Anda di halaman 1dari 6

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Daging merupakan bagian yang tersusun oleh serat-serat sejajar
otot dengan jumlah yang sangat besar dan melekat pada tulang manusia
dan hewan. Daging dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu daging
golongan merah dan daging golongan putih. Daging golongan putih
merupakan daging yang memiliki serat-serat sejajar otot yang lebih empuk
dibandingkan dengan daging golongan merah, contoh daging golongan
putih yaitu Ayam, Angsa, Ikan (Tidak semua ikan memiliki daging
golongan putih masih ada ikan memiliki daging golongan merah yaitu
Ikan Salmon), Kalkun dan lain-lain. Daging golongan merah merupakan
daging yang memiliki serat-serat sejajar otot yang lebih alot dibandingkan
dengan daging golongan putih, contoh daging golongan merah yaitu Babi,
Domba, Kambing. Kerbau, Kuda, Sapi dan lain-lain. Kealotan dalam
daging merupakan pemendekan serat-serat sejajar otot pada saat proses
rigormortis sebagai akibat pemotongan daging ternak. Proses rigormortis
merupakan proses awal atau pasca penyembelehan ternak. Jaringan otot
yang menjelang proses rigormortis ini akan menghasilkan daging dengan
panjang jaringan otot sarkomer yang pendek sehingga daging menjadi alot.
Panjang sarkomer yang pendek merupakan bagian yang mengalami
pemendekan serat-serat sejajar otot dalam daging.
Serat-serat sejajar otot dalam daging merupakan bagian yang
terpenting dalam daging yang tersusun dari jaringan ikat dan miofibril.
Miofibril merupakan serat-serat komponen penyusun jaringan otot yang
terdiri dari atas Protein aktin dan miosin. Miosin merupakan dua
konstituen protein utama yang bertanggung jawab untuk kontraksi
miofibril. Kontraksi dalam sel-sel miosin diatur pada filamen panjang yang
disebut filamen tebal yang terletak sejajar dengan filamen mikro dari
aktin. Filamen mikro dari aktin merupakan bagian dari sel sitoskeleton
yang berupa batang padat berdiameter 7 nm dan tersusun dibawah filamen
tebal miosin sehingga kontraksi antara filamen tebal miosin dan filamen
mikro dari aktin jika kedua filamen tersebut bertemu atau sejajar lurus
maka pembentukan miosin dalam miofibril akan menjadikan daging
menjadi alot. Protein aktin merupakan sebuah ikatan penyusun miofibril
yang lebih penting dalam mempertahankan bentuk sel-sel pada miofibril.
Selain miofibril adapula penyusun dalam daging yaitu jaringan ikat.
Jaringan ikat dalam daging merupakan jumlah jaringan otot yang
berikatan secara langsung berhubungan dengan jumlah jaringan ikat
penyusun dalam daging yang lebih banyak dari pada jaringan penyusun
dalam daging yaitu miofibril yang lebih sedikit, jaringan ikat memiliki dua
jenis penyusunnya dalam daging yaitu kalogen dan elastin. Kalogen

