen dan napas berbau
busuk. Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut dan dirawat,
Sinusitis Jamur
Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan yang
merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis jamur antara lain diabetes mellitus,
12
neutopenia, penyakit AIDS dan perawatan yang lama di rumah sakit. Jenis jamur yang
sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesis Aspergillus dan Candida.1
Perlu di waspadai adanya sinusitis jamur paranasal pada kasus seperti berikut :
Sinusitis unilateral yang sukar sembuh dengan terapi antibiotik. Adanya gambaran
kerusakkan tulang dinding sinus atau adanya membran berwarna putih keabu-abu pada
irigasi antrum. Para ahli membagikan sinusitis jamur terbagi menjadi bentuk yang
invasif dan non-invasif. Sinusitis jamur yang invasif dibagi menjadi invasif akut
fulminan dan invasif kronik indolen. Sinusitis jamur invasif akut, ada invasi jamur ke
jaringan dan vaskular. Sering terjadi pada pasien diabetes yang tidak terkontrol, pasien
dengan imunosupresi seperti leukemia atau neutropenia, pemakain steroid yang lama
dan terapi imunosupresan. Imunitas yang rendah dan invasi pembuluh darah
meyebabkan penyebaran jamur menjadi sangat cepat dan merusak dinding sinus,
jaringan orbita dan sinus kavernosus. Di kavum nasi, mukosa konka dan septum warna
biru-kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang nekrotik. Sering kali berakhir
dengan kematian. 1
Sinusitis jamur inavasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan ganguan
imunologik atau metabolik seperti diabetes. Bersifat kronik progresif dan bisa
menginvasi sampai ke orbita atau intrakranial, tetapi gejala klinisnya tidak sehebat
gejala klinis pada fulminan kerana perjalanan penyakitnya berjalan lambat. Gejala-
gejalanya sama seperti sinusitis bakterial, tetapi sekret hidungnya kental dengan bercak-
bercak kehitaman yang bila dilihat dengan mikroskop merupakan koloni jamur.
ronggasinus tanpa invasi ke mukosa dan tidak mendestruksi tulang. Sering mengenai
sinus maksila. Gejala klinik merupai sinusitis kronik berupa rinore purulen, post nasal
drip, dan napas bau. Kadang-kadang ada massa jamur di kavum nasi. Pada operasi bisa
13
ditemukan materi jamur berwarna coklat kehitaman dan kotor dengan atau tanpa pus di
dalam sinus.1
Epidemiologi
pada kualitas hidup dan pengeluaran biaya kesehatan, dan dampak ekonomi pada mereka yang
Amerika Serikat untuk pengobatan rinosinusitis. Pada tahun 2007 di Amerika Serikat,
dilaporkan bahwa angka kejadian rinosinusitis mencapai 26 juta individu. Di Indonesia sendiri,
data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada
urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan
di rumah sakit. Rinosinusitis lebih sering ditemukan pada musim dingin atau cuaca yang sejuk
ketimbang hangat.1,6,11
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteo-meatal. Sinus dilapisi oleh sel
epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan
viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk
membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat-zat yang
berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya
berlebihan. 1
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis yaitu
apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan menyebabkan
14
terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel
mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan
menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. Organ-organ yang membentuk KOM
letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan, akan saling bertemu
sehingga silia tidak dpat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di
dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini
boleh dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam waktu beberapa
Bila kondisi ini menetap, sekret yang dikumpul dalam sinus merupakan media baik
untuk pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan dengan tiga faktor,
yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu dari faktor
Manifestasi Klinis
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai dengan nyeri/rasa
tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip).
