Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tentang Daging

Gambar 2A. Diagram Pembentukan Daging.

Daging merupakan bagian yang tersusun dari sarkoplasma,


nukleus, sarkolema yang melekat pada tulang manusia dan hewan.
Sarkolema merupakan bagian kulit luar urat yang sangat tipis dan
berbentuk seperti pembuluh darah. Sarkolema terdiri dari membran sel
yang disebut membran plasma dan sebuah lapisan luar yang terdiri dari
satu lapisan tipis bahan polisakarida yang mengandung sejumlah serat
kolagen tipis. Pada ujung serat otot, lapisan permukaan sarkolema tersebut
bersatu dengan serat tendon, kemudian serat tendon berkumpul untuk
menjadi berkas tersebut membentuk tendon otot dan selanjutnya menyisip
ke dalam tulang. Nukleus merupakan komponen utama dalam sel isinya
fungsi mengatur aktivitas sel dan organel sel dalam daging.

7
Sarkoplasma merupakan sitoplasma yang tersusun dari serat-serat
otot, dan mitokondria. Mitokondria merupakan pembentuk adenosin
trifosfat (ATP) sebagai sumber energi untuk otot yang berkontraksi,
sedangkan serat-serat otot merupakan
serat-serat penyusun daging yang terdiri dari protein jaringan ikat,
dan miofibril. Miofibril merupakan organela serabut otot berbentuk
silindris, panjang, dan tipis dengan diameter 1-2 μm serta serat-serat
komponen penyusun jaringan otot yang terdiri dari atas filamen tipis
(aktin) dan filamen tebal (miosin). Filamen tebal (Miosin) merupakan
protein otot yang bertanggung jawab untuk kontraksi miofibril. Kontraksi
miofibril dalam sel-sel miosin diatur pada filamen panjang yang terletak
sejajar dengan filamen tipis (aktin). Filamen tipis (aktin) merupakan
bagian dari sel sitoskeleton yang berupa serat tipis berdiameter 7 nm dan
tersusun dibawah filamen tebal miosin sehingga kontraksi antara filamen
tebal miosin dan filamen tipis aktin terjadi jika kedua filamen tersebut
bertemu atau sejajar lurus maka pembentukan miofibril ini sangat penting
dalam penyusun jaringan otot (muscle). Selain miofibril penyusun serat-
serat otot dalam daging, juga terdapat jaringan ikat yang membantu
pembentukan dalam daging.
Jaringan ikat merupakan jumlah jaringan otot yang berikatan
secara langsung berhubungan dengan jumlah jaringan ikat penyusun dalam
daging yang memiliki dua jenis penyusunnya dalam daging yaitu kalogen
dan elastin. Elastin merupakan komponen yang berwarna kuning, tidak
dapat terdegradasi oleh panas akan tetapi kehadiranya tidak mempengaruhi
kualitas daging karena biasanya hanya ada dalam jumlah yang kecil.
Adapun serabut retikulin, banyak mengandung protein retikulin yang
mempunyai karakteristik mirip kolagen tetapi tidak terhidrolisa oleh panas,
banyak terdapat dalam dinding sel (serabut otot) membantu kalogen untuk
menyusun jaringan ikat. Kolagen merupakan golongan jaringan ikat
berwarna putih protein yang dihidrolisis menjadi gelatin, yang memiliki
periodisitasnya teratur 64 nm dan periodisitas ini dapat ditingkatkan pada
keadaan tegang sampai 400 nm yang membuat kalogen berubah menjadi

8
heliks tripel. Heliks triple merupakan molekul tropokolagen dan ini
dideretkan menurut susunan yang bergantian, seperempat panjang tumpah
tindih membentuk fibril yang ditumpuk berlapis-lapis membentuk jaringan
ikat.
Pada gambar 2.A.diagram pembentukan daging merupakan gambar
yang menerangkan tentang penyusun daging yaitu pita 1 merupakan
bagian filamen tebal (miosin)yang berikatan dengan filamen tipis (aktin),
dengan bantuan serat-serat jaringan ikat yang memiliki jarak tidak terlalu
dekat menghubungan satu sama lain, pita A merupakan bagian serat-serat
miofibril dan serat-serat jaringan ikat yang berikatan menggumpal dan
membentuk struktur penyusun serat-serat filamen tebal miosin dan filamen
tipis aktin dengan bantuan serat-serat dari jaringan ikat. Lempeng Z
merupakan lempengan daerah pita 1 dengan pita A. Zona II merupakan
zona antara serat-serat jaringan ikat yang membantu mengikat serat-serat
filamen tebal miosin dan filamen tipis aktin. Sarkomer merupakan
pemutusan sel-sel pada lempeng Z yang menghubungkan pita A dengan
filamen tebal miosin dan pita A dengan filamen tipis aktin.
Daging dapat diklasifikasi dengan daging merah atau daging putih.
Daging golongan putih merupakan daging yang memiliki serat-serat
sejajar otot luas yang cenderung berkerja secara singkat sehingga memiliki
struktur daging yang empuk, contoh daging golongan putih yaitu ikan,
ayam, burung dan lain-lain.

