Anda di halaman 1dari 58

PENELITIAN TERDAHULU MENGENAI LIKUIFAKSI

(JURNAL NASIONAL)

1 Judul Studi Potensi Likuifaksi Berdasarkan Uji Penetrasi Standar

(SPT) di Pesisir Pantai Belang Minahasa Tenggara

No. Jurnal TEKNO Vol. 14/No.65/April 2016. ISSN : 0215-9617, pp 37-48

Penulis Roski R.I Legrans

Latar Pesisir pantai Belang yang terletak di Kabupaten Minahasa

Belakang Tanggera, Prov. Sulut merupakan daerah pantai yang rawan

gempa. Berdasarkan peta gempa Hazard Indonesia 2010, letak

daerah pesisir Belang berada dekat West Molluca Subduction. Hal

ini menyebabkan daerah pesisir Belang menjadi rentan terhadap

gempa dan akibat dari gempa tersebut, seperti likuifaksi. Dengan

memanfaatkan pengetahuan untuk mengevaluasi potensi

likuifaksi, studi potensi likuifaksi dilakukan di daerah pesisir

pantai Belang berdasarkan uji penetrasi standar (SPT)

Tujuan Mengevaluasi potensi likuifaksi di daerah pesisir pantai Belang

berdasarkan uji penetrrasi standar (SPT)

Metode Perhitungan potensi likuifaksi menggunakan persamaan-

persamaan yang disarankan oleh Youd dan Idriss melalui National

Center for Earthquake Engineering Research (NCEER) 1997,

USA
Diagram Alir Perhitungan Potensi Likuifaksi

Hasil dan  Percepatan maksimum muka tanah (amax) berdasarkan peta

Pembahasan Gempa Indonesia 2010, amax = 0,315 g

 Skala gempa pada skala richter untuk mengevaluasi potensi

likuifaksi diambil nilai M = 5, 6, 7

1) Perhitungan Faktor Keamanan Terhadap Likuifaksi Pada M =

5 dan amax = 0,315 g


Zona Potensi Likuifaksi Pada M = 5 dan amax = 0,315 g

2) Perhitungan Faktor Keamanan Terhadap Likuifaksi Pada M =

6 dan amax = 0,315 g

Zona Potensi Likuifaksi Pada M = 6 dan amax = 0,315 g


3) Perhitungan Faktor Keamanan Terhadap Likuifaksi Pada M =

7 dan amax = 0,315 g

Zona Potensi Likuifaksi Pada M = 7 dan amax = 0,315 g

 Dari hasil perhitungan, likuifaksi mulai terjadi sampai dengan

kedalaman 5 m dari permukaan tanah

 Berdasarkan hasil pengujian laboratorium dan kasus-kasus yang

pernah terjadi, angka pori awal (eo) atau kerapatan relative (Dr)

adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya

likuifaksi. Umumnya likuifaksi terjadi pada tanah pasir bersih


yang jenuh dan pasir berlanau Dr < 50%. Likuifaksi tidak akan

terjadi jika pasir memiliki kepadatan relatif, Dr > 75%.

Berdasarkan hasil SPT-N dan SPT Terkoreksi (N1)60 , lapisan-

lapisan tanah tergolong lapisan pasir dengan kerapatan lepas

sampai sedang. Nilai kerapatan relatif berkisar antara 15% -

65%

 Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kedalaman tanah pada

pesisir pantai Belang yang mengalami likuifaksi berada diantara

0 m s/d kedalaman 15 m

 Berdasarkan umur geologi tanah dan lingkungan sekitar

endapan, daerah pesisir pantai cenderung mengalami likuifaksi

jika endapan pasir jenuh berusia < 500 tahun

Kesimpulan Hasil perhitungan menunjukkan bahwa likuifaksi pada pesisir

pantai Belang terjadi pada kedalaman sampai dengan 7 m dari

permukaan tanah saat gempa

2 Judul Analisa Potensi Likuifaksi dari Data CPT (Studi Kasus

Sinter & Coke Plant Area Krakatau Posco)

No. Jurnal Jurnal Fondasi, Vol. 3 No. 1 tahun 2014, pp. 73-81

Penulis Rama Indera Kusuma, dkk

Latar Salah satu penyebab dari terjadinya fenomena likuifaksi

Belakang adalag gempa dan Indonesia merupakan negara yang

memiliki aktifitas gempa yang cukup tinggi sehingga analisa


likuifaksi perlu dilakukan untuk menentukan potensi yang

bias terjadi pada lapisan tanah. Daerah yang dianalisis penulis

berada pada proyek PT. Krakatau Posco Cilegon, yaitu Sinter

Plant & Coke Plant Area yang berada di gugusan pegunungan

cincin api merupakan lokasi berpotensi terjadi fenomena

likuifaksi.

Tujuan Mengetahui potensi likuifaksi jika terjadi gempa pada lokasi

proyek Sinter Plant & Coke Plant Area

Metode Analisis yang digunakan untuk menganalisa potensi likuifaksi

adalah data uji sondir (CPT), kemudian dianalisis dengan

menggunakan metode evaluasi CRR dan CSR, untuk

mengetahui potensi likuifaksi di lokasi studi.

Diagram Alir Metode Penelitian


Hasil dan Hasil Perhitungan Analisis Likuifaksi

Pembahasan

Grafik CSR, CRR, FS vs Depth S-MF-069


 Hasil analisa perhitungan yang dilakukan, menunjukan

daerah Sinter Plant & Coke Plant Area Cilegon memiliki

nilai faktor keamanan yang sangat kecil (<0,5) pada

kedalaman yang bervariasi, antara 0,4 sampai ± 11 meter

kedalam tanah, dibanding faktor keamanan yang ditetapkan,

yaitu FS=1.

 Hal ini berarti bahwa titik-titik yang dianalisa mengalami

likuifaksi. Perlawanan konus yang memiliki nilai lebih

besar dari 100 kg/m2 pada kedalaman ± 9 meter sampai

dengan ± 11 meter, menghasilkan nilai CRR yang lebih

besar dibanding nilai CSR kemudian dari nilai CRR

dibandingkan CSR maka nilai dari faktor keamanannya

menjadi aman (FS ≥1).

 Untuk mengurangi dampak terjadinya likuifaksi yaitu

menghindari konstruksi pada tanah rawan likuifaksi, dan

meningkatkan tanah dengan meningkatkan kekuatan,

kepadaatan, atau drainase karakteristik dari tanah. Hal

tersebut menggunakan berbagai teknik perbaikan tanah,

seperti vibroflotation, dinamic compaction, stone column,

drainase teknik, dan kolom-kapur.

Kesimpulan 1. Muka air tanah yang dangkal memperbesar potensi

likuifaksi pada tanah.


2. Daerah penelitian memiliki potensi besar terhadap

likuifaksi, hal ini ditunjukan oleh nilai faktor keaman yang

kecil dibandingkan nilai aman yang ditentukan.

3. Rata-rata faktor keamanan yang dihasilkan 0.140 – 0.996,

tanah mengalami likuifaksi pada kedalaman 0 meter

samapi 12 meter.

4. Dari hasil perhitungan, daerah yang aman untuk peletakan

pondasi diperkirakan pada nilai penetrasi konus lebih dari

190 kg/cm2, dengan potensi likuifaksi yang kecil.

3 Judul Analisis Potensi Likuifaksi di PT. PLN (PERSERO) UIP KIT

SULMAPA PLTU 2 Sulawesi Utara 2 x 25 Mw Power Plan

No. Jurnal Jurnal Sipil Statik Vol. 1 No. 11, Oktober 2013. ISSN : 2337-

6732, pp. 705-717

Penulis Christian Vicky Delvis Lonteng, dkk

Latar  Salah satu dampak yang disebabkan oleh gempa bumi

Belakang adalah hilangnya kekuatan lapisan tanah akibat getaran yang

disebut dengan likuifaksi. Peristiwa likuifaksi akibat gempa

bumi dapat menyebabkan kerusakan berat dan kegagalan

ifrastruktur

 Dalam hal ini, PT. PLN (PERSERO) UIP KIT SULMAPA

PLTU 2 Sulawesi Utara 2 x 25 Mw Power Plan menjadi

lokasi evaluasi potensi likuifaksi,


Tujuan 1. Analisis perhitungan Cyclic Stress Ratio (CSR) dan Cyclic

Resistance Ratio (CRR) dengan menggunakan data

Standard Penetration Test (SPT) dan Cone Penetration Test

(CPT).

