a. TELINGA
- ANATOMI
- FIOLOGI
Seseorang dapat mendengar melalui getaran yang dialirkan melalui udara atau
tulang langsung ke koklea. Aliran suara melalui udara lebih baik dibandingkan dengan
aliran suara melalui tulang. Getaran suara ditangkap oleh daun Telinga yang dialirkan ke
liang telinga dan mengenai membran timpani sehingga membran timpani bergetar.
Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain.
b. HIDUNG
- ANATOMI
Hidung terdiri dari:
-Hidung bagian luar
-Rongga hidung
Hidung bagian luar
- Berbentuk pyramid
- Dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan.
Rongga hidung (cavum nasi)
-Berbentuk terowongan dari depan kebelakang
-Dipisahkan oleh septum di bagian tengah menjadi cavum nasi kanan dan kiri
-Cavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu:
o Dinding medial
o Dinding lateral
o Dinding inferior
o Dinding superior
Dinding medial hidung yaitu septum nasi, septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan,
pada dinding lateral terdapat konka yaitu;
a. Konka superior Kecil, dibagian atas
b. Konka media Lebih kecil, letaknya ditengah
c. Konka inferior Terbesar dan paling bawah letaknya
d. Konka suprema Terkecil dan rudimenter
Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut
meatus. Ada 3 meatus, yaitu:
Meatus inferior terletak diantara konka superior dengan dasar hidung dengan rongga hidung.
Meatus medius terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung.
Meatus superior merupakan ruang diantara konka superior dan konka media.
Dinding superior merupakan merupakan dasar rongga hidung dengan superior atau atap
hidung sangat sempit.
FISIOLOGI
Jalan napas
Udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian
turun ke bawah ke arah nasofaring, dan seterusnya. Pada ekspirasi terjadi hal sebaliknya.
Alat pengatur kondisi udara (air condition-ing)
Mukus pada hidung berfungsi untuk mengatur kondisi udara
Penyaring udara
Mukus pada hidung berfungsi sebagai penyaring dan pelindung udara inspirasi dari debu dan
bakteri bersama rambut hidung, dan silia.
Sebagai indra penghidu
Fungsi utama hidung adalah sebagai organ penghidu, dilakukan oleh saraf olfaktorius.
Untuk resonansi udara
Fungsi sinus paranasal antara lain sebagai pengatur kondisi udara, sebgai penahan suhu,
membantu keseimbangan kepala, membantu resonansi suara, sebagai peredam perubahan
tekanan udara, membantu produksi mukus dan sebagainya.
Turut membantu proses berbicara
Refleksi nasal.
- HISTOLOGI
-Epitel organ pernafasan yang biasa berupa toraks bersilia, bertingkat palsu, berbeda-beda
pada berbagai bagian hidung, bergantung pada tekanan dan kecepatan aliran udara, demikian
pula suhu, dan derajat kelembaban udara. Mukoa pada ujung anterior konka dan septum
sedikit melampaui internum masih dilapisi oleh epitel berlapis torak tanpa silia, lanjutan dari
epitel kulit vestibulum. Sepanjang jalur utama arus inspirasi epitel menjadi toraks bersilia
pendek dan agak ireguler. Sel-sel meatus media dan inferior yang terutama menangani arus
ekspirasi memiliki silia yang panjang dan tersusun rapi.
-Lamina propria dan kelenjar mukosa tipis pada daerah dimana aliran udara lambat atau
lemah. Jumlah kelenjar penghasil secret dan sel goblet, yaitu sumber dari mucus, sebanding
dengan ketebalan lamina propria.
-Terdapat dua jenis kelenjar mukosa pada hidung, yakni kelenjar mukosa respiratori dan
olfaktori. Mukosa respiratori berwarna merah muda sedangkan mukosa olfaktori berwarna
kuning kecoklatan.
-Silia, struktur mirip rambut, panjangnya sekitar 5-7 mikron, terletak pada permukaan epitel
dan bergerak serempak secara cepat ke arah aliran lapisan, kemudian membengkok dan
kembali tegak secara lambat.
a. TENGGOROKAN
FARING
a. ANATOMI
o Kantong
fibromuskular
o Bentuk seperti corong.
o Dari dasar tengkorak
-Dinding faring dibentuk oleh:
o Selaput lendir.
o Fasia faringo basiler.
o Pembungkus otot.
o Sebagian fasia bukofaringeal.
-Unsur faring meliputi:
o Muksa.
o Palut lender.
o Otot.
-Faring terdiri atas:
o Nasofaring.
o Orofaring.
o Laringofaring (hipofaring).
1. Nasofaring
-Batas-batas:
- Superior: dasar tengkorak.
- Inferior: palatum mole.
- Anterior: rongga hidung.
- Posterior: vertebra servikal
-Struktur nasofaring:
- Adenoid.
- Jaringan limfa pada dinding nasofaring.
- Resesus faring --- fossa rosenmuleri.
- Muara tuba eustakhius.
- Tonus tubarius.
- Koana (pintu masuk rogga mulut ke nasofaring).
2. Orofaring (mesofaring)
-Batas-batas:
- Superior: palatum mole.
- Interior: tepi atas epiglotis.
- Anterior: rongga mulut.
- Posterior: vertebra servikal.
-Struktur penting di orofaring.
- Dinding posterior faring.
- Tonsilplatina.
- Fossa tonsil.
- Arkus anterior dan posterior.
- Uvula.
- Tonsil lingual (lidah).
