UNIVERSITAS
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
PALEMBANG
2018
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, kami panjatkan kepada Allah SWT dan solawat serta salam
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul “Kurikulum Montessori dan Hellen
Parkhurst”. Makalah ini kami susun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Telaah Kurikulum.
Kami menyadari bahwa tanpa dukungan dan perhatian serta bimbingan baik dari
pembimbing, keluarga, dan teman-teman sekalian penyusunan makalah tidak dapat berjalan
dengan baik. Maka dari itu, dengan setulus hati kami berterima kasih kepada pihak – pihak yang
telah memberikan dukungan dan bimbingan kepada tim penyusun makalah yang berjudul
“Kurikulum Montessori dan Hellen Parkhurst”.
Akhir kata kami sebagai tim penyusun menyadari bahwa makalah yang berjudul
“Kurikulum Montessori dan Hellen Parkhurst” ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami
memohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan pada penyusunan makalah ini.
Penulis sangat berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan
pendidikan kita semua. Untuk kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan
dalam rangka perbaikan makalah ini.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………….. i
Daftar Isi………………………………………………………………..…. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan............................................................................. 3
1.3 Rumusan Masalah............................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pandangan Pendidikan Montessori………………............................. 5
2.1.1 Riwayat Hidup Montessori..................................................... 5
2.1.2 Pendidikan Montessori............................................................ 6
2.1.3 Pandangan Montessori........................................................... 10
2.2 Implementasi Pendidikan Montessori.................................................. 17
2.2.1 Area-Area Dasar..................................................................... 17
2.2.2 Karakteristik Kelas Montessori.............................................. 19
2.3.2 Peranan Guru Montessori....................................................... 19
2.3 Pandangan Pendidikan Hellen Parkhurst............................................ 20
2.3.1 Sejarah Singkat Hellen Parkhurst......................................... 20
2.3.2 Pandangan Hellen Parkhurst................................................. 20
2.4 Implementasi Pendidikan Hellen Parkhurst........................................ 21
2.4.1Karakteristik Kelas Hellen Parkhurst..................................... 21
2.4.2 Tugas Pendidik…………….................................................... 21
2.4.2 Bahan dan Tugas Belajar…………...................................... 22
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Kurikulum dalam dunia PAUD yang dikutip dalam Ahmad Mushlih (2018) dapat
diartikan sebagai seperangakat bahan ajar yang mencakup tujuan, isi dan bahan belajar,
1
Dadan Suryana, Pendidikan Anak Usia Dini Stimulasi dan Aspek Perkembangan, (Kencana, Jakarta,
2016), Hlm. 354
2
Ahmad Mushlih dkk, Analisis Kebijakan PAUD Mengungkap Isu-Isu Menarik Seputar AUD, (Mangku
Bumi, Jawa Tengah, 2018), Hlm. 216-217
khususnya pada siswa usia dini (0-6 tahun) untuk mencapai tumbuh kembang secara optimal.
Kurikulum PAUD dibutuhkan dalam rangka memenuhi kebutuhan perkembangan (standard
perfomence) anak pada segala aspek perkembangan sehingga dapat membantu menyiapkan anak
beradaptasi secara kreatif dengan limgkungan masa kini dan masa depan kehidupannya. 3
Bredekamp, Copple, dan Wiliam dalam Yuliani Nuraini Sujiono (2013) menyakini bahwa
pengembangan kurikulum berhubungan dengan mutu program pembelajaran secara keseluruhan.
Ketiganya setuju dengan asumsi bahwa dalam pengembangan kurikulum anak usia dini harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Kurikulum harus berfokus pada keseluruhan perkembangan anak dan dibuat secara
terprogram dengan mengintegrasikan emua bidang pengembangan.
2. Guru sebagai pengembang kurikulum harus memiliki pemahaman yang memadai tentang
teori perkembangan dan teori belajar.
3. Anak adalah pembelajar aktif, sehingga pendekatan yang paling tepat dalam
pembelajaran anak usia dini adalah melalui kegiatan bermain.
4. Kurikulum haruslah merefleksikan peranan konteks sosial dan budaya sesuai dengan
tahapan perkembangan anak.