2. Faktor Keamanan pada tanah berpasir akibat peristiwa

likuifaksi dari interpretasi data Standard Penetration Test

(SPT) dan Cone Penetration Test (CPT).

3. Membandingkan hasil analisis data yang diperoleh dari

pengolahan data Standard Penetration Test (SPT) dan Cone

Penetration Test (CPT) terhadap potensi likuifaksi.

Metode  Metode yang dipakai untuk mengetahui potensi likuifaksi

menggunakan Standard Penetration Test (SPT) dan Cone

Penetration Test (CPT)

 Metode yang digunakan lewat analisis ini adalah metode

yang disepakati oleh workshop mengenai CRR oleh NCEER

pada tahun 1996 dan tahun 1998, yang dimuat dalam Journal

Of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering,

volume 127, Nomor 10, Oktober 2001 halaman 817-833.

Workshop tersebut pada dasarnya mengembangkan

simplified procedure yang diusulkan oleh Seed dan Idriss,

1971, difokuskan pada analisis ketahanan tanah terhadap

bahaya likuifaksi (CRR). (Idriss dan Boulanger, 2008).


Bagan Alir Metode Penelitian

Menghitung faktor keamanan pada beberapa kondisi Muka

Air Tanah (MAT), percepatan tanah maksimum akibat

gempa (amax), dan magnitude gempa yang berbeda, yaitu :

1. MAT = 0,1 m dan 0,25 m

2. Amax = 0,25 g dan 0,3 g

3. Magnitude gempa = 6,5 ; 8,5 ; 9,0 ; 9,1 ; 9,2 ; 9,3 ; 9,4 ;

9,5 Mw
Hasil dan Koordinat Titik Bor di PLTU 2 Sulawesi Utara

Pembahasan

Grafik Hubungan kedalaman dan Nilai FS dengan nilai MAT = 0.25

m, Amax = 0.3, Mw = 9.0, 9.1, 9.2, 9.3, 9.4, 9.5 BH-02 (SPT)

Berdasarkan grafik diatas dapat diuraikan perbandingan

antara nilai muka air tanah (MAT), Amax, dan magnitude

gempa (Mw), yaitu sebagai berikut :

 Semakin kecil nilai faktor muka air tanah (MAT) atau

semakin dangkal, maka nilai faktor keamanan akan

semakin kecil.

 Semakin besar nilai Amax, maka nilai factor keamanan

akan semakin kecil.


 Semakin besar nilai magnitude gempa (Mw), maka faktor

keamanan akan semakin kecil.

 Untuk faktor keamanan (fs < 1) yang berpotensi likuifaksi

berkisar pada kedalaman 5.15 m - 13.15 m.

Grafik Hubungan kedalaman dan Nilai FS dengan nilai MAT

= 0.25 m, Amax = 0.3, Mw = 9.0, 9.1, 9.2, 9.3, 9.4, 9.5 S-13

(CPT)

Berdasarkan grafik diatas dapat diuraikan perbandingan

antara nilai muka air tanah (MAT), Amax, dan magnitude

gempa (Mw), yaitu sebagai berikut :

 Semakin kecil nilai faktor muka air tanah (MAT) atau

semakin dangkal, maka nilai faktor keamanan akan

semakin kecil.

 Semakin besar nilai Amax, maka nilai factor keamanan

akan semakin kecil.


 Semakin besar nilai magnitude gempa (Mw), maka faktor

keamanan akan semakin kecil.

 Untuk faktor keamanan yang didapatkan tidak ada yang

berpotensi likuifaksi

Kesimpulan Dari empat titik uji SPT dan empat titik uji CPT yang telah

dianalisis didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1) Nilai CRR yang dihasilkan dari metode SPT dan CPT

memiliki perbedaan dimana nilai CRR untuk metode CPT

umumnya lebih besar dari nilai CRR untuk metode SPT.

2) Nilai CSR yang didapatkan dari kedua metode tersebut

sama, dikarenakan titik pengujian yang dianalisis

lokasinya berdekatan. Jadi untuk parameter perhitungan

CSR adalah sama untuk kedua titik pengujian (SPT dan

CPT).

3) Nilai CRR yang berbeda, secara langsung mempengaruhi

nilai faktor keamanan (FS) yang berbeda untuk masing-

masing data yaitu SPT dan CPT.

4) Faktor keamanan (FS) yang dihasilkan dari empat titik

pengujian data SPT dan CPT lebih besar dari satu artinya

tidak terjadi likuifaksi.

5) Nilai CRR dan Faktor keamanan (FS) dari setiap

pengujian akan menurun, dengan meningkatnya

magnitude gempa. Begitu juga sebaliknya.


6) Nilai CRR dan faktor keamanan (FS) dari setiap pengujian

akan menurun, dengan menurunnya Fines Content (FC)

35%, 15%, 5%. Begitu juga sebaliknya.

7) Semakin kecil nilai faktor muka air tanah (MAT) atau

semakin dangkal, maka nilai faktor keamanan akan

semakin kecil.

8) Semakin besar nilai Amax, maka nilai faktor keamanan

akan semakin kecil.

4 Judul Studi Kerentanan Tanah Terhadap Soil Liquefaction Akibat

Gempa Bumi di Pesisir Kota Pacitan Berdasarkan Data Cone

Penetration Test

No. Jurnal JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN :

2337-3539, pp. 1-5

Penulis Wahyu Apriliyanto R, dkk

Latar  Kepulauan Indonesia berada pada pertemuan beberapa

Belakang lempeng besar dunia (Eurasian‐Pacific‐Indo Australian),

sehingga setiap saat terekspos / menerima ancaman yang

sangat besar dari natural hazard. Pergerakan lempeng

tersebut menjadikan Indonesia negara yang paling terekspos

menerima ancaman letusan gunung berapi dan gempabumi.

Di sepanjang pertemuan lempeng berjajar 500 gunung


berapi, 129 di antaranya masih aktif dan 10 diantaranya

berada di Jawa Timur

 Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi

pada permukaan bumi yang biasanya disebabkan oleh

pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Apabila gelombang

gempabumi ini merambat di tanah berpasir jenuh air maka

akan menimbulkan potensi berbagai macam fenomena alam

seperti soil liquefaction yang dapat menyebabkan

penurunan tanah dan mengakibatkan kerusakan struktur

diatasnya, seperti dermaga, seawall, dan perumahan warga.

 Kabupaten Pacitan adalah salah satu daerah di selatan Pulau

Jawa yang rawan gempa, karena dilalui oleh lempeng

Eurasia dan lempeng Indo Australia.

Tujuan Mengetahui daerah yang berpotensi terjadi likuifaksi di

daerah pesisir Kota Pacitan, Jawa Timur.

Metode Evaluasi soil liquefaction berdasarkan data CPT

Hasil dan  Kondisi Daerah Studi

Pembahasan Kabupaten Pacitan terletak di ujung barat daya Provinsi

Jawa Timur. Wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten

Ponorogo di utara, Kabupaten Trenggalek di timur,

Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah) di barat dan Samudra

Hindia di selatan. Secara administrasi, Kabupaten Pacitan

terbagi menjadi 12 kecamatan, 5 kelurahan dan 159 desa.


 Analisa Potensi Likuifaksi Berdasarkan Grain Size

Untuk mengklasifikasikan jenis tanah menurut butirannya,

menggunakan Koefisien Keseragaman (Cu) dan Koefisien

Gradasi (Cc) sebagai parameternya.

