PENDAHULUAN
1
Ketika anak dilahirkan, anak belum memiliki sifat sosial, ia belum
memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai
kematangan anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang
lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau
pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, baik orangtua,
saudara, teman sebaya atau orang dewasa lainnya.
Dalam perkembanganya untuk memiliki kemampuan sosial yang baik
anak harus melewati beberapa tahapan. Kostelnik, Soderman, & Waren dalam
Suyanto (2005: 69) mengemukakan perkembangan sosial anak dimulai dari sifat
egosentrik, individual 2dea ta interaktif, komunal. Erick Erikson (Suyanto, 2005:
71) memusatkan studinya pada perkembangan sosial yang menekankan
pentingnya interaksi dalam perkembangan kepribadian. Setiap tahapan menjadi
dorongan untuk berkomunikasi sekaligus mengembangkan kepribadiannya. Lebih
lanjut Erikson membagi tahap perkembangan sosial menjadi delapan tahapan,
yaitu :
1) Basic Trust vs Mistrust (0-1 tahun)
Anak mendapatkan rangsangan dari lingkungan berupa pengalaman,
pengalaman yang menyenangkan yang diperoleh anak akan
menumbuhakan rasa percaya pada dirinya.
2) Autonomy vs Shame &Doubt (2-3 tahun)
Kemampuan anak dalam menguasai anggota tubuh sangat penting pada
tahap ini, hal ini akan menumbuhkan rasa otonomi, sebaliknya bila
lingkungan tidak memberi kepercayaan pada anak maka akan
menumbuhkan rasa malu dan ragu-ragu.
3) Initiative vs Guilt (4-5 tahun)
Pada tahap ini anak sudah memasuki usia pra sekolah, kemampuan
motorik anak sudah semakin matang dan ia lebih senang mengeksplorasi.
Di sekolah anak sudah dapat lepas dari orang tua dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Kondisi lepas dari orangtuanya menunjukkan masa
dimana anak mulai berinisiatif.
4) Industry vs Infentory (6 tahun-pubertas)
Pada usia 6 tahun anak sudah harus dapat melaksanakan tugas-tugas
2
perkembangan untuk menyiapkan diri memasuki masa dewasa. Anak perlu
memiliki suatu keterampilan tertentu yang dapat menimbulkan rasa
berhasil.
5) Identity & Repudiation vs Identity Diffusion (10-20 tahun)
Seorang remaja akan memperoleh identitas diri jika ia dapat memenuhi
tuntutan biologis, psikologis, dan sosial yang ada dalam kehidupannya.
6) Intimacy vs Solidarity vs Isolation (20-30 tahun)
Pada tahap ini seseorang yang berhasil mencapai integritas identitas diri
akan mampu menjalin keintiman dengan orang lain maupun diri sendiri.
7) Generativity vs Stagnation (40-50 tahun)
Di masa dewasa seseorang akan dituntut untuk dapat berperan aktif di
dalam kehidupan bermasyarakat. Seseorang yang mampu
menyumbangkan tenaga dan pikirannya bagi masyarakat dapat dikatakan
berhasil melaksanakan perannya dengan baik, sehingga dalam dirinya akan
tumbuh rasa ingin berkarya.
8) Integrity vs Despair (60 tahun dan seterusnya)
Intergritas diri adalah menerima segala keterbatasan yang ada dalam
kehidupannya, sehingga ia akan merasa bahwa ia adalah bagian dari
sejarah kehidupannya.
3
prinsip situasi khusus ini pula, sulit untuk menyusun daftar yang lengkap tentang
keterampilan sosial apa yang harus dimiliki seorang anak agar selalu berhasil
dalam sosialisasi, karena sebagaimana kehidupan sosial juga dapat berubah sesuai
waktu, konteks, dan budaya.