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis
akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain) . nyeri pipi
menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang kedua bola mata menandakan
sinusitis etmoida, nyeri di dahi atau kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis maksila
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal drip yang dapat
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kadang hanya 1
b. Post-nasal drip
c. Batuk kronik
d. Ganguan tenggorok
Working Diagonsis
penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior, dan posterior, pemeriksaan naso-
endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya
pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan ethmoid anterior dan frontal) atau di meatus
superior (pada sinusitis ethmoidalis posterior dan sfenoid). Pada rinosinusitis akut, mukosa
edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan pada kantus
and Neck Surgery (AAO-HNS) membuat bagan diagnosis yang disebut Task Force on
Rhinosinusitis pada tahun 1996. Bagan ini didasarkan atas gejala klinis yang dibagi atas
RINOSINUSITIS
posterior drainage
a. Facial pain/pressure alone does not constitute a suggestive history for diagnosis
b. Fever in acute sinusitis alone does not constitute a seggustive history for diangosis
Riwayat yang konsisten dengan rinosinusitis memerlukan 2 faktor mayor atau 1 mayor
dan 2 faktor minor pada pasien dengan gejala lbih dari 7 hari. Ketika adanya 1 faktor mayor
atau 2 atau lebih faktor minor yang ada, ini menunjukkan kemungkinan di mana rinosinusitis
Pemeriksaan penunjang yang penting adalah foto polos atau CT-Scan. Foto polos posisi
Waters, PA, lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus
maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan,air-fluid level , atau penebalan
mukosa. Rontgen sinus dapat menunjukkan kepadatan parsial pada sinus yang terlibat akibat
pembengkakan mukosa atau dapat juga menunjukkan cairan apabila sinus mengandung pus.
17
Pilihan lain dari rontgen adalah ultrasonografi terutama pada ibu hamil untuk menghindari
paparan radiasi. 3
Gambar 2. Foto rontgen sinus yang menunjukkan air-fluid level pada sinus etmoid 4
CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai
secara anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan
mukosa, air-fluid level, struktur tulang, dan kompleks osteomeatal. Namun karena mahal hanya
dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronis yang tidak membaik dengan
pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.3,4
MRI sinus lebih jarang dilakukan dibandingkan CT scan karena pemeriksaan ini tidak
memberikan gambaran terhadap tulang dengan baik. Namun, MRI dapat membedakan sisa
18
mukus dengan massa jaringan lunak dimana nampak identik pada CT scan. Oleh karena itu,
MRI akan sangat membantu untuk membedakan sinus yang terisi tumor dengan yang diisi oleh
sekret. 3,4
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Hal
ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi wajah,karena akan nampak
perbedaan antara sinus yang sehat dengan sinus yang sakit. Pemeriksaan ini sudah jarang
dilakukan karena sangat terbatas kegunaannya. Endoskopi nasal kaku atau fleksibel dapat
digunakan untuk pemeriksaan sinusitis. Endoskopi ini berguna untuk melihat kondisi sinus
ethmoid yang sebenarnya, mengkonfirmasi diagnosis, mendapatkan kultur dari meatus media
dan selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. Ketika dilakukan dengan hati-hati
untuk menghindari kontaminasi dari hidung, kultur meatus media sesuai dengan aspirasi sinus
yang mana merupakan baku emas. Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah
Differential Diagnosis
bermasalah karena keluhan tersebut mungkin tidak melibatkan sinus. Banyak kondisi yang
mempunyai keluhan nyeri wajah atau sakit kepala yang harus dipertimbangkan. Sindrom sakit
kepala bisa termasuk tension headache, migrain, cluster headache atau arteritis temporal. Pada
keluhan sakit mata harus dipertimbangkan glaukoma, kesalahan refraksi dan strabismus.
Neuralgia tengkorak, nyeri leher kronis, penyakit gigi dan gangguan temporomandibular juga
harus dipertimbangkan. Sakit kepala mungkin disebabkan dari kontak septum hidung dengan
salah satu konka, disebut sakit kepala rhinologic(rhinologic headache). Kontak tersebut bisa
dikurangkan dengan pengobatan vasomotor atau rinitis alergi, dapat memperbaiki sakit kepala
pada beberapa pasien. Pasien yang mempunyai sinus sejati mungkin memiliki rhinitis alergi
19
atau oklusi sinus karena neoplasma. Neoplasma yang sering adalah karsinoma epitel nasofaring
yang biasanya berasal dari sel skuamosa. Kejadian ini lebih banyak di negara Mediterania dan
Timur Jauh. Faktor genetik dan lingkungan juga mungkin memainkan peranan. DNA virus
Epstein-Barr telah dideteksi pada tumor dan kondisi premaligna, dan beberapa kelompok
Beberapa penyakit lain yang memiliki manifestasi atau keterkaitan dengan rinosinusitis
yaitu :6
Granulomatosis Wegener melibatkan angiitis yang dikaitkan dengan nekrosis fokal dan
Sindrom silia imotil (immotile cilia syndrome) adalah gangguan autosomal resesif yang
terkait dengan infeksi paru berulang dan/atau konsolidasi paru, sinusitis, bronkiektasis
Pasien yang hiperalergik mungkin memiliki polip yang tidak terhitung mengisi rongga
hidung dan menghalangi sinus paranasal, hal ini dapat memberikan penampilan
berkarakteristik pada pemeriksaan imaging. Penyakit ini sangat berkait erat dengan
asma.