Untuk tanah pasir bergradasi baik (well graded), memiliki

nilai Cu lebih dari 6 dan Cc antara 1-3. Nilai rata-rata Cu di

titik SB-6 sampai dengan SB-10 adalah Cu < 6 dan

merupakan tanah bergradasi seragam.

Gambar berikut menunjukkan bahwa grain size sampel

tanah titik tersebut 0.2 mm ≤ D50 ≤ 0.4 mm dan sensitif

terhadap likuifaksi.

Hasil grain-size analysis sampel tanah di titik SB-6 sampai

dengan SB-10 di lokasi studi yang diplot dalam grafik

Liquefaction Potential (Oka, 1995) :

SB 6
SB 7

SB 8

SB 9
SB 10

 Analisa Potensi Soil Liquefaction Berdasarkan Data

Sondir, Percepatan Gempa, dan Magnitude

Berdasarkan data soil boring pada titik SB6-SB10, tanah di

daerah studi merupakan tanah pasir, hal ini dapat dilihat

pada gambar berikut.

Dari perhitungan nilai Safety Factor, didapatkan bahwa

hanya titik Sondir-1, Sondir-2, Sondir-4 dan Sondir-5 yang

berpotensi terjadi Soil liquefaction dengan nilai Safety Factor

< 1. Umumnya semua terjadi pada percepatan gempa 0.3 g.

Hasil analisa menunjukkan bahwa hanya di lokasi S-14, S-

15, S-16, S-18, S-33, dan S-38 yang tidak berpotensi


berpotensi terjadi soil liquefaction, sedangkan 24 titik

lainnya berpotensi terjadi soil liquefaction. Hal ini

ditunjukkan oleh nilai SF yang lebih kecil daripada 1

 Analisa Indeks Potensi Likuifaksi (Liquefaction Potential

Index)

Nilai LPI per titik

Bersadarkan tabel tersebut, nilai LPI tertinggi ada pada titik

S-21 dan hasil dari pemetaan kerentanannya tersaji pada

gambar berikut.
Peta LPI pada pesisir Kota Pacitan

Kesimpulan  Korelasi antara soil liquefaction akibat gempa bumi dengan

properti tanah berdasarkan data CPT adalah menunjukkan

bahwa makin tinggi nilai tekanan konus, maka tanah

tersebut merupakan tanah lempung. Sebaliknya, jika

tekanan konus rendah, maka tanah tersebut merupakan

tanah pasir, sehingga berpotensi terjadi soil liquefaction.

 Berdasarkan dari hasil perhitungan LPI, nilai LPI yang

paling besar ada pada titik S-21 dengan nilai 28.99. Untuk

persebarannya, wilayah barat Pesisir Kota Pacitan sangat

tinggi berpotensi terjadi soil liquefaction karena nilai

ratarata LPI daerah tersebut >15, sedangkan wilayah barat,

utara, dan selatan Pesisir Kota Pacitan bernilai LPI <15 dan

berpotensi terjadi soil liquefaction rendah hingga tinggi.


5 Judul Analisis Potensi Likuifaksi pada Jembatan Laguna Meuraxa

Kota Banda Aceh

No. Jurnal Jurnal Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala, Vol. 1 No. 1,

September 2011, ISSN 2088-9321, pp. 39-60

Penulis Marwan, dkk

Latar Lapisan tanah pasir yang jenuh air dan getaran-getaran gempa

Belakang bumi berpotensi terjadi suatu gejala likuifaksi yang

merupakan gejala keruntuhan struktur tanah akibat menerima

beban siklik (berulang). Beban siklik ini menimbulkan

perubahan-perubahan didalam deposit tanah yang berupa

peningkatan tekanan air pori akibat guncangan, sehingga kuat

geser tanah menjadi berkurang atau hilang. Tanah pasir yang

telah kehilangan seluruh kekuatan gesernya akan berperilaku

seperti fluida (cair) atau disebut sebagai peristiwa likuifaksi.

Studi potensi likuifaksi diperlukan untuk menganalisis terjadi

tidaknya likuifaksi akibat gempa bumi. Studi ini dilakukan

pada lokasi jembatan Laguna yang berada di Ulee Lheu

Meuraxa Kota Banda Aceh. Jembatan Laguna merupakan

salah satu program rehabilitasi dan rekonstruksi NAD-Nias.

Tujuan Menelaah masalah potensi keruntuhan struktur tanah yang

berpasir di bawah bangunan jembatan dan mengetahui

terjadinya tidaknya likuifaksi pada lapisan tanah yang

berpasir jenuh air pada saat terjadi gempa


Metode Potensi terjadinya likuifaksi dianalisis dengan menggunakan

metode antara lain Kishida (1969), Seed & Idriss (1971),

Valera & Donovan (1977), Seed et al (1976), Whitman

(1971), dan Castro (1975)

Lingkup pembahasan yaitu menelaah masalah potensi

keruntuhan struktur tanah yang berpasir di bawah bangunan

jembatan, karena potensi likuifaksi dengan menggunakan

metode-metode tersebut diatas.

Hasil dan Likuifaksi yang ditinjau dalam analisis ini adalah likuifaksi

Pembahasan yang terjadi akibat pembebanan beban berulang (cyclic), yaitu

pada tanah pasir yang jenuh air yang mengalami getaran

gempa. Ini berarti bahwa lapisan tanah yang mengandung

lapisan pasir saja yang ditinjau, dimana lapisan pasir tersebut

harus berada di bawah muka air tanah

Hasil Menggunakan Metoda Kishida (1969)


Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa metoda

Kishida (1969) memberikan hasil bervariasi. Pada titik bor 1

tidak terjadi likuifaksi. Pada titik bor 2 dan 3 secara umum

juga tidak terjadi likuifaksi kecuali pada bor 2 lapis pada

kedalaman 3 m dan bor 3 lapis kedalaman 27 m terjadi

likuifaksi. Sebaliknya, pada titik bor 4. Secara umum terjadi

likuifaksi kecuali di lapisan kedalaman 9 m tidak terjadi

likuifaksi.

Hasil Menggunakan Metoda Seed & Idriss (1971)

Metoda Seed & Idriss (1971) dalam menganalisis potensi

likufaksi dengan metoda ini ditemui kesulitan yaitu harus

memperhitungkan besarnya tegangan-tegangan vertikal yang

bekerja pada masing-masing lapisan tanah yang ditinjau, serta

menghitung besarnya percepatan gempa maksimum dan

magnitude gempa, atau dengan kata lain membutuhkan data

tanah yang lebih lengkap


Hasil Menggunakan Metoda Valera & Donavan (1977)

Metoda Valera & Donovan (1977) memperhitungkan nilai

Intensitas gempa dan letak muka air tanah, metoda ini dapat

langsung digunakan di lapangan, cukup dengan

memperhitungkan gempa bumi yang terjadi dan memiliki

nilai Modified Mercalli Intensity pada skala tertentu

sedangkan nilai tahanan standar penetrasi (N SPT),

kedalaman muka air tanah dan kedalaman lapisan yang

ditinjau dapat langsung ditentukan berdasarkan perhitungan di

lapangan. Metoda Valera & Donovan ini merupakan metoda

yang sangat praktis, langkah perhitungannya sangat singkat,

dan hasilnya cepat didapat (memberikan hasil secara kasar)

artinya metoda ini juga mempunyai kekurangan-kekurangan

yaitu tidak memperhitungkan atau memperhatikan sifat-sifat

dari lapisan tanah pasir yang bersangkutan secara lengkap.

Dalam metoda ini, berat volume tanah (γ), kepadatan relatif

(Dr), tegangan efektif (σ’vo), dan tegangan total (σvo) tidak

diperhitungkan sama sekali.