Individu yang memiliki keterampilan sosial yang tinggi memiliki
lingkungan pergaulan yang baik, disukai banyak orang, karena mampu
mengendalikan diri, mampu menyampaikan ide dengan baik, berdiskusi dengan
lancar, mampu bekerja sama, menjadi pendengar yang baik, dan mampu
menghargai orang lain, aktif berorganisasi. Sedangkan, Individu yang memiliki
ketrampilan sosial yang rendah memiliki sedikit teman, sulit mengendalikan diri,
berperilaku agresif ketika keinginannya tidak dituruti, mudah cemas atau takut
ketika berada dalam situasi baru. Individu yang mempunyai keterampilan sosial
yang baik mampu berkomunikasi baik dengan sesamanya dilingkungan
sekitarnya, baik di rumah maupun di sekolah. Komunikasi sangat penting
dilakukan untuk menyampaikan 4dea tau pendapat kepada orang lain.
4
2. Bagaimana karakteristik keterampilan sosial anak usia dini?
3. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi keterampilan sosial AUD?
4. Hal-hal apa saja yang dapat mengurangi keterampilan sosial anak usia
dini?
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
keterampilan sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain pada
konteks sosial dengan tujuan yang khusus untuk penerimaan sosial.
Keterampilan sosial adalah kemampuan yang kompleks guna mendapatkan
positif atau negatif reinforcement dan tidak menampilkan perilaku yang
menyebabkan hukuman dari orang lain. Sedangkan Menurut Combs dan Slaby
dalam Hurlock (1978: 205) bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan untuk
berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara khusus yang
dapat diterima oleh lingkungan dan pada saat yang sama dapat menguntungkan
individu, atau bersifat saling menguntungkan. Dalam hal ini keterampilan sosial
adalah set perilaku yang tidak konstan, namun dapat bervariasi menurut konteks
sosial dan tuntutan situasional tertentu. Keterampilan ini juga dapat dilihat sebagai
hasil konsekuensi positif bagi individu, tapi dapat diterima dalam norma sosial
dan respon terhadap orang lain. Keterampilan sosial juga digunakan
sebagai cara yang sangat kompleks untuk hubungan interpersonal.
Keterampilan sosial berhubungan dengan kemampuan untuk bergaul Salah
satu kebahagiaan anak bersumber dari keterampilan bergaul. Keterampilan
tersebut berkaitan dengan kebahagian di masa mendatang. Kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan, penerimaan lingkungan serta pengalaman
positif selama melakukan aktivitas sosial, merupakan modal dasar penting untuk
kehidupan sukses dan menyenangkan di masa berikutnya. Salah satu membimbing
keterampilan sosial adalah melalui model yang ditunjukkan bagaimana orang tua
bergaul dengan lingkungannnya. Model yang dicontohkan orang tua merupakan
pembelajaran yang efektif dibanding arahan yang bersifat verbal semata (Sunarti,
2004: 13).
Gresham, dkk (Ali Nugraha & Rachmawati Yeni, 2006: 10) mendefinisikan
lima dimensi keterampilan sosial, yaitu: 1) keterampilan berhubungan dengan
orang lain (peer relational skills), 2) keterampilan manajemen diri (self-
management skills), 3) keterampilan akademik (academic skills), 4) keterampilan
mematuhi aturan (compliance skills), dan 5) keterampilan menyatakan pendapat
(assertion skills).
Keterampilan sosial bukanlah kemampuan yang dibawa individu sejak
lahir tetapi diperoleh melalui proses belajar, baik belajar dari orang tua sebagai
7
figur paling dekat dengan anak maupun belajar dari teman sebaya dan lingkungan
masyarakat. Michelson dalam Maryani E (2011: 10) menyebutkan bahwa
keterampilan sosial merupakan suatu keterampilan yang dimiliki individu melalui
proses belajar, mengenai cara-cara mengatasi atau melakukan hubungan sosial
dengan tepat dan baik. Mirip dengan pendapat diatas, Kelly dalam Maryani E
(2011: 10) menyatakan bahwa keterampilan sosial adalah perilaku-perilaku yang
dipelajari yang digunakan individu dalam situasi-situasi interpersonal untuk
memperoleh dan memelihara pengukuh dari lingkungan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial
merupakan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam konteks
sosial dengan cara-cara khusus yang dapat diterima oleh lingkungan dan pada saat
yang bersamaan dapat menguntungkan individu dan bersifat saling
menguntungkan. Keterampilan sosial merupakan modal dasar penting untuk
kehidupan sukses dan menyenangkan di masa depan.
Sedangkan, pengertian anak usia dini adalah sosok individu yang sedang
menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi
kehidupan selanjutnya (Yuliani, 2013: 6). Anak usia dini berada pada rentang usia
0-8 tahun. Pada masa ini proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai
aspek sedang mengalami masa yang cepat dalam rentang perkembangan hidup
manusia. Proses pembelajaran sebagai bentuk perlakuan yang diberikan pada anak
harus memperhatikan karakteristik yang dimiliki setiap tahapan perkembangan
anak. Peningkatan perilaku sosial yang pesat terjadi ketika anak berada pada masa
kanak-kanak awal atau pra sekolah yang dikarenakan bertambahnya pengalaman
sosial anak. Oleh karenanya, sedini mungkin anak harus dilatih dan diberi
pembiasaan dan stimulasi yang tepat dan sesuai dengan segala aspek
perkembangannya sehingga ia tumbuh menjadi individu yang memiliki
kematangan dalam berfikir dan bertindak. Peningkatan perilaku sosial anak
bergantung pada tiga hal. Pertama, seberapa kuat keinginan anak untuk di terima
secara sosial; kedua pengetahuan mereka tentang cara memperbaiki perilaku; dan
ketiga, kemampuan intelektual yang semakin berkembang yang memungkinkan
pemahaman hubungan antara perilaku mereka dengan penerimaan sosial.
Keterampilan sosial merupakan bagian dari kompetensi sosial. Cavell
8
(Hurlock, 2004: 287) menyebutkan bahwa kompetensi sosial terdiri dari tiga
konstruk, yaitu penyesuaian sosial, performansi sosial, dan keterampilan sosial.
Kompetensi sosial itu sendiri adalah kemampuan seseorang untuk menjalin
hubungan secara diplomatis dengan orang lain, baik teman maupun orang yang
tidak dikenal. Penyesuaian sosial diartikan sebagai keberhasilan seseorang untuk
menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya
pada khususnya. Sedangkan performansi sosial adalah tingkah laku seseorang
(terutama tingkah laku yang dapat mengubah lingkungan) dalam menjalin
interaksi dengan orang lain, yang membuahkan suatu hasil dengan baik, seperti
kesediaan untuk membantu orang lain, meskipun mereka sendiri mengalami
kesulitan dan tidak terikat pada diri sendiri. Bagi seorang anak keterampilan dan
kompetensi sosial merupakan faktor yang penting untuk memulai dan memiliki
hubungan sosial yang positif. Anak yang tidak memiliki keterampilan sosial dan
dinilai oleh sebaya sebagai anak yang tidak memiliki kompetensi sosial, akan
kesulitan dalam memulai dan menjalin hubungan sosial yang positif dengan
lingkungannya, bahkan boleh jadi akan ditolak dan diabaikan dengan
lingkungannya.
Bagi seorang anak keterampilan dan kompetensi sosial merupakan faktor
yang penting untuk memulai dan memiliki hubungan sosial yang positif. Anak
yang tidak memiliki keterampilan sosial dan dinilai oleh sebaya sebagai anak
yang tidak memiliki kompetensi sosial, akan kesulitan dalam memulai dan
menjalin hubungan sosial yang positif dengan lingkungannya, bahkan boleh jadi
akan ditolak dan diabaikan dengan lingkungannya.
Kompetensi sosial dan tanggung jawab sosial harus dimiliki oleh anak
yang di dalamnya meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap sosial.
Sikap sosial meliputi kemampuan anak untuk dapat merasakan apa yang dirasakan
orang lain mengenai perasaa gembira, sedih, disukai, dibenci, marah dan cara
penggunaannya merupakan bagian dari sikap sosial. Demikian pula sikap suka
menolong, memperhatikan orang lain saat berbicara, memberi komentar yang baik
dan menyenangkan, memperhatikan nasihat orang tua merupakan bagian dari
sikap sosial. Anak yang menarik diri dari kegiatan kelompok dapat dikatakan
belum memiliki keterampilan sosial yang memadahi. Keterampilan sosial
9
merupakan bagian dari tugas perkembangan anak dan terbentuk dari proses
pembiasaan yang dilakukan ketika masa kanak-kanak. Keterampilan sosial
dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, faktor dari luar rumah dan pengalaman
awal yang diterima anak.
Beaty (Siska, 2011: 33) menambahkan bahwa keterampilan sosial sebagai
prosocial behavior meliputi perilaku yang berupa: (a) empati yang didalamnya
anak-anak mengekspresikan rasa haru dengan memberikan perhatian kepada
seseorang yang sedang tertekan karena suatu masalah dan mengungkapkan
perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak
menyadari perasaan yang dialami orang lain; (b) kemurahan hati atau
kedermawanan di dalamnya anak-anak berbagi dan memberikan suatu barang
miliknya pada seseorang; (c) kerjasama yang didalamnya anak-anak mengambil
giliran atau bergantian dan menuruti perintah secara sukarela tanpa menimbulkan
per- tengkaran; dan (d) memberi bantuan yang di dalamnya anak-anak membantu
seseorang untuk melengkapi suatu tugas dan membantu seseorang yang
membutuhkan.
Keterampilan sosial di dapat anak dalam proses belajar, Skinner dalam
Santrock (2002: 48) menyebutkan belajar sosial (social learning theory) sebagai
pandangan para pakar psikologi yang menekankan perilaku, lingkungan, dan
kognisi debagai faktor kunci dalam perkembangan. Bandura yakin anak belajar
dari mengamati apa yang dilakukan oleh orang lain. Melalui belajar mengamati
anak, secara kognitif, menampilakan perilaku orang lain dan kemudian
mengadopsi perilaku tersebut dalam dirinya.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan
sosial menjadi sangat penting untuk dikembangkan sedini mungkin. Hal ini
dikarenakan keterampilan sosial dipandang sebagai kemampuan seseorang untuk
dapat berinteraksi dengan orang lain dan berperilaku sesuai dengan norma di
masyarakat. Keterampilan sosial menjadi sebuah alat yang dapat membantu
seseorang dalam berkomunikasi, belajar, bertanya, meminta pertolongan,
mendapatkan keinginan mereka secara baik, dapat bergaul dengan orang lain,
menambah teman dan menciptakan hubungan yang sehat, melindunngi diri
sendiri, dapat berinteraksi dengan siapa saja yang mereka temui selama perjalanan
10
hidupnya.
2.2 Karakteristik Keterampilan Sosial Anak Usia Dini
Frazier dalam Sudarsih (2011: 15) mengungkaplkan bahwa :“ social
skills as the same as value are personal situation and relative” yang artinya
keterampilan sosial bersifat pribadi, situasional dan relative. Lebih lanjut Franzier
menguraikan keterampilan sosial sebagai: pertama: keterampilan sosial
mencerminkan karakteristik perilaku yang khas seseorang dalam berhubungan
dengan orang lain; kedua: keterampilan sosial ditampilkan sesuai dengan situasi
yang sedang dihadapinya, karena setiap situasi memerlukan keterampilan yang
berbeda tergantung denganmasalah yang dihadapinya; ketiga: keterampilan sosial
menunjukkan substansi yang berbeda antara seseorang individu dengan individu
yang lain. Keterampilan sosial tidak bersifat seragam, berbeda tolak ukurnya
tergantung dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
Goleman (1996: 159) mengatakan bahwa salah satu kunci kecakapan
sosial adalah seberapa baik atau buruk seseorang mengungkapakan perasaannya
sendiri. Lebih lanjut Paul Ekman (dalam Goleman, 1996) menggunakan istilah
tatakrama tampilan untuk konsensus sosial mengenai perasaan-perasaan mana
saja yang dapat diperlihatkan secara wajar pada saat yang tepat. Hal ini
dipengaruhi oleh budaya yang berlaku di masyarakat.
Orang yang terampil secara sosial cenderung menjadi orang yang percaya
diri. Mereka merasa umumnya baik tentang diri mereka sendiri. Sementara
mereka tahu bahwa mereka tidak sempurna, mereka merasa bahwa mereka “cukup
baik” dan layak dicintai dan dipedulikan orang lain. Selain itu orang yang terampil
secara sosial juga cenderung keluar dan positif tentang kehidupan. Mereka
mengambil inisiatif ketika bertemu dengan orang lain, dan membuat jelas melalui
sikap bahasa tubuh dan kata-kata bahwa sedang berada pada suasana hati yang
baik, atau setidaknya berkeinginan untuk mencari yang baik dalam situasi ketika
mereka sedang merasa dalm keadaan yang kurang
Namun demikian, menurut Schneider dkk (Santrock 2002: 60) agar
seseorang berhasil dalam interaksi sosial, maka secara umum dibutuhkan
beberapa keterampilan sosial yang terdiri dari pikiran, pengaturan emosi, dan
perilaku yang nampak, yaitu:
11
a. Memahami pikiran, emosi, dan tujuan orang lain
b. Menangkap dan mengolah informasi tentang partner sosial serta
lingkungan pergaulan yang potensial menimbulkan terjadinya interaksi.
c. Menggunakan berbagai cara yang digunakan untuk memulai pembicaraan
atau interaksi dengan orang lain, memeliharanya, dan mengakhirinya
dengan cara yang positif.
d. Memahami konsekuensi dari sebuah tindakan sosial, baik bagi diri sendiri
maupun bagi orang lain atau target tindakan tersebut.
e. Membuat penilaian moral yang matang yang dapat mengarahkan tindakan
sosial.
f. Bersikap sungguh-sungguh dan memperhatikan kepentingan orang lain.
g. Mengekspresikan emosi positif dan menghambat emosi negatif secara
tepat.
h. Menekan perilaku negatif yang disebabkan karena adanya pikiran dan
perasaan negatif tentang partner sosial.
i. Berkomunikasi secara verbal dan non verbal agar partner sosial
memahaminya.
j. Memperhatikan usaha komunikasi orang lain dan memiliki kemauan untuk
memenuhi permintaan partner sosial.
12
dapat memperkirakan kejadian-kejadian yang mungkin akan terjadi dan
dampak perilakunya pada situasi sosial tertentu.
3. Perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis
Merupakan perilaku atau keterampilan sosial yang dapat mendukung
prestasi belajar di sekolah, misalnya mendengarkan saat guru
menerangkan pelajaran, mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik,
melakukan apa yang diminta oleh guru, dan semua perilaku yang
mengikuti aturan kelas.
4. Peer Acceptance
Merupakan perilaku yang berhubungan dengan penerimaan sebaya,
misalnya memberikan salam, memberi dan menerima informasi, mengajak
teman terlibat dalam suatu aktivitas, dan dapat menangkap dengan tepat
emosi orang lain.
5. Keterampilan Komunikasi
Keterampilan komunikasi merupakan salah satu keterampilan yang
digunakan untuk menjalin hubungan sosial yang baik. Kemampuan anak
dalam berkomunikasi dapat dilihat dari beberapa bentuk, antara lain
menjadi pendengar yang responsif, mempertahankan perhatian dalam
pembicaraan, dan memberikan umpan balik terhadap kawan bicara.
13
anak yang memiliki tempramen cenderung lebih agresif dan impulsif sehingga
sering ditolak oleh teman sebaya. Kondisi ini menyebabkan kesempatan
mereka untuk berinteraksi dengan teman sebaya berkurang, padahal interaksi
merupakan media yang penting dalam proses belajar keterampilan sosial.
Perkembangan keterampilan sosial juga dipengaruhi oleh kemampuan
sosial kognitifnya yaitu kemampuan memproses semua informasi yang ada
dalam proses sosial. Kemampuan ini antara lain adalah kemampuan mengenali
isyarat sosial, menginterpretasi isyarat sosial dengan cara yang tepat dan
bermakna, mengevaliasi konsekuensi dari beberapa kemungkinan respon serta
memilih respon yang akan dilakukan. Semakin baik keterampilan memproses
informasi sosial anak, maka akan semakin mudah baginya untuk
membangun hubungan sportif dengan orang lain, yang berarti akan
menambah luas jaringan sosial sebagai media pengembangan keterampilan
sosialnya.
14
Keterampilan sosial anak terutama dipengaruhi oleh proses
sosialisasinya dengan orang tua yang mulai terjalin sejak awal kelahiran.
