Anda di halaman 1dari 49

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Pondasi

Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, terowongan,

menara, dam atau tanggul, dan sebagainya harus mempunyai pondasi yang dapat

mendukungnya. Istilah pondasi digunakan dalam teknik sipil untuk

mendefinisikan suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang

bangunan dan meneruskan beban bangunan di atasnya (upper structure) ke lapisan

tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk itu, pondasi bangunan harus

diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri,

beban-beban yang bekerja, gaya-gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi, dan

lain-lain. Di samping itu tidak boleh terjadi penurunan melebihi batas yang

diizinkan.

Berdasarkan struktur beton bertulang, pondasi berfungsi untuk:

1. Mendistribusikan dan memindahkan beban-beban yang bekerja pada struktur

bangunan diatasnya ke lapisan tanah dasar yang mendukung struktur tersebut;

2. Mengatasi penurunan yang berlebihan dan penurunan tidak sama pada

struktur;

3. Memberi kestabilan pada struktur dalam memikul beban horizontal akibat

angin, gempa, dan lain-lain;

Pondasi bangunan biasanya dibedakan atas dua bagian yaitu pondasi

dangkal (shallow foundation) dan pondasi dalam (deep foundation), tergantung

Universitas Sumatera Utara


dari letak tanah kerasnya dan perbandingan kedalaman dengan lebar pondasi.

Pondasi dangkal kedalamannya kurang atau sama dengan lebar pondasi (D ≤ B)

dan dapat digunakan jika lapisan tanah kerasnya terletak dekat dengan permukaan

tanah. Sedangkan pondasi dalam digunakan jika lapisan tanah keras berada jauh

dari permukaan tanah.

Seperti telah dijelaskan di atas, bahwasanya pondasi dibedakan atas dua

bagian. Pondasi dangkal dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu pondasi

telapak, pondasi cakar ayam, pondasi sarang laba-laba, pondasi gasing, pondasi

grid, dan pondasi hypaar (pondasi berbentuk parabola-hyperbola). Sedangkan

pondasi dalam terdiri dari pondasi sumuran, pondasi tiang, dan pondasi caisson.

Pada laporan tugas akhir ini, penulis memfokuskan pembahasan terhadap pondasi

tiang.

II.2. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)

Pada perencanaan pondasi terlebih dahulu perlu diketahui susunan lapisan

tanah yang sebenarnya pada suatu tempat dan juga hasil pengujian laboratorium

dari sampel tanah yang diambil dari berbagai kedalaman lapisan tanah dan

mungkin kalau ada perlu juga diketahui hasil pengamatan lapangan yang

dilakukan sewaktu pembangunan gedung-gedung atau bangunan-bangunan lain

yang didirikan dalam kondisi tanah yang serupa.

Penyelidikan tanah (soil investigation) adalah suatu kegiatan yang

dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat dan karakteristik tanah untuk keperluan

Universitas Sumatera Utara


rekayasa (engineering). Adapun tujuan dari penyelidikan tanah ini pada umumnya

mencakup maksud-maksud sebagai berikut:

1. Untuk menentukan kondisi alamiah dan lapisan-lapisan tanah di lokasi yang

ditinjau;

2. Untuk mendapatkan sampel tanah asli (undisturb) dan tidak asli (disturb)

untuk mengidentifikasi tanah tersebut secara visual dan untuk keperluan

pengujian laboratorium;

3. Untuk menentukan kedalaman tanah keras;

4. Untuk melakukan uji lapangan (in situ field test) seperti uji rembesan, uji

geser fane, dan uji penetrasi baku;

5. Untuk mengamati kondisi pengaliran air tanah ke dalam dari lokasi tanah

tersebut;

6. Untuk mempelajari kemungkinan timbulnya masalah khusus perilaku

bangunan yang sudah ada disekitar lokasi tersebut.

Program penyelidikan tanah pada suatu bangunan secara umum dapat

dibagi menjadi empat kategori utama, yaitu:

1. Memisahkan informasi yang telah ada dari bangunan yang akan didirikan.

Informasi ini meliputi tipe bangunan dan penggunaannya di masa depan,

ketentuan peraturan bangunan local dan informasi tentang kolom bangunan

berikut dinding-dinding pendukung beban.

2. Mengumpulkan informasi yang telah ada untuk kondisi tanah dasar setempat.

Program penyelidikan tanah akan menghasilkan penghematan yang besar bila

para geolog yang mengepalai proyek tersebut terlebih dahulu melakukan

Universitas Sumatera Utara


penelitian yang cermat terhadap informasi yang telah ada tentang kondisi

tanah di tempat tersebut karena informasi-informasi tersebut dapat

memberikan gambaran yang lebih dalam tentang jenis-jenis dan masalah-

masalah tanah yang mungkin akan dijumpai pada saat pengeboran tanah yang

sebenarnya.

3. Peninjauan lapangan ke tempat lokasi proyek yang direncanakan.

Geolog yang bersangkutan sebaiknya melakukan inspeksi visual terhadap

lokasi dan daerah sekitarnya, karena dalam banyak kasus informasi yang

diperoleh dari peninjauan lapangan seperti itu akan sangat berguna pada

perencanaan selanjutnya.

4. Peninjauan lapangan terperinci

Pada tahap ini termasuk pelaksanaan beberapa uji pengeboran di lokasi dan

pengumpulan sampel tanah asli dan tidak asli dari berbagai kedalaman untuk

diinspeksi langsung atau diuji di laboratorium.

Jenis penyelidikan tanah yang pada umumnya dilakukan dalam

merencanakan sistem pondasi adalah:

1. Boring Investigation (pengeboran menggunakan tenaga manusia atau mesin)

2. SPT (Standard Penetration Test)

3. CPT (Uji Sondir)

4. Vane Shear

5. Sampling: Undisturbed dan Disturbed Sample

6. Uji laboratorium: untuk menentukan index properties dan engineering

properties

10

Universitas Sumatera Utara


II.2.1. Sondering Test/Cone Penetrometer Test (CPT)

Pengujian CPT atau sondir adalah pengujian dengan menggunakan alat

sondir yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudur 600 dan dengan luasan

ujung 1,54 in2 (10 cm2). Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah

terus-menerus dengan kecepatan tetap 20 mm/det. Sementara itu besarnya

perlawanan tanah terhadap kerucut penetrasi (qc) jika terus diukur.

Dilihat dari kapasitasnya, alat sondir dapat dibedakan menjadi dua jenis,

yaitu sondir ringan (2 ton) dan sondir berat (10 ton). Sondir ringan digunakan

untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm2 atau kedalaman maksimal 30

m, dipakai untuk penyelidikan tanah yang terdiri dari lapisan lempung, lanau, dan

pasir halus. Sondir berat dapat mengukur tekanan konus 500 kg/cm2 atau

kedalaman maksimal 50 m, dipakai untuk penyelidikan tanah di daerah yang

terdiri dari lempung padat, lanau padat, dan pasir kasar.

Keuntungan utama dari alat ini adalah tidak perlu diadakan pemboran

tanah untuk penyelidikan. Tetapi tidak seperti pada pengujian SPT, dengan alat

sondir sampel tanah tidak dapat diperoleh untuk penyelidikan langsung ataupun

untuk uji laboratorium. Tujuan dari pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui

perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikator

dari kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan

tanah yang berbeda.

Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai

selubung geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi

11

Universitas Sumatera Utara


tersebut. Jadi pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga hambatan

geser dari tanah dapat dibaca secara terpisah.