Hasil Menggunakan Metoda Seed et al (1976)

Menurut Seed et al (1976), likuifaksi terjadi secara umum

pada gempa dengan 8,9 SR yang dihitung dengan metoda

selain Newmark. Metoda Seed et al., (1976) hasilnya

cenderung relatif sama dengan metoda Whitman (1971) yaitu

sangat tegantung dari nilai cycle stress ratio, yaitu hubungan

perbandingan nilai tegangan geser ekivalen dari gempa (τeq)


dengan tegangan vertical efektif (σ’vo) dan nilai kepadatan

relatif (Dr) yang berbeda-beda.

Hasil Menggunakan Metoda Whitman (1971)

Hasil Menggunakan Metoda Castro (1975)

Metoda Castro (1975) merupakan hubungan antara nilai

tegangan geser rata-rata dari gempa (τav) dengan tegangan

vertical efektif (σ’vo) dan nilai tahanan standar penetrasi yang

dikoreksi (N’). Nilai tahanan standar penetrasi yang dikoreksi


(N’) yang lebih besar dari 50 blow/ft tidak berpotensi

likuifaksi.

Analisis potensi likuifaksi ini dengan pengambilan magnitude

gempa (5,5), (6,5), (7,5), (8,2) dan (8,9) skala Richter akan

memberikan hasil yang bervariasi. Penelitian ini

membandingkan potensi likuifaksi dengan menvariasikan

magnitude gempa, sedangkan pengambilan besarnya nilai

percepatan gempa maksimum di permukaaan tanah sangat


tergantung pada magnitude gempa dan jarak pusat gempa

dengan lokasi yang ditinjau. Dari hasil perhitungan analisis

potensi likuifaksi lapisan tanah pada pembangunan jembatan

Laguna Ulee Lheue Meuraxa Kota Banda Aceh dengan

menggunakan metoda Seed & Idriss (1971), Seed et al (1976),

Whitman (1971) dan Castro (1975) dapat diambil kesimpulan

bahwa secara umum likuifaksi tidak terjadi, sedangkan

dengan menggunakan metoda Kishida (1969) dan Valera &

Donovan (1977) secara umum likuifaksi terjadi.

Kesimpulan 1. Dengan menggunakan enam metoda dalam perhitungan

analisis potensi likuifaksi dapat diprediksi bahwa pada

umumnya titik bor yang ditinjau mengalami likuifaksi pada

lapisan yang nilai N SPT kecil;

2. Hasil analisis likuifaksi menggunakan metoda Kishida

(1969), diketahui yaitu pada titik bor 1, 2 dan 3 secara

umum tidak likuifaksi, yang terjadi likuifaksi pada titik bor

2 lapisan 3 meter dan titik bor 3 lapisan 27 meter, sedang

titik bor 4 hampir semua lapisan terjadi likuifaksi kecuali

yang tidak likuifaksi pada lapisan 9 meter;

3. Hasil analisis likuifaksi dengan menggunakan metoda Seed

& Idriss (1971), memberikan hasil yang relative sama yaitu

likuifaksi tidak terjadi;


4. Hasil perhitungan analisis dengan menggunakan metoda

Valera & Donovan (1977), secara umum terjadi likuifaksi

pada semua lapisan;

5. Hasil analisis likuifaksi dengan menggunakan metoda Seed

et al., (1976), memberikan hasil secara umum tidak

likuifaksi kecuali yang terjadi likuifaksi hanya pada lapisan

3 meter dan 9 meter dengan magnitude gempa 8,9 skala

Richter pada setiap titik bor terjadi likuifaksi;

6. Hasil analisis likuifaksi dengan menggunakan metoda

Whitman (1971) memberikan hasil secara keseluruhan

tidak likuifaksi, ini dikarenakan potensi likuifaksi dengan

metoda ini sangat tergantung pada besarnya magnitude

gempa dan nilai kepadatan relatif (Dr).

7. Hasil analisis likuifaksi dengan menggunakan metoda

Castro (1975) memberikan hasil secara keseluruhan tidak

likuifaksi; dan

8. Dari hasil analisis keenam metoda yang digunakan, untuk

mendapatkan hasil perhitungan yang aman terhadap

potensi likuifaksi, maka dapat disimpulkan, bahwa hasil

perhitungan metoda Kishida (1969) dan Metoda Valera &

Donovan (1977) menjadi kesimpulan hasil akhir mengingat

kedua metoda ini secara umum terjadi likuifaksi


PENELITIAN TERDAHULU MENGENAI LIKUIFAKSI

(JURNAL INTERNASIONAL)

1 Judul Soil Liquefaction Evaluation using Deterministic and

Probabilistic Approaches : A case study

No. Jurnal International Journal of Innovative Research in Science,

Engineering and Technology, Vol. 3, Special Issue 4, March

2014, ISSN L 2347-6710, pp. 30-37

Penulis Shashank Burman dan A. Murali Krishna

Latar Pada tahun 1987, gempa besar dengan skala magnitude > 8

Belakang SR dan sekitar 14 kejadian gempa dengan skala magnitude

berkisar antara 7-8 SR, terjadi di daerah Guwahati, India.

Lokasi ini termasuk daerah aktif gempa karena letak

Guwahati berada di sebelah timur laut sungai Brahmaputra,

India dimana wilayah ini memiliki kondisi tektonik dan

geologis yang kompleks. Karena terdapat gunung Himalayan

di bagian Utara, bukit Mishmi di bagian Barat, gunung Naga

Patkoi di bagian Selatan, hal tersebut yang menjadikan

wilayah ini sebagai salah satu wilayah yang sangat aktif

gempa di dunia.

Pada tahun 1869, gempa di Cachar (Mw = 7,6 SR) dan pada

tahun 1987 terjadi gempa di Assam (Mw = 8,1 SR),

menyebabkan kerusakan yang cukup parah dan di sekitar Kota


Guwahati terjadi likuifaksi dan penurunan tanah. Evaluasi

potensi kemudian perlu dilakukan dengan metode

determenistik atau metode probabilistik.

Analisis deterministik adalah metode yang sering digunakan

peneliti untuk mengevaluasi likuifaksi, ada ketidakpastian

dengan pendekatan deterministik di mana faktor keamanan

seringkali sulit untuk ditafsirkan. Untuk mengatasi

ketidakpastian, probabilistik dan statistik ini pendekatan telah

digunakan dalam penelitian ini. Analisis probabilistik, potensi

likuifaksi biasanya dinyatakan sebagai fungsi dari probabilitas

likuifaksi menggunakan berbagai pendekatan. Sampai saat

ini, tidak banyak penelitian yang sudah dilakukan dengan

pendekatan probabilistik untuk kota Guwahati.

Upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah likuifaksi

yang disebabkan oleh gempa, dengan pendekatan

deterministik dan pendekatan probabilistik. Lokasi studi

adalah kampus IIT Guwahati di mana kegiatan konstruksi

sedang berlangsung. Pada tahap awal penelitian ini, analisis

telah dilakukan pada tiga titik lokasi berbeda di dalam kampus

IIT Guwahati. Analisis dilakukan untuk magnitudo M = 5, 6

dan 7 SR di setiap titik lokasi.

Tujuan Menganalisis potensi likuifaksi di wilayah studi, Guwahati,

berdasarkan metode deterministik dan metode probabilistik


Metode Potensi likuifaksi dievaluasi menggunakan metode simplified

procedure menggunakan data SPT (standard penetration test),

[Idriss dan Boulanger]. Parameter tanah yang digunakan

adalah nilai SPT-N, berat jenis tanah, diameter partikel tanah

dan percepatan maksimum tanah akibat gempa.

Hasil dan  Potensi likuifaksi di area studi dievaluasi menggunakan

Pembahasan simplified method berdasarkan profil SPT tanah (Idriss dan

Boulanger). Analisis ini melibatkan dua pendekatan,

Deterministik dan Probabilistik. Analisis telah dilakukan

untuk tiga besaran gempa (M = 5, 6 dan 7 SR). Untuk

semua tiga besar gempa bumi, permukaan Peak Ground

Acceleration (PGA) dipilih sebagai 0,18 g dalam

penelitian.