1
merupakan golongan jaringan ikat berwarna putih protein yang dihidrolisis
menjadi gelatin, sehingga kalogen sangat berpengaruh terhadap penyusun
jaringan ikat dalam daging yang membuat daging menjadi alot. Sedangkan
elastin merupakan komponen yang berwarna kuning, tidak dapat
terdegradasi oleh panas akan tetapi kehadiranya tidak mempengaruhi
kualitas daging karena biasanya hanya ada dalam jumlah yang kecil.
Adapun serabut retikulin, banyak mengandung protein retikulin yang
mempunyai karakteristik mirip kolagen tetapi tidak terhidrolisa oleh panas,
banyak terdapat dalam dinding sel (serabut otot) membantu kalogen untuk
menyusun jaringan ikat yang menjadikan daging menjadi alot yang
mempengaruh kualitas dari daging.
Kualitas daging yang unggul merupakan hasil dari berbagai faktor
jenis ternak dan golongan daging, kealotan daging, sel-sel jaringan otot.
Dan masih ada faktor yang mempengaruhi kualitas daging yaitu faktor
umur hewan dan jenis kelamin. Qomarudin,(2003),. menyatakan faktor
jenis kelamin merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas daging yang
unggul dilihat dari jenis kelamin ternak itu sendiri, contoh faktor jenis
kelamin ternak yaitu sapi jantan dan betina. Sapi jantan merupakan sapi
yang banyak bekerja sehingga otot-otot dalam daging bekerja sehingga
daging dalam sapi jantan lebih alot dibandingkan dengan sapi betina. Sapi
betina merupakan sapi yang biasanya sebagai penghasil susu dan banyak
beristirahat sehingga daging dalam sapi betina tidak terlalu memiliki
struktur yang padat kuat. Sedangkan faktor umur merupakan faktor yang
mempengaruhi kualitas daging yang unggul dilihat dari umur ternak itu
sendiri, contoh faktor umur ternak yaitu sapi muda yang berumur 9-30
bulan ini memiliki daging yang empuk dan sapi tetua yang berumur diatas
30 bulan sampai 120 bulan ini memiliki daging yang alot. Selain faktor
diatas adapula faktor yang mempengaruhi kualitas daging yang unggul
yaitu metode pengolahan (enzim, asam, penyimpanan terhadap suhu) dan
keempukan. Keempukan daging terjadi karena adanya proses degradasi
protein atau pemutusan sarkomer dalam daging. pemutusan sarkomer
dalam daging merupakan pemutusan sel-sel miofibril dan jaringan ikat
pada jaringan otot dalam daging sehingga tekstur daging menjadi empuk.
(Sofia Erni, 2003)., menyatakan pada penelitiannya tentang keempukan
daging, selain pemutusan sel-sel miofibril yang lebih utama menjadikan
daging empuk yaitu pemecahan kalogen dalam jaringan ikat. Pemecahan
kalogen terjadi pada saat suhu masak rendah yang terjadi secara perlahan
pada suhu 1020F (390C) , dan struktur tiga rangkap spiral kolagen
pembentuknya mulai putus pada suhu 1490F (650C), dalam jaringan ikat
merupakan hasil hidrolisa oleh panas, sehingga daging terlihat lebih
empuk setelah proses pemasakan karena jaringan ikat telah menyusut.
konversi ke gelatin terjadi setelah temperatur mencapai 2120F (1000C)