Ada dua tipe ujung konus pada sondir mekanis, yaitu:

1. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya

digunakan pada tanah berbutir kasar dimana besar perlawanan lekatnya kecil;

2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya

dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus.

Prosedur pengujian CPT berdasarkan SNI 2827 (2008) adalah sebagai

berikut:

 Pengujian penetrasi konus

a) Tegakkan batang dalam dan pipa dorong di bawah penekan hidraulik

pada kedudukan yang tepat;

b) Dorong/tarik kunci pengatur pada kedudukan siap tekan, sehingga

penekan hidraulik hanya akan menekan pipa dorong;

c) Putar engkol searah jarum jam, sehingga gigi penekan dan penekan

hidraulik bergerak turun dan menekan pipa luar sampai mencapai

kedalaman 20 cm sesuai interval pengujian;

d) Pada tiap interval 20 cm lakukan penekanan batang dalam dengan

menarik kunci pengatur, sehingga penekan hidraulik hanya menekan

batang dalam saja;

e) Putar engkol searah jarum jam dan jaga agar kecepatan penetrasi konus

berkisar antara 10 mm/s sampai 20 mm/s ± 5. Selama penekanan

12

Universitas Sumatera Utara


batang pipa dorong tidak boleh ikut turun, karena akan mengacaukan

pembacaan data.

 Ulangi langkah-langkah pengujian tersebut di atas hingga nilai perlawanan

konus mencapai batas maksimumnya (sesuai kapasitas alat) atau hingga

kedalaman maksimum 20 m s.d 40 m tercapai atau sesuai dengan kebutuhan.

Hal ini berlaku baik untuk sondir ringan ataupun sondir berat.

 Cabut pipa dorong, batang dalam dan konus ganda dengan

mendorong/menarik kunci pengatur pada posisi cabut dan putar engkol

berlawanan arah jarum jam. Catat setiap penyimpangan pada waktu pengujian.

Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan

dalam bentuk grafik yang menyatakan hubungan antar kedalaman setiap lapisan

tanah dengan besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi konus atau

perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan

luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus

yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang.

Dari hasil sondir diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai

perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) dapat dihitung sebagai

berikut:

1. Hambatan Lekat (HL)

HL = (JP–PK) x (A/B) ……..………..…………………………………… (2.1)

2. Jumlah Hambatan Lekat (JHL)

JHL = ........................................................................................... (2.2)

13

Universitas Sumatera Utara


dimana:

JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm2)

PK = Perlawanan penetrasi konus, qc (kg/cm2)

A = Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm)

B = Faktor alat = luas konus/luas torak = 10 cm

i = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)

(Keadaan tertekan) (keadaan terbentang)

Gambar 2.1. Rincian Konus Ganda

Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil

tanah terhadap kedalaman. Hasil akhir dari pengujian sondir ini dibuat dengan

menggambarkan variasi tahanan ujung (qc) dengan gesekan selimut (fs) terhadap

kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung

tiang, maka diperlukan harga kumulatif gesekan (jumlah hambatan lekat), yaitu

dengan menjumlahkan harga gesekan selimut terhadap kedalaman yang ditinjau

14

Universitas Sumatera Utara


dapat diperoleh gesekan total yang dapat digunakan untuk menghitung gesekan

pada kulit tiang.

Besaran gesekan kumulatif (total friction) diadaptasikan dengan sebutan

jumlah hambatan lekat (JHL). Bila hasil sondir dipergunakan untuk klasifikasi

tanah, maka cara pelaporan hasil sondir yang diperlukan adalah menggambarkan

tahanan ujung (qc), gesekan selimut (fs) dan ratio gesekan (FR) terhadap

kedalaman tanah.

Gambar 2.2. Cara Pelaporan Hasil Uji Sondir (Sardjono, H.S., 1988)

15

Universitas Sumatera Utara


II.2.2. Standard Penetration Test (SPT)

SPT merupakan suatu metode uji yang dilaksanakan bersamaan dengan

pengeboran untuk mengetahui, baik perlawanan dinamik tanah maupun

pengambilan contoh terganggu dengan teknik penumbukan. Uji SPT terdiri atas

uji pemukulan tabung belah dinding tebal ke dalam tanah, disertai pengukuran

jumlah pukulan untuk memasukkan tabung belah sedalam 300 mm vertikal.

Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu dengan berat 63,5 kg, yang

dijatuhkan secara berulang dengan tinggi jatuh 0,76 m. Pelaksanaan pengujian

dibagi dalam tiga tahap, yaitu berturut-turut setebal 150 mm untuk masing-masing

tahap. Tahap pertama dicatat sebagai dudukan, sementara jumlah pukulan untuk

memasukkan tahap ke-dua dan ke-tiga dijumlahkan untuk memperoleh nilai

pukulan N atau perlawanan SPT (dinyatakan dalam pukulan/0,3 m).

Uji penetrasi standar dilakukan karena sulitnya memperoleh contoh tanah

tak terganggu pada tanah granuler. Pada pengujian SPT, sifat- sifat tanah

ditentukan dari pengukuran kerapatan relative secara langsung di lapangan. Perlu

diperhatikan, bahwa hasil uji penetrasi hanya memberikan kuat geser saja. Oleh

karena itu, pengujian tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai pengganti

pengeboran, namun hanya sebagai pelengkap data hasil penyelidikan.

Prosedur pengujian SPT berdasarkan SNI 4153, (2008) adalah sebagai

berikut:

1. Lakukan pengujian pada setiap perubahan lapisan tanah atau pada interval

sekitar 1,50 m s.d 2,00 m atau sesuai keperluan;

16

Universitas Sumatera Utara


2. Tarik tali pengikat palu (hammer) sampai pada tanda yang telah dibuat

sebelumnya (kira-kira 75 cm);

3. Lepaskan tali sehingga palu jatuh bebas menimpa penahan

4. Ulangi 2) dan 3) berkali-kali sampai mencapai penetrasi 15 cm;

5. Hitung jumlah pukulan atau tumbukan N pada penetrasi 15 cm yang pertama;

6. Ulangi 2), 3), 4) dan 5) sampai pada penetrasi 15 cm yang ke-dua dan ke-tiga;

7. Catat jumlah pukulan N pada setiap penetrasi 15 cm:

15 cm pertama dicatat N1;

15 cm ke-dua dicatat N2;

15 cm ke-tiga dicatat N3;

Jumlah pukulan yang dihitung adalah N2 + N3. Nilai N1 tidak diperhitungkan

karena masih kotor bekas pengeboran;

8. Bila nilai N lebih besar dari 50 pukulan, hentikan pengujian dan tambah

pengujian sampai minimum 6 meter;

9. Catat jumlah pukulan pada setiap penetrasi 5 cm untuk jenis tanah batuan.

17

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3. Tahapan prosedur pengujian SPT

Nilai NSPT telah digunakan dalam korelasi dengan berat isi, kepadatan

relative tanah pasir, sudut geser dalam tanah dan kuat geser tidak terdrainase

berdasarkan hubungan empirik. Korelasi yang sering digunakan pada uji SPT

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1. Korelasi Derajat Kepadatan Relatif Tanah Pasir dengan Nilai N SPT,

qc dan Ø

( Sumber : Mayerhof, 1965 )

18

Universitas Sumatera Utara


Peck, Hanson dan Thornburn (1963) mengusulkan hubungan empiris antara N,

Nq, N , dan , seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Hubungan nilai N, Nq, N , dan (Peck dkk, 1963)

II.2.3. Pile Driving Analyzer

Pile Driving Analyzer adalah suatu sistem pengujian dengan menggunakan

data digital computer yang diperoleh dari strain transducer dan accelerometer

untuk memperoleh kurva gaya dan kecepatan ketika tiang dipukul menggunakan

19

Universitas Sumatera Utara


palu dengan berat tertentu. Hasil dari pengujian PDA terdiri dari kapasitas tiang,

energi palu, penurunan, dll.