3
Trianto, Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik Bagi Anak Usia Dini TK/RA & Anak Kelas Awal
SD/MI, (Kencana, Jakarta, 2011), Hlm. 8
4
Yuliani Nuraini Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Indeks, Jakarta, 2013), Hlm.200
pendidikan yang dipakai suatu lembaga pendidikan akan mempengaruhi perancangan kurikulum
lembaga tersebut. Model pendidikan anak usia dini yang sering digunakan adalah model
pendidikan Montessori. Hal ini karena pendidikan Montessori memiliki program yang
berkualitas bagi anak seperti kelas yang teratur, terarah, dan tenang dimana anak sebagai pusat
proses pembelajaran.5 Selain Montessori, ada model pendidikan dari Hellen Parkhurst yaitu
Laboratory Plan. Dalam kondisi ini Parkhurst mengibaratkan kelasnya seperti laboratorium
anak-anak, sehingga ia menamakannya ‘Laboratory Plan’. Model pendidikan yang dipelopori
oleh Montessori maupun Hellen Parkhurst memiliki program pendidikan yang memperhatikan
perbedaan individu, sehingga sangat cocok diimplementasikan dalam kurikulum pendidikan anak
usia dini.
BAB II
PEMBAHASAN
5
George S. Morrison. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Terj. Suci Romadhona & Apri Widiastuti.
(PT. Indeks, Jakarta, 2012), Hlm. 110
2.1 Pandangan Pendidikan Montessori
2.1.1 Riwayat Hidup Montessori
Maria Montessori lahir di Italia pada tahun 1870 di kota Chiaravalle. Maria Montessori
adalah anak satu-satunya dari keluarga kelas menengah. sebagai anak muda, dia mempunyai
minat dan bakat yang besar pada sains, orang tuanya mengirimkannya ke Roma untuk belajar
agar Maria memperoleh kelebihan-kelebihan pendidikan sebuah kota besar. Meski orang tuanya
ingin Maria menjadi guru, dia justru memutuskan untuk menekuni bidang kedokteran. Pada
tahun 1896, dia menjadi wanita pertama di Italia yang mendapatkan gelar Doctor of Medicine.
Setelah lulus dari sekolah kedokteran, Maria bekerja di klinik psikiatrik Universitas Roma dan
pekerjaannya yang berhubungan dengan masalah cacat mental ini sangat membantunya dalam
menuangkan gagasan-gagasan pendidikan pada masa-masa yang akan datang. Maria Montessori
memiliki ketertarikan besar pada bidang reformasi sosial, ditambah juga ia seorang dokter anak,
dia menjadi agak sensitif pada keadaan buruk anak-anak yang dikurung tanpa kegiatan apapun
dan tanpa stimulasi sensori apapun. Maria Montessori yakin bahwa anak-anak tersebut bukannya
tidak berguna, hanya saja otak mereka tidak pernah distimulasi.6
Pada tahun 1899 Montessori terlibat dalam pendirian sekolah Orthoprenich di Roma,
bersama koleganya ia melatih guru-guru dengan metode spesial, untuk mengamati dan mendidik
anak dengan keterbelakangan mental. Pada tahun 1901 Maria Montessori berhenti bekerja
disekolah Orthoprenich untuk belajar lebih lanjut tentang antropologi, psikologi dan filosofi
pendidikan di universitas Roma. Sambil belajar dan menyiapkan dirinya dalam karier di bidang
pendidikan, Montessori bertemu dengan orang yang paling berpengaruh bagi hidupnya yaitu
Friedrich Froebel. Dan, pada tahun 1904 Montessori ditunjuk sebagai professor dari Pedagogi
Antropologi di Universitas Roma. Kemudian, pada tahun 1906, Montesori diminta untuk
mengorganisasi sekolah usia dini yang dibangun di daerah kumuh dan program pembangunan
kembali perumahan. Pada tahun 1909, sebagai hasil minatnya yang besar terhadap Casa dei
Bambini, Maria Montessori menerbitkan Scientific Pedagogy as Applied to Child Education in
the Children's Houses. Karyanya ini menarik perhatian masyarakat dan orang-orang Amerika
yang pertama memberikan tanggapan. Pada awal abad ke-20 Montessori ditunjuk menjadi
pemilik sekolah oleh pemerintah Italia, namun tidak berlangsung lama. Ia lalu menghabiskan
6