Gambar 2A. Golongan Daging Merah dan Putih.

Daging golongan merah merupakan daging yang memiliki


serat-serat sejajar otot sempit yang cenderung berkerja lama dan sedikit
beristirahat sehingga mioglobin terkena oksigen menjadikan oxymyoglobin
kemerahan dalam daging akan berkembang membuat daging golongan

9
merah memiliki struktur daging yang alot, contoh daging golongan merah
yaitu sapi, kambing, kuda, domba, babi dan lain-lain.

Karakteristik
Daging Daging
Atribut
golongan putih golongan
merah
Tekstur Keempukan Keempukan
(+8) (+4)
Serat daging Lemak antara Lemak antara
serat sedikit serat banyak
Memiliki serat Memiliki serat
sejajar luas sejajar sempit
Tabel 2A. Perbandingan Golongan Daging
Kualitas daging yang unggul yaitu dilihat dari tekstur,
warna, dan cita rasa dari daging. kualitas daging dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor yaitu nilai daya putus daging Warner Blatzler (WB),
metode pengolahan, faktor jenis kelamin, faktor umur / usia hewan ternak.
Faktor umur / usia hewan ternak merupakan semakin tua usia hewan,
susunan jaringan ikat semakin banyak, sehingga daging yang dihasilkan
semakin liat, jika ditekan dengan jari, daging yang sehat akan memiliki
konsistensi kenyal (padat) (Tambunan, 2010). Umumnya daging
yang berasal dari sapi tua akan lebih liat dibandingkan dengan daging yang
berasal dari sapi muda. Hasil penelitianpun menunjukkan bahwa umur
potong sapi berkorelasi positif dengan keempukan daging yang
dihasilkannya, artinya makin tua ternak sudah dapat dipastikan dagingnya
akan lebih liat. Daging yang berasal dari sapi tua baunya lebih menyengat
dibandingkan dengan daging yang berasal dari sapi muda. Namun pada
kenyataannya, kuat lemahnya bau daging pada sapi tidak dipermasalahkan
konsumen, lain halnya dengan daging domba dan daging kambing, karena
kedua ternak kecil ini bau dagingnya sangat unik dan lebih kuat
dibandingkan dengan sapi, oleh karena itu konsumen daging domba atau
kambing lebih menyukai daging yang berasal dari ternak muda. Ternak

10
sapi tua yang gemuk akan menghasilkan daging yang berlemak oleh
karena itu rasanya akan lebih gurih dan banyak disukai konsumen. Selain
itu daging yang berlemak kandungan airnya lebih sedikit sehingga pada
saat dimasak penyusutannya tidak terlalu besar. Umur ternak saat dipotong
berpengaruh terhadap keempukan daging. Sapi yang dipotong pada umur
9-30 bulan umumnya memiliki daging yang empuk. Sapi betina yang
digunakan sebagai induk, dagingnya menjadi kurang empuk saat umurnya
tua. Keempukan daging menurun sejalan dengan bertambahnya umur
ternak.
Faktor jenis kelamin merupakan faktor yang mempengaruhi
kualitas daging yang unggul dilihat dari jenis kelamin ternak itu sendiri.
Sapi jantan merupakan sapi yang dipergunakan untuk berkerja yang
memiliki daging alot, kealotan daging sapi jantan disebabkan oleh
pembentukan serat-serat otot dan jaringan ikat dalam daging, pembentukan
serat-serat otot dan jaringan ikat yang membuat daging sapi jantan alot
dikarenakan penumpukan serat-serat otot aktin dan miosin serta jaringan
ikat pada zona H yang disebut pita A sehingga saat ternak bergerak maka
penarikan serat-serat otot dan jaringan ikat pada lempeng Z akan semakin
menarik retikulum sarkoplasma sehingga pada saat ternak berhenti
mendadak atau beristirahat maka retikulum sarkoplasma yang didalamnya
tersusun serat-serat aktin dan miosin serta jaringan ikat menumpuk dan
menyusun daging sehingga daging menjadi alot dibandingkan dengan sapi
betina. Sapi betina merupakan ternak sapi yang dipergunakan untuk
diambil susu nya, sapi betina memiliki daging yang tidak terlalu padat kuat
dikarenakan sapi betina tidak banyak bergerak dan bekerja dengan keras
sehingga pembentukan retikulum sarkoplasma yang terdapat serat-serat
aktin dan miosin serta jaringan ikat pada zona H yang disebut pita A tidak
menumpuk seperti ternak sapi jantan menjadikan daging ternak sapi betina
lebih empuk.
Metode pengolahan secara umum masyarakat tidak
memperhatikan secara rinci untuk cara pemotongan atau penyembelehan
hewan ternak. Cara penyembelehan hewan ternak untuk mendapatkan

