Anda di halaman 1dari 18

A.

Konsep Penyakit
1. Anatomi Fisiologi
a. Otak

Otak merupakan pusat kendali fungsi tubuh yang rumit dengan sekitar
100 millar sel saraf , walaupun berat total otak hanya sekitar 2,5 % dari
berat tubuh, 70 % oksigen dan nutrisi yang diperlukan tubuh ternyata
digunakan oleh otak. Berbeda dengan otak dan jaringan lainya. Otak
tidak mampu menyimpan nutrisi agar bisa berfungsi, otak tergantung
dari pasokan aliran darah, yang secara kontinyu membawa oksigen dan
nutrisi. Pada dasarnya otak terdiri dari tiga bagian besar dengan fungsi
tertentu yaitu:
1) Otak besar
Otak besar yaitu bagian utama otak yang berkaitan dengan fungsi
intelektual yang lebih tinggi, yaitu fungsi bicara, integritas informasi
sensori ( rasa ) dan kontrol gerakan yang halus. Pada otak besar
ditemukan beberapa lobus yaitu, lobus frontalis, lobus parientalis,
lobus temporalis, dan lobus oksipitalis.
2) Otak kecil
Terletak dibawah otak besar berfungsi untuk koordinasi gerakan dan
keseimbangan.
3) Batang otak
Berhubungan dengan tulang belakang, mengendalikan berbagai
fungsi tubuh termasuk koordinasi gerakan mata, menjaga
keseimbangan, serta mengatur pernafasan dan tekanan darah. Batang
otak terdiri dari, otak tengah, pons dan medula oblongata.
b. Saraf kepala dibagi dua belas yaitu:
1) Nervus olvaktorius
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
2) Nervus optikus
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.
3) Nervus okulomotoris
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola
mata), menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk
melayani otot siliaris dan otot iris.
4) Nervus troklearis
Bersifat motoris, mensarafi otot- otot orbital. Saraf pemutar mata
yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
5) Nervus trigeminus
Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah
cabang, fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan
saraf otak besar.sarafnya yaitu :
a. Nervus oltamikus : sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala
bagian depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan
bola mata.
b. Nervus maksilaris : sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir
atas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.
c. Nervus mandibula : sifatnya majemuk ( sensori dan motoris )
mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya
mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.
d. Nervus abdusen : Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital.
Fungsinyasebagai saraf penggoyang sisi mata.
e. Nervus fasialis : Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-
serabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir
ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf
otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala fungsinya
sebagai mimik wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.
f. Nervus auditoris : Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar,
membawa rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak.
Fungsinya sebagai saraf pendengar.
g. Nervus glosofaringeus : Sifatnya majemuk (sensori dan motoris)
mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini dapat membawa
rangsangan cita rasa ke otak.
h. Nervus vagus : Sifatnya majemuk ( sensoris dan motoris)
mengandung saraf-saraf motorik, sensorik dan para simpatis
faring, laring, paru-paru, esofagus, gaster intestinum minor,
kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. fungsinya sebagai
saraf perasa.
i. Nervus asesorius : Saraf ini mensarafi muskulus
sternokleidomastoid dan muskulus trapezium, fungsinya sebagai
saraf tambahan.
j. Nervus hipoglosus : Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya
sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum
penyambung.

2. Definisi
Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk stroke atau cedera
serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan suplai darah otak secara
mendadak sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau
akibat pecahnya pembuluh darah otak (Chang, 2010).
Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi serebral di satu pembuluh
darah atau lebih yang mensuplai otak.Stroke menginterupsi atau mengurangi
suplai oksigen dan umumnya menyebabkan kerusakan serius atau nekrosis di
jaringan otak (Williams, 2008).
Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (primary
hemorrhagic strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic strokes)
Sedangkan menurut Padila, (2012) Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak
yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan
trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di
tubuh.
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
(Arif Muttaqin, 2008).

3. Etiologi
a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran
darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan
kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi
pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.Hal ini dapat terjadi
karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemia serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
b. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus
di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik
c. Iskemia
Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah.

4. Tanda dan Gejala


Gejala yang paling sering dijumpai pada penderita umumnya dikelompokan atas
4 macam :
1) Dystensia ( gangguan fungsi motorik ) berupa :
a) Kelumpuhan ( hemiplegi atau paraplegi )
b) Paralisis ( kehilangan total dari gangguan kekuatan motoriknya )
c) Paresis ( kehilangan sebagian kekuatan otot motoriknya )
2) Disnestasia ( gangguan fungsi sensorik ) berupa :
a) Hipoarasthesia dan Arasthesia.
b) Gangguan penciuman, penglihatan dan gangguan rasa pada lidah.
c) Dyspasia ( gangguan berbicara )
3) Dymentia ( gangguan mental ) dengan manifestasi :
a) Gangguan neurologis.
b) Gangguan psikologis.
c) Keadaan kebingungan.
d) Reaksi depresif.

5. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.Luasnya
infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh
daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh
pembuluh darah yang tersumbat.Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan
spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant
dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a otak.
Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi
(Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah.Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.Area
edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan
perbaikan.Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi
perdarahan masif.Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
.menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai;
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan
yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit.
Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung
(Muttaqin, 2008).
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan
perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif darah yang
keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan
saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2008).
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60
cc maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada
perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar dengan volume
antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume
darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999 dalam
Muttaqin, 2008).
6. Pathway
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah
sebagai berikut :
a) Angiografi serebral: Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
b) Lumbal pungsi: Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
carran lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan
adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c) CT scan.: Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang
pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
d) MRI: MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan
otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan
infark akibat dari hemoragik.
e) USG Doppler: Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).
f) EEG: Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam
jaringan otak.
Pemeriksaan Laboratorium:
a) Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b) Pemeriksaan darah rutin.
c) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-
angsur turun kembali.
d) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
8. Penatalaksanaan
a. Bantuan kepatenan jalan nafas, ventilasi dengan bantuan oksigen.
b. Pembatasan aktivitas/ tirah baring.
c. Penatalaksanaan cairan dan nutrisi.
d. Obat-obatan seperti anti Hipertensi, Kortikosteroid, analgesik.
e. EKG dan pemantauan jantung.
f. Pantau Tekanan Intra Kranial ( TIK ).
g. Rehabilitasi neurologik.

B. Rencana Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1) Riwayat Keperawatan
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial.Keluhari perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif,
dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, dan kegemukan.Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering
digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya.Adanya riwayat merokok, penggunaan
alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data
dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus,
atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien.Pengkajian mekanisme koping
yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
2) Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6)
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
a. B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun
yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg).
c. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).Lesi otak
yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang.Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten
dengan teknik steril.Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut.Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f. B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas
menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi,
serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
g. Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling
sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.Beberapa sistem digunakan
untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar
padatingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.Jika klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
h. Pengkajian Fungsi Selebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
i. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status
mental klien mengalami perubahan.
j. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang.Penurunan kemampuan berhitung dan
kalkulasi.Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu
kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu
nyata.
k. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan
disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau
bahasa tertulis.Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak
lancar.Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan bicara.Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan
tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien
mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
3) Pemeriksaan Penunjang
a. Serebral Angiografi : membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/
ruptur.
b. Computerized Tomografi Scanning (CT-Scan) : memperhatikan
adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) : menunjukkan daerah yang
mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
d. Ultrasonografi Doppler (USG Doppler) : mengidentifikasi penyakit
arteriovena.
e. Elektroensefalogram (electroencephalogram-EEG): mengidentifikasi
penyakit didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
f. Lesi yang spesifik (Batticaca, 2008)
g. Sinar tengkorak.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :
a. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d O2 otak menurun
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrient
c. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.
d. Risiko kerusakan integritas kulit b.d factor risiko : lembap
e. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan
sentral bicara.
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan
Perfusi jaringan Tujuan (NOC) : Intervensi (NIC) 1. Peningkatan tekanan darah
cerebral tidak Gangguan perfusi 1. Pantau TTV tiap jam dan sistemik yang diikuti dengan
efektif b.d O2 jaringan dapat tercapai catat hasilnya penurunan tekanan
otak menurun secara optimal 2. Kaji respon motorik darah diastolik merupakan
Kriteria hasil : terhadap perintah tanda peningkatan TIK.
 Mampu sederhana Napas tidak teratur
mempertahankan 3. Pantau status neurologis menunjukkan adanya
1. tingkat kesadaran secara teratur peningkatan TIK
 Fungsi sensori dan 4. Dorong latihan kaki aktif/ 2. Mampu mengetahui tingkat
motorik membaik pasif respon motorik pasien
5. Kolaborasi pemberian 3. Mencegah/menurunkan
obat sesuai indikasi atelektasis
4. Menurunkan statis vena
5. Menurunkan resiko
terjadinya komplikasi
2 Ketidakseimban Tujuan (NOC) : Intevensi (NIC) : 1. Motivasi klien
gan nutrisi: 1. Status gizi 1. Pengelolaan gangguan mempengaruhi dalam
kurang dari 2. Asupan makanan makanan perubahan nutrisi
kebutuhan tubuh 3. Cairan dan zat gizi 2. Pengelulaan nutrisi 2. Makanan kesukaan klien
b.d Kritria evaluasi: 3. Bantuan menaikkan BB untuk mempermudah
ketidakmampuan  Menjelaskan Aktivitas keperawatan : pemberian nutrisi
untuk komponen 1. Tentukan motivasi klien 3. Merujuk kedokter untuk
mengabsorpsi kedekatan diet untuk mengubah mengetahui perubahan klien
nutrient  Nilai laboratorium kebiasaan makan serta untuk proses
(mis,trnsferin,albumin, 2. Ketahui makanan kesukaan penyembuhan
dan eletrolit) klien 4. Membantu makan untuk
 Melaporkan 3. Rujuk kedokter untuk mengetahui perubahan
keadekuatan tingkat menentukan penyebab nutrisi serta untuk
giji perubahan nutrisi pengkajian

 Nilai laboratorium 4. Bantu makan sesuai 5. Menciptakan lingkungan


(mis:trasferin,albo dengan kebutuhan klien untuk kenyamananistirahat
men dan eletrolit 5. Ciptakan lingkungan klien serta utk ketenangan
 Toleransi terhadap yang menyenangkan dalam ruangan/kamar.
gizi yang untuk makan
dianjurkan
.
3 Hambatan Tujuan (NOC): Intevensi (NIC) : 1. Mengajarkan klien tentang
mobilitas fisik Klien diminta  Terapi aktivitas, ambulasi dan pantau penggunaan alat
b.d penurunan menunjukkan tingkat  Terapi aktivitas, mobilitas bantu mobilitas klien lebih
kekuatan otot mobilitas, ditandai sendi. mudah.
dengan indikator  Perubahan posisi 2. Membantu klien dalam
berikut (sebutkan Aktivitas Keperawatan : proses perpindahan akan
nilainya 1 - 5 : 1. Ajarkan klien tentang dan membantu klien latihan
ketergantungan (tidak pantau penggunaan alat dengan cara tersebut.
berpartisipasi) bantu mobilitas. 3. Pemberian penguatan positif
membutuhkan bantuan 2. Ajarkan dan bantu klien selama aktivitas akan mem-
orang lain atau alat dalam proses perpindahan. bantu klien semangat dalam
membutuhkan bantuan 3. Berikan penguatan positif latihan.M
orang lain, mandiri selama beraktivitas. 4. empercepat klien dalam
dengan pertolongan 4. Dukung teknik latihan mobilisasi dan
alat bantu atau mandiri ROM mengkendorkan otot-otot
penuh). 5. Kolaborasi dengan tim 5. Mengetahui perkembngan
Kriteria Evaluasi : medis tentang mobilitas mobilisasi klien sesudah
 Menunjukkan klien latihan ROM
penggunaan alat
bantu secara benar
dengan
pengawasan.
 Meminta bantuan
untuk beraktivitas
mobilisasi jika
diperlukan.
 Menyangga BAB
 Menggunakan kursi
roda secara efektif.
4 Risiko kerusakan Tujuan (NOC) : 1) Anjurkan pasien untuk 1. Kulit bisa lembap dan
integritas kulit b.d Tissue Integrity : Skin menggunakan pakaian mungkin merasa tidak dapat
factor risiko : and Mucous yang longgar beristirahat atau perlu untuk
lembap Membranes 2) Hindari kerutan pada bergerak
Kriteria Hasil : tempat tidur 2. Menurunkan terjadinya
 Integritas kulit 3) Jaga kebersihan kulit agar risiko infeksi pada bagian
yang baik bisa tetap bersih dan kering kulit
dipertahankan 4) Mobilisasi pasien (ubah 3. Cara pertama untuk
(sensasi, elastisitas, posisi pasien) setiap dua mencegah terjadinya infeksi
temperatur, hidrasi, jam sekali 4. Mencegah terjadinya
pigmentasi) 5) Monitor kulit akan adanya komplikasi selanjutnya
 Tidak ada luka/lesi kemerahan 5. Mengetahui perkembangan
pada kulit 6) Oleskan lotion atau terhadap terjadinya infeksi
 Menunjukkan minyak/baby oil pada kulit
pemahaman dalam derah yang tertekan 6. Menurunkan pemajanan
proses perbaikan 7) Kolaborasi pemberian terhadap kuman infeksi pada
kulit dan mencegah antibiotic sesuai indikasi kulit
terjadinya sedera 7. Menurunkan risiko
berulang terjadinya infeksi

 Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami

5 Gangguan Tujuan (NOC): Intervensi (NIC) : 1. Mencek komunikasi klien


komunikasi Komunikasi dapat 1. Lakukan komunikasi apakah benar-benar tidak
verbal b.d. berjalan dengan baik dengan wajar, bahasa jelas, bisa melakukan komunikasi
kerusakan Kriteria hasil : sederhana dan bila perlu 2. Mengetahui bagaimana
neuromuscular, diulang kemampuan komunikasi
kerusakan  Klien dapat 2. Dengarkan dengan tekun klien tsb
sentral bicara mengekspresikan jika pasien mulai berbicara 3. Mengetahui derajat
perasaan /tingkatan kemampuan
 Memahami maksud 3. Berdiri di dalam lapang berkomunikasi klien
dan pembicaraan pandang pasien pada saat 4. Menurunkan terjadinya
orang lain bicara komplikasi lanjutan
 Pembicaraan pasien 4. Latih otot bicara secara 5. Keluarga mengetahui &
dapat dipahami optimal mampu mendemonstrasikan
5. Libatkan keluarga dalam cara melatih komunikasi
melatih komunikasi verbal verbalpd klien tanpa bantuan
pada pasien perawat
6. Kolaborasi dengan ahli 6. Mengetahui perkembangan
terapi wicara komunikasi verbal klien

DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith.(2008). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7. Penerbit Buku


Kedokteran (EGC). Jakarta
Herdman, T.Heather (2011).NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi
dan Klasifikasi 2009-2011. Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Jakarta
Chang, Ester .2010 .Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J .2009 .Buku Saku Patofisiologi . Jakarta: E G C.
Doengoes, Marilyn dkk .2012 .Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta: E G C
Muttaqin, Arif. 2008 .Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Price, SA dan Wilson, 2006.Patofisiologi: Konsep klinis proses- proses penyakit ed. 6
vol.1. Jakarta: EGC.
Tarwoto, 2007.Keperawatan Medikal Bedah: Gangguan Sistem Persyarafan . Jakarta:
Sagung Seto.
William, Lippicont .2008 .Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit . Jakarta:
Indeks.
Wilkinson, Judith .2013 .Diagnosis NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC.
Jakarta: EGC .

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


(……………………………..) (……………………………..)

Anda mungkin juga menyukai