Pada umumnya, pengujian dengan metode Pile Driving Analyzer

dilaksanakan setelah tiang mempunyai kekuatan yang kuat untuk menahan

tumbukan palu. Pile Driving Analyzer dikembangkan selama tahun 1960an dan

diperkenalkan pada tahun 1972.

Perlengkapan pengujian Pile Driving Analyzer sebagai berikut:

1. PDA-PAX

2. Dua (2) strain transducer

3. Dua (2) accelerometer

4. Wireless koneksi

5. Peralatan tambahan, antara lain bor tangan, gerinda, dan perlengkapan safety.

Pengujian PDA dilaksanakan berdasrkan ASTM D4945-08. Pekerjaan

persiapan dilaksanakan sebelum pengujian dilakukan. Persiapan ini antara lain:

 Kondisi kepala tiang sebaiknya rata, simetris dan tegak lurus.

 Pasang strain transducer dan accelerometer di sisi tiang saling tegak lurus

dengan jarak minimal 1,5 x diameter (D) dari kepala tiang.

 Persiapkan palu dan cushion pada kepala tiang.

 Masukkan kalibrasi strain transducer dan accelerometer kemudian periksa

konesitas peralatan pengujian secara keseluruhan.

 Masukkan data tiang dan palu dalam PDA PAX.

 Setelah semua siap, lakukan pengecekan ulang untuk memastikan pengujian

telah siap dilakukan.

20

Universitas Sumatera Utara


Sesudah persiapan, pengujian dilakukan dengan menjatuhkan palu ke

kepala tiang hingga diperoleh energy yang cukup dan teganan tidak terlampaui

agar kepala tiang tidak rusak. Saat pemukulan, beberapa variable tiang uji

termonitor.

Monitor PDA memberikan keluaran yang berasal dari strain tansduser dan

accelerometer pondasi tiang pancang, dan data tersebut dievaluasi sebagai

berikut:

1. Data strain dikombinasikan dengan modulus elastisitas dan luas penampang

tiang, memberikan tekanan vertical pada tiang,

2. Data acceleration diintegrasi dengan waktu hasil partikel percepatan

perjalanan gelombang melalui tiang,

3. Data acceleration diintegrasi dengan waktu hasil perpindahan pondasi selama

pemukulan hammer.

Setiap impact atau tumbukan yang diberikan pada ujung atas tiang akan

menghasilkan gelombang tegangan (stress wave) yang bergerak ke bawah

sepanjang tiang dengan kecepatan suara di media materialnya, maka PDA dengan

alat sensornya yang ditempatkan pada tiang bagian atas akan dapat menganalisa

gelombang tersebut dan menghitung daya dukung tiang. Dalam analisa persamaan

gelombang (wave equation) impact yang diberikan pada kepala tiang adalah

simulasinya, maka dengan PDA ini impact tersebut adalah benar terjadi.

Suatu massa hammer ditumbukkan pada kepala tiang untuk menghasilakan

gelombang tegangan ke seluruh panjang tiang. Dengan menempatkan sepasang

sensor yaitu transduser di bagian atas tiang pada sisi yang berlawanan untuk

21

Universitas Sumatera Utara


mencegah pengaruh lentur tiang, maka pengukuran kecepatan partikel (particel

velocity) sebagai hasil integrasi terhadap besaran percepatan terukur dari

akselerometer (accelerometer), serta pengukuran gaya (force) sebagai hasil

perkalian besaran regangan terukur datri transduser regangan (strain transduser)

dapat dilakukan.

II.3. Pondasi

II.3.1. Pendahuluan

Klasifikasi pondasi terbagi 2 (dua), yaitu:

1. Pondasi Dangkal (shallow foundation)

Pondasi dangkal adalah pondasi dengan perbandingan kedalaman dan

lebar telapak kurang dari satu (D/B <1), disebut jug pondasi alas, pondasi

telapak- tersebar (spread footing) dan pondasi rakit. Terbuat dari beton dan

memakai tulangan yang berguna memikul momen lentur yang bekerja.

Pondasi dangkal mendukung:

1. Pondasi memanjang, digunakan untuk mendukung sederetan kolom

berjarak dekat dengan telapak, sisinya berhimpit satu sama lainnya.

(Gambar 2.5.a)

2. Pondasi telapak adalah pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung

kolom. (Gambar 2.5.b)

3. Pondasi rakit (raft foundation), digunakan di tanah lunak atau susunan

jarak kolomnya sangat dekat di semua arah, bila memakai telapak, sisinya

berhimpit satu dengan lainnya. (Gambar 2.5.c)

22

Universitas Sumatera Utara


2. Pondasi Dalam (deep foundation)

Perbandingan kedalaman dengan lebar pondasi lebih dari empat (D/B

4), meneruskan beban ke tanah keras atau batu, terletak jauh dari

permukaan, contoh: tiang pancang, V pile, bore pile:

1. Pondasi sumuran (pier foundation), peralihan pondasi dangkal dan pondasi

tiang, dipakai bila lapisan tanah kuat letaknya relatif jauh. (Gambar 2.5.d)

2. Pondasi tiang (pile foundation); digunakan bila lapisan tanah di dalam

kedalaman normal tidak mampu mendukung bebannya dan lapisan tanah

kerasnya sangat dalam (Gambar 2.5.e), terbuat dari kayu, beton, baja.

Diameter lebih kecil dan lebih panjang dibanding pondasi sumuran

(Bowles, 1991).

23

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.5. Macam- Macam Tipe Pondasi (Hardiyatmo,1996)

II.3.2. Penggolongan Pondasi Tiang

II.3.2.1. Tiang Berdasarkan Metode Instalasi

Berdasarkan metode instalasinya, pondasi tiang dapat diklasifikasikan

menjadi:

1. Tiang Pancang (mini pile)

Pondasi tiang pancang merupakan pondasi yang dibuat terlebih dahulu

sebelum dimasukkan ke dalam tanah hingga mencapai kedalaman tertentu.

Pondasi tiang pancang jenis mini pile adalah pondasi yang dibuat untuk

menahan berat pada suatu bangunan bertingkat. Pondasi tiang pancang jenis

mini pile dibagi menjadi 2 macam menurut bentuk penampangnya, yaitu:

1. Triangle concrete pile dengan tulangan yang berbentuk segitiga sama sisi

{28x28x28 (cm); 32x32x32 (cm)}.

2. Square concrete pile dengan tulangan yang berbentuk persegi {20x20

(cm); 25x25 (cm)}. Dimana Square concrete pile merupakan perbaikan

24

Universitas Sumatera Utara


bentuk Triangle concrete pile karena dianggap cukup rumit dalam

pengerjaannya.

Pondasi ini dibuat tanpa membuat lubang pengeboran melainkan

langsung dipancang dengan menggunakan hammer. Pemancangan dilakukan

sampai mencapai lapisan tanah yang dianggap cukup keras.