11
kualitas daging yang unggul dengan cara dibius atau ditenangkan sehingga
hewan ternak tidak stres, jika hewan ternak stres maka serat-serat otot
pembentuk daging tertarik dan membuat tekstur daging menjadi alot.
Kealotan daging merupakan proses dimana daging memiliki tekstur padat
kuat, tekstur padat kuat terjadi pada saat proses sarkomer dalam daging.
proses sarkomer merupakan proses pemutusan jaringan ikat dan miofibril
dalam daging sehingga daging menjadi alot.
Nilai daya putus daging Warner Blatzler (WB) ikut menunjukkan
keempukan daging.Pada pengujian adhesi arah serabut sampel yang
digunakan adalah tegak lurus pada arah serabut otot untuk pengujian daya
putus daging Warner Blatzler (WB). Sampel daging untuk pengujian
kekuatan tarik (tensile strength) mula-mula dibuat seperti penyiapan
sampel untuk pengujian daya putus Warner Blatzler (WB). Kemudian
dibuat tanda bagian tengah sampel daging dengan lebar 0,67 cm, dan
sampel dipotong sehingga berbentuk seperti pasak. Kekuatan tarik juga
merupakan identitas keempukan atau kealotan daging. Keempukan daging
dapat diukur dengan melihat daya putus daging dengan menggunakan alat
CD Shear Force. Uji daya putus daging merupakan pengujian yang
dilakukan untuk mengetahui tingkat kealotan dari daging, semakin tinggi
nilai DPD suatu sampel daging maka semakin tinggi pula tingkat
kealotannya. Faktor utama yang mempengaruhi tingkat kealotan daging
adalah jumlah kolagen dan tingkat kelarutan kolagen. kandungan kolagen
daging sapi bervariasi, tergantung pada jenis otot dan umur ternak, variasi
ini sangat besar pada otot empuk dan ternak umur muda yang mana 48 -
66 % dapat menjelaskan variasi keempukan daging. Semakin tinggi kadar
kolagen maka semakin rendah suhu awal kontraksi dan semakin penting
tegangan maksimal (maximal tension) selama pemanasan daging.
B. Keempukan Daging.
Keempukan daging merupakan suatu penilaian terhadap kualitas
daging serta memiliki sifat penting yang mempengaruhi daya terima
daging untuk dikonsumsi oleh manusia. Keempukan daging terjadi karena
adanya keadaan alami dari daging itu sendiri yang melalui tiga fasa yaitu