Melalui proses sosialisasi ini, orang tua mereka menjamin bahwa anak mereka
memiliki standar perilaku, sikap, keterampilan, dan motif-motif yang
sedapat mungkin sesuai dengan yang diinginkan atau tepat dengan
perannya di masyarakat. Lebih jauh, mereka yakin bahwa anak yang dapat
melakukan penyesuaian diri yang baik akan memiliki dasar untuk diterima
dengan baik oleh teman-teman sebayanya, kondisi ini akan menghasilkan pola
perilaku dan sikap yang akan membuka peluang bagi terciptanya perkawinan
yang bahagia dan batu loncatan untuk meraih keberhasilan dalam dunia kerja,
yang selanjutnya akan menimbulkan mobilitas sosial ke atas. Pemberian
kesempatan pada anak untuk menjalin hubungan dengan teman sebaya ini
merupakan media bagi anak untuk mencoba dan mengembangkan
keterampilan sosial yang telah didapatnya dari orang tua. Adanya pengawasan
orang tua dapat memastikan bahwa anak tetap menginternalisasikan nilai-nilai
yang disosialisasikannya.
Ketika dewasa anak akan dituntut untuk dapat bertindak dan berperilaku
yang sesuai dengan norma yang beraku di dalam kehidupan bermasyarakat.
Keberhasilan dalam melakukan interaksi sosial ditentukan oleh banyak faktor
yang berhubungan dengan diri seseorang dan respon yang diberikan oleh orang
lain. Dalam perkembangannya untuk dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan
sosial dan menjadi pribadi yang dapat bermasyarakat terdapat empat faktor
penentu yang dikemukakan oleh Hurlock (1978: 251-252), yaitu:
Pertama, kesempatan yang penuh untuk sosialisasi adalah penting karena
anak-anak tidak dapat belajar hidup bermasyarakat dengan orang lain jika
sebagian besar waktu mereka dipergunakan seorang diri.
Kedua, dalam keadaan bersama-sama anak-anak tidak hanya harus mampu
berkomunikasi dalam kata-kata yang dapat dimengerti orang lain, tetapi
juga harus mampu berbicara tantang topik yang dapat dipahami dan
menarik bagi orang lain.
Ketiga, anak akan belajar sosialisasi hanya apabila mereka mempunyai
15
motivasi untuk melakukannya. Motivasi sebagian besar bergantung pada
tingkat kepuasan yang dapat diberikan oleh aktivitas sosial terhadap anak.
Keempat, metode belajar yang efektif dengan bimbingan adalah parenting.
Anak mempelajari beberapa pola perilaku yang penting bagi penyesuaian
sosial yang baik, meniru orang yang dijadikan tujuan identifikasi dirinya.
16
pada beberapa kondisi dan situasi juga menyebabkan anak memiliki defisit
dalam keterampilan sosial.
4. Lack of reinforcement.
Kurangnya faktor penguat (reinforcement) dari lingkungan untuk
menampilkan perilaku yang diharapkan juga salah satu faktor yang dapat
bnerkontribusi dalam defisit keterampilan sosial seorang anak. Oleh
karena itu, reinforcement sosial seperti pujian dan juga acungan jempol
sangat penting dilakukan bila anak menampilkan perilaku yang
diharapkan.
5. Interfering problem behavior
Faktor terakhir yang dapat berkontribusi terhadap defisit di dalam
keterampilan sosial anak adalah adanya masalah perilaku yang dimiliki
oleh anak. Misalnya: faktor eksternal (bertengkar, temper tantrum), faktor
internal (kecemasan, depresi, dan self-esteem rendah), dan masalah
hiperaktifitas.
McFall dan Spence (dalam Spence, 2003: 84) berpendapat bahwa “Social
skills represent the ability to perform those behaviours that are important in
enabling a person to achieve social competence” yang artinya keterampilan sosial
menggambarkan kemampuan yang menunjukan perilaku yang penting dimiliki
seseorang untuk mencapai kompetensi sosial.
Kemampuan sosial meliputi respon verbal dan non-verbal yang
mempengaruhi pemahaman dan respon dari orang lain dalam interaksi sosial.
