Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia sebagai makhluk sosial saling berinteraksi dengan sesamanya
dalam berbagai hal. Interaksi dilakukan untuk saling memenuhi kebutuhan
masing-masing dan dapat hidup dengan nyaman. Agar interaksi berjalan dengan
baik diperlukan keterampilan sosial. Keterampilan sosial memiliki peran penting
dalam hidup seseorang. Ketrampilan tersebut dibutuhkan untuk menjalin
hubungan di rumah, di kampus atau di lingkungan tempat tinggal, sehingga
terjalin pertemanan yang berkualitas.
Semua orang membutuhkan keterampilan sosial. Keterampilan sosial
adalah sarana yang memungkinkan berkomunikasi, belajar, mengajukan
pertanyaan, meminta bantuan, mendapatkan kebutuhan mereka bertemu dengan
cara yang sesuai, bergaul dengan orang lain, mencari teman dan menjalin
hubungan yang sehat, melindungi diri mereka sendiri, dan umumnya dapat
berinteraksi dengan siapapun dan setiap orang yang mereka temui dalam
kehidupan mereka.
Keterampilan sosial (social skill) adalah sebuah konsep yang sulit
dipahami. Dalam menemukan definisi serta pendekatan untuk keterampilan sosial,
harus mempertimbangkan bagaimana nilai dari suatu keterampilan tertentu dan
oleh siapa penilainya. Keterampilan sosial merupakan kemampuan untuk
berinteraksi dengan orang lain dalam satu konteks sosial dengan suatu cara yang
spesifik yang secara sosial dapat diterima atau dinilai dan menguntungkan orang
lain.
Keterampilan sosial anak tidak lepas dari perkembangan sosialnya, hal ini
dikarenakan keterampilan sosial anak merupakan bagian dari perkembangan
sosial anak. Hurlock (1978: 250) mengemukakan perkembangan sosial sebagai
kemampuan untuk dapat berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi
orang yang mampu bermasyarakat (sozialized) memerlukan tiga proses yang
berupa belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial, memainkan peran
sosial yang dapat diterima, perkembangan sikap sosial.

1
Ketika anak dilahirkan, anak belum memiliki sifat sosial, ia belum
memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai
kematangan anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang
lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau
pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, baik orangtua,
saudara, teman sebaya atau orang dewasa lainnya.
Dalam perkembanganya untuk memiliki kemampuan sosial yang baik
anak harus melewati beberapa tahapan. Kostelnik, Soderman, & Waren dalam
Suyanto (2005: 69) mengemukakan perkembangan sosial anak dimulai dari sifat
egosentrik, individual 2dea ta interaktif, komunal. Erick Erikson (Suyanto, 2005:
71) memusatkan studinya pada perkembangan sosial yang menekankan
pentingnya interaksi dalam perkembangan kepribadian. Setiap tahapan menjadi
dorongan untuk berkomunikasi sekaligus mengembangkan kepribadiannya. Lebih
lanjut Erikson membagi tahap perkembangan sosial menjadi delapan tahapan,
yaitu :
1) Basic Trust vs Mistrust (0-1 tahun)
Anak mendapatkan rangsangan dari lingkungan berupa pengalaman,
pengalaman yang menyenangkan yang diperoleh anak akan
menumbuhakan rasa percaya pada dirinya.
2) Autonomy vs Shame &Doubt (2-3 tahun)
Kemampuan anak dalam menguasai anggota tubuh sangat penting pada
tahap ini, hal ini akan menumbuhkan rasa otonomi, sebaliknya bila
lingkungan tidak memberi kepercayaan pada anak maka akan
menumbuhkan rasa malu dan ragu-ragu.
3) Initiative vs Guilt (4-5 tahun)
Pada tahap ini anak sudah memasuki usia pra sekolah, kemampuan
motorik anak sudah semakin matang dan ia lebih senang mengeksplorasi.
Di sekolah anak sudah dapat lepas dari orang tua dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Kondisi lepas dari orangtuanya menunjukkan masa
dimana anak mulai berinisiatif.
4) Industry vs Infentory (6 tahun-pubertas)
Pada usia 6 tahun anak sudah harus dapat melaksanakan tugas-tugas

2
perkembangan untuk menyiapkan diri memasuki masa dewasa. Anak perlu
memiliki suatu keterampilan tertentu yang dapat menimbulkan rasa
berhasil.
5) Identity & Repudiation vs Identity Diffusion (10-20 tahun)
Seorang remaja akan memperoleh identitas diri jika ia dapat memenuhi
tuntutan biologis, psikologis, dan sosial yang ada dalam kehidupannya.
6) Intimacy vs Solidarity vs Isolation (20-30 tahun)
Pada tahap ini seseorang yang berhasil mencapai integritas identitas diri
akan mampu menjalin keintiman dengan orang lain maupun diri sendiri.
7) Generativity vs Stagnation (40-50 tahun)
Di masa dewasa seseorang akan dituntut untuk dapat berperan aktif di
dalam kehidupan bermasyarakat. Seseorang yang mampu
menyumbangkan tenaga dan pikirannya bagi masyarakat dapat dikatakan
berhasil melaksanakan perannya dengan baik, sehingga dalam dirinya akan
tumbuh rasa ingin berkarya.
8) Integrity vs Despair (60 tahun dan seterusnya)
Intergritas diri adalah menerima segala keterbatasan yang ada dalam
kehidupannya, sehingga ia akan merasa bahwa ia adalah bagian dari
sejarah kehidupannya.