12
fase pre rigormorteis, fase rigor morteis dan fase post rigor atau pasca
rigor. Fase post rigor atau pasca rigor merupakan proses melunaknya
kembali tekstur daging bukan diakibatkan oleh pemecahan ikatan aktin
dan miosin, akan tetapi akibat penurunan pH. Pada kondisi pH yang
rendah (turun) enzim katepsin akan aktif mendesintegrasi garis-garis gelap
Z pada miofilamen, menghilangkan daya adhesi antara serabut-serabut otot
yang dapat melonggarkan struktur protein serat otot.
Rigor Mortis merupakan proses terjadi perubahan tekstur pada
daging dimana jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak mudah
digerakkan. Rigor mortis juga sering disebut sebagai kejang bangkai.
Kondisi daging pada fase ini perlu diketahui kaitannya dengan proses
pengolahan. Daging pada fase ini jika dilakukan pengolahan akan
menghasilkan daging olahan yang keras dan alot. Kekerasan daging
selama rigor mortis disebabkan terjadinya perubahan struktur serat-serat
protein. Protein dalam daging yaitu protein aktin dan miosin mengalami
cross-linking. Kekakuan yang terjadi juga dipicu terhentinya respirasi
sehingga terjadi perubahan dalam struktur jaringan otot hewan, serta
menurunnya jumlah adenosin triphosphat (ATP) dan kreatin phosphat
sebagai penghasil energi. Jika penurunan konsentrasi ATP dalam jaringan
daging mencapai 1 mikro mol/gram dan pH mencapai 5,9 maka kondisi
tersebut sudah dapat menyebabkan penurunan kelenturan otot. Pada
tingkat ATP dibawah 1 mikro mol/gram, energi yang dihasilkan tidak
mampu mempertahankan fungsi retikulum sarkoplasma sebagai pompa
kalsium, yaitu menjaga konsentrasi ion Ca disekitar miofilamen serendah
mungkin. Akibatnya terjadi pembebasan ion-ion Ca yang kemudian
berikatan dengan protein troponin. Kondisi ini menyebabkan terjadinya
ikatan elektrostatik antara filamen aktin dan miosin (aktomiosin). Proses
ini ditandai dengan terjadinya pengekerutan atau kontraksi serabut otot
yang tidak dapat balik. Penurunan kelenturan otot terus berlangsung
seiring dengan semakin sedikitnya jumlah ATP. Bila konsentrasi ATP
lebih kecil dari 0,1 mikro mol/gram, terjadi proses rigor mortis sempurna.
Daging menjadi keras dan kaku.

13
Fase pre rigormoteis merupakan fase yang dimana setelah ternak
disembeleh, pada fase ini serat-serat otot pembentuk daging mengalami
tingkat kesetresan yang mengakibatkan jaringan otot dan serat-serat otot
menjadi padat kuat. Lawrie (1979) menyatakan bahwa pada fasa pre rigor
morteis pada fase ini serat-serat otot dan jaringan penyusun daging akan
mengalami ketegangan sehingga daging semakin alot. Protein dalam
daging yaitu protein aktin dan miosin mengalami penumpukan. Sementara
jumlah ATP dalam jaringan daging masih relatif konstan sehingga pada
tahap ini tekstur daging menjadi padat kuat. daging pada fase pre rigor ini
mempunyai kualitas yang lebih alot dibandingkan daging pada fase post
rigor. Hal ini disebabkan daging pada fase prerigor ini hampir 75%
protein miofibril dan jaringan ikat ini mengalami penumpukan yang
menyebabkan daging menjadi alot. dibandingkan daging pada fase post
rigor. Hal ini disebabkan daging pada fase prerigor ini hampir 75%
protein miofibril dan jaringan ikat ini mengalami penumpukan yang
menyebabkan daging menjadi alot.
C. Prosese Terjadinya Pengempukan Daging.

Gambar 2.C. Struktur Daging

Pada gambar 2.3 struktur daging, telah digambarkan bahwa bagian


struktur daging telah dijelaskan pengertian tentang yang ada didalam.
Daging merupakan kumpulan muskelfibril yang membentuk daging.