- Foramen sekum.
3. Laringofaring (hipofaring).
-Batas-batas:
- Superior:tepi atas epiglottis.
- Anterior: laring.
- Inferior: esophagus.
- Posterior: vertebra servikal.
-Struktur penting:
- Valekuta atau kantong pil (pil pocket).
- Epiglotis.
b. Fisiologi faring:
o Untuk respirasi.
o Membantu pada waktu menelan.
o Resonansi sura.
o Untuk artikulasi.
Fungsi menelan:
Terdiri dari 3 fase proses menelan, yaitu:
o Fase oral.
Bolus makanan --- faring (voluntary / disadari.)
o Fase faringeal.
Transfer bolus makanan --- faring (involuntary / tidak disadari).
o Fase esofageal.
Bolus makanan --- esophagus --- lambung.
LARING
a. ANATOMI
b. FISIOLOGI
Fungsi:
o Proteksi (epiglottis).
o Batuk.
o Respirasi.
o Sirkulasi.
o Menelan.
o Emosi.
o Fonasi (pembentukan suara).
o Menghasilkan bunyi
o Mencegah masuknya benda asing ke dalam trachea/bronchus (sphincter)
o respirasi
Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi di hadapan
pemeriksa. Hamper 50% diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis saja. Gejala yang khas ialah
terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal,
terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini
merupakan mekanisme fisiologik, aitu proses membersihkan sendiri. Bersin ini terutama
merupakan gejala pada RAFC dan kadang2 pada RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin.
Gejala lain ialah kelur ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung
dan mata gatal, yang kadang2 disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Sering kali
gejala yg timbul tidak lengkap, terutama pada anak. Kadang2 keluhan hidung tesumbat
merupakan keluhan utama atau satu satunya gejala yg diutarakan oleh pasien.
2. Pemeriksaan Fisik
Tahapan pemeriksaan fisik :
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi
Pada rinoskopi anterior tampakmukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai
adanya secret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak hipertrofi. Gejala
spesifik pada anak ialah terdapatnya bayangan gelap didaerah bawah mata yg terjadi karena
stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Selain dari itu sering juga anak tampak menggoso
gosok hidung karena gatal, keadaan menggosok hidung ini lama kelamaan akan mengakibatkan
timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah, mulut sering terbuka dengan
lengkung langit2 yg tinggi sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-geligi. Dinding
posterior faring tampak granuler dan edema, serta dinding lateral faring Nampak menebal, lidah
tampak seperti gambaran peta.
3. Pemeriksaan Penunjang
Hitung eosinophil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Pemeriksaan IgE total
seringkali menunjukan nilai normal. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan kemungkinan
jenis rhinitis yang dialami pasien.
Rinitis alergi mempengaruhi sekitar 40% anak-anak dan 20%-30% orang dewasa.
Pada anak (<2 tahun) diagnosis rinitis alergi lebih sulit di tegakkan. Keluhan pertama
biasanya muncul pada usia sekolah
ETIOLOGI
PATOFISIOLOGI
Kecenderungan untuk timbulnya alergi atau reaksi yang dimediasi IgE terhadap
alergen ekstrinsik memiliki komponen genetik. Pada individu yang rentan, pajanan
terhadap alergen tertentu menyebabkan sensitisasi. Hal itu ditandai dengan produksi IgE
spesifik terhadap alergen. IgE spesifik tersebut akan menempel pada permukaan sel mast
yang berada pada mukosa nasal. Ketika terhirup kedalam hidung, alergen akan berikatan
dengan IgE pada sel mast, menyebabkan pecahnya (degranulasi) sel tersebut dan lepasnya
mediator inflamasi.
MANIFESTASI KLINIS
1) Gejala yang mendukung diagnosis rinitis alergi (2 atau lebih gejala >1 jam hampir
setiap hari): rinorea berair, bersin paroksimal, obstruksi nasal, hidung gatal, dan
konjungtivitis (mata berair, gatal atau bengkak)
2) Gejala yang tidak mendukung diagnosis rinitis alergi: bersifat unilateral, obstruksi
nasal tanpa disertai gejala lainnya, rinorea mukopurulen, post nasal drip dengan
mukus tebal, tidak ditemui rinorea anterior, nyeri, epitaksis berulang, dan anosmia.
ETIOLOGI
Etilogipastirinitisvasomotorbelumdiketahuidandidugaakibatgangguan
keseimbangansistemsarafotonomyangdipicuolehzat-zattertentu.
Beberapafaktoryangmempengaruhikeseimbanganvasomotor:
1. obat-obatanyangmenekandanmenghambatkerjasarafsimpatis,seperti
ergotamin,chlorpromazin, obatantihipertensidanobatvasokonstriktor topikal.
2. faktorfisik,sepertiiritasiolehasaprokok,udaradingin,kelembaban udara
yangtinggidanbauyangmerangsang.
3. faktorendokrin,sepeti keadaankehamilan,pubertas,pemakaianpil
antihamildanhipotiroidisme.
4. faktorpsikis,sepertistress,ansietasdanfatigue.
PATOFISIOLOGI
1. Neurogenik (disfungsi sistem saraf otonom)
Sistemsarafotonommengontrol alirandarahkemukosa hidung
dansekresi
darikelenjar.Diameterresistensipembuluhdarahdihidungdiaturolehsiste
msaraf simpatissedangkanparasimpatismengontrolsekresi
kelenjar.Padarinitisvasomotorterjadidisfungsisistemsