Anda di halaman 1dari 5

TINJAUAN PUSTAKA

Daging
Daging adalah salah satu komoditi pertanian yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi protein, dimana protein daging
mengandung susunan asam amino yang lengkap (Muchtadi et al. 2010). Menurut
Food and Drug Administration, pengertian daging adalah bagian tubuh yang
berasal dari ternak sapi, babi, atau domba yang dalam keadaan sehat dan cukup
umur untuk dipotong, tetapi hanya terbatas pada bagian muskulus yang berserat,
yaitu yang berasal dari muskulus skeletal atau lidah, diafragma, jantung dan
esofagus, tidak termasuk bibir, moncong, telinga, dengan atau tanpa lemak yang
menyertainya, serta bagian-bagian dari tulang, urat, urat syaraf, dan pembuluh-
pembuluh darah. Istilah daging umumnya dibedakan dari karkas. Perbedaannya
yaitu daging sudah tidak mengandung tulang, sedangkan karkas adalah daging
yang masih menempel pada tulang atau kerangkanya. Pengertian karkas itu
sendiri adalah bagian tubuh hewan yang telah disembelih, utuh, atau dibelah
sepanjang tulang belakang, dimana hanya kepala, kaki, kulit, organ bagian dalam
(jeroan), dan ekor yang dipisahkan (Muchtadi et al. 2010).
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi
kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya yang tinggi, daging mengandung asam
amino esensial yang lengkap dan seimbang serta beberapa jenis mineral dan
vitamin. Daging merupakan protein hewani yang lebih mudah dicerna dibanding
dengan protein nabati. Bagian yang terpenting yang menjadi acuan konsumen
dalam pemilihan daging adalah sifat fisik. Sifat fisik dalam hal ini antara lain
warna, keempukan, tekstur, kekenyalan dan kebasahan. Sifat fisik memegang
peranan penting dalam proses pengolahan dikarenakan sifat fisik menentu-kan
kualitas serta jenis olahan yang akan dibuat. Sifat fisik sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebelum pemotongan dan setelah pemotongan. Faktor penting
sebelum pemotongan adalah perlakuan istirahat yang dapat menentukan tingkat
cekaman (stress) pada ternak (Komariah et al. 2009).
Daging tersusun oleh beberapa komponen yaitu otot, jaringan ikat,
jaringan epitel, jaringan-jaringan saraf, pembuluh darah dan lemak. Namun,
komponen penyusun utama dari daging yaitu otot (Soeparno 2005). Daging
hewan terdiri dari komponen-komponen fisik berupa kulit, jaringan otot, jaringan
lemak, jaringan ikat, tulang, pembuluh darah, dan syaraf. Pada karkas, jaringan
yang tampak adalah jaringan otot, jaringan lemak, dan jaringan ikat.
Jaringan otot merupakan jaringan dengan komponen terbesar, yaitu 35-
65% pada karkadsdan 35-40% pada hewan hidup. Terdiri dari jaringan otot lurik
(menempel pada rangka), jaringan otot polos (pada dinding jeroan), dan jaringan
otot spesial (pada dinding jantung). Jaringan otot rangka merupakan bagian
terpenting dari karkas, terkelompok dalam suatu jaringan yang disebut epimisium.
Setiap otot tersusun dari bundel otot yang disebut perimisium, yang terdiri atas
serabut otot (muscle fiber). Ukuran perimisium bervariasi, bila sapi diberi pangan
berupa biji-bijian berkualitas baik, perimisiumnya akan kecil. Serabut otot terdiri
dari miofibril-miofibril yang dikelilingi oleh sarkoplasma dan dilindungi
sarkolema. Miofibril terdiri dari serabut-serabut yang lebih halus, disebut
miofilamen. Miofilamen itu sendiri terdiri dari filamen aktin (tipis) dan filamen
miosin (tebal) yang berperan dalam proses kontraksi dan relaksasi otot.
Jaringan lemak terdiri atas lemak subkutan, lemak intermuskular, dan
lemak intraselular. Lemak subkutan berada di permukaan luar jaringan otot,
langsung di bawah permukaan kulit. Lemak intermuskular berada di dalam otot,
di antara serabut-serabut otot. Jaringan ini disebut juga lemak marbling, karena
turut memberikan andil dalam menentukan keempukan dan cita rasa daging. Jika