Lokasi studi

 Potensi likuifaksi di lokasi 1 untuk M = 5,6,7 SR

menggunakan (a) model Deterministik, (b) model

Probabilistik; PL = Probabilitas likuifaksi dalam

persentase.
Dapat diamati bahwa Factor of Safety (FOS) lebih besar dari

1 untuk M = 5, yang berarti lokasi 1 tidak rentan terhadap

likuifaksi. Model probabilistik menegaskan hasil ini dengan

nol persen probabilitas likuifaksi (PL) dalam kisaran

kedalaman 1.5 – 6 m dan 16.5 – 25.5 m, nilai PL yang

fluktuatif dapat dilihat dalam kisaran kedalaman 7.5 - 16.5 m

menunjukkan tingkat probabilitas likuifaksi yang tinggi.

Untuk M = 6, FOS lebih besar dari 1 untuk seluruh kedalaman

yang ditinjau dan oleh karena itu, tidak rentan terjadi

likuifaksi. Juga, model probabilistik memberikan tingkat

probabilitas likuifaksi yang tinggi dengan nilai PL 90% dalam

kedalaman 7,5 – 15 m, dimana akan rentan oleh likuifaksi.

Untuk M = 7, dapat diamati bahwa nilai FOS kurang dari 1 di

kedalaman 4,5 – 18 m, dimana diperkirakan terjadi likuifaksi.

Juga, model Probabilistik memberikan nilai PL maksimum

100% dalam kedalaman ini menunjukkan skala yang sangat

tinggi.
 Potensi likuifaksi di lokasi 2 untuk M = 5,6,7 SR

menggunakan (a) model Deterministik, (b) model

Probabilistik; PL = Probabilitas likuifaksi dalam

persentase.

Untuk M = 5, nilai FOS mendekati satu hingga kedalaman

10,5 m dan meningkat secara drastis di atas 10,5 m. Demikian

pula, PL meningkat dengan menunjukkan kedalaman tingkat

keparahan sedang hingga tinggi dengan nilai maksimum 88%

pada kedalaman 10 m. Oleh karena itu, lokasi 2 lebih rentan

terhadap likuifaksi dibandingkan dengan lokasi 1.

Untuk M = 6, Nilai FOS kurang dari 1 hingga 11 m dan

meningkat secara drastis melampaui 11 m. Model

probabilistik menegaskan hasil ini dengan tingkat keparahan

yang sangat tinggi yaitu 100% PL hingga kedalaman 11 m.

Untuk M = 7, nilai FOS kurang dari 1 hingga kedalaman 12

m dan meningkat drastis di luar 12 m. Model probabilistik

menegaskan hasil ini dengan skala keparahan yang sangat


tinggi yaitu 100% PL pada kedalaman 12 m dan turun menjadi

nol pada kedalaman lebih dari 12 m. Oleh karena itu, lokasi 2

lebih banyak dan rawan terjadi likuifaksi dibandingkan lokasi

1 untuk besaran gempa yang sama.

 Potensi likuifaksi di lokasi 3 untuk M = 5,6,7 SR

menggunakan (a) model Deterministik, (b) model

Probabilistik; PL = Probabilitas likuifaksi dalam

persentase.

Untuk M = 5, nilai FOS mendekati satu pada kedalaman 4,5

m dan meningkat seiring bertambah kedalaman. Nilai PL

menunjukkan skala probabilitas yang bervariasi, nilai

maksimum sebesar 75% PL terjadi di kedalaman 4,5 m.

Untuk M = 6, nilai FOS kurang dari 1 hingga kedalaman 9 m

dan karenanya sangat rentan terhadap likuifaksi. Model

probabilistik menegaskan hasil ini, yaitu memiliki nilai PL

yang tinggi yaitu 80 – 90% hingga kedalaman 9 m.


 Dapat disimpulkan bahwa lokasi 2 lebih rentan terhadap

likuifaksi dibandingkan dengan lokasi 1 dan 3 untuk

momen magnitude gempa M = 5 dan M = 6. Untuk M = 7,

nilai FOS kurang dari 1 hingga kedalaman 16,5 m dan

karenanya rentan terhadap likuifaksi. Model probabilistik

mengkonfirmasi hasil ini, yaitu memiliki nilai PL

maksimum 100% hingga kedalaman 16.5 m,

mengindikasikan tingkat keparahan likuifaksi yang sangat

tinggi. Karena itu, dapat disimpulkan lokasi 3 lebih rentan

terhadap likuifaksi dibandingkan dengan lokasi 1 dan 2

untuk M = 7.

Kesimpulan  Penelitian ini membahas evaluasi likuifaksi berdasarkan

pada prosedur berbasis lapangan semi-empiris untuk 3

magnitudo momen gempa yang berbeda (M = 5, 6 dan 7).

IIT Guwahati terletak di zona seismik yang sangat rentan

terhadap efek situs lokal seperti likuifaksi akibat gempa di

masa depan. Lokasi 2 sangat rentan untuk efek likuifaksi

dibandingkan dengan lokasi 1 dan lokasi 3 pada saat gempa

rendah, besarnya M = 5 dan 6. Pada magnitudo gempa bumi

yang lebih tinggi M = 7, lokasi 3 lebih rentan terhadap

pencairan mempengaruhi dibandingkan dengan lokasi 1

dan 2. Kerusakan kemungkinan akan terjadi dalam lapisan

hingga kedalaman 15-18 m.


2 Judul Seismic Soil Liquefaction for Deterministic and Probabilistic

Approach Based on in Situ Test (CPTU) Data

No. Jurnal World Journal of Engineering and Technology, Vol. 3, April

2015, pp. 41-49

Penulis Spresa Gashi & Neritan Shkodrani

Latar Salah satu dampak gempa bumi yang paling dahsyat di

Belakang wilayah gempa adalah likuifaksi. Banyak penelitian telah

dilakukan dalam bidang ini dan saat ini metode yang berbeda

tersedia untuk penilaian potensi likuifaksi. Likuifaksi adalah

fenomena yang sangat signifikan terjadi pada tanah pasir

berlanau dan pasir. Potensi likuifaksi yang tinggi terjadi

ketika jenis tanah ini memiliki muka air tanah yang dangkal.

Daerah yang diteliti terletak di Kota Golem, Kavaja, di pantai

Albania pusat.
Daerah ini adalah daerah yang kelebihan penduduk dan

banyak bangunan dibangun sangat dekat dengan garis pantai

laut. Jenis utama dari tanah yang ditemukan di daerah ini

adalah pasir dan pasir berlanau, pasir berlanau dan lanau

berpasir, lempung dan lempung berlanau. Juga adanya

aktivitas seismik yang tinggi dan termasuk daerah yang rawan

gempa bumi dengan probabilitas 10% dari pelampauan

selama masa hidup struktur (dianggap sebagai 475 tahun) atau

Peak Ground Acceleration (PGA) sebesar 0,273 g. Menurut

katalog gempa Albania, besaran gelombang permukaan

gempa yang diharapkan (Ms) dari daerah yang

dipertimbangkan bervariasi dari 4,5 - 6,6 SR. Nilai tertinggi

adalah Ms = 6.6 (tahun 346 dan koordinat P 41.30; L 19.30).

Tujuan Menganalisis potensi likuifaksi di daerah Golem, pantai

Albania pusat berdasarkan data lapangan, CPT (Cone

Penetration Test).

Metode Metode yang digunakan untuk evaluasi potensi likuifaksi

adalah pendekatan deterministik yang diajukan oleh

Robertson dan Wride (1998), dan pendekatan probabilistik

yang diusulkan oleh Moss dan rekan kerja. Studi kasus

evaluasi potensi likuifaksi dilakukan untuk daerah Golem, di

mana data geoteknik dari pengujian CPTU dikumpulkan.


Hasil dan  Dalam penelitian ini, 10 tes CPTU dilakukan oleh

Pembahasan Perusahaan Balkan di lokasi yang berbeda di sepanjang

garis pantai, yang disebutkan sebagai lubang bor, BH-i.