20
Sindrom Wiskott - Aldrich merupakan penyakit genetik yang bersifat X-linked, resesif
dan penyakit defisiensi imun tubuh yang dikaitkan dengan infeksi berulang saluran
Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung pada etiologi dari gejala rhinosinus. Tujuan terapi sinusitis
adalah:
a) Mempercepat penyembuhan,
b) Mencegah komplikasi
Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-
Medika Mentosa
1. Kebanyakan infeksi sinus akut disebabkan oleh virus, di mana mayoritas pasien dapat
2. Gejala awal dari infeksi saluran pernapasan atas dapat diobati dengan obat-obatan lokal
seperti pseudoephedrine, dapat membantu hidung tersumbat dan untuk drainase. Pasien
21
dinasihatkan tidak menggunakan vasokonstriktor nasal topikal untuk jangka masa yang
panjang karena adanya risiko rinitis medikamentosa. Drainase medis dicapai dengan
termasuk pseudoefedrin dan fenilefrin bisa digunakan selama 10-14 hari untuk
adrenergik per oral bisa menyebabkan hipertensi dan takikardi, maka mereka
drainase menjadi baik, tetapi harus digunakan maksimal 3-5 hari, dengan peningkatan
risiko rebound congestion, vasodilatasi dan rinitis medikamentosa bila digunakan untuk
5. Untuk rinosinusitis akut yang disebabkan oleh bakteri didapatkan dari komunitas
sampai 14 hari. Pilihan lain termasuk macrolide seperti azitromisin atau klaritromisin,
pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan
mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Pada sinusitis, antibiotik diberikan
Antibiotik harus disediakan untuk pasien dengan gejala yang disebabkan oleh
bakteri. Namun, gejala rinosinusitis bakteri biasanya tidak berbeda dari yang
demam, malaise seluruh badan dan sakit kepala pada bagian frontal unilateral. Selain
22
itu rinosinusitis bakteri juga merupakan tanda komplikasi dini dan terjadi pada pasien
berisiko (immunodeficiency, usia lanjut, dll). Infeksi bakteri harus dipertimbangkan jika
gejala memburuk atau gagal untuk membaik dalam 7-10 hari. Karena adanya
peningkatan resistensi penisilin pada bakteri patogen utama pada rinosinusitis, jadi
pemilihan antibiotik harus dipertimbangkan. Pada pasien yang tidak beresiko resisten,
amoksisilin merupkan terapi lini pertama. Alternatif lini pertama yang lain termasuk
6. Flurokuinolon mungkin juga berguna, tetapi belum disetujui untuk populasi anak.
7. Jika tidak ada perbaikan gejala klinis seperti penurunan batuk, penurunan nanah
adalah dengan antibiotik lini kedua dengan spektrum yang lebih luas dan diberikan lebih
lama. Jika responnya kurang pada antibiotik lini pertama, maka antibiotik harus beralih
9. Parameter praktis oleh Joint Task Force on Practice Parameters for Allergy and
Immunology menetapkan penilaian respons gejala setelah 3-5 hari terapi dan diteruskan
untuk tambahan 7 hari jika ada perbaikan. Namun, jika tiada respon, antibiotik
seharusnya ditukar.7
10. Tambahan steroid hidung dapat meningkatkan keberhasilan pengobatan lebih tinggi.
inflamasi, meskipun pada saat ini manfaat mereka masih tidak menyakinkan.
penggunaan intranasal, seperti tingkat terapeutik yang tinggi dan tidak ada risiko
23
pelepasan buruk disebabkan oleh penyumbatan hidung. Review Cochrane baru-baru ini
yang mengenai terapi kortikosteroid sistemik untuk rinosinusitis akut, melaporkan obat
11. Pengobatan tambahan lainnya termasuk mucoevacuants untuk menipis sekresi lendir.
Ini termasuk guaifenesin dan kalium iodida. Golongan mukolitik (guaifenesin) secara
teori mempunyai manfaat seperti menipiskan sekresi mukus dan memperbaiki drainase.