14
Kumpulan muskelfibril merupakan kumpulan dari myofilament yang
dimana myofilament terdapat bagian sarkomer yang dimana diposisi atas
myosin dan aktin. Pada proses ini bahwa terjadinya keempukan daging
selain proses rigormorteis, fase pre rigormorteis. Pengempukan daging
terjadi karena adanya proses degradasi protein atau pemutusan sarkomer
dalam daging.
Pemutusan sarkomer merupakan pemutusan sel-sel atas myosin
dan aktin serta jaringan ikat yang membantu berikatan satu sama lain,
sehingga tekstur daging menjadi empuk. Keempukan daging selain
pemutusan sel-sel miofibril yang lebih utama menjadikan daging empuk
yaitu pemecahan kalogen dalam jaringan ikat. Pemecahan kalogen terjadi
pada saat suhu masak rendah yang terjadi secara perlahan pada suhu
1020F (390C) , dan struktur tiga rangkap spiral kolagen pembentuknya
mulai putus pada suhu 1490F (650C), dalam jaringan ikat merupakan hasil
hidrolisa oleh panas, sehingga daging terlihat lebih empuk setelah proses
pemasakan karena jaringan ikat telah menyusut. konversi ke gelatin terjadi
setelah temperatur mencapai 2120F (1000C) untuk jangka waktu lama.
jika suhu lebih tinggi, seperti dalam tekanan pemasakan (240-2570F (115-
1250C)), konversi ke gelatin terjadi dengan cepat terhadap kekuatan
kolagen yang didenaturasi tergantung pada pengurang jumlah dari
silangnya. Pengurangan jumlah dari silangnya merupakan proses untuk
mengurangi jumlah kolagen yang dapat dilarutkan kedalam gelatin selama
pemanasan, digunakan untuk mengurangi jumlah silang dalam kolagen
meningkatkan kelarutan kolagen menjadi berkurang dan menyebabkan
daging menjadi empuk.
D. Enzim Protease yang berperan dalam Pengempukan Daging.
Enzim proteolitik merupakan enzim yang dapat memisahkan atau
pemecah protein. Enzim proteolitik sangat berguna untuk pengempukan
daging, secara umum masyarakat tanpa disadari untuk mengempukan
daging menggunakan enzim proteolitik yang diperoleh dari tanaman yaitu
pada tanaman pepaya, nanas, dan tanaman biduri. Tanaman biduri
merupakan tanaman yang memiliki aktivitas protease sehingga dapat

15
menghidrolisa protein, atau peptida dalalam daging. Erni & Qomarudin,
(2003), menyatakan bahwa pengempukan menggunakan tanaman biduri
dengan mengizolasi ammonium sulfat untuk mendapatkan ekstrak enzim
proteolitik dan perendaman sampel daging selama ±30 menit dengan
konsentrasi enzim 5% menunjukan kompresi 25,794N serta memiliki
kekuatan tarik sebesar 1,915N sehingga membuat daging menjadi empuk.
Enzim yang didapat dari buah nanas yaitu bromolein. Bromelin
merupakan enzim yang memiliki aktivitas proteolitik yang dapat memecah
protein menjadi peptida-peptida, telah dilakukan oleh (Ratnayani, 2015).
Menyatakan aktivitas enzim bromelin dengan konsentrasi buah nanas
10ml, 15ml, 20ml dan lama perendaman selama 30menit, 60menit,
90menit dengan memberikan perlakuan N0P1 terhadap kadar protein
10,5% dan kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan N3P2 dengan
kadar protein mencapai 19,5% menjadikan daging sapi dengan perlakuan
N3P3 memiliki tekstur yang paling lunak. Enzim yang didapat dari papaya
yaitu papain. Papain merupakan enzim yang memiliki aktivitas proteolitik
yang dapat memecah protein menjadi peptida-peptida, telah dilakukan oleh
(Basri, 2014). Menyatakan aktivitas enzim papain dengan konsentrasi
papain 5% dengan lama waktu 15menit, 30menit, 45menit, 60menit
menghasilkan rata-rata daya putus daging sebesar 0,42 kg/cm3 sehingga
membuat daging menjadi empuk.
Selain enzim proteolitik dari tanaman untuk mengempukan
daging, adapun ditemukan pada enzim dari mikrobia. Mikrobia merupakan
mikroorganisme yang memiliki bersel tunggal (uniseluler) maupun bersel
banyak (multiseluler). Mikrobia memiliki enzim proteolitik untuk bahan
makanan. Mikrobia yang memiliki aktivitas proteolitik yaitu bakteri asam
laktat. Bakteri asam laktan (BAL) merupakan kelompok bakteri gram
positif, katalase negatif yang dapat memproduksi asam laktat dengan cara
memfermentasi karbohidrat, selnya berbentuk kokus, tersusun
berpasangan atau berbentuk rantai, tidak bergerak, tidak berspora, anaerob
fakultatif, bersifat non motil dan mesofil, menurut (Reddy et al., 2008).
Menyatakan bakteri asam laktat merupakan bakteri yang menghasilkan