Adapun keuntungan dalam penggunaan pondasi mini pile adalah

sebagai berikut:

 Mutu beton yang tinggi/homogen,

 Pemasangan yang cepat dan rapi,

 Sangat kuat dan kokoh (beton bertulang)

 Sebagai pondasi struktur,

 Tanpa penggalian tanah,

 Tanpa penggunaan buruh yang banyak,

Kerugian dalam penggunaan pondasi mini pile adalah sebagai berikut:

 Biaya yang dikeluarkan relatif lebih mahal dibandingkan pondasi bor pile,

 Tanah sekitar terusik akibat getaran yang ditimbulkan karena

pemancangan,

 Memerlukan proses pengangkutan ke proyek karena tiang pancang

difabrikasi di pabrik.

2. Tiang Bor

Sebuah tiang bor dikonstruksikan dengan cara membuat sebuah lubang

bor dengan diameter tertentu sehingga kedalaman yang diinginkan. Umumnya

25

Universitas Sumatera Utara


tulangan yang telah dirangkai kemudian dimasukkan ke dalam lubang tersebut

dan diikuti dengan pengisian material beton ke dalam lubang bor tersebut.

II.3.2.2. Tiang Berdasarkan Perpindahan Volume Tanah

Berdasarkan perpindahan volume tanah, pondasi tiang dapat dibagi

menjadi 3 kategori sebagai berikut:

1. Tiang Perpindahan Besar (Large Displacement Pile)

Tiang perpindahan besar, yaitu tiang pejal atau berlubang dengan

ujung tertutup yang dipancang ke dalam tanah sehingga terjadi perpindahan

volume tanah yang relative besar. Termasuk dalam tiang perpindahan besar

adalah tiang kayu, tiang beton pejal, tiang beton prategang (pejal atau

berlubang), tiang baja bulat (tertutup pada ujungnya)

2. Tiang Perpindahan Kecil (Small Displacement Pile)

Tiang perpindahan kecil adalah sama seperti tiang kategori pertama

hanya volume tanah yang dipindahkan saat pemancangan relative kecil,

contohnya: tiang beton berlubang dengan ujung terbuka, tiang beton prategang

berlubang dengan ujung terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat ujung terbuka,

tiang ulir.

3. Tiang Tanpa Perpindahan (Non Displacement Pile)

Tiang tanpa perpindahan, terdiri dari tiang yang dipasang di dalam

tanah dengan car menggali atau mengebor tanah. Termasuk dalam tiang tanpa

perpindahan adalah bored pile, yaitu beton yang pengecorannya langsung di

26

Universitas Sumatera Utara


dalam lubang hasil pengeboran tanah (pipa baja diletakkan di dalam lubang

dan dicor beton) (Hardiyatmo, 2002).

II.3.2.3. Tiang Berdasarkan Kualitas Material dan Cara Pembuatannya

Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan kualitas material dan cara

pembuatannya serta cara pemasangannya, seperti diperlihatan pada Tabel 2.2. dan

Tabel 2.3.

Tabel 2.2. Macam- Macam Tipe Pondasi Berdasarkan Kualitas Material dan Cara

Pembuatan

(Sumber: K. Nakazawa, 1983)

27

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3. Macam- Macam Tipe Pondasi Berdasarkan Teknik Pemasangannya

(Sumber: K. Nakazawa, 1983)

Jenis - jenis tiang pancang yang biasa digunakan pada pelaksanaan

konstruksi adalah:

A. Cetak di tempat ( cast in place); tiang jenis ini terdiri atas tipe:

1. Franki Piles

2. Solid- Point Pipe Piles (Closed-end Piles)

3. Open-end Steel Piles

4. Simplex Concrete Piles

5. Raymond Concreted Piles

6. Base-driven Cased Piles

7. Dropped-in Shell Concrete Piles

28

Universitas Sumatera Utara


8. Dropped-n Shell Concrete Pile with Compressed Base Sections

B. Pondasi Precast

Precast reinforced concrete pile adalah pondasi tiang dari beton

bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting), kemudian

setelah cukup kuat atau keras lalu diangkat dan dipancangkan atau ditekan.

Pondasi tiang beton ini dapat memikul beban lebih besar dari 50 ton untuk

setiap tiang, tetapi tergantung pada dimensinya. Penampang precast

reinforced concrete pile dapat berupa lingkaran, segi empat dan segi delapan.

Keuntungan pemakaian precast reinforced concrete pile yaitu:

1. Precast reinforced concrete pile mempunyai tegangan tekan yang besar

tergantung pada mutu beton yang digunakan;

2. Dapat diperhitungkan baik sebagai end bearing pile ataupun friction pile;

3. Tahan lama dan tahan terhadap pengaruh air ataupun bahan- bahan korosif

asal beton dekingnya cukup tebal untuk melindungi tulangannya;

4. Karena tidak berpengaruh oleh muka air tanah, maka tidak memerlukan

galian tanah yang banyak untuk poernya.

Kerugian pemakaian Precast reinforced concrete pile:

1. Karena berat sendirinya besar maka biaya pengangkutannya akan mahal,

oleh karena itu precast reinforced concrete pile dibuat di tempat pekerjaan;

2. Tiang beton ini baru dipancang apabila sudah cukup keras, hal ini berarti

memerlukan waktu yang lama untuk menunggu sampai tiang pancang

beton ini bisa digunakan;

29

Universitas Sumatera Utara


3. Bila memerlukan pemotongan, maka pelaksanaannya akan lebih sulit dan

membutuhkan waktu yang lebih lama juga;

4. Bila panjang tiang kurang dan karena panjang tiang tergantung pada alat

pancang (pile driving) yang tersedia, makan akan sukar untuk melakukan

penyambungan dan memerlukan alat penyambung khusus;

5. Apabila dipancang atau ditekan di sungai atau laut, tiang akan bekerja

sebagai kolom terhadap beban vertical dan dalam hal ini akan ada tekuk

sedangkan terhadap beban horizontal akan bekerja sebagai cantilever.

II.4. Metode Konstruksi dan Peralatan Untuk Tiang Pancang

Instalasi tiang sangat berpengaruh terhadap perilaku tiang, oleh sebab itu

para konsultan sebaiknya mengetahui bagaimana instalasi tiang tersebut.

Pemilihan alat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1. Jenis material

2. Ukuran berat tiang pancang

3. Kondisi lapangan

4. Hammer sesuai dengan daya dukung tiang

5. Kedalaman pemancangan

Pemancangan tiang umumnya mengikuti langkah - langkah sebagai

berikut:

 Penentuan lokasi titik di mana tiang akan dipancang

 Pengangkatan tiang

 Pemukulan tiang dengan palu (hammer) atau dengan cara hidrolik

30

Universitas Sumatera Utara


 Pemotongan atau penyambungan tiang

 Kalendering

Pada proyek Pembangunan Pabrik PKO PTPN III Sei Mangkei ini, alat

pancang yang digunakan adalah drop hammer.

II.4.1 Drop Hammer

Drop Hammer adalah alat pancang yang terdiri dari palu baja yang berat

dan digerakkan oleh kabel baja. Hammer diangkat dengan kabel dan akan dilepas

dari dan ke atas kepala pondasi. Gerakan Hammer bebas dari atas ke bawah,

sehingga terjadi gesekan kecil pada pengarah palu. Drop Hammer dibuat dalam

standar ukuran yang bervariasi atara 500 lb sampai 300 lb dan tinggi jatuh

bervariasi antara 5 ft sampai 20 ft. Jika energi yang diperlukan besar diperlukan

Hammer dengan berat yang lebih besar dengan tinggi jatuh yang kecil

dibandingkan dengan hammer ringan dengan tinggi jatuh yang besar. Pada

umumnya alat ini digunakan untuk memancang mini pile dengan ukuran

penampang segitiga dengan dimensi 28 x 28 cm dan 32 x 32 cm, dan persegi

dengan ukuran 20 x 20 cm dan 25 x 25 cm.