Dari 10 tes CPTU, 6 di antaranya dianggap valid, yaitu BH-

1, 2, 3, 5 dan 8. Dari 10 tes CPTU yang dilakukan, hanya

tiga yang dipertimbangkan, BH-1, BH-2 dan BH-8.

 Evaluasi potensi likuifaksi untuk metode deterministik

dilakukan dengan menggunakan nilai-nilai Factor of Safety

(FS) yang diberikan sebagai rasio antara CRR dan CSR.

Menurut nilai-nilai FS dapat diketahui bahwa likuifaksi

memiliki kerentanan tinggi saat FS <1, memiliki

kerentanan yang sedang untuk 1,0 <FS <1,25 dan memilili

kerentanan yang rendah untuk FS> 1,25.

 Evaluasi Faktor Keamanan (FS) untuk metode

deterministik untuk lubang bor BH-1; BH-2 dan BH-8.

Nilai FS dievaluasi dengan nilai percepatan maksimum

sebesar 0,273 g (periode ulang 475 tahun) atau magnitudo


maksimum M = 6,6. Pada gambar diatas menunjukkan

bahwa secara umum terjadi likuifaksi (lihat nilai antara

garis terputus dan kontinu). Hal ini menunjukkan bahwa,

pada titik BH-1 sangat rentan terhadap likuifaksi pada

interval kedalaman 10 - 14,5 m pada kasus di mana GWL

− 1,7 m di bawah permukaan tanah dan meningkat pada

kasus di mana GWL +1.0 m di atas permukaan. Hasil

serupa juga ditemukan di titik BH-2 dan BH-8.

 Evaluasi Faktor Keamanan (FS) untuk metode probabilistik

untuk lubang bor BH-1; BH-2 dan BH-8.

Pendekatan probabilistik menggunakan Probability of

Liquefaction (PL) untuk mengevaluasi potensi likuifaksi.

Sesuai dengan nilai PL, fenomena likuifaksi mungkin

terjadi, untuk interval 0,85 ≤ PL <1 (dalam interval ini

dinyatakan bahwa likuifaksi hampir pasti terjadi). Untuk

BH-1, pada interval ((3,5-7,0) m dan (10,0 m - 15,0) m),

dimana kemungkinan likuifaksi hampir pasti terjadi. Untuk

BH-2 kedalaman likuifaksi yang hampir pasti bervariasi


dari 6,5 hingga 8,5 meter dan untuk BH-8 kedalaman

lapisan likuifaksi lebih besar dan bervariasi dari 8,5 hingga

12 meter.

 Perbandingan antara Factor of Safety (FS) dan Probability

of Liquefaction (PL) untuk BH-1; BH-2 dan BH-8.

Pada Gambar diatas, perbandingan antara dua metode

menunjukkan bahwa metode tersebut memiliki hasil yang

hampir sama (di mana FS <1, PL hampir 1). Di antara

kedua metode ini, metode probabilistik memberikan

informasi yang lebih akurat tentang risiko likuifaksi, karena

memberikan lebih banyak rincian interval di mana

likuifaksi dapat terjadi.

Kesimpulan Hasil analisis di daerah Golem menunjukkan bahwa likuifaksi

memiliki kerentanan yang sedang, yaitu memiliki nilai 1,0 <

FS <1,25. Dari analisis, ditunjukkan bahwa pendekatan

probabilistik memberikan informasi yang lebih akurat tentang

risiko likuifaksi daripada pendekatan deterministik.


3 Judul Study of Yuen-Lin Liquefaction During Chi-Chi Earthquake

No. Jurnal Journal of Marine Science and Technology, Vol. 11, No. 2,

pp. 113-119 (2003)

Penulis Shuhgi Chern, Juei-Hsing Tsai, dan Ching-Yinn Lee

Latar Pada 21 September 1999, gempa bumi berkekuatan 7,3 skala

Belakang Richter terjadi di Chi-Chi, Kabupaten Nantou. Gempa terkuat

yang pernah tercatat di Taiwan pada abad ke-20 menyebabkan

kerusakan serius di 6 kabupaten di Taiwan Tengah. Banyak

struktur dan fasilitas hancur karena likuifaksi. Di antara semua

lokasi pencairan tanah yang dilaporkan, Yuen-Lin dan

sekitarnya adalah yang paling rusak berat selama gempa.

Dalam rangka mengevaluasi likuifaksi tanah, untuk

memperkirakan kerusakan yang disebabkan oleh likuifaksi

dan untuk menetapkan kebijakan terkait dengan bahaya

gempa, National Center for Research on Earthquake

Engineering (NCREE) telah mengorganisir banyak insinyur

geoteknik dari universitas, perusahaan konsultan dan lembaga

pemerintah untuk melakukan investigasi lapangan dan uji

laboratorium untuk tanah di daerah studi. Sebanyak 50 tes

penetrasi standar (SPT) dan 45 tes penetrasi kerucut (CPT)

dilakukan di daerah Yuen-Lin

Tujuan Mengevaluasi potensi likuifaksi di Chi-Chi, Kabupaten

Nantou, Taiwan berdasarkan data CPT dan SPT


Metode Metode evaluasi likuifaksi yang digunakan yaitu metode

Seed, metode T-Y dan metode JRA.

Hasil dan Hasil analisis potensi likuifaksi menunjukkan bahwa

Pembahasan likuifaksi terjadi pada lapisan berpasir pada kedalaman antara

4 m sampai 10 m. Hasil yang dihitung dari ketiga metode

menunjukkan bahwa metode Seed memiliki faktor keamanan

terendah dan risiko likuifaksi tertinggi, sedangkan metode T-

Y dan JRA memiliki faktor keamanan yang lebih tinggi dan

risiko likuifaksi lebih rendah, seperti yang ditunjukkan pada

Tabel : Estimasi indeks potensi likuifaksi.


Normalized performance values of SPT-N liquefaction

potential indexes

Perbandingan hasil yang dianalisis dan data lapangan BH-3

dan BH-5, risiko likuifaksi diperkirakan tinggi hingga sangat

tinggi dengan metode Seed dan T-Y, hasilnya cukup konsisten

dengan penurunan dan likuifaksi yang terjadi. Namun, nilai

PL yang diperoleh dengan metode JRA adalah 4,88 dan 0

untuk BH-3 dan BH-5, artinya risiko likuifaksi rendah dan

sangat rendah. Hasilnya tidak konsisten dengan observasi

lapangan. Selain itu, hasil dianalisis dengan metode Seed yang

dimodifikasi menunjukkan bahwa risiko likuifaksi di lokasi

BH-21, BH-28 dan BH-29 tinggi, juga konsisten dengan

observasi lapangan, sedangkan risiko likuifaksi yang

diperoleh dengan metode JRA dan T & Y rendah.


Berdasarkan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini,

ditemukan bahwa di lokasi di mana tanah mengandung

persentase fines content yang tinggi, resistensi tanah yang

dihitung dalam metode JRA lebih tinggi daripada metode

Seed dan T-Y. Sebagai contoh, ada penurunan dan likuifaksi

di situs boreholes BH-5, BH-35 dan BH-47, sedangkan PL

yang diperoleh dengan metode JRA hanya 0 ~ 0,15, yaitu,

risiko likuifaksi sangat rendah hingga rendah.

Berdasarkan tabel ditemukan bahwa metode T-Y memiliki

skor tertinggi, diikuti oleh metode Seed dan kemudian metode

JRA, dapat dinyatakan bahwa metode T-Y adalah yang paling

cocok dalam penelitian untuk evaluasi potensi likuifaksi di

daerah Yuen-Lin, dan metode JRA adalah yang terburuk.