kadar lemak intermuskular tinggi, daging akan menjadi lebih empuk karena saat
pemasakan lemak mencair. Lemak intraselular merupakan jaringan lemak yang
berada di dalam sel. Jaringan ikat yang paling penting adalah serabut kolagen,
serabut elastin, dan serabut retikulin. Sifat-sifat jaringan ikat daging yaitu serabut
kolagen berwarna putih, mudah terhidrolisa oleh panas, banyak terdapat pada
tendon. Serabut elastin berwarna kuning, tidak dapat terdegradasi oleh panas,
jumlahnya sedikit, dan tidak mempengaruhi kualitas daging. Serabut retikulin
memiliki karakteristik mirip kolagen, tetapi tidak dapat terhidrolisa oleh panas,
banyak terdapat pada dinding sel/serabut otot. Fungsi jaringan ikat, yaitu sebagai
pembungkus komponen-komponen fisik dari jaringan otot, contohnya epimisium,
perimisium, endomisium; penghubung daging dengan tulang, contohnya tendon;
sebagai penghubung tulang dengan tulang, contohnya ligamen (Bahar 2003).
Pengempuk Daging Alami
Keempukan merupakan salah satu faktor paling penting memikat
konsumen dalam pembelian produk daging (Komariah et al. 2009). Menurut
Lawrie (2003), daya terima konsumen terhadap daging dipengaruhi oleh ke-
empukan, juiciness, dan selera. Keempukan merupakan salah satu indikator dan
faktor utama pertimbangan bagi konsumen dalam memilih daging yang
berkualitas baik (Bredahl dan Poulsen, 2002). Menurut Fiems et al. (2000), nilai
keempukan daging sangat dipengaruhi oleh faktor penanganan ternak sebelum
pemotongan, pakan ternak, pH dan perlemakan. Aberle et al. (2001)
menambahkan bahwa komponen utama yang mempengaruhi ke-empukan adalah
kelompok jaringan ikat, kelompok serat daging, dan kelompok lemak yang ber-
hubungan dengan otot.
Menurut Setyanti (2012), salah satu tantangan saat mengolah daging
merah seperti daging sapi atau kambing terletak pada cara membuatnya jadi
empuk saat dikunyah. Untuk mendapatkan daging yang empuk, biasanya daging
harus direbus dalam waktu lama atau dipotong kecil-kecil. Namun, cara ini bisa
mengurangi kelembutan teksturnya, dan membuatnya jadi kurang gurih karena
jus-nya banyak hilang saat direbus. Agar daging empuk dan tetap terasa lembut
dapat digunakakan bahan alami seperti garam laut, taburkan garam laut (bukan
garam dapur) ke seluruh permukaan daging. Diamkan selama satu jam, baru
kemudian diolah. Garam akan membantu menghancurkan ikatan protein yang ada
di dalam daging sehingga daging akan terasa lebih empuk. Teh tak hanya punya
berkhasiat untuk kesehatan saja, tapi juga untuk mengempukkan daging.
Kandungan tanin di dalamnya berfungsi sebagai pengempuk alami. Buat 1-2
cangkir teh hitam yang pekat, diamkan sampai agak dingin kemudian rendam
daging (marinade) dalam air teh beberapa menit. Jus jeruk dan cuka, cairan yang
memiliki kandungan asam bisa membantu melembutkan otot dan serat daging
sekaligus menambah rasa. Gunakan saja jus yang punya kandungan asam tinggi
seperti lemon, jeruk nipis, atau nanas. Sedangkan untuk cuka, bisa digunakan
aneka cuka seperti cuka apel, balsamic, atau cuka yang ada di dapur. Jika daging
lebih punya rasa yang unik, anggur merah bisa digunakan untuk bahan perendam.
Kandungan tanin dalam anggur merah bisa membantu melembutkan daging.
Tomat juga mengandung asam yang cukup tinggi. Maka melumuri daging dengan
saus tomat juga bisa membantu membuatnya empuk. Kandungan asam ini juga
menjadi alasan utama mengapa tomat dijadikan sebagai saus BBQ dan dioleskan
ke atas daging sebelum dibakar. Jahe, enzim proteolitik alami yang terkandung
dalam jahe berfungsi untuk mengurai ikatan protein dalam daging sehingga jadi
lebih empuk. Lumuri daging dengan jahe yang sudah diparut selama beberapa
menit sebelum mengolahnya. Kopi, selain nikmat diminum, kopi juga menjadi
bahan pelembut daging alami sekaligus memperkuat rasa daging. Untuk
menggunakannya, panaskan satu gelas kopi kental, kemudian dinginkan dan