Tahapan perkembangan sosial tersebut menunjukkan bahwa setiap tahapan


merupakan masa yang penting bagi anak untuk mencapai kematangan
keterampilan sosialnya. Anak usia pra sekolah sedang berada pada masa
keemasan yang disebut Golden Age, dimana aspek-aspek perkembangan anak
sedang berkembang secara pesat, begitu pula dengan keterampilan sosialnya.
Ketika anak memiliki keterampilan sosial yang baik, anak akan menjadi seseorang
dengan perilaku sosial yang baik.
Sesuai dengan konsep dan situasi khusus yang dikemukakan oleh Hersen
dan Bellack dalam Suyanto (2005: 71) menyatakan bahwa efektifitas sebuah
perilaku tergantung pada konteks dan parameter situasi, maka individu yang
memiliki keterampilan sosial akan lebih efektif karena dia mampu memilih dan
melakukan perilaku yang tepat sesuai dengan tuntutan lingkungan. Berdasarkan

3
prinsip situasi khusus ini pula, sulit untuk menyusun daftar yang lengkap tentang
keterampilan sosial apa yang harus dimiliki seorang anak agar selalu berhasil
dalam sosialisasi, karena sebagaimana kehidupan sosial juga dapat berubah sesuai
waktu, konteks, dan budaya.
Individu yang memiliki keterampilan sosial yang tinggi memiliki
lingkungan pergaulan yang baik, disukai banyak orang, karena mampu
mengendalikan diri, mampu menyampaikan ide dengan baik, berdiskusi dengan
lancar, mampu bekerja sama, menjadi pendengar yang baik, dan mampu
menghargai orang lain, aktif berorganisasi. Sedangkan, Individu yang memiliki
ketrampilan sosial yang rendah memiliki sedikit teman, sulit mengendalikan diri,
berperilaku agresif ketika keinginannya tidak dituruti, mudah cemas atau takut
ketika berada dalam situasi baru. Individu yang mempunyai keterampilan sosial
yang baik mampu berkomunikasi baik dengan sesamanya dilingkungan
sekitarnya, baik di rumah maupun di sekolah. Komunikasi sangat penting
dilakukan untuk menyampaikan 4dea tau pendapat kepada orang lain.

1.2 Maksud dan Tujuan


Makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Pengetahuan
Sosial untuk AUD dan juga agar pembaca dapat memperoleh pengetahuan tentang
keterampilan sosial pada anak usia dini. Adapun maksud dan tujuan secara khusus
adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan pengertian keterampilan sosial anak usia dini
2. Menjelaskan karakteristik keterampilan sosial AUD
3. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial anak
usia dini
4. Menjelaskan faktor-faktor yang mengurangi keterampilan sosial anak usia
dini

1.3 Rumusan Masalah


Dalam pembuatan makalah ini, ada masalah-masalah yang akan dibahas
pada bab pembahasan. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apakah pengertian dari keterampilan sosial AUD?

4
2. Bagaimana karakteristik keterampilan sosial anak usia dini?
3. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi keterampilan sosial AUD?
4. Hal-hal apa saja yang dapat mengurangi keterampilan sosial anak usia
dini?

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Keterampilan Sosial Anak Usia Dini


Keterampilan berasal dari kata skill yang artinya suatu kemampuan
bertingkat tinggi yang memungkinkan seseorang untuk melakukan suatu
perbuatan motor yang kompleks dengan lancar disertai ketepatan (Chaplin, 1981).
Cronbach (Hurlock, 1978: 154) mendefinisikan ”keterampilan” dapat diuraikan
dengan kata seperti otomatik, cepat, dan akurat. Setiap pelakasanaan sesuatu yang
terlatih, dan merupakan suatu rangkaian koordinasi yang melibatkan perbedaan
isyarat dan koreksi kesalahan yang berkesinambungan. Keterampilan yang
dipelajari dengan baik akan berkembang menjadi kebiasaan. Kata sosial berasal
dari bahasa Latin societas yang artinya masyarakat. Kata societas berasal dari
socius, yang artinya teman dan hubungan antar manusia dengan yang lainnya
dalam bentuk yang berlaianan seperti keluarga, sekolah, dan organisasi (Ahmadi,
2009: 233). Dari pengertian kedua kata tersebut dapat diketahui bahwa
keterampilan sosial merupakan suatu kemampuan yang membutuhkan
pengetahuan dan latihan untuk dapat melakukan kegiatan bermasyarakat dengan
baik.
Chaplin (Siska, 2011: 32) mengutarakan pendapatnya terhadap
keterampilan sosial, yang merupakan suatu bentuk perilaku, perbuatan maupun
sikap yang ditunjukan oleh seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain yang
disertai dengan ketepatan dan kecepatan yang menimbulkan rasa nyaman bagi
orang disekitarnya. Menurut Sjamsuddin dan Maryani dalam Ali Nugraha &
Rachmawati Yeni (2006: 5), keterampilan sosial adalah suatu kemampuan secara
cakap yang tampak dalam tindakan, mampu mencari, memilih dan mengelola
informasi, mampu mempelajari hal-hal baru yang dapat memecahkan masalah
sehari-hari, mampu memiliki keterampilan berkomunikasi baik lisan maupun
tulisan, memahami, menghargai, dan mampu bekerja sama dengan orang lain
yang majemuk, mampu mentransformasikan kemampuan akademik dan
beradaptasi dengan perkembangan masyarakat global.
Cartledge dan Milburn dalam Hurlock (1978: 204) mengatakan bahwa