2
untuk jangka waktu lama. jika suhu lebih tinggi, seperti dalam tekanan
pemasakan (240-2570F (115-1250C)), konversi ke gelatin terjadi dengan
cepat terhadap kekuatan kolagen yang didenaturasi tergantung pada
pengurang jumlah dari silangnya. Pengurangan jumlah dari silangnya
merupakan proses untuk mengurangi jumlah kolagen yang dapat
dilarutkan kedalam gelatin selama pemanasan, digunakan untuk
mengurangi jumlah silang dalam kolagen meningkatkan kelarutan kolagen
menjadi berkurang dan menyebabkan daging menjadi empuk. Keempukan
dapat dihasilkan dengan metode pengolahannya.
Metode pengolahan untuk mendapatkan keempukan daging yaitu
enzim, asam, garam dan lain-lain. Metode pengolahan menggunakan
garam merupakan metode dimana menggunakan garam untuk
mempengaruhi keempukan daging dengan merenggangkan kolagen yang
merupakan jaringan ikat menjadi bentuk yang lebih empuk. Sedangkan
metode pengolahan menggunakan asam merupakan memecah ikatan
protein miofibril sehingga terjadi pengeluaran air dan perubahan pH, kadar
air serta nilai susut masak (Tarigan Andi, 2004)., menyatakan bahwa
penelitiannya pengaruh penggunaan asam terhadap daging sebagai
pemecah ikatan protein miofibril menjadikan daging empuk dikarenakan
nilai susut masak daging. selain metode pengolahan menggunakan garam
dan asam dapat dilakukan dengan metode menggunakan enzim.
Enzim merupakan biomelekul berupa protein yang berfungsi
sebagai katalisator atau sebagai proses degradasi protein. secara umum
enzim yang digunakan dalam metode pengolahan daging oleh masyarakat,
masyarakat sering menggunakan enzim dari tanaman yaitu dari tanaman
biduri, getah pepaya (Enzim papain), Nanas (Enzim Bromelin), dan lain-
lain. Tanaman biduri , getah pepaya dan nanas ini merupakan tanaman
yang memiliki enzim protease. Enzim protease merupakan proses enzim
yang dapat memisahkan atau pemecahan sel-sel dari pembentuknya. Enzim
protease ini merupakan komposisi untuk memisahkan atau pemecahan sel-
sel protein miofibril dan protein jaringan ikat pada pembentukan jaringan
otot dalam daging. Telah dilakukan penelitian tentang enzim protease
sangat berpengaruh dalam keempukan daging dengan menggunakan
tanaman biduri. (Erni & Qomarudin, 2003)., menyatakan bahwa
penemuannya menggunakan tanaman biduri ini memiliki aktivitas enzim
protease. Perendaman menggunakan enzim protease yang diekstraksi dari
tanaman biduri ini dapat meningkatkan tingkat hidrolisa protein inilah
sangat berpengaruh terhadap pemutusan atau memisahkan protein
miofibril dan protein jaringan ikat sehingga menjadikan daging menjadi
empuk. Selain mendapatkan enzim protease dari tanaman biduri juga dapat
ditemukan pada ekstraksi dari tanaman kunyit oleh penelitian (Wulandari
eka, 2012)., menyatakan bahwa ekstraksi tanaman kunyit memiliki

3
aktivitas enzim protease sehingga aktivitas enzim protease inilah pada
proses perendaman hasil ekstraksi tanaman kunyit dapat meningkatkan
tingkat hidrolisa protein sangat berpengaruh terhadap pemutusan dan
memisahkan protein miofibril dan protein jaringan ikat sehingga
menjadikan daging menjadi berubah warna, rasa dan kempukan daging.
selain menggunakan enzim protease yang terkandung dalam tanaman,
adapula alternatif lain untuk menggunakan enzim protease dari bakteri
lactobacillus plantarum B1765 untuk proses pemisahan protein miofibril
dan protein jaringan ikat untuk mendapatkan keempukan daging yang
mempengaruhi kualitas daging.
Bakteri Lactobacillus plantarum B1765(L.plantarum B1765)
merupakan bakteri yang dihasilkan dari fermentasi bekasam.
(Wikandari,2011). L.plantarum B1765 merupakan bakteri proteolitik.
(Wikandari,...). aktivitas proteolitik L.plantarum B1765 telah dibuktikan
oleh Atiqoh,(2013) yang ditunjukan dengan bertambahnya jumlah peptida
selama proses fermentasi bandeng dengan penambahan kultur starter
L.plantarum B1765. Berdasarkan penelitihan lebih lanjut telah dilakukan
oleh Panggayuh puri (2014), tentang proses isolasi enzim protease dengan
penambahan ammonium sulfat 60% menghasilkan konsentrasi ativitas
enzim protease 75 U/Mg, sehingga enzim protease terisolasi dari bakteri
L.plantarum B1765. Telah dilakukan penelitian tentang pengempukan
daging dengan enzim protease tanaman biduri oleh Erni &
Qomarudin,(2003), menyatakan bahwa penemuannya menggunakan
tanaman biduri ini memiliki aktivitas enzim protease pada tingkatan
konsentrasi 0,00%,0,25%,0,50%,0,75%,1,00%. Dari penelitian tersebut
pada konsentrasi 0,50% dengan waktu 30 menit enzim protease dari
tanaman biduri tersebut menghasilkan tingkat keempukan terbaik. Bahwa
penelitian tersebut belum menggunakan variabel waktu perendaman untuk
mengetahui pengaruhnya dalam keempukan daging.
Berdasarkan latar belakang diatas maka pada penelitian ini akan
dikaji variabel konsentrasi enzim dan lama waktu perendaman terhadap
keempukan daging menggunakan enzim protease kasar yang dihasilkan
oleh L.plantarum B1765. Dari latar belakang diatas perlu adanya
penelitian tentang tingkatan konsentrasi dan lamanya waktu perendaman
untuk menguji pengaruh perendaman enzim protease dari bakteri
Lactobacillus Plantarum B1765 terhadap pengempukan daging.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan suatu masalah
sebagaimana sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi enzim protease dari bakteri
Lactobacillus Plantarum B1765 terhadap keempukan daging?