16
dua molekul asam laktat dari fermentasi glukosa termaksuk didalam
kelompok bakteri asam laktat bersifat homofermentatif, sedangkan bakteri
asam laktat yang menghasilkan satu molekul asam laktat dan satu molekul
etanol serta satu molekul karbon dioksida dikenal dalam kelompok bakteri
asam laktat bersifat prebiotik, probeotik, dan proteolitik, telah dilakukan
penelitian oleh yopi (2015) menyatakan tentang seleksi bakteri asam laktat
sebagai penghasil enzim protease, dengan penelitiannya menggunakan DR
1-3-2 (Lactobacillus plantarum strain LAB12) menghasilkan aktivitas
protease sebesar 0,598 unit/mL selama proses fermentasi 72 jam, dengan
aktivitas protease 0,598 unit/mL yang digunakan selama waktu
perendaman terhadap daging yaitu 15menit, 30menit, 60menit dengan
kompresi 30,794N serta memiliki kekuatan tarik sebesar 2,519N sehingga
membuat daging menjadi empuk, selain enzim protease yang ditemukan
pada bakteri Lactobacillus plantarum strain LAB12 untuk pengempukan
daging, dan juga enzim protease ditemukan pada Lactobacillus plantarum
B1765 (L.plantarum B1765). Bakteri Lactobacillus plantarum
B1765(L.plantarum B1765) merupakan bakteri yang dihasilkan dari
fermentasi bekasam. (Wikandari,2011).
L.plantarum B1765 merupakan bakteri proteolitik. (Wikandari,...).
aktivitas proteolitik L.plantarum B1765 telah dibuktikan oleh
Atiqoh,(2013) yang ditunjukan dengan bertambahnya jumlah peptida
selama proses fermentasi bandeng dengan penambahan kultur starter
L.plantarum B1765. Berdasarkan penelitihan lebih lanjut telah dilakukan
oleh Panggayuh (2014), tentang proses isolasi enzim protease dengan
penambahan ammonium sulfat 45% menghasilkan konsentrasi ativitas
enzim protease tertinggi 0,697 U/Mg, sehingga enzim protease terisolasi
dari bakteri L.plantarum B1765.
Pengujian enzim protease dari L.plantarum B1765 dalam
pengempukan daging belum pernah dilakukan oleh sebab itu perlu satu
kajian terkait dengan potensi enzim protease dari L.plantarum B1765
dalam pengempukan terhadap daging.

17
E. Isolasi Ekstrak kasar Enzim dari Bakteri
Isolasi ekstrak kasar enzim dari bakteri merupakan proses
pemisahan enzim dari bakteri dengan cara mengendapkan enzim. Tahapan
awal dalam isolasi ekstrak kasar enzim adalah pembuatan inoculum dan
dilanjutkan dengan produksi enzim. Isolasi ektrak kasar enzim dipengaruhi
oleh beberapa factor, antara lain pH, temperatur, dan waktu inkubasi,
untuk mengetahui hasil isolasi ektrak kasar enzim, maka dilakukan
pengukuran aktivitas dengan variasi kondisi yang berbeda. Penentuan pH
optimum merupakan pH yang dapat menghasilkan aktivitas maksimal
dalam mengkatalisis suatu reaksi. Perubahan pH berpengaruh terhadap
aktivitas enzim. Penentuan temperatur optimum hasil isolasi ekstrak kasar
enzim sehingga diperoleh aktivitas enzim maksimum. Penentuan waktu
inkubasi optimum merupakan waktu yang dibutuhkan oleh enzim untuk
berikatan dengan substrat. Penentuan parameter kinetika reaksi enzimatis
merupakan faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas enzim, sehingga
menunjukan konsentrasi substrat sebanding dengan aktivitas ekstrak kasar
enzim.
Sustrisno (2009), menyatakan tentang isolasi dan karakteristik
ekstrak kasar enzim xilanase dari aspergillus niger. Penelitian ini
membahas bahwa enzim xilanase merupakan biokatalis reaksi hidrolisis
xilan (hemiselulosa) menjadi gula pereduksi, kemampuan enzim dalam
mengkatalisis reaksi kimia dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang
meliputi pH, temperatur dan waktu inkubasi. Aktivitas enzim xilan hasil
isolasi ekstrak kasar enzim xilan memiliki aktivitas tinggi pada pH 5-6 dan
temperatur 50-550C sehingga digunakan sebagai enzim biokatalisator
reaksi pemecah substrat menjadi produk. Fulyani (2006), menyatakan
penelitiannya tentang mengetahui hasil aktivitas isolasi ekstrak kasar
enzim fibrinolitik, bahwa aktivitas enzim hasil dari pengisolasian ekstrak
kasar enzim dipengaruhi oleh pH, temperatur dan waktu inkubasi. Hasil
pengisolasi ekstrak kasar enzim fibrinolitik memiliki pita-pita protein pada
ukuran 25-30 kDa, pada penelitian ini digunakan suhu 40C, sehingga pada
suhu ini pertumbuhan mikroorganisme lambat, maka menjadikan aktivitas