II.4.2 Kelebihan dan kekurangan Drop Hammer

Kelebihan dari alat ini adalah:

a. Investasi yang rendah (harga mobilisasi dan demobilisasi alat murah dan

setting alat cepat)

b. Mudah dalam pengoperasian

31

Universitas Sumatera Utara


c. Mudah dalam mengatur energi per blow

Kekurangan dari alat ini adalah:

a. Kecepatan pemancangannya yang kecil

b. Kemungkinan rusaknya tiang akibat tinggi jatuh yang besar

c. Kemungkinan rusaknya bangunan di sekitar lokasi akibat getaran pada tanah

d. Tidak dapat digunakan untuk pekerjaan di bawah air.

II.5 Kapasitas Daya Dukung Tiang

II.5.1 Daya Dukung Aksial Tiang Tunggal

Daya dukung ijin pondasi tiang untuk beban aksial, Qa atau Qall,

diperoleh dengan membagi daya dukung ultimit, Qu atau Qult dengan suatu faktor

keamanan (SF) baik secara keseluruhan maupun secara terpisah dengan

menerapkan faktor keamanan pada daya dukung selimut tiang dan pada tahanan

ujungnya. Karena itu daya dukung ijin tiang dapat dinyatakan sebagai berikut:

Qa = ………………………………………………………………….…….(2.3)

Qa = …………………………………………..…..….…….(2.4)

Dimana:

Qu = kapasitas ultimit tiang terhadap beban aksial

Qp = kapasitas ultimit tahanan ujung tiang (end bearing)

Qs = kapasitas ultimit geser selimut tiang (skin friction)

Qall = daya dukung ijin

SF = faktor keamanan

32

Universitas Sumatera Utara


II.5.1.1 Berdasarkan Hasil Cone Penetration Test (CPT)

Uji sondir atau Cone Penetration test (CPT) pada dasarnya adalah untuk

memperoleh tahanan ujung qc dan tahanan selimut tiang fs. Untuk tanah non –

kohesif, Vesic (1967) menyarankan tahanan ujung tiang per satuan luas (fb)

kurang lebih sama dengan tahanan konus (qc). Tahanan ujung ultimit tiang

dinyatakan dengan persamaan :

Qb = Ab x qc ……….........................................................................................(2.5)

Dimana :

Qb = Tahanan ujung ultimit tiang (kg)

Ab = Luas penampang ujung tiang (cm2)

qc = Tahanan konus pada ujung tiang (kg/cm2)

Meyerhoff juga menyarankan penggunaan persamaan 2.5 tersebut, yaitu

dengan qc rata – rata dihitung dari 8d di atas dasar tiang sampai 4d di bawah dasar

tiang. Bila belum ada data hubungan antara tahanan konus dengan tahanan tanah

yang meyakinkan, Tomlinson menyarankan penggunaan faktor ω untuk tahanan

ujung sebesar 0, 5.

Qb = ω x Ab x qc ……….................................................................................(2.6)

Untuk tahanan ujung tiang berdasarkan hasil uji sondir ini, Heijnen (1974),

DeRuiter dan Beringen (1979) menyarankan nilai faktor ω seperti pada Tabel 2.4

berikut ini.

Tabel. 2.4 nilai faktor ω


Kondisi Tanah Faktor ω
Pasir terkonsolidasi normal 1
Pasir banyak mengandung kerikil kasar 0,67
Kerikil halus 0,5
Sumber : Hary Christady Hardiyatmo, Teknik Pondasi 2

33

Universitas Sumatera Utara


Vesic menyarankan bahwa tahanan gesek per satuan luas (fs) pada dinding

tiang beton adalah 2 kali tahanan gesek dinding mata sondir (qf), atau :

fs = 2 x qf (kg/cm) ............................................................................................ (2.7)

Tahanan gesek satuan antara dinding tiang dan tanah, secara empiris dapat

pula diperoleh dari nilai tahanan konus yang diberikan oleh meyerhoff sebagai

berikut :

(kg/cm2) .............................................................................................. (2.8)

Tahanan gesek dirumuskan sebagai berikut :

Qs = As x fs (kg/cm2) ....................................................................................... (2.9)

Dimana :

Qs = Tahanan gesek ultimit dinding tiang (kg)

As = Luas penampang selimut tiang (cm2)

fs = Tahanan gesek dinding tiang (kg/cm2)

Untuk tanah kohesif, umumnya tahanan konus (qc) dihubungkan dengan

nilai kohesi (cu), yaitu:

cu x Nc = qc (kg/cm2) ...................................................................................... (2.10)

Nilai Nc berkisar antara 10 sampai 30, tergantung pada sensivitas,

kompresibilitas dan adhesi antara tanah dan mata sondir. Dalam hitungan

biasanya Nc diambil antara 15 sampai 18, (Bagemann, 1965).

Pada penulisan Tugas Akhir ini penulis hanya akan memfokuskan pada

penggunaan metode langsung saja karena banyaknya data sondir. Metode

langsung ini dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya Meyerhoff, Tomlinson

dan Bagemann.

34

Universitas Sumatera Utara


Pada metode langsung ini, kapasitas daya dukung ultimit (Qult) yaitu

beban maksimum yang dapat dipikul pondasi tanpa mengalami keruntuhan,

dirumuskan sebagai berikut :

..............................................................................(2.11)

Dimana :

Qult = Kapasitas daya dukung maksimal/akhir (kg)

qc = Tahanan konus pada ujung tiang (kg/cm2)

Ap = Luas penampang ujung tiang (cm2)

JHL = Tahanan geser total sepanjang tiang (kg/m)

K = Keliling tiang (cm)

Qijin yaitu beban maksimum yang dapat dibebankan terhadap pondasi

sehingga persyaratan keamanan terhadap daya dukung dan penurunan dapat

terpenuhi. Qijin dirumuskan sebagai berikut:

......................................................................................(2.12)

Dimana :

Qijin = Kapasitas daya dukung ijin tiang (kg)

3 = Faktor keamanan (diambil 3, 0)

5 = Faktor keamanan (diambil 5, 0)

Daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik :

.................................................................................................(2.13)

Daya dukung tiang tarik ijin :

.......................................................................................................(2.14)

35

Universitas Sumatera Utara


Daya dukung tiang (Ptiang) yaitu kemampuan tiang mendukung beban yang

didasarkan pada kekuatan bahan tiang. Daya dukung tiang ini dirumuskan sebagai

berikut :

................................................................................. (2.15)

II.5.1.2 Berdasarkan Hasil Standard Penetration Test (SPT)

Rumus kapasitas dukung tiang berdasarkan data N-SPT Mayerhof (1967)

dalam Cernica (1995) untuk tanah non-kohesif :

1. Daya dukung pondasi tiang pada tanah non kohesif

……..……….(2.16)

2. Tahanan geser selimut tiang pada tanah non kohesif

………..…….……………………....……(2.17)

dimana :

Li = Panjang lapisan tanah (m)

p = Keliling tiang (m)

3. Daya dukung pondasi tiang pada tanah kohesif

.................................................................................(2.18)

…..…………………………..….....……......(2.19)

dimana :