gunakan untuk merendam daging. Rendam selama 24 jam sampai daging empuk
baru diolah. Nanas, kiwi, dan pepaya buah-buahan ini mengandung enzim nabati
yang mampu melarutkan protein dan jaringan ikat pada daging. Untuk
mengempukkan daging, buah-buahan ini bisa dihaluskan atau dipotong tipis.
Kemudian gunakan untuk melumuri daging dan diamkan beberapa jam sebelum
dimasak.
Curing Daging
Mekanisme curing menurut Winarno (2002) adalah nitrit bereaksi dengan
gugus sulfhidril dan membentuk senyawa yang tidak dapat dimetabolisasi oleh
mikroba dalam kondisi anaerob. Pada daging, nitrit membentuk nitroksida yang
dengan pigmen daging akan membentuk nitrosomioglobin yang berwarna merah
cerah. Pembentukan nitrooksida dapat terlalu banyak jika hanya menggunakan
garam nitrit, oleh sebab itu biasanya digunakan campuran garam nitrat dan garam
nitrit. Garam nitrat akan tereduksi oleh bakteri nitrat menghasilkan nitrit. Peranan
garam nitrat sendiri sebagai bahan pengawet masih dipertanyakan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapat bahwa nitrat tidak dapat
mencegah kebusukan, bahkan akan mempercepat kebusukan dalam keadaan
aerobik. Fungsi dari nitrit adalah menstabilkan warna dari jaringan untuk
mengkontribusi karakter dari daging curing untuk menghambat pertumbuhan dari
racun makanan dan mikroorganisme pembusuk , menghambat ketengikan.
Aging Daging
Menurut Aberle et al. (2001), ternak yang tidak diistirahatkan akan meng-
hasilkan daging yang berwarna gelap, bertekstur keras, kering, memiliki nilai pH
tinggi dan daya mengikat air tinggi. Faktor penting setelah pemotongan yang
berpengaruh pada kualitas daging adalah pelayuan. Pelayuan daging akan
berpengaruh pada keempukan, flavor dan daya mengikat air. Faktor-faktor
tersebut sangat berkaitan dengan waktu postmortem atau waktu setelah
pemotongan. Setelah rigor mortis selesai, daging sapi menjadi lebih empuk.
Penyimpanan daging dalam alat pendingin dikenal dengan istilah pelayuan.
Peningkatan keempukan saat pelayuan disebabkan oleh perubahan enzimatis
dalam otot. Peningkatan keempukan daging sapi berlanjut kira-kira 7-10 hari
setelah ternak dipotong pada penyimpanan suhu sekitar 35F. Pemanasan daging
pada suhu tinggi tidak akan mengempukkan daging dan menyebabkan off-
flavor/kehilangan aroma.
Pelayuan dilakukan antara proses pendinginan dan pembekuan (freezing).
Tujuan pelayuan adalah untuk memberi kesempatan terhadap berlangsungnya
reaksi-reaksi kimiawi di dalam daging, sehingga daging akan memiliki mutu yang
optimum, karena daging memiliki keempukan yang sangat baik, serta memiliki
cita rasa dan aroma yang lebih baik. Selama pelayuan (aging/conditioning) terjadi
proses post rigor yang menyebabkan peningkatan aktivitas enzim proteolitik yang
menyebabkan peningkatan keempukan dan cira rasa (flavor) daging. Pelayuan
pada daging sapi dapat dilakukan pada temperatur 4 C selama 12 hari atau pada
temperatur kamar (29 C) selama 8 12 jam, selama proses tersebut terjadi
perubahan secara sempurna dari otot menjadi daging (Lukman et al. 2007).
Pada fase rigor mortis jaringan otot menjadi keras dan kaku. Fase ini
sangat tergantung pada kondisi penyimpanan. Penyimpanan pada suhu rendah
dapat menyebabkan fase rigor mortis berlangsung cukup lama. Sedangkan fase
pascarigor adalah fase pembentukan aroma, pada fase ini daging kembali menjadi
lunak dan empuk karena daya ikat air dalam otot kembali meningkat. Lama
pelayuan daging berhubungan dengan selesainya proses rigor mortis (proses
kekakuan daging), dalam hal ini apabila proses rigor mortis belum selesai dan
daging terlanjur dibekukan maka akan menurunkan kualitas daging atau daging
mengalami proses cold-shortening (pengkerutan dingin) ataupun thaw rigor
(kekakuan akibat pencairan daging) pada saat thawing sehingga akan
menghasilkan daging yang tidak empuk (alot) (Abustam, 2009)




