18
protease enzim fibrinolitik sangat rendah, karena pH yang digunakan
memiliki konsentrasi yang rendah. Yopi (2015), menyatakan tentang
seleksi bakteri asam laktat sebagai penghasil enzim protease, dengan
penelitiannya menggunakan DR 1-3-2 (Lactobacillus plantarum strain
LAB12), untuk mendapatkan isolasi ekstrak kasar enzim Lactobacillus
plantarum strain LAB12 dipengaruhi oleh pH, temperatur dan waktu
inkubasi. Hasil isolasi ekstrak kasar enzim Lactobacillus plantarum strain
LAB12 memiliki pH yang tinggi sehingga enzim protease memiliki
aktivitas konsentrasi yang tinggi dalam perendaman daging.
Panggayuh (2014), menyatakan bahwa pengaruh konsentrasi
ammonium sulfat terhadap aktivitas protease ekstraseluler Lactobacillus
plantarum B1765 dengan aktivitas tertinggi pada pengendapan konsentrasi
45% ammonium sulfat sebesar 0,697 Unit/mL dengan kadar protein
sebesar 0,880 mg/mL, sehingga diperoleh aktivitas protease mengalami
peningkatan menjadi 0,877 Unit/mL dengan kadar protein sebesar 0,729
mg/mL, sehingga diperoleh aktivitas spesifik sebesar 1,202 Unit/mL.
F. Aktivitas Enzim
Aktivitas protease adalah kemampuan protease dalam
menghidrolisis protein menjadi asam amino dan oligopeptida. Penentuan
aktivitas protease diukur berdasarkan konsentrasi asam amino tirosin yang
terbentuk dari hidrolisis kasein. Kasein merupakan protein susu yang
terdiri dari fosfoprotein yang berikatan dengan kalsium kaseinat
(Fatmawati, 2010). Kasein akan dihidrolisis oleh protease menghasilkan
oligopeptida dan asam amino-asam amino penyusunnya, salah satunya
adalah tirosin (Sudaryono, 2009). Tirosin merupakan produk yang cukup
banyak dihasilkan dari reaksi hydrolase protein (Fatmawati, 2010).
Aktivitas protease dapat dianalisa dengan terlebih dahulu membuat
kurva standar tirosin menggunakan persamaan linier. Kurva standar tirosin
dibuat menggunakan metode leewit dan Pornsukawang (1998). Masing-
masing 1;3;5;7;9 mL larutan tirosin 100 mg/liter dimasukan kedalam
tabung reaksi dan diencerkan sampai 10 mL, sehingga menghasilkan
konsentrasi berturut-turut 10 ;30 ;50 ;70 ;90 mL. Menurut fatoni (2008),

19
aktivitas protease ekstraseluler staphyllococus aureus diukur menggunkan
spektroskopi pada panjang gelombang 276 nm. Sedangkan Kosim (2010)
mengukur aktivitas protease dari Bacillus subtilis menggunakan panjang
gelombang 275 nm.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa aktivitas
protease dapat diukur berdasarkan konsentrasi asam amino tirosin yang
terbentuk dari hidrolisis subtract kasein yang terbentuk dari hidrolisis
substrat kasein menggunakan spektofotometri pada panjang gelombang
antara 250-350 nm.
Aktivitas enzim dinyatakan dalam unit (U). satu unit aktivitas
protease didefinisikan sebagai jumlah protease yang dapat mengkatalisis
reaksi perlepasan 1 µmol tirosin per menit (Wijayanti, 2006). Perhitungan
aktivitas enzim menurut Wijayanti (2006) adalah sebagai berikut,
𝑉
𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑒𝑛𝑧𝑖𝑚 = [𝑡𝑖𝑟𝑜𝑠𝑖𝑛] 𝑥 𝑥 𝑓𝑝
𝑝𝑥𝑞
Keterangan :
V : volume total sampel percobaan tiap tabung
p : jumlah enzim (mL)
q : waktu inkubasi (menit)
fp : factor pengenceran

Kemurnian suatu enzim didasarkan pada aktivitas spesifik.