Ap = Luas penampang tiang (m2)

cu = Kohesi undrained (kN/m2)

4. Tahanan geser selimut tiang pada tanah kohesif

α …….....………….………………………..……(2.20)

36

Universitas Sumatera Utara


dimana :

α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang

cu = Kohesi undrained (kN/m2)

p = Keliling tiang (m)

Li = Panjang lapisan tanah (m)

5. Kapasitas Dukung Ultimit Tiang

Qu = Qp + Qs ……………………………………………………........(2.21)

dimana :

Qu = daya dukung tiang (kN)

Qp = daya dukung ujung tiang = qp x Ap (kN)

Qs = daya dukung selimut tiang = Σ qs x As (kN)

6. Kapasitas Dukung Ijin Tiang

Qijin = Qu/ FK ………………………………………...…………........(2.22)

dimana :

Qu = Kapasitas dukung ultimate tiang (kN)

Qijin= kapasitas dukung ijin tiang (kN)

Fk = Faktor aman tahanan ujung (FK=3)

II.5.1.3 Berdasarkan Hasil Uji Pile Driving Analizer

Tiang pancang uji diberi beberapa kali tumbukan, penumbukan dihentikan

jika telah diperoleh mutu rekaman cukup baik pada komputer dan energi

tumbukan (EMX) relatif cukup tinggi. Kualitas rekaman yang baik tergantung dari

beberapa faktor, yaitu:

37

Universitas Sumatera Utara


a. Pemasangan instrumen terpasang dengan cukup kuat pada tiang beton;

b. Sistem elektronik komputer dan efisiensi hammer yang digunakan.

Saat pengujian secara temporer dilakukan pengecekan/pengencangan

instrumen strain transducer dan accelerometer. Nilai EMX tergantung nilai

efisiensi hammer yang dipakai. Hasil uji dinamis PDA dianalisis lebih lanjut

dengan program CAPWAP, didapat perbandingan kekuatan daya dukung tiang

pancang di lapangan termasuk distribusi kekuatan friksi tanah di setiap lapisan

tanah, tahanan ujung, tegangan tiang, dan lainnya.

Keluaran hasil dari pengujian tiang (output) PDA adalah: jumlah pukulan

(BN), daya dukung tiang (RMX), gaya tekan maksimum (FMX), energi

maksimum yang ditransfer (EMX), nilai keruntuhan, jumlah pukulan permenit,

panjang tiang tertanam (LP), panjang tiang di bawah instrument (LE). Hasil

pengujian dengan PDA disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

II.5.2 Daya Dukung Aksial Grup Tiang

Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan tiang pancang yang

berdiri sendiri (Single Pile), akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang

pancang dalam bentuk kelompok (Pile Group) seperti dalam Gambar 2.6. Untuk

mempersatukan tiang-tiang pancang tersebut dalam satu kelompok tiang biasanya

di atas tiang tersebut diberi poer (footing). Dalam perhitungan poer

dianggap/dibuat kaku sempurna, sehingga: Bila beban-beban yang bekerja pada

kelompok tiang tersebut menimbulkan penurunan, maka setelah penurunan bidang

38

Universitas Sumatera Utara


poer tetap merupakan bidang datar. Gaya yang bekerja pada tiang berbanding

lurus dengan penurunan tiang-tiang.

Gambar 2.6. Pola-pola kelompok tiang pancang khusus : (a) Untuk kaki tunggal,
(b) Untuk dinding pondasi (Sumber : Bowles, 1991)

II.5.2.1. Jarak antar tiang dalam kelompok

Dasar pengaturan jarak antar tiang mini pile pada dasarnya sama dengan

tiang pancang jenis lannya. Berdasarkan pada perhitungan daya dukung tanah

oleh Dirjen Bina Marga Departemen P.U.T.L. diisyaratkan :

Gambar 2.7. Jarak antar Tiang

39

Universitas Sumatera Utara


dimana :

S = Jarak masing – masing antar tiang

D = Diameter Tiang

Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60

m dan maximum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-

pertimbangan sebagai berikut :

1. Bila S < 2,5 D

a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu berlebihan

karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu berdekatan.

b. Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang lebih dahulu.

2. Bila S > 3 D

Apabila S > 3 D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar

ukuran/dimensi dari poer (footing). Pada perencanaan pondasi tiang pancang

biasanya setelah jumlah tiang pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang

yang diperlukan kita tentukan, maka kita dapat menentukan luas poer yang

diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal. Bila ternyata luas poer total yang

diperlukan lebih kecil dari pada setengah luas bangunan, maka kita gunakan

pondasi setempat dengan poer di atas kelompok tiang pancang.

Dan bila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas

bangunan, maka biasanya kita pilih pondasi penuh (raft fondation) di atas

tiang-tiang pancang.

40

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.8. Pengaruh tiang akibat pemancangan (Sumber : Sardjono Hs, 1988)

II.5.2.2 Kapasitas Kelompok dan Efisiensi Tiang Pancang (Mini Pile)

Jika kelompok tiang dipancang dalam tanah lempung lunak, pasir tidak

padat, atau timbunan, dengan dasar tiang yang bertumpu pada lapisan kaku, maka

kelompok tiang tersebut tidak mempunyai resiko akan mengalami keruntuhan

geser umum, asalkan diberikan faktor aman yang cukup terhadap bahaya

keruntuhan tiang tunggalnya. Akan tetapi, penurunan kelompok tiang masih tetap

harus dipancang secara keseluruhan ke dalam tanah lempung lunak.

Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung

lunak, faktor aman terhadap keruntuhan blok harus diperhitungkan, terutama

untuk jarak tiang-tiang yang dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang

besar, tanah di antara tiang-tiang bergerak sama sekali ketika tiang bergerak ke

bawah oleh akibat beban yang bekerja. Tetapi, jika jarak tiang-tiang terlalu dekat,

41

Universitas Sumatera Utara


saat tiang turun oleh akibat beban, tanah di antara tiang-tiang juga ikut bergerak

turun.

Pada kondisi ini, kelompok tiang dapat dianggap sebagai satu tiang besar

dengan lebar yang sama dengan lebar kelompok tiang. Saat tanah yang

mendukung beban kelompok tiang ini mengalami keruntuhan, maka model

keruntuhannya disebut keruntuhan blok. Jadi, pada keruntuhan blok, tanah yang

terletak diantara tiang bergerak ke bawah bersama-sama dengan tiangnya.

Mekanisme keruntuhan yang demikian dapat terjadi pada tipe-tipe tiang pancang

(mini pile) maupun tiang bor.

Umumnya model keruntuhan blok terjadi bila rasio jarak tiang dibagi

diameter (S/D) sekitar kurang dari 2 (dua). Whiteker (1957) memperlihatkan

bahwa keruntuhan blok terjadi pada jarak 1,5d untuk kelompok tiang yang

berjumlah 3x3, dan lebih kecil dari 2,25d untuk tiang yang berjumlah 9x9.

Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi tiang

dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

Qg = Eg . n . Qa .................................................................................................(2.23)

dimana :

Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan

(ton)

Eg = Efisiensi kelompok tiang.

n = Jumlah tiang dalam kelompok.

Qa = Beban maksimum tiang tunggal (ton)

42

Universitas Sumatera Utara


Beberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung

kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan.

Persamaan-persamaan yang diusulkan didasarkan pada susunan tiang, dengan

mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat

tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air tanah.