6
keterampilan sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain pada
konteks sosial dengan tujuan yang khusus untuk penerimaan sosial.
Keterampilan sosial adalah kemampuan yang kompleks guna mendapatkan
positif atau negatif reinforcement dan tidak menampilkan perilaku yang
menyebabkan hukuman dari orang lain. Sedangkan Menurut Combs dan Slaby
dalam Hurlock (1978: 205) bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan untuk
berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara khusus yang
dapat diterima oleh lingkungan dan pada saat yang sama dapat menguntungkan
individu, atau bersifat saling menguntungkan. Dalam hal ini keterampilan sosial
adalah set perilaku yang tidak konstan, namun dapat bervariasi menurut konteks
sosial dan tuntutan situasional tertentu. Keterampilan ini juga dapat dilihat sebagai
hasil konsekuensi positif bagi individu, tapi dapat diterima dalam norma sosial
dan respon terhadap orang lain. Keterampilan sosial juga digunakan
sebagai cara yang sangat kompleks untuk hubungan interpersonal.
Keterampilan sosial berhubungan dengan kemampuan untuk bergaul Salah
satu kebahagiaan anak bersumber dari keterampilan bergaul. Keterampilan
tersebut berkaitan dengan kebahagian di masa mendatang. Kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan, penerimaan lingkungan serta pengalaman
positif selama melakukan aktivitas sosial, merupakan modal dasar penting untuk
kehidupan sukses dan menyenangkan di masa berikutnya. Salah satu membimbing
keterampilan sosial adalah melalui model yang ditunjukkan bagaimana orang tua
bergaul dengan lingkungannnya. Model yang dicontohkan orang tua merupakan
pembelajaran yang efektif dibanding arahan yang bersifat verbal semata (Sunarti,
2004: 13).
Gresham, dkk (Ali Nugraha & Rachmawati Yeni, 2006: 10) mendefinisikan
lima dimensi keterampilan sosial, yaitu: 1) keterampilan berhubungan dengan
orang lain (peer relational skills), 2) keterampilan manajemen diri (self-
management skills), 3) keterampilan akademik (academic skills), 4) keterampilan
mematuhi aturan (compliance skills), dan 5) keterampilan menyatakan pendapat
(assertion skills).
Keterampilan sosial bukanlah kemampuan yang dibawa individu sejak
lahir tetapi diperoleh melalui proses belajar, baik belajar dari orang tua sebagai

7
figur paling dekat dengan anak maupun belajar dari teman sebaya dan lingkungan
masyarakat. Michelson dalam Maryani E (2011: 10) menyebutkan bahwa
keterampilan sosial merupakan suatu keterampilan yang dimiliki individu melalui
proses belajar, mengenai cara-cara mengatasi atau melakukan hubungan sosial
dengan tepat dan baik. Mirip dengan pendapat diatas, Kelly dalam Maryani E
(2011: 10) menyatakan bahwa keterampilan sosial adalah perilaku-perilaku yang
dipelajari yang digunakan individu dalam situasi-situasi interpersonal untuk
memperoleh dan memelihara pengukuh dari lingkungan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial
merupakan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam konteks
sosial dengan cara-cara khusus yang dapat diterima oleh lingkungan dan pada saat
yang bersamaan dapat menguntungkan individu dan bersifat saling
menguntungkan. Keterampilan sosial merupakan modal dasar penting untuk
kehidupan sukses dan menyenangkan di masa depan.
Sedangkan, pengertian anak usia dini adalah sosok individu yang sedang
menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi
kehidupan selanjutnya (Yuliani, 2013: 6). Anak usia dini berada pada rentang usia
0-8 tahun. Pada masa ini proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai
aspek sedang mengalami masa yang cepat dalam rentang perkembangan hidup
manusia. Proses pembelajaran sebagai bentuk perlakuan yang diberikan pada anak
harus memperhatikan karakteristik yang dimiliki setiap tahapan perkembangan
anak. Peningkatan perilaku sosial yang pesat terjadi ketika anak berada pada masa
kanak-kanak awal atau pra sekolah yang dikarenakan bertambahnya pengalaman
sosial anak. Oleh karenanya, sedini mungkin anak harus dilatih dan diberi
pembiasaan dan stimulasi yang tepat dan sesuai dengan segala aspek
perkembangannya sehingga ia tumbuh menjadi individu yang memiliki
kematangan dalam berfikir dan bertindak. Peningkatan perilaku sosial anak
bergantung pada tiga hal. Pertama, seberapa kuat keinginan anak untuk di terima
secara sosial; kedua pengetahuan mereka tentang cara memperbaiki perilaku; dan
ketiga, kemampuan intelektual yang semakin berkembang yang memungkinkan
pemahaman hubungan antara perilaku mereka dengan penerimaan sosial.
Keterampilan sosial merupakan bagian dari kompetensi sosial. Cavell