4
2. Bagaimana pengaruh lama waktu perendaman enzim protease terhadap
keempukan daging ?
1.3. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah tersebut maka dapat menentukan tujuan
penelitian sebagaimana sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi enzim protease dari bakteri
Lactobacillus plantarum B1765 terhadap kempukan daging.
2. Untuk mengetahui pengaruh lama waktu hasil perendaman enzim
protease terhadap keempukan daging.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian tersebut maka
dapat menentukan manfaat penelitian sebagaimana sebagai berikut :
1. Manfaat penelitian ini untuk memberikan informasi tentang pengaruh
konsentrasi dan lama waktu hasil perendaman enzim protease dari
bakteri Lactobacillus plantarum B1765 terhadap keempukan daging.
2. Manfaat penelitian ini untuk memberikan informasi kepada
masyarakat selain pengempukan menggunakan tanaman dapat
dilakukan dengan enzim protease terhadap keempukan daging.
1.5 Definisi Operasional
Definisi operasional yang mendasari penelitian ini, sehingga tidak
terjadinya kesalahan dalam perbedaan penafsiran, maka yang menjadi definisi
operasional sebagai berikut :
a. Daging
Merupakan bagian yang tersusun oleh serat-serat sejajar otot
dengan jumlah yang sangat besar dan melekat pada tulang manusia dan
hewan. Pada penelitian ini daging yang masih segar dan diperoleh dari
tempat pemotongan hewan.
b. Keempukan
Merupakan suatu penilaian terhadap kualitas daging serta memiliki
sifat penting yang mempengaruhi daya terima daging untuk
dikonsumsi oleh manusia. Keempukan yang dimaksud adalah suatu
penilaian tentang kualitas daging yang mempengaruhi daya terima
daging untuk dikonsumsi. Keempukan daging dapat diukur dengan
menggunakan alat warner bratzler shear force device untuk mengukur
tingkat keempukan daging yang ditunjukan oleh besarnya berat daging
dengan satuan (Kg/cm3).
c. Pemurnian Parsial
Merupakan pemurnian protease ekstraseluler menggunakan metode
pengendapan dengan ammonium sulfat dan dialysis.

5
d. Enzim Protease
Merupakan enzim protease ekstraseluler hasil sekresi Lactobacillus
plantarum B1765 dari medium produksi MRS Broth dengan kasein 5%
selama 15menit, 30menit dan dilakukan pengendapan dengan 45%
ammonium sulfat.
e. Aktivitas Protease
Merupakan kemampuan protease dalam menghidrolisis protein
menjadi asam amino dan oligopeptida yang didefinisikan sebagai
jumlah enzim yang diperlukan untuk menghasilkan 1µg
tirosin/menit/mL larutan enzim dari substrat kasein.
f. Aktivitas Spesifik
Merupakan aktivitas protease permiligram protein.
g. Kadar Protein
Merupakan kadar protein, hasil perendaman enzim protease dari
pengendapan 45% ammonium sulfat.
1.6 Asumsi Penelitian
Asumsi yang mendasari penelitian ini adalah sampel daging digunakan
berasal dari umur dan jenis daging yang sama.
1.7 Hasil Penelitian
Dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan asumsi
penelitian maka dapat dikeluarkan hasil penelitian dengan sebagaimana
sebagai berikut :
1. Jurnal
2. Skripsi / Laporan akhir

Anda mungkin juga menyukai