Berikut adalah metode – metode untuk perhitungan efisiensi tiang

 Metode Converse - Labore Formula (AASHO)

Disini disyaratkan :

…………………………..………...……………………(2.24)

…………...…….……………...……….(2.25)

dimana :

Eg = Efisiensi kelompok tiang.

m = Jumlah baris tiang.

n' = Jumlah tiang dalam satu baris.

θ = Arc tg d/s, dalam derajat.

s = Jarak pusat ke pusat tiang (m)

d / b = Diameter / Lebar tiang.

 Metode Los Angeles Group

……..(2.26)

dimana :

Eg = Efisiensi kelompok tiang.

43

Universitas Sumatera Utara


M = Jumlah baris tiang.

n' = Jumlah tiang dalam satu baris.

θ = Arc tg d/s, dalam derajat.

s = Jarak pusat ke pusat tiang (m) (lihat Gambar 2.7)

d/b = Diameter / Lebar tiang.

Petunjuk umum untuk menentukan efisiensi kelompok tiang pada tanah

pasir adalah sebagai berikut:

 Pada tiang pancang, baik pada tiang gesekan maupun tiang tahanan ujung

dengan s 3,0 D, daya dukung kelompok tiang dapat diambil sama besar

dengan jumlah dari seluruh daya dukung tiang tunggal (Eg=1).

 Pada tiang pancang jenis tiang gesekan dengan s < 3,0 D, gunakan salah satu

formula di atas.

 Pada tiang bor, dimana tahanan gesek dominan dengan jarak s = 3,0 D, nilai

efisiensi berkisar antar 0,67 hingga 0,75, tetapi pada tiang bor jenis tahanan

ujung nilai efisiensi dapat dianggap sebesar 1,0.

II.6. Tiang Dengan Beban Lateral

Beban lateral dan momen dapat bekerja pada pondasi tiang akibat gaya

gempa, gaya angin pada struktur atas, beban statistik seperti misalnya tekanan

aktif tanah pada abutment jembatan atau soldier piles, gaya tumb ukan kapal dan

lain- lain. Dalam analisis kepala tiang dibedakan menjadi kondisi kepala tiang

bebas (free head) dan kepala tiang terjepit (fixed head atau restrained).

44

Universitas Sumatera Utara


Beban lateral yang diijinkan pada pondasi tiang diperoleh berdasarkan

salah satu dari dua kriteria berikut:

 Beban lateral ijin ditentukan dengan membagi beban ultimit dengan suatu

faktor keamanan

 Beban lateral ditentukan berdasarkan defleksi maksimum yang diijinkan

Metode analisis yang dapat digunakan adalah:

 Metode Broms (1964)

 Metode Brinch Hansen (1961)

 Metode Reese-Matlock (1956)

Gambar 2.9. Kondisi Pembebanan Lateral pada Pondasi Tiang

(Sumber: Tomlinson, 1994)

II.6.1. Penentuan Kriteria Tiang Pendek atau Panjang

Dalam perhitungan pondasi tiang yang menerima beban lateral, disamping

kondisi kepala tiang umumnya tiang juga perlu dibedakan berdasarkan

45

Universitas Sumatera Utara


perilakunya sebagai pondasi tiang pendek (tiang kaku) atau pondasi tiang panjang

(tiang elastis).

Pada pondasi tiang pendek, sumbu tiang masih tetap lurus pada kondisi

terbebani secara lateral. Kriteria penentuan tiang pendek dan tiang panjang

didasarkan pada kekakuan relatif antara pondasi tiang dengan tanah.

Pada tanah lempung teguh yang terkonsolidasi secara berlebih, modulus

subgrade tanah (coefficient of horizontal subgrade reaction atau k s) umumnya

diasumsikan konstan terhadap kedalaman tanah. Dalam hal ini digunakan faktor

kekakuan R (dalam satuan panjang) untuk menentukan perilaku tiang sebagai

berikut:

........................................................................................................(2.27)

dimana:

Ep = modulus elatisitas tiang (ton/m2)

Ip = momen inersia tiang (m4)

ks = modulus subgrade tanah dalam arah horisontal (ton/m3)

B = diameter atau sisi tiang (m)

Nilai ks dapat diambil sebesar k1/1.5, di mana k1 adalah modulus subgrade

tanah menurut Terzaghi yang ditentukan dengan percobaan pembebanan alat

bujursangkar dengan sisi berukuran 1 kaki (ft) di lapangan. Nilai k 1 berhubungan

dengan alat geser tak terdrainase dari tanah lempung seperti diberikan pada Tabel

2.5.

46

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.5. Hubungan antara k1 dan cu

Konsistensi Kuat geser tak terdrainase, Rentang k1 (kg/cm3)


cu (kg/cm2)
Teguh 1.0-2.0 1.8-3.6
Sangat teguh 2.0-4.0 3.6-7.2
Keras >4.0 >7.2

Pada tanah lempung lunak yang terkonsolidasi normal dan tanah berbutir

kasar, nilai modulus subgrade tanah umumnya meningkat secara linier terhadap

kedalaman, sehingga digunakan kriteria tanah, yaitu faktor kekakuan T (dalam

satuan panjang) sebagai berikut:

.....................................................................................................(2.28)

di mana:

= konstanta modulus subgrade tanah atau constant of horizontal

subgrade reaction. Nilai mempunyai hubungan dengan modulus

subgrade horisontal sebagai berikut:

……………………..………………………..………………………(2.29)

di mana:

x = kedalaman yang ditinjau.

Nilai :

 untuk tanah pasir diberikan oleh Terzaghi dan Reese seperti

ditunjukkan pada Tabel 2.7.

 Untuk tanah lempung lunak yang terkonsolidasi normal, nilai =

350 700 kN/m3

 Untuk tanah lanau organik lunak, .

47

Universitas Sumatera Utara


 Untuk tanah kohesif, nilai k s = 67 ….………...………………..(2.30)

dimana:

Su = kuat geser tak terdrainase dari tanah kohesif.

Kriteria tiang pendek atau panjang ditentukan berdasarkan nilai R atau T

yang telah dihitung seperti ditunjukkan dalam Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Kriteria Jenis Perilaku Tiang

Jenis perilaku tiang Kriteria


Pendek (kaku) L 2.T L 2.R
Panjang (elastis) L 4.T L 3.5.R

Terzhagi menyarankan nilai-nilai , seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2.7.

Tabel 2.7. Nilai- Nilai untuk Tanah Granuler (c = 0)

II.6.2. Metode Analisis (Metode Broms)

Metode perhitungan ini menggunakan diagram tekanan tanah yang

diserhanakan dengan menganggap bahwa sepanjang kedalaman tanah mencapai

nilai ultimit.

Keuntungan metode Broms:

 Dapat digunakan pada tiang panjang maupun pendek.

48

Universitas Sumatera Utara


 Dapat digunakan pada kondisi kepala tiang terjepit maupun bebas.

Kerugian metode Broms:

 Hanya berlaku untuk lapisan tanah yang homogen, yaitu tanah kohesif saja

atau tanah non-kohesif saja.

 Tidak dapat digunakan pada tanah berlapis.

Broms membedakan antara perilaku tiang pendek dan panjang serta

membedakan kondisi kepala tiang dalam kondisi bebas dan terjepit.

II.6.2.1 Metode Broms untuk Kondisi Kepala Tiang Bebas (Free Head)

 Tiang Pendek

Estimasi dari keruntuhan tiang, distribusi tahanan tanah dan distribusi

memen lentur pada tiang panjang dan pendek, untuk tanah yang memiliki

berat volume tanah yang sama di keseluruhan kedalaman tiang diperlihatkan

dalam Gambar 2.7.