Lesley Britton, Monteseri Play and Learn, Terj. Ade Kumalasari, (PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta,
2017), Hlm. 2-3
waktunya di Institut Pelatihan Guru Barcelona, Spanyol. Lalu, ia meninggalkan Spanyol pada
tahun 1930-an dan metap di Belanda.7
Pada tahun 1939 Montessori menetap di India selama perang di Inggris dan mulai
membangun pergerakan pendidikannya, dan hasilnya berbuah manis, kini India menjadi pusat
pendidikan Montessori yang berkualitas. Kemudian, ia kembali ke Inggris pada tahun 1946 dan
mulai menghidupkan lagi pergerakan pendidikannya disana. Lalu, ia meninggal dunia di Belanda
pada tahun 1952.8
4) sensitif pada aspek sosial kehidupan (sensitivity to the social aspects of life)
Diantara usia 2-3 tahun, anak sadar bahwa ia merupakan bagian dari
kelompok. Anak mulai menunjukkan interaksi yang intensif dengan teman
lainnya dan mulai bermain bersama dengan permainan kelompok. Montessori
percaya bahwa hal itu bukanlah perintah tetapi datang secara spontan dari
dalam dirinya. Pada tahap ini anak-anak mulai memahami tingkah laku sosial
orang dewasa dan berangsur-angsur mendapatkan norma sosial di dalam
kelompoknya
6) sensitif pada belajar melalui indra (sensitivity to learning through the sense)
Sejak kelahirannya, anak mendapatkan rangsangan dari lingkungan
sekitarnya melalui semua indera ke dalam pikiran yang mennyerap. Anak
memerlukan kebebasan untuk mengoptimalkan semua indera. Sebagai
perkembangan terbaik pada anak di kemudian hari, Maria Montessori
menyarankan bahwa bayi harus dekat dengan perhatian orang dewasa untuknya
jadi dia (bayi) dapat melihat dan mendengar apapun yang terjadi disekitarnya.
Ketika dia secepatnya dia dapat bergerak-merangkak atau berjalan dia
membutuhkan banyak kebebasan supaya dapat mengeksplorasi. Ini mungkin
adalah ide yang sangat sulit diterima oleh para orangtua, tetapi cobalah untuk
melakukan jika kamu bisa, jika kamu mencegah eksplorasi sensor ini dengan
tetap mengatakan “tidak” dan membatasi bayimu atau batita (1-4/toodler)
dalam bermain pena atau menahannya di kursi dalam waktu yang lama, itu
akan menekan pembelajarannya.
11
George S. Morrison. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Terj. Suci Romadhona & Apri Widiastuti.
(PT. Indeks, Jakarta, 2012), Hlm. 111-115
Materi Akademik untuk Pengajaran Menulis, Membaca, dan Matematika
Tipe ketiga materi Montessori adalah akademik, yang dirancang secra khususuntuk
mndorong kemampuan menulis, membaca dan matematika. Latihan menggunakan materi ini,
disajikan secara berurutan yang mendukung menulis sebagai basis pembelajaran membaca.
Membaca muncul setelah menulis, kedua proses ini dikenalkan secara bertahap, sehingga
mereka tidak menyadari belajar menulis dan membaca sampai mereka menyadari sendiri
sedang menulis dan membaca. Montessori yakin bahwa anak siap menulis pada usia 4 tahun,
sehingga lazim di kelas Montessori, anak yang berusia 4-5 tahun dapat membaca dan menulis.
Materi Matematika Montessori berjalan dari konsep yang nyata ke abstrak yang muncul
sebagai cara memecahkan masalah kehidupan sehari-hari.
14
Yuliani Nuraini Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Indeks, Jakarta, 2013), Hlm.110
Walaupun setiap anak mempunyai tempo dan irama perkembangan, kegiatan
pembelajaran tetap memberikan kesempatan untuk berinteraksi, bersosialisasi, dan bekerja sama
dengan anak yang lain dalam mengerjakan suatu tugas tertentu. Menurut Parkhurst dalam
pembelajaran tidak hanya mementingkan aspek pengembangan individu tetapi juga
mengembangkan aspek sosial anak didik. Untuk itu bentuk pembelajaran harus merupakan
bentuk keterpaduan antara bentuk klasikal dan bentuk kegiatan individual. Kemandirian anak
dalam mengerjakan tugas hanya dapat dilakukan bila setiap anak ditumbuhkan oto aktivitasnya.