8
(Hurlock, 2004: 287) menyebutkan bahwa kompetensi sosial terdiri dari tiga
konstruk, yaitu penyesuaian sosial, performansi sosial, dan keterampilan sosial.
Kompetensi sosial itu sendiri adalah kemampuan seseorang untuk menjalin
hubungan secara diplomatis dengan orang lain, baik teman maupun orang yang
tidak dikenal. Penyesuaian sosial diartikan sebagai keberhasilan seseorang untuk
menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya
pada khususnya. Sedangkan performansi sosial adalah tingkah laku seseorang
(terutama tingkah laku yang dapat mengubah lingkungan) dalam menjalin
interaksi dengan orang lain, yang membuahkan suatu hasil dengan baik, seperti
kesediaan untuk membantu orang lain, meskipun mereka sendiri mengalami
kesulitan dan tidak terikat pada diri sendiri. Bagi seorang anak keterampilan dan
kompetensi sosial merupakan faktor yang penting untuk memulai dan memiliki
hubungan sosial yang positif. Anak yang tidak memiliki keterampilan sosial dan
dinilai oleh sebaya sebagai anak yang tidak memiliki kompetensi sosial, akan
kesulitan dalam memulai dan menjalin hubungan sosial yang positif dengan
lingkungannya, bahkan boleh jadi akan ditolak dan diabaikan dengan
lingkungannya.
Bagi seorang anak keterampilan dan kompetensi sosial merupakan faktor
yang penting untuk memulai dan memiliki hubungan sosial yang positif. Anak
yang tidak memiliki keterampilan sosial dan dinilai oleh sebaya sebagai anak
yang tidak memiliki kompetensi sosial, akan kesulitan dalam memulai dan
menjalin hubungan sosial yang positif dengan lingkungannya, bahkan boleh jadi
akan ditolak dan diabaikan dengan lingkungannya.
Kompetensi sosial dan tanggung jawab sosial harus dimiliki oleh anak
yang di dalamnya meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap sosial.
Sikap sosial meliputi kemampuan anak untuk dapat merasakan apa yang dirasakan
orang lain mengenai perasaa gembira, sedih, disukai, dibenci, marah dan cara
penggunaannya merupakan bagian dari sikap sosial. Demikian pula sikap suka
menolong, memperhatikan orang lain saat berbicara, memberi komentar yang baik
dan menyenangkan, memperhatikan nasihat orang tua merupakan bagian dari
sikap sosial. Anak yang menarik diri dari kegiatan kelompok dapat dikatakan
belum memiliki keterampilan sosial yang memadahi. Keterampilan sosial

9
merupakan bagian dari tugas perkembangan anak dan terbentuk dari proses
pembiasaan yang dilakukan ketika masa kanak-kanak. Keterampilan sosial
dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, faktor dari luar rumah dan pengalaman
awal yang diterima anak.
Beaty (Siska, 2011: 33) menambahkan bahwa keterampilan sosial sebagai
prosocial behavior meliputi perilaku yang berupa: (a) empati yang didalamnya
anak-anak mengekspresikan rasa haru dengan memberikan perhatian kepada
seseorang yang sedang tertekan karena suatu masalah dan mengungkapkan
perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak
menyadari perasaan yang dialami orang lain; (b) kemurahan hati atau
kedermawanan di dalamnya anak-anak berbagi dan memberikan suatu barang
miliknya pada seseorang; (c) kerjasama yang didalamnya anak-anak mengambil
giliran atau bergantian dan menuruti perintah secara sukarela tanpa menimbulkan
per- tengkaran; dan (d) memberi bantuan yang di dalamnya anak-anak membantu
seseorang untuk melengkapi suatu tugas dan membantu seseorang yang
membutuhkan.
Keterampilan sosial di dapat anak dalam proses belajar, Skinner dalam
Santrock (2002: 48) menyebutkan belajar sosial (social learning theory) sebagai
pandangan para pakar psikologi yang menekankan perilaku, lingkungan, dan
kognisi debagai faktor kunci dalam perkembangan. Bandura yakin anak belajar
dari mengamati apa yang dilakukan oleh orang lain. Melalui belajar mengamati
anak, secara kognitif, menampilakan perilaku orang lain dan kemudian
mengadopsi perilaku tersebut dalam dirinya.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan
sosial menjadi sangat penting untuk dikembangkan sedini mungkin. Hal ini
dikarenakan keterampilan sosial dipandang sebagai kemampuan seseorang untuk
dapat berinteraksi dengan orang lain dan berperilaku sesuai dengan norma di
masyarakat. Keterampilan sosial menjadi sebuah alat yang dapat membantu
seseorang dalam berkomunikasi, belajar, bertanya, meminta pertolongan,
mendapatkan keinginan mereka secara baik, dapat bergaul dengan orang lain,
menambah teman dan menciptakan hubungan yang sehat, melindunngi diri
sendiri, dapat berinteraksi dengan siapa saja yang mereka temui selama perjalanan