Normalized performance values yang dievaluasi oleh tiga

metode menunjukkan bahwa meskipun untuk lubang bor (BH-

3, BH-5, BH-18, BH-21, BH-25, BH-26, BH-28, BH-29, BH-

30, BH-35, BH-40, BH-43, BH-44, BH-45, BH-46 dan BH-

47) di mana likuifaksi telah terjadi, metode Seed memiliki

normalized performance values tertinggi. Untuk lubang bor

(BH-7, BH-10, BH-12, BH-14, BH-15, BH-27, BH-31 dan

BH-41) di mana likuifaksi tidak terjadi, metode Seed memiliki

normalized performance values terendah. Konsekuensinya,

metode Seed adalah yang paling sesuai.


Metode Seed tidak mengevaluasi likuifaksi dengan baik untuk

situs-situs yang tidak berpotensi likuifaksi. Metode Seed

menghasilkan indeks potensi likuifaksi yang tinggi dan nilai

kinerja rendah pada situs yang tidak berpotensi likuifaksi

karena ketahanan tanah terhadap likuifaksi tidak akan

meningkat dengan konten halus lebih dari 35%, dan resistensi

kurang diestimasi ketika nilai SPT-N rendah, mengakibatkan

estimasi yang berlebihan dari indeks potensi likuifaksi PL dan

nilai kinerja rendah dengan menggunakan metode Seed. Jika

ketahanan tanah terhadap likuifaksi dapat ditingkatkan dengan

konten halus lebih dari 35%, nilai kinerja potensi likuifaksi

yang dievaluasi dengan metode Seed dapat ditingkatkan, dan

metode Seed akan dianggap sebagai yang paling cocok untuk

evaluasi potensi likuifaksi.

Kesimpulan 1. Simplified method SPT-N yang digunakan dalam penelitian

ini didasarkan pada sejumlah besar data kinerja lapangan

bersama dengan hasil uji laboratorium. Namun, hasil

penelitian tidak konsisten dengan semua pengamatan

lapangan yang dilaporkan di daerah Yuen-Lin.

2. Variasi yang ada dalam mempelajari pengaruh fines content

pada ketahanan tanah terhadap likuifaksi. Metode Seed

terlalu konservatif untuk tanah dengan persentase fines

content yang tinggi, jika bisa dimodifikasi untuk


meningkatkan ketahanan tanah terhadap likuifaksi dengan

fines content lebih dari 35%, kesesuaian dapat dilakukan.

3. Hasil analisis kesesuaian menunjukkan bahwa metode T-Y

adalah yang paling sesuai dengan kejadian yang terjadi di

lapangan, diikuti dengan metode Seed. Metode JRA yang

saat ini digunakan dalam Kode Bangunan Taiwan adalah

yang terburuk. Metode JRA telah dimodifikasi sebagai

metode NJRA di Jepang, metode evaluasi likuifaksi yang

digunakan dalam Kode Bangunan lokal perlu dikoreksi

juga berdasarkan hasil penelitian terbaru

4 Judul Soil liquefaction potential in Eskis¸ehir, NW Turkey

No. Jurnal Natural Hazards and Earth System Sciences. Vol. 11, April

2011, pp. 1071 – 1082

Penulis H. Tosun, E. Seyrek, et al

Latar Likuifaksi adalah salah satu masalah penting dalam rekayasa

Belakang geoteknik. Tinggi muka air tanah dan tanah alluvial memiliki

potensi risiko tinggi terhadap likuifaksi, terutama di daerah

aktif seismik. Daerah perkotaan Eskis¸ehir, yang diteliti

dalam artikel ini, terletak di dalam wilayah gempa tingkat

kedua pada peta zonasi bahaya seismik Turki dan dikelilingi

oleh Eskis¸ehir, Anatolia Utara, Kutahya dan Zona Sesar

Simav.
Tujuan Menganalisis potensi likuifaksi yang diselidiki dengan

metode yang disederhanakan berdasarkan data SPT.

Metode Simplified method berdasarkan data SPT

Hasil dan  Investigasi geoteknik dilakukan dalam dua tahap: lapangan

Pembahasan dan laboratorium. Pada tahap pertama, 232 lubang bor di

lokasi yang berbeda dibor dan Standard Penetration Test

(SPT) dilakukan. Lubang uji di 106 lokasi berbeda juga

digali untuk mendukung data geoteknik yang diperoleh dari

uji lapangan. Pada tahap kedua, studi eksperimental

dilakukan untuk menentukan batas Atterberg dan sifat fisik

tanah. Potensi likuifaksi diselidiki dengan metode yang

disederhanakan berdasarkan SPT.

 Gempa skenario berkekuatan M = 6,4, terjadi di Eskis¸ehir

Fault Zone, digunakan dalam perhitungan. Analisis

dilakukan untuk tingkat PGA pada 0,19, 0,30 dan 0,47 g.

Liquefaction potential map of the study area.


Seperti yang terlihat pada Gambar diatas, saat percepatan

puncak tanah sama dengan 0,19 g, daerah berpotensi

likuifaksi tinggi tidak diamati dalam interval kedalaman 2 – 4

m. Namun, di pusat kota, dua area terbatas yang berbeda

memiliki potensi likuifaksi yang tinggi pada tingkat

percepatan yang tinggi. Peta potensi likuifaksi yang dibuat

untuk tingkat kedua (yaitu interval 4 – 6 m di bawah

permukaan) berbeda dari yang sebelumnya dibuat. Di peta

disiapkan untuk kondisi di mana percepatan tanah puncak =

0,30 g, daerah yang terjadi likuifaksi menyebar dan mereka

menutupi bagian penting dari pusat kota. Untuk percepatan

0,47 g, potensi likuifaksi yang lebih tinggi diamati di wilayah

yang diperluas. Di bagian timur kawasan yang terjadi

likuifaksi, endapan tanah di tingkat ini terutama terdiri dari

tanah pasir-lanau berbutir halus; hal ini meningkatkan

kemungkinan likuifaksi. Peta potensi likuifaksi yang

disiapkan untuk interval 6 – 8 m menunjukkan kemiripan

dengan yang sebelumnya dikembangkan. Daerah yang relatif

kecil diilustrasikan sebagai tanah yang berpotensi likuifaksi

untuk 0,19 g, sementara area yang lebih besar berpotensi

likuifaksi untuk 0,30 g. Daerah yang jauh lebih besar

diilustrasikan sebagai daerah likuifaksi untuk 0,47 g. Daerah


potensial likuifaksi juga muncul di beberapa daerah di luar

pusat kota untuk tingkat bahaya ini.

Penulis percaya bahwa peta potensi likuifaksi dapat

digunakan secara efektif untuk rencana pengembangan dan

praktik manajemen risiko di Eskis¸ehir. Hasil analisis

menunjukkan bahwa keberadaan muka air tanah yang tinggi

dan tanah alluvial meningkatkan potensi likuifaksi dengan

fitur seismik di wilayah tersebut.

Jelas bahwa penelitian lebih lanjut untuk menentukan rasio

tegangan siklik in-situ dengan menggunakan analisis respons

tanah spesifik lokasi dapat menghasilkan perkiraan yang lebih

komprehensif untuk digunakan untuk penilaian likuifaksi,

terutama bila dikombinasikan dengan hasil tes triaksial siklik.

Kesimpulan Gempa skenario berkekuatan M = 6,4, diproduksi oleh

Eskis¸ehir Fault Zone, digunakan dalam perhitungan. Analisis

dilakukan untuk tingkat PGA pada 0,19, 0,30 dan 0,47 g. Hasil

analisis menunjukkan bahwa keberadaan tinggi muka air

tanah dan tanah alluvial meningkatkan potensi likuifaksi

dengan fitur seismik daerah tersebut. Berdasarkan hasil

analisis, peta potensi likuifaksi dibuat dengan interval

kedalaman yang berbeda dan dapat digunakan secara efektif

untuk rencana pengembangan dan praktik manajemen risiko

di Eskis¸ehir.
5 Judul Evaluating Cyclic Liquefaction Potential using the Cone

Penetration Test

No. Jurnal Canada Geotechnical. Vol. 35. Maret 1998. pp. 442-459

Penulis P.K Robertson dan C.E. (Fear) Wride

Latar Likuifaksi merupakan peristiwa alam yang perlu diperhatikan

Belakang terkait dengan struktur bangunan yang dibangun di atas tanah

pasir dengan muka air tanah yang tinggi. Fenomena likuifaksi

telah di teliti dari beberapa tahun terakhir. Peneliti Terzaghi

dan Peck (1967) mengatakan bahwa likuifaksi yang terjadi

secara spontan mengakibatkan kehilangan kekuatan tanah

secara tiba-tiba saat terjadi gempa/getaran siklik.