Pada setiap sentra bahan alam misalnya memiliki bahan seperti air, lumpur, pasir, tanah
liat, tanaman, krayon, cat air. Sedangkan, pada sentra balok disiapkan bahan-bahan seperti balok
berwarna, balok berongga, puzzle. Demikian juga sentra persiapan terdiri atas alat
pengembangan bahasa, misalnya buku cerita, map, bola dunia (globe), poster.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
15
Yuliani Nuraini Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Indeks, Jakarta, 2013), Hlm.112
Metode pendidikan Montessori menekankan pentingnya kebebasan. Karena dalam
nuansa atau iklim yang bebaslah anak dapat menunjukkan dirinya. Tugas orang dewasa adalah
bertanggung jawab dalam membantu perkembangan fisik mereka, oleh karena itu dalam setiap
aktivitasnya harus disediakan ruang yang bebas dan terbuka. Struktur dan keteraturan alam
semesta harus tercermin dalam lingkungan kelas Montessori. Lingkungan pendidikan Montessori
didasarkan pada prinsip realistis dan kealamian. Lingkungan Montessori harus sederhana. Semua
yang ada didalamnya harus memiliki desain dan kualitas yang baik. Tema warna harus
menunjukkan kegembiraan. Nuansa ruangan harus terkesan santai dan hangat sehingga
mengundang anak untuk bebas berpartisipasi aktif dalam pembelajaran di kelas.
Montessori mengidentifikasikan bahwa anak memeiliki karakteristik universal yang
menjadi ciri khas setiap anak. Karakateristik inilah yang secara bersama-sama membentuk
sebuah inti dari penerapan metode Montessori, yaitu:
Semua anak memiliki pikiran yang mudah menyerap
Semua anak melewati periode sensitif
Semua anak ingin belajar
Semua anak belajar melalui bermain atau melakukan sesuatu
Semua anak melewati tahapan perkembangan
Semua anak ingin menjadi mandiri
Melakukan aktivitas harian sederhana ini sejalan dengan kebutuhan anak untuk menadiri
dan karenanya, dia menikmati saat berkonsentrasi pada tugas tersebut. Ketika aktivitas
“kehidupan praktis” diajarkan di kelas TK, tingkah laku anak-anak berubah drastis. Di Taman
kanak-kanak, Montessori mengembangkan sebuah kurikulum yang disebut Exercises of
Practical Life.
Parkhurst mengungkapkan bahwa kegiatan pembelajaran harus disesuaikan dengan sifat
dan keadaan individu yang mempunyai tempo irama perkembangan masing-masing. Bahan
pembelajaran dan cara guru membelajarkan harus mengikuti tempo dan perkembangan anak.
Kegiatan pembelajaran memberikan kesempatan untuk berinteraksi, bersosialisasi, dan bekerja
sama dengan anak yang lain dalam mengerjakan suatu tugas tertentu.
Pembelajaran tidak hanya mementingkan aspek pengembangan individu tetapi juga
mengembangkan aspek sosial anak didik. Untuk itu bentuk pembelajaran harus merupakan
bentuk keterpaduan antara bentuk klasikal dan bentuk kegiatan individual. Kemandirian anak
dalam mengerjakan tugas hanya dapat dilakukan bila setiap anak ditumbuhkan oto aktivitasnya.
Kelas Hellen Parkhurst memiliki ruang kelas yang luas untuk memberikan pembelajaran
klasikal. Ruangan kelas ini dapat dibagi menjadi kelas-kelas kecil, yang disebut dengan sentra
atau vak. Desain tersebut menunjukkan pelayanan seimbang antara bentuk pembelajaran klasikal
dan individual. Setiap guru haruslah seorang ahli yang menguasai dan mencintai vak bidang
studi masing-masing. Setiap guru harus memiliki kompetensi dalam memberi penjelasan secara
umum pada anak-anak yang mengunjungi vak bidang studinya sesuai dengan topik/pokok
bahasan yang akan dipelajari anak. Bahan pembelajaran disetiap sentra/vak secara umum terdiri
dari bahan pembelajaran minimal dan bahan pembelajaran tambahan.
DAFTAR PUSTAKA
Britton, Lesley. 2017. Monteseri Play and Learn, Terj. Ade Kumalasari, Yogyakarta: PT.
Bentang Pustaka.
Morrison, George S. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Terj. Suci Romadhona & Apri
Widiastuti. Jakarta: Indeks.
Mushlih, Ahmad dkk. 2018. Analisis Kebijakan PAUD Mengungkap Isu-Isu Menarik Seputar
AUD. Jawa Tengah: Mangku Bumi.
Roopnarine, Jaipul L. & James E. Johnson. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini: Dalam Berbagai
Pendekatan, Terj. Sari Narulita. Jakarta: Prenadamedia Grup.
Sujiono, Yuliani Nuraini. 2013. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks.
Suryana, Dadan. 2016. Pendidikan Anak Usia Dini Stimulasi dan Aspek Perkembangan. Jakarta:
Kencana.
Trianto. Desain 2011. Pengembangan Pembelajaran Tematik Bagi Anak Usia Dini TK/RA &
Anak Kelas Awal SD/MI. Jakarta: Kencana.