10
hidupnya.
2.2 Karakteristik Keterampilan Sosial Anak Usia Dini
Frazier dalam Sudarsih (2011: 15) mengungkaplkan bahwa :“ social
skills as the same as value are personal situation and relative” yang artinya
keterampilan sosial bersifat pribadi, situasional dan relative. Lebih lanjut Franzier
menguraikan keterampilan sosial sebagai: pertama: keterampilan sosial
mencerminkan karakteristik perilaku yang khas seseorang dalam berhubungan
dengan orang lain; kedua: keterampilan sosial ditampilkan sesuai dengan situasi
yang sedang dihadapinya, karena setiap situasi memerlukan keterampilan yang
berbeda tergantung denganmasalah yang dihadapinya; ketiga: keterampilan sosial
menunjukkan substansi yang berbeda antara seseorang individu dengan individu
yang lain. Keterampilan sosial tidak bersifat seragam, berbeda tolak ukurnya
tergantung dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
Goleman (1996: 159) mengatakan bahwa salah satu kunci kecakapan
sosial adalah seberapa baik atau buruk seseorang mengungkapakan perasaannya
sendiri. Lebih lanjut Paul Ekman (dalam Goleman, 1996) menggunakan istilah
tatakrama tampilan untuk konsensus sosial mengenai perasaan-perasaan mana
saja yang dapat diperlihatkan secara wajar pada saat yang tepat. Hal ini
dipengaruhi oleh budaya yang berlaku di masyarakat.
Orang yang terampil secara sosial cenderung menjadi orang yang percaya
diri. Mereka merasa umumnya baik tentang diri mereka sendiri. Sementara
mereka tahu bahwa mereka tidak sempurna, mereka merasa bahwa mereka “cukup
baik” dan layak dicintai dan dipedulikan orang lain. Selain itu orang yang terampil
secara sosial juga cenderung keluar dan positif tentang kehidupan. Mereka
mengambil inisiatif ketika bertemu dengan orang lain, dan membuat jelas melalui
sikap bahasa tubuh dan kata-kata bahwa sedang berada pada suasana hati yang
baik, atau setidaknya berkeinginan untuk mencari yang baik dalam situasi ketika
mereka sedang merasa dalm keadaan yang kurang
Namun demikian, menurut Schneider dkk (Santrock 2002: 60) agar
seseorang berhasil dalam interaksi sosial, maka secara umum dibutuhkan
beberapa keterampilan sosial yang terdiri dari pikiran, pengaturan emosi, dan
perilaku yang nampak, yaitu:

11
a. Memahami pikiran, emosi, dan tujuan orang lain
b. Menangkap dan mengolah informasi tentang partner sosial serta
lingkungan pergaulan yang potensial menimbulkan terjadinya interaksi.
c. Menggunakan berbagai cara yang digunakan untuk memulai pembicaraan
atau interaksi dengan orang lain, memeliharanya, dan mengakhirinya
dengan cara yang positif.
d. Memahami konsekuensi dari sebuah tindakan sosial, baik bagi diri sendiri
maupun bagi orang lain atau target tindakan tersebut.
e. Membuat penilaian moral yang matang yang dapat mengarahkan tindakan
sosial.
f. Bersikap sungguh-sungguh dan memperhatikan kepentingan orang lain.
g. Mengekspresikan emosi positif dan menghambat emosi negatif secara
tepat.
h. Menekan perilaku negatif yang disebabkan karena adanya pikiran dan
perasaan negatif tentang partner sosial.
i. Berkomunikasi secara verbal dan non verbal agar partner sosial
memahaminya.
j. Memperhatikan usaha komunikasi orang lain dan memiliki kemauan untuk
memenuhi permintaan partner sosial.

Elksin & Elksin (dalam Adiyanti, 1999: 7) mengidentifikasikan


keterampilan sosial dalam beberapa ciri, yaitu:
1. Perilaku interpersonal
Merupakan perilaku yang menyangkut keterampilan yang dipergunakan
selama melakukan interaksi sosial. Perilaku ini disebut juga keterampilan
menjalin persahabatan, misalnya memperkenalkan diri, menawarkan
bantuan, dan memberikan atau menerima pujian. Keterampilan ini
kemungkinan berhubungan dengan usia dan jenis kelamin.
2. Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri
Merupakan keterampilan mengatur diri sendiri dalam situasi sosial,
misalnya keterampilan menghadapi stres, memahami perasaan orang lain,
dan mengontrol kemarahan atau sejenisnya. Dengan kemampuan ini anak

12
dapat memperkirakan kejadian-kejadian yang mungkin akan terjadi dan
dampak perilakunya pada situasi sosial tertentu.
3. Perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis
Merupakan perilaku atau keterampilan sosial yang dapat mendukung
prestasi belajar di sekolah, misalnya mendengarkan saat guru
menerangkan pelajaran, mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik,
melakukan apa yang diminta oleh guru, dan semua perilaku yang
mengikuti aturan kelas.
4. Peer Acceptance
Merupakan perilaku yang berhubungan dengan penerimaan sebaya,
misalnya memberikan salam, memberi dan menerima informasi, mengajak
teman terlibat dalam suatu aktivitas, dan dapat menangkap dengan tepat
emosi orang lain.
5. Keterampilan Komunikasi
Keterampilan komunikasi merupakan salah satu keterampilan yang
digunakan untuk menjalin hubungan sosial yang baik. Kemampuan anak
dalam berkomunikasi dapat dilihat dari beberapa bentuk, antara lain
menjadi pendengar yang responsif, mempertahankan perhatian dalam
pembicaraan, dan memberikan umpan balik terhadap kawan bicara.