Gempa yang terjadi di Niigata tahun 1964 merupakan awal

mulai penelitian fenomena likuifaksi. Sejak kejadian tersebut,

banyak peneliti yang mulai melakukan penelitian lebih lanjut,

seperti Yoshimi dkk (1977), Seed (1979), Finn (1981),

Ishihara (1993), dan Robertson dan Fear (1995).

Gempa dahsyat yang terjadi di Niigata tahun 1964 dan Kobe

pada tahun 1995 telah memberikan gambaran bagi peneliti

mengenai dampak kerusakan yang terjadi yang disebabkan

oleh soil liquefaction. Likuifaksi merupakan penyebab utama

kerusakan fasilitas pelabuhan dan bendungan di Kobe tahun

1995. Oleh karena beberapa peristiwa gempa yang telah

terjadi dan untuk mencegah terjadinya potensi likuifaksi yang


terjadi akibat dari gempa, maka dalam penelitian ini akan

membahas dan mengevaluasi potensi likuifaksi berdasarkan

data CPT yang diharapkan dapat digunakan untuk penelitian

selanjutnya.

Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan

pembaruan pada evaluasi likuifaksi akibat gempa siklik

menggunakan uji penetrasi kerucut (CPT). Makalah ini

merupakan bagian dari pengajuan akhir oleh penulis yang

melanjutkan penelitian dari National Centre for Earthquake

Engineering Research (NCEER, 1996) tentang evaluasi

resistensi likuifaksi tanah.

Metode Suggested Flowchart for Evaluation of Soil Liquefaction

Bentuk likuifaksi tanah yang paling umum yang diamati di

lapangan adalah cyclic softening yang disebabkan oleh beban

gempa. Sebagian besar peneliti yang berfokus pada likuifaksi


tanah telah dikaitkan dengan cyclic softening, terutama cyclic

liquefaction. Likuifaksi siklik umumnya berlaku untuk tanah

yang datar atau landai dimana pembalikan tegangan geser

terjadi selama pemuatan gempa. Makalah ini membahas

terkait dengan cyclic liquefaction akibat beban gempa dan

evaluasinya menggunakan hasil CPT

Hasil dan  Cyclic Resistence berdasarkan data laboratorium

Pembahasan Hasil dari studi ini umumnya menegaskan bahwa ketahanan

terhadap pembebanan siklik dipengaruhi terutama oleh

keadaan tanah (yaitu, angka pori, tegangan efektif, dan

struktur tanah) dan intensitas dan durasi pembebanan siklik

(yaitu, tegangan geser akibat beban siklik dan jumlah

siklus), serta karakteristik butir tanah.

Ketahanan terhadap pembebanan siklik biasanya

direpresentasikan dalam bentuk rasio tegangan siklik yang

menyebabkan likuifaksi siklik, disebut rasio tahanan siklik

(CRR).

Untuk proyek-proyek berisiko tinggi ketika akan dilakukan

evaluasi potensi pencairan tanah karena pembebanan gempa

sangatlah penting. Uji geser sederhana siklik umumnya

merupakan tes yang paling tepat, meskipun tes triaksial

siklik juga dapat memberikan hasil yang baik.

 Cyclic Resistence berdasarkan data lapangan


Pengujian sampel yang tidak terganggu akan memberikan

hasil yang lebih baik. Namun demikian, memperoleh sampel

tanah pasir jenuh yang berkualitas tinggi dan tidak

terganggu adalah sangat sulit dan mahal dan hanya dapat

dilakukan untuk proyek-proyek besar yang konsekuensi dari

likuifaksi dapat mengakibatkan biaya yang besar. Oleh

karena itu, akan selalu ada kebutuhan untuk prosedur

ekonomi sederhana untuk memperkirakan CRR tanah

berpasir, terutama untuk proyek-proyek berisiko rendah dan

tahap penyaringan awal proyek-proyek berisiko tinggi. Saat

ini, metode sederhana yang paling populer untuk

memperkirakan CRR memanfaatkan resistensi penetrasi

adalah dari uji penetrasi standar (SPT). Namun pendekatan

berdasarkan SPT memiliki banyak kendala, terutama karena

sifat SPT yang tidak konsisten. Faktor-faktor utama yang

mempengaruhi SPT telah ditinjau (misalnya, Seed et al.

1985; Skempton 1986; Robertson et al. 1983) dan

dirangkum oleh Robertson dan Wride (1998). Sangat

dianjurkan bahwa insinyur lebih mengetahui rincian data

SPT untuk menghindari atau setidaknya meminimalkan efek

dari beberapa faktor utama, yang paling penting adalah

energi yang dikirimkan ke sampler SPT.


 Cyclic Resistence berdasarkan data CPT

Contoh dari metode berbasis CPT (Boulanger et al. 1995,

1997) ditunjukkan pada Gambar berikut. Ditinjau dari

wilayah Moss Landing yang mengalami likuifaksi selama

gempa Loma Prieta tahun 1989 di California

 Perbandingan metode CPT lainnya

Olsen (1988), Olsen and Koester (1995), dan Suzuki et al.

(1995b) juga menyarankan metode terintegrasi untuk

memperkirakan CRR tanah berpasir langsung dari hasil

CPT dengan korelasi yang disajikan dalam bentuk grafik

perilaku tanah.
Metode Olsen dan Koester didasarkan pada konversi SPT-

CPT ditambah beberapa data CRR berbasis laboratorium.

Metode oleh Suzuki et al. didasarkan pada pengamatan

lapangan terbatas.

Metode Olsen dan Koester menggunakan teknik

normalisasi variabel, yang membutuhkan proses iterasi

untuk menentukan normalisasi.

Metode yang diusulkan dalam makalah ini didasarkan pada

observasi lapangan dan pada dasarnya mirip dengan Olsen

dan Koester dan Suzuki et al .; namun, metode yang

dijelaskan di sini sedikit lebih konservatif dan prosesnya

telah dipecah menjadi komponen-komponen individualnya

Metode lain umumnya memprediksi nilai Kc yang lebih

tinggi dan menyarankan bahwa koreksi harus diterapkan

mulai dari nilai Ic yang lebih rendah, terutama untuk nilai

CRR yang lebih tinggi.


Kesimpulan  Untuk proyek-proyek berskala kecil dan berisiko rendah,

potensi likuifaksi siklik dapat diperkirakan dengan

menggunakan uji penetrasi seperti CPT. CPT umumnya

lebih dapat diulang daripada SPT. CPT memberikan profil

resistensi penetrasi yang terus menerus, yang berguna

untuk mengidentifikasi stratigrafi tanah. Koreksi

diperlukan baik untuk SPT dan CPT untuk karakteristik

butiran, seperti fines content dan plastisitas. Untuk CPT,

koreksi ini dinyatakan sebagai fungsi dari indeks tipe

perilaku tanah, Ic, yang dipengaruhi oleh karakteristik

butiran tanah.

 Untuk proyek-proyek menengah hingga tinggi, CPT dapat

digunakan untuk mengetahui perkiraan awal potensi

likuifaksi di tanah berpasir.

 Untuk proyek-proyek berisiko tinggi, dan dalam kasus-

kasus di mana tidak ada pengalaman CPT sebelumnya di

wilayah studi, juga merupakan praktik yang lebih disukai

untuk mengebor lubang bor yang cukup berdekatan dengan

pengukuran CPT untuk memverifikasi berbagai jenis tanah

yang dihadapi dan untuk melakukan pengujian indeks pada

sampel yang terganggu.

Anda mungkin juga menyukai