12. Belum data tersedia yang menunjukkan bahwa antihistamin bermanfaat pada sinusitis
ostiomeatal pada pasien dengan alergi dan sinusitis akut; tetapi ia tidak
sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret menjadi lebih kental. Bila ada alergi
13. Peran antibiotik pada rinosinusitis kronis(CRS) masih dipertanyakan. Pada penyakit ini
kelainan struktur, immunodeficiency, asap tembakau dan faktor lingkungan atau kerja.
Menurut Kelompok Kerja 2008 tentang CRS pada Dewasa, antibiotik harus disediakan
untuk pasien dengan sinus drainase yang purulen. Lama pengobatan antibiotik masih
kontroversial, tapi pengobatan antibiotik untuk jangka panjang selama 3-6 minggu
mungkin lebih efektif daripada jangka waktu yang lebih pendek. Seperti pada
rinosinusitis akut, perawatan lain termasuk steroid topikal dan irigasi sinus. Steroid oral
rhinosinusitis with nasal polyps). Evaluasi lebih lanjut diperlukan pada pasien yang
bedah, diberikan kortikosteroid oral yang biasanya ditampering off secara bertahap ke
dosis terendah yang diperlukan untuk mengendalikan simptom. Selain itu, semprotan
16. Pasien sinusitis dengan penyebabnya dental atau mereka dengan discharge yang berbau
17. Pasien dengan sinusitis nosokomial akut memerlukan pengobatan intravena yang
drug of choice karena mempunyai cakupan yang baik pada gram negatif dan penetrasi
sinus. Seleksi antibiotik biasanya berdasarkan hasil kultur yang diambil dari sekresi
maksila.
18. Selain dari pembedahan, komplikasi sinusitis akut ditangani dengan antibiotik
pertama.6
19. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.1
25
1. Pembedahan umumnya dicadangkan untuk pasien dengan kelainan anatomi dan hanya
setelah terapi medis maksimal gagal. Kriteria mutlak untuk operasi meliputi setiap
perluasan infeksi atau adanya tumor di rongga hidung atau sinus. Indikasi relatif
termasuk sinusitis bakteri akut berulang, obstruksi oleh poliposis hidung, rinosinusitis
kronis yang tidak responsif terhadap pengobatan dan penyakit penyerta seperti asma
merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan
ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan
hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal.1,5
2. Jika perlu, dapat diberikan terapi seperti analgetik, pencucian rongga hidung dengan
Pencegahan
1. Menghindari penularan infeksi saluran pernapasan atas dengan menjaga kebiasaan cuci
tangan yang ketat dan menghindari orang-orang yang menderita pilek atau flu .
3. Obat antivirus untuk mengobati flu, seperti zanamivir (Relenza), oseltamivir (Tamiflu),
rimantadine (Flumadine) dan amantadine (Symmetrel), jika diambil pada awal gejala,
4. Dalam beberapa penelitian, lozenges seng karbonat telah terbukti mengurangi durasi
gejala pilek.
5. Pengurangan stres dan diet yang kaya antioksidan terutama buah-buahan segar dan
a. Jika infeksi sinus disebabkan oleh alergi musiman atau lingkungan, menghindari
alergen sangat penting. Jika tidak dapat menghindari alergen, obat bebas atau obat
resep dapat membantu. OTC antihistamin atau semprot dekongestan hidung dapat
c. Hindari menghabiskan waktu yang lama di luar ruangan selama musim alergi.
Menutup jendela rumah dan bila mungkin, pendingin udara dapat digunakan untuk
atau menghilangkan sinusitis karena alergi. Suntikan dikelola oleh ahli alergi secara
teratur selama 3 sampai 5 tahun, tetapi sering terjadi pengurangan remisi penuh
a. Menjaga kebersihan sinus yang baik dengan minum banyak cairan supaya sekresi
hidung tipis.
b. Semprotan hidung saline (tersedia di toko obat) dapat membantu menjaga saluran
hidung agar lembab, membantu menghilangkan agen infeksius. Menghirup uap dari
semangkuk air mendidih atau mandian panas beruap juga dapat membantu.