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keterampilan Sosial Anak Usia


Dini
Sebagai sebuah kemampuan yang diperoleh melalui proses belajar, maka
perkembangan keterampilan sosial anak bergatung pada berbagai faktor, yaitu
kondisi anak sendiri serta pengalaman interaksinya dengan lingkungan sebagai
sarana dan media pembelajaran (Hurlock, 2005: 286-288). Secara lebih terperinci,
faktor-faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Kondisi Anak
Penelitian memperlihatkan bahwa anak-anak yang memiliki
temperamen sulit dan cenderung mudah terluka secara psikis, biasanya akan
takut atau malu- malu menghadapi stimulus yang baru, sedangkan anak-anak
yang ramah dan terbuka lebih responsif terhadap lingkungan sosial. Selain itu,

13
anak yang memiliki tempramen cenderung lebih agresif dan impulsif sehingga
sering ditolak oleh teman sebaya. Kondisi ini menyebabkan kesempatan
mereka untuk berinteraksi dengan teman sebaya berkurang, padahal interaksi
merupakan media yang penting dalam proses belajar keterampilan sosial.
Perkembangan keterampilan sosial juga dipengaruhi oleh kemampuan
sosial kognitifnya yaitu kemampuan memproses semua informasi yang ada
dalam proses sosial. Kemampuan ini antara lain adalah kemampuan mengenali
isyarat sosial, menginterpretasi isyarat sosial dengan cara yang tepat dan
bermakna, mengevaliasi konsekuensi dari beberapa kemungkinan respon serta
memilih respon yang akan dilakukan. Semakin baik keterampilan memproses
informasi sosial anak, maka akan semakin mudah baginya untuk
membangun hubungan sportif dengan orang lain, yang berarti akan
menambah luas jaringan sosial sebagai media pengembangan keterampilan
sosialnya.

2. Interaksi Anak Dengan Lingkungannya


Orang tua menginginkan anaknya merasa bahagia dan berhasil pada
masa kehidupan anak-anak dan untuk kehidupan selanjutnya. Untuk menjamin
bahwa anak mereka akan dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik,
mereka memberikan kesempatan kepada anak-anak mereka untuk menjalin
kontak atau berinteraksi dengan anak-anak lain, dan berusaha memotivasi
mereka agar aktif sosial, dengan harapan bahwa tindakan ini akan
menimbulkan penyesuaian sosial yang baik. Bukan hanya dengan anak-anak
lain, tetapi juga dengan orang tua itu sendiri dan juga lingkungan sekitarnya.
Secara umum pola interaksi anak dan orang tua serta kualitas
hubungan pertemanan dan penerimaan anak dalam kelompok merupakan dua
faktor eksternal atau lingkungan yang cukup berpengaruh bagi perkembangan
sosial anak. Anak banyak belajar mengembangkan keterampilan sosial baik
dengan proses modeling (peniruan) terhadap perilaku orang tua dan teman
sebaya, ataupun melalui penerimaan penghargaan saat melakukan sesuatu
yang tepat dan penerimaan hukuman saat melakukan sesuatu yang tidak
pantas menurut orang tua dan teman sebaya.

14
Keterampilan sosial anak terutama dipengaruhi oleh proses
sosialisasinya dengan orang tua yang mulai terjalin sejak awal kelahiran.
Melalui proses sosialisasi ini, orang tua mereka menjamin bahwa anak mereka
memiliki standar perilaku, sikap, keterampilan, dan motif-motif yang
sedapat mungkin sesuai dengan yang diinginkan atau tepat dengan
perannya di masyarakat. Lebih jauh, mereka yakin bahwa anak yang dapat
melakukan penyesuaian diri yang baik akan memiliki dasar untuk diterima
dengan baik oleh teman-teman sebayanya, kondisi ini akan menghasilkan pola
perilaku dan sikap yang akan membuka peluang bagi terciptanya perkawinan
yang bahagia dan batu loncatan untuk meraih keberhasilan dalam dunia kerja,
yang selanjutnya akan menimbulkan mobilitas sosial ke atas. Pemberian
kesempatan pada anak untuk menjalin hubungan dengan teman sebaya ini
merupakan media bagi anak untuk mencoba dan mengembangkan
keterampilan sosial yang telah didapatnya dari orang tua. Adanya pengawasan
orang tua dapat memastikan bahwa anak tetap menginternalisasikan nilai-nilai
yang disosialisasikannya.