Penting bagi seseorang untuk dapat mengatur kuantitas dan kualitas respon non-
verbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, postur, dan gerak tubuh sesuai dengan
kondisi sosial. Tidak jauh berbeda, kualitas verbal seperti nada suara, volume,
kecepatan dan kejelasan dalam berbicara berpengaruh pada kesan yang kita
berikan kepada orang lain dan reaksi mereka kepada kita. Sebagian aspek kecil
dari keterampilan sosial ini sangat penting dalam menentukan kesuksesan
interaksi sosial.
Anak merupakan individu yang unik, mereka berbeda meskipun kembar
sekalipun. Beberapa anak akan memiliki keterampilan sosial yang lemah dan
17
beberapa memiliki keterampilan sosial yang baik. Santrock (2002: 94)
menyebutkan beberapa strategi yang baik untuk menigkatkan keterampilan sosial
anak-anak, antara lain:
1) Bantu anak yang ditolak untuk belajar mendengarkan rekan sebaya dan
mendengarkan apa yang mereka katakan daripada mencoba untuk
mendominasi rekan-rekannya.
2) Bantu anak yang terabaikan menarik perhatian dari rekan sebaya dengan
cara positif dan terus mendapatkan perhatian mereka.
3) Tunjang anak-anak yang rendah dalam keterampilan sosial dengan
pengetahuan mengenai bagaimana meningkatkan keterampilan ini.
4) Baca dan diskusikan buku yang sesuai dengan topik hubungan sebaya
dengan siswa, dan menyusun permainan dan kegiatan yang mendukung.
Tanyakan kepada siswa pertanyaan mengenai cara bagaimana karakter
dalam buku harus berinteraksi terhadap berbagai situasi.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
keterampilan sosial adalah kemampuan atau kecakapan untuk hidup
bermasyarakat. Hal ini berarti bahwa keterampilan sosial merupakan kemampuan
yang dimiliki siswa untuk menempatkan diri dan mengambil peran yang sesuai di
lingkungannya. Keterampilan sosial cukup erat kaitannya dengan berbagai
kemampuan lainnya seperti menjalin kerjasama dalam kelompok, berinteraksi
dengan sebayanya, bergabung dalam kelompok, menjalin pertemanan baru,
menangani konflik, dan belajar bekerja sama. Kurangnya keterampilan sosial akan
berdampak pada rendahnya prestasi akademik siswa tersebut, cenderung kesepian
dan menampakkan self-esteem yang rendah, dan ada kemungkinan akan dropt-out
dari sekolah.
Peningkatan perilaku sosial yang pesat terjadi ketika anak berada pada
masa kanak-kanak awal atau pra sekolah yang dikarenakan bertambahnya
pengalaman sosial anak. Oleh karenanya, sedini mungkin anak harus dilatih dan
diberi pembiasaan dan stimulasi yang tepat dan sesuai dengan segala aspek
perkembangannya sehingga ia tumbuh menjadi individu yang memiliki
kematangan dalam berfikir dan bertindak. Peningkatan perilaku sosial anak
bergantung pada tiga hal. Pertama, seberapa kuat keinginan anak untuk di terima
secara sosial; kedua pengetahuan mereka tentang cara memperbaiki perilaku; dan
ketiga, kemampuan intelektual yang semakin berkembang yang memungkinkan
pemahaman hubungan antara perilaku mereka dengan penerimaan sosial.
Keterampilan sosial bukanlah kemampuan yang dibawa individu sejak
lahir tetapi diperoleh melalui proses belajar, baik belajar dari orang tua sebagai
figur paling dekat dengan anak maupun belajar dari teman sebaya dan lingkungan
masyarakat. Bagi seorang anak keterampilan dan kompetensi sosial merupakan
faktor yang penting untuk memulai dan memiliki hubungan sosial yang positif.
Anak yang tidak memiliki keterampilan sosial dan dinilai oleh sebaya sebagai
anak yang tidak memiliki kompetensi sosial, akan kesulitan dalam memulai dan
menjalin hubungan sosial yang positif dengan lingkungannya, bahkan boleh jadi
19
akan ditolak dan diabaikan dengan lingkungannya.
Elksin & Elksin (dalam Adiyanti, 1999: 7) mengidentifikasikan
keterampilan sosial dalam beberapa ciri, yaitu:
1. Perilaku interpersonal
2. Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri
3. Perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis
4. Peer Acceptance
5. Keterampilan Komunikasi
20