Dapus( ada yg blm di edit yaaa)!!!


Komariah*, Sri Rahayu, dan Sarjito .2009. SIFAT FISIK DAGING SAPI,
KERBAU DAN DOMBA PADA LAMA POSTMORTEM YANG BERBEDA. Buletin
Peternakan Vol. 33(3): 183-189, Oktober 2009

Aberle, E.D., J.C. Forrest, H.B. Hendrick, M.D. Judge dan R.A. Merkel. 2001. Principles
of Meat Science. W.H. Freeman and Co., San Fransisco.

Bredahl, L and C. S. Poulsen. 2002. Perception of pork and modern pig breeding among
Danish consumers. Project Paper No.01/02. ISSN 09072101. The Aarhus School of
Business (MAPP). New York.

Lawrie, R.A. 2003. Meat Science. The 6th ed. Terjemahan. A. Paraksi dan A. Yudha.
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Fiems, L.O., S. de Campeneere, S. de Smet, G. van de Voorde, J.M. Vanaker and Ch.V.
Boucque. 2000. Relationship between fat depots in carcasses of beef bulls and effect on
meat colour and tenderness. Meat Sci. 56:41-47.

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia

Keempukan Daging:Apa dan Bagaimana Mendapatkan Daging yang
Empuk? Keempukan Daging: pustaka.litbang.deptan.go.id 19/09/14.


Muchtadi, dkk. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan CV. Alfabeta. Bogor

Abustam, E. 2009. Konversi Otot Menjadi Daging. www//:http/konversi-otot-
menjadi-daging.html Diakses tanggal 15 September 2010

Bahar, Burhan. 2003. Panduan praktis memilih produk daging sapi. Jakarta:
Gramedia

Lukman DW, Sanjaya AW, Sudarwanto M, Soejoedono RR, Purnawarman T,
Latif H. 2007. Higiene Pangan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Home / Dapur / Tips Memasak
10 Bahan Perendam Agar Daging Empuk dan Lezat
Kamis, 29 November 2012
http://female.kompas.com Penulis : Christina Andhika Setyanti

Anda mungkin juga menyukai