Ketika dewasa anak akan dituntut untuk dapat bertindak dan berperilaku
yang sesuai dengan norma yang beraku di dalam kehidupan bermasyarakat.
Keberhasilan dalam melakukan interaksi sosial ditentukan oleh banyak faktor
yang berhubungan dengan diri seseorang dan respon yang diberikan oleh orang
lain. Dalam perkembangannya untuk dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan
sosial dan menjadi pribadi yang dapat bermasyarakat terdapat empat faktor
penentu yang dikemukakan oleh Hurlock (1978: 251-252), yaitu:
 Pertama, kesempatan yang penuh untuk sosialisasi adalah penting karena
anak-anak tidak dapat belajar hidup bermasyarakat dengan orang lain jika
sebagian besar waktu mereka dipergunakan seorang diri.
 Kedua, dalam keadaan bersama-sama anak-anak tidak hanya harus mampu
berkomunikasi dalam kata-kata yang dapat dimengerti orang lain, tetapi
juga harus mampu berbicara tantang topik yang dapat dipahami dan
menarik bagi orang lain.
 Ketiga, anak akan belajar sosialisasi hanya apabila mereka mempunyai

15
motivasi untuk melakukannya. Motivasi sebagian besar bergantung pada
tingkat kepuasan yang dapat diberikan oleh aktivitas sosial terhadap anak.
 Keempat, metode belajar yang efektif dengan bimbingan adalah parenting.
Anak mempelajari beberapa pola perilaku yang penting bagi penyesuaian
sosial yang baik, meniru orang yang dijadikan tujuan identifikasi dirinya.

2.4 Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Dalam Defisit Keterampilan Sosial


Beberapa penyebab anak tidak menunjukkan keterampilan sosial yang
memadai, yaitu anak tidak memiliki informasi mengenai keterampilan sosial yang
menunjang; lingkungan tidak memberikan encouragement yang cukup pada anak
untuk berperilaku walaupun sebenarnya anak mengetahui bagaimana perilaku
tersebut dilakukan. Tidak ada reward atas dilakukannya perilaku sosial yang
sesuai, dan adanya perasaan tidak menyenangkan seperti kecemasan atau rasa
takut yang berhubungan dengan perilaku sosial yang sesuai sehingga anak
menghindar dari perilaku atau anak tidak menampilkan perilaku tersebut. Elliot &
Gresham (Maryani E, 2011: 16-17) menjabarkan beberapa faktor yang dapat
berkontribusi di dalam defisit keterampilan sosial seorang anak:
1. Lack Of Knowledge
Anak kemungkinan kurang memahami tujuan dalam berinteraksi dengan
teman sebayanya, selain itu, anak mungkin kurang mengetahui strategi
perilaku untuk mencapai tujuan perilaku sosial yang sesuai, dan ia
mungkin tidak tahu caranya dalam berperilaku secara tepat.
2. Lack of practice or feedback.
Banyak anak yang mengalami defisit di dalam keterampilan sosial
disebabkan oleh kurangnya kesempatan untuk melatih keterampilan baru
dan jarang menampilkan perilaku tersebut membuat ia kurang
mendapatkan umpan balik dari perilaku yang ditampilkan.
3. Lack of cues or opportunities.
Beberapa anak yang memiliki hambatan di dalam keterampilan sosial
disebabkan oleh tidak adanya petunjuk sosial (sosial cues) yang menjadi
petunjuk (prompt) bagi anak untuk melakukan perilaku yang sesuai. Selain
itu, kurangnya kesempatan anak untuk menampilkan keterampilan sosial

16
pada beberapa kondisi dan situasi juga menyebabkan anak memiliki defisit
dalam keterampilan sosial.
4. Lack of reinforcement.
Kurangnya faktor penguat (reinforcement) dari lingkungan untuk
menampilkan perilaku yang diharapkan juga salah satu faktor yang dapat
bnerkontribusi dalam defisit keterampilan sosial seorang anak. Oleh
karena itu, reinforcement sosial seperti pujian dan juga acungan jempol
sangat penting dilakukan bila anak menampilkan perilaku yang
diharapkan.
5. Interfering problem behavior
Faktor terakhir yang dapat berkontribusi terhadap defisit di dalam
keterampilan sosial anak adalah adanya masalah perilaku yang dimiliki
oleh anak. Misalnya: faktor eksternal (bertengkar, temper tantrum), faktor
internal (kecemasan, depresi, dan self-esteem rendah), dan masalah
hiperaktifitas.

McFall dan Spence (dalam Spence, 2003: 84) berpendapat bahwa “Social
skills represent the ability to perform those behaviours that are important in
enabling a person to achieve social competence” yang artinya keterampilan sosial
menggambarkan kemampuan yang menunjukan perilaku yang penting dimiliki
seseorang untuk mencapai kompetensi sosial.
Kemampuan sosial meliputi respon verbal dan non-verbal yang
mempengaruhi pemahaman dan respon dari orang lain dalam interaksi sosial.
Penting bagi seseorang untuk dapat mengatur kuantitas dan kualitas respon non-
verbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, postur, dan gerak tubuh sesuai dengan
kondisi sosial. Tidak jauh berbeda, kualitas verbal seperti nada suara, volume,
kecepatan dan kejelasan dalam berbicara berpengaruh pada kesan yang kita
berikan kepada orang lain dan reaksi mereka kepada kita. Sebagian aspek kecil
dari keterampilan sosial ini sangat penting dalam menentukan kesuksesan
interaksi sosial.
Anak merupakan individu yang unik, mereka berbeda meskipun kembar
sekalipun. Beberapa anak akan memiliki keterampilan sosial yang lemah dan