27
dekongestan nasal sebelum keberangkatan untuk menjaga bagian sinus agar terbuka
menghindari daerah dan kegiatan yang dapat memperburuk kondisi seperti asap rokok
Komplikasi
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan
eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial. Komplikasi infeksi rinosinusitis
sangat jarang dan paling sering terjadi pada anak dan imunocompromised. Perluasan yang tidak
terkendali dari penyakit bakteri atau jamur mengarah kepada invasi struktur sekitarnya terutama
Komplikasi mungkin timbul dengan cepat. Komplikasi yang sering adalah selulitis atau
abses pada daerah preseptal atau orbita. Infeksi preseptal diobati dengan antibiotik dan tidak
segera. Perluasan pada postseptal mungkin terjadi dari penyebaran infeksi melalui lamina
papyracea(lapisan kertas), tulang tipis lateral pada sinus ethmoid. Sinus yang paling sering
terkena adalah sinus ethmoid, kemudian sinus frontal dan maksila. Penyebaran infeksi melalui
tromboflebitis dan perkontinuitatum. Perluasan ini dapat melibatkan pembuluh darah ethmoid
yang mengakibatkan terjadinya trombosis . Gejalanya meliputi edema kelopak mata yang
progresif, eritema, chemosis dan proptosis, yang jika tidak diobati, dapat berkembang menjadi
oftalmoplegia dan kebutaan. Perluasan pada intrakranial termasuk terjadinya meningitis, abses
epidural atau subdural, abses otak atau sagital, atau trombosis sinus cavernosus. Setiap pasien
28
dengan sejarah rinosinusitis dan demam tinggi, peningkatan sakit kepala atau terjadi perubahan
puffy tumor), osteomyelitis dari plate anterior dari tulang frontal menyebabkan dahi edema. Hal
ini merupakan komplikasi akut yang membutuhkan bedah drainase. Osteomelitis dan abses
subperiostal paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-
anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.1,5
Komplikasi lokal juga dapat terjadi dari mucoceles atau mucopyoceles. Mereka
merupakan lesi kronis, dimana terjadinya cystic pada sinus. Sinus frontal adalah yang paling
sering terlibat. Mereka lambat tumbuh dan mungkin memerlukan waktu bertahun-tahun
sebelum gejala terjadi. Keterlibatan sinus frontal dapat menyebabkan perubahan pada mata,
oleh mucopyocele dapat menyebabkan infeksi . Mucoceles terlihat pada anak-anak dengan
cystic fibrosis.5
Komplikasi lain adalah kelainan paru seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis.
Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru disebut sinobronkitis. Selain itu
juga dapat menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum
sinusitisnya disembuhkan.1
Prognosis
sinusitis yang berkomplikasi dapat menyebabkan morbiditas dan dalam kasus yang jarang
dapat menyebabkan kematian. Sekitar 40 % kasus sinusitis akut membaik secara spontan tanpa
antibiotik. Perbaikan spontan pada sinusitis virus adalah 98 %. Pasien dengan sinusitis akut,
jika diobati dengan antibiotik yang tepat, biasanya menunjukkan perbaikan yang cepat. Tingkat
29
kekambuhan setelah pengobatan yang sukses adalah kurang dari 5 %. Jika tidak adanya respon
dalam waktu 48 jam atau memburuknya gejala, pasien dievaluasi kembali. Rinosinusitis yang
tidak diobati atau diobati dengan tidak adekuat dapat menyebabkan komplikasi seperti
meningitis, tromboflebitis sinus cavernous, selulitis orbita atau abses, dan abses otak.6
Pada pasien dengan rhinitis alergi , pengobatan agresif gejala hidung dan tanda-tanda
edema mukosa yang dapat menyebabkan obstruksi saluran keluar sinus, dapat mengurangkan
sinusitis sekunder. Jika kelenjar gondok secara kronis terinfeksi, pengangkatan mereka dapat
tenggorok, kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2010.h.150-4.
2. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar penyakit
6. Brook I, Benson BE, Riauba L, Cunha BA. Acute sinusitis. Diunduh dari
7. Georgy MS, Peters AT. Chapter 8: rhinosinusitis. Allergy Asthma Proc. 2012 ;33
Suppl 1:24-7
8. Venekamp RP, Bonten MJM, Rovers MM, Verheij TJM, Sachs APE. Systemic
http://www.emedicinehealth.com/sinus_infection/page12_em.htm#sinus_infection_pr
30
10. Meltzer EO, Hamilos DL. Rhinosinusitis diagnosis and management for the clinician:
a synopsis of recent consensus guidelines. Mayo Clin Proc. 2011; 86 (5): 427-43
11. Desrosiers M, Evans GA, Keith PK. Canadian clinical practice guidelines for acute
treatments/conditions-a-to-z-search/sinuses,-sinusitis,-rhinosinusitis.aspx , 23 April
2014.
31