Aktivitas spesifik adalah sejumlah unit enzim (U) per milligram protein
(Bintang,2010). Sehingga aktivitas spesifik enzim dapat ditentukan dengan
membagi aktivitas enzim dengan kadar proteinnya (Monica, 2007).
G. Uji Keempukan Daging
Uji keempukan daging dapat dilakukan dengan menggunakan Alat
Warner bratzler shear force device (WB-SFD). Alat Warner bratzler shear
force device (WB-SFD) yaitu alat untuk mengukur tingkat keempukan
daging, tingkat keempukan daging dapat diuji dengan dua metode yaitu
dengan cara fisik dan kimia. Metode keempukan dengan cara fisik dapat
dilakukan dengan cara pemukulan dan penggilingan daging. Dibawah ini
merupakan alat uji keempukan daging sebagai berikut :

20
Gambar 2.G. Warner bratzler shear force device.
Warner bratzler shear force device (WB-SFD) merupakan mesin
yang dilengkapi dengan pisau “Warner” Bratzler yang dapat beroperasi
pada 225 mm/menit dengan konstan, untuk menghancurkan daging
sehingga dapat dengan mudah untuk mengukur dan mencatat nilai
keempukan daging yang dilengkapi alat pengukur gaya digital yang
menampilkan pembacaan N, kN, Kg-f, Oz-f memiliki akurasi +/- 0,2%
dari kapasitas, sehingga mudah untuk mengetahui keempukan daging
dengan mesin yang beroperasi ±225 mm/menit yang dilengkapi pisau
untuk menghancurkan daging, dalam menentukan nilai Kg-f terhadap
daging. Cara kerja uji fisik keempukan daging menggunakan WB-SFD
sebagai berikut :
1. Siapkan sampel daging yang akan diuji dengan berat ±100
gr.
2. Tusukan thermometer bimetal pada sampel daging.
3. Sampel daging dipotong searah serat dengan menggunakan
corer.
4. Nyalakan WB-SFD dan letakan sampel daging hasil
pemotongan menggunakan corer.
Tingkat keempukan daging ditunjukan oleh besarnya kekuatan
kompresi dan kekuatan tarik sampel daging dengan satuan (Kg/cm3) yang
diperlukan untuk memotong sampel daging yang akan diuji. Penentuan
hasil nilai keempukan sampel daging menggunakan alat WB-SFD sebagai
berikut :

21
HASIL PENGUKURAN TINGKAT KEEMPUKAN DAGING
NILAI KETERANGAN
0-3 Daging empuk
˃ 3-6 Daging sedang
˃6 Daging keras

Selain menentukan keempukan daging dengan uji fisik dengan


menggunakan alat warner bratzler shear force device (WB-SFD) dapat
juga menggunakan metode formol. Metode formol merupakan metode
titrasi yang menetralkan larutan dengan basa NaOH membentuk dimethilol
dengan penambahan formaldehid yang mana gugus amino sudah terikat
dan tidak mempengaruhi reaksi asam basa NaOH (windy,2014). Titrasi
formol digunakan untuk menunjukan kadar N-amino, selain itu juga dapat
digunakan untuk mengukur hidrolisis protein.
Uji keempukan daging menggunakan metode formol merupakan
metode titrasi terhadap uji keempukan daging yang dimana sampel pada
percobaan ini diperlukan faktor konversi (K) untuk menghitung
konsentrasi enzim untuk mendapatkan kadar protein total dengan cara
menitrasikan tiap konsentrasi enzim dan lama waktu perendaman daging,
sehingga didapatkan jumlah asam amino bebas yang mempengaruhi
keempukan daging. untuk mengetahui jumlah asam amino bebas yang
mempengaruhi keempukan daging menggunakan metode formol dengan
cara sampel daging yang direndam menggunakan konsentrasi enzim
protease dari L.plantarum B1765 yang diendapkan dengan ammonia sulfat
dihancurkan dan dilarutkan kedalam NaOH yang telah ditambahkan
indikator PP untuk melepaskan asam sulfat sehingga dapat menetralisir
larutan dengan basa NaOH untuk mempermudah proses titrasi
menggunakan formaldehid untuk memutuskan ikatan amino dalam daging
menjadi asam amino bebas yang mempengaruhi keempukan terhadap
daging.

22

Anda mungkin juga menyukai