17
beberapa memiliki keterampilan sosial yang baik. Santrock (2002: 94)
menyebutkan beberapa strategi yang baik untuk menigkatkan keterampilan sosial
anak-anak, antara lain:
1) Bantu anak yang ditolak untuk belajar mendengarkan rekan sebaya dan
mendengarkan apa yang mereka katakan daripada mencoba untuk
mendominasi rekan-rekannya.
2) Bantu anak yang terabaikan menarik perhatian dari rekan sebaya dengan
cara positif dan terus mendapatkan perhatian mereka.
3) Tunjang anak-anak yang rendah dalam keterampilan sosial dengan
pengetahuan mengenai bagaimana meningkatkan keterampilan ini.
4) Baca dan diskusikan buku yang sesuai dengan topik hubungan sebaya
dengan siswa, dan menyusun permainan dan kegiatan yang mendukung.
Tanyakan kepada siswa pertanyaan mengenai cara bagaimana karakter
dalam buku harus berinteraksi terhadap berbagai situasi.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
keterampilan sosial adalah kemampuan atau kecakapan untuk hidup
bermasyarakat. Hal ini berarti bahwa keterampilan sosial merupakan kemampuan
yang dimiliki siswa untuk menempatkan diri dan mengambil peran yang sesuai di
lingkungannya. Keterampilan sosial cukup erat kaitannya dengan berbagai
kemampuan lainnya seperti menjalin kerjasama dalam kelompok, berinteraksi
dengan sebayanya, bergabung dalam kelompok, menjalin pertemanan baru,
menangani konflik, dan belajar bekerja sama. Kurangnya keterampilan sosial akan
berdampak pada rendahnya prestasi akademik siswa tersebut, cenderung kesepian
dan menampakkan self-esteem yang rendah, dan ada kemungkinan akan dropt-out
dari sekolah.
Peningkatan perilaku sosial yang pesat terjadi ketika anak berada pada
masa kanak-kanak awal atau pra sekolah yang dikarenakan bertambahnya
pengalaman sosial anak. Oleh karenanya, sedini mungkin anak harus dilatih dan
diberi pembiasaan dan stimulasi yang tepat dan sesuai dengan segala aspek
perkembangannya sehingga ia tumbuh menjadi individu yang memiliki
kematangan dalam berfikir dan bertindak. Peningkatan perilaku sosial anak
bergantung pada tiga hal. Pertama, seberapa kuat keinginan anak untuk di terima
secara sosial; kedua pengetahuan mereka tentang cara memperbaiki perilaku; dan
ketiga, kemampuan intelektual yang semakin berkembang yang memungkinkan
pemahaman hubungan antara perilaku mereka dengan penerimaan sosial.
Keterampilan sosial bukanlah kemampuan yang dibawa individu sejak
lahir tetapi diperoleh melalui proses belajar, baik belajar dari orang tua sebagai
figur paling dekat dengan anak maupun belajar dari teman sebaya dan lingkungan
masyarakat. Bagi seorang anak keterampilan dan kompetensi sosial merupakan
faktor yang penting untuk memulai dan memiliki hubungan sosial yang positif.
Anak yang tidak memiliki keterampilan sosial dan dinilai oleh sebaya sebagai
anak yang tidak memiliki kompetensi sosial, akan kesulitan dalam memulai dan
menjalin hubungan sosial yang positif dengan lingkungannya, bahkan boleh jadi

19
akan ditolak dan diabaikan dengan lingkungannya.
Elksin & Elksin (dalam Adiyanti, 1999: 7) mengidentifikasikan
keterampilan sosial dalam beberapa ciri, yaitu:
1. Perilaku interpersonal
2. Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri
3. Perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis
4. Peer Acceptance
5. Keterampilan Komunikasi

Sebagai sebuah kemampuan yang diperoleh melalui proses belajar, maka


perkembangan keterampilan sosial anak bergatung pada berbagai faktor, yaitu
kondisi anak sendiri serta pengalaman interaksinya dengan lingkungan sebagai
sarana dan media pembelajaran. Dalam perkembangannya untuk dapat
menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial dan menjadi pribadi yang dapat
bermasyarakat terdapat empat faktor penentu yang dikemukakan oleh Hurlock
(1978: 251-252), yaitu: Pertama, kesempatan yang penuh untuk sosialisasi.
Kedua, dalam keadaan bersama-sama anak-anak tidak hanya harus mampu
berkomunikasi dalam kata-kata yang dapat dimengerti orang lain, tetapi juga
harus mampu berbicara tantang topik yang dapat dipahami dan menarik bagi
orang lain. Ketiga, anak akan belajar sosialisasi hanya apabila mereka mempunyai
motivasi untuk melakukannya. Keempat, metode belajar yang efektif dengan
bimbingan adalah parenting.
Elliot & Gresham (dalam Bakhtiary, 2009: 6-7) menjabarkan beberapa
faktor yang dapat berkontribusi di dalam defisit keterampilan sosial seorang anak:
1. Lack Of Knowledge
2. Lack of practice or feedback.
3. Lack of cues or opportunities.
4. Lack of reinforcement.
5. Interfering problem behavior

20

Anda mungkin juga menyukai