Tiang akan berkelakuan seperti tiang pendek jika momen maksimum

yang terjadi akibat tekanan tanah lebih kecil daripada momen maksimum yang

dapat ditahan tiang (Mmak < My). Tiang pendek dianggap dapat berotasi di

dekat ujung bawah tiang, tekanan yang terjadi di tempat ini dianggap dapat

digantikan oleh gaya terpusat yang bekerja pada ujung bawah tiang.

Dengan mengambil momen terhadap ujung bawah,

Hu = ……………..……………………………………………..(2.31)

Plot dari persamaan (2.31) ini memberikan gambar grafik hubungan

L/d dan Hu/(Kp d3) yang ditunjukkan dalam Gambar 2.10 (a).

49

Universitas Sumatera Utara


Momen maksimum terjadi pada jarak f di bawah permukaan tanah,

di mana:

Hu = (3/2) dKpf2 ………….………………………………...………….(2.32)

dan

f = 0,82 ……………………..…………………………………….(2.33)

Sehingga momen maksimum dapat dinyatakan oleh persamaan:

Mmak = Hu (e+2f/3) ……………...……………………………..……….(2.34)

Dimana: = berat volume tanah (kN/m3)

d = diameter tiang pancang (m)

L = kedalaman tiang pancang di bawah pile cap (m)

Kp = Koefisien tekanan tanah pasif

 Tiang Panjang

Jika persamaan (2.32) disubtitusikan ke dalam persamaan (2.34)

menghasilkan Mmak > My, maka tiang akan berkelakuan sebagai tiang

panjang. Besarnya nilai Hu diperoleh dari persamaan (2.33) dan (2.34), yaitu

dengan mengambil Mmak = My. Persamaan- persamaan untuk menghitung

Hu dalam tiang panjang diplot dalam grafik hubungan Hu/(Kp d3) dan

My/(d4Kp ), yang ditunjukkan oleh Gambar 2.10 (b).

II.6.2.2 Metode Broms untuk Kondisi Kepala Tiang Terjepit (Fixed Head)

 Tiang Pendek

Untuk tiang ujung terjepit yang kaku, keruntuhan tiang akan berupa translasi,

beban ultimit dinyatakan oleh:

50

Universitas Sumatera Utara


Hu = (3/2) dL2Kp ……………...……………………………..……….(2.35)

Persamaan (2.35) diplot dalam bentuk grafik ditunjukkan dalam

Gambar 2.11(a). Gambar tersebut hanya berlaku jika momen negative yang

bekerja pada kepala tiang lebih kecil dari tahanan momen tiang (My). Momen

(negative) yang terjadi pda kepala tiang, dihitung dengan persamaan:

Mmak = (2/3) Hu L = dL3Kp ………....…...…………………..……….(2.36)

 Tiang Panjang

Jika tiang berkelakuan sebagai tiang panjang seperti yang ditunjukkan Gambar

2.12 (b) (Momen maksimum mencapai My di dua lokasi), maka Hu dapat

diperoleh dari persamaan:

Hu = ………....…...…………………..……………………..…….(2.37)

Dengan f diperoleh dari Persamaan (2.33)

Dari Persamaan (2.37) dapat diplot grafik yang ditunjukkan dalam Gambar

2.11 (b)

51

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.10 Tiang Ujung Bebas pada Tanah Granuler, (a)Tiang Pendek
(b) Tiang Panjang

Gambar 2.11. Tahanan Lateral ultimit tiang dalam tanah granuler

52

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.12. Tiang ujung jepit dalam tanah granuler, (a) Tiang Panjang, (b)
Tiang Pendek

II.6.2.3 Metode Broms untuk Defleksi Vertikal Tiang

Untuk tiang dalam tanah granuler (pasir, kerikil), defleksi akibat beban

lateral dikaitkan dengan besaran tak berdimensi L dengan

………....…...…………………..…………...…………..…….(2.38)

Tiang ujung bebas dan dan ujung jepit dianggap sebagai tiang pendek

(kaku), bila L < 2. Sedangkan jika tang ujung bebas dan ujung jepit dianggap

sebagai tiang panjang (tidak kaku), bila L > 4 (Metode Broms).

Di mana: = koefisien variasi modulus

Ep = modulus elastis tiang beton (Mpa)

Ip = momen inersia penampang tiang (m4 )

53

Universitas Sumatera Utara


II.7. Faktor Keamanan

Penentuan factor keamanan tergantung pada beberapa factor, antara lain:

 Jenis dan epentingan struktur

 Variasi kondisi tanah

 Tingkat kehandalan penyelidikan geoteknik

 Ketersediaan data uji pembebanan di dekat lokasi

 Tingkat pengawasan dan pengendalian mutu pekerjaan pondasi

 Probabilitas beban rencana ang akan terjadi sepanjang masa bangunan

Untuk menentukan faktor keamanan dapat digunakan klasifikasi struktur

bangunan menurut Pugsley (1966) sebagai berikut:

1. Bangunan monumental, umumnya memiliki umur rencana melebihi 100

tahun.

2. Bangunan permanen, umumnya memiliki umur rencana 50 tahun.

3. Bangunan sementara, umumnya memiliki umur rencana 25 tahun bahkan

mungkin hanya beberapa saat saja selama masa konstruksi

Faktor- faktor lain kemudian ditentukan berdasarkan tingkat

pengendaliannya pada saat konstruksi.

1. Pengendalian Baik : Kondisi tanah cukup homogeny dan konstruksi

didasarkan pada program penyelidikan geoteknik yang tepat dan professional,

terdapat informasi ujipembebanan di atau di dekat lokasi proyek dan

pengawasan konstruksi dilaksanakan secara ketat.

54

Universitas Sumatera Utara


2. Pengendalian Normal : Situasi yang paling umum, hamper serupa dengan

kondisi di atas, tetapi kondisi tanah bervariasi dan tidak tersedia data

pengujian tiang.

3. Pengendalian Kurang : Tidak ada uji pembebanan, kondisi tanah sulit dan

bervariasi, pengawasan pekerjaan kurang, tetapi pengujian geoteknik

dilakukan dengan baik.

4. Pengendalian Buruk : Kondisi tanah amat buruk dan sukar ditentukan,

penyelidikan geoteknik tidak memadai.

Berdasarkan criteria di atas, maka faktor keamanan dapat ditentukan

berdasarkan tabel berikut:

Tabel 2.8. Faktor Keamanan untuk pondasi tiang


Klasifikasi Struktur Bangunan Bangunan Bangunan
Bangunan Monumental Permanen Sementara
Probabilitas
kegagalan yang 10-5 10-4 10-3
dapat diterima
FK (Pengendalian
2.3 2.0 14
Baik)
FK (Pengendalian
3.0 2.5 2.0
Normal)
FK (Pengendalian
3.5 2.8 2.3
Kurang)
FK (Pengendalian
4.0 3.4 2.8
Buruk)
(Sumber : Reese & O’Neill, 1989; Pugsley,1966)

Untuk beban aksial tarik dianjurkan menggunakan factor keamanan yang

lebih tinggi daripada kondisi beban aksial tekan karena keruntuhan akibat beban

tarik umumnya bersifat tiba- tiba. Karena itu dianjurkan untuk menggunakan

faktor keamanan sebesar 1.5 kali dari nilai yang diberikan dalam Tabel 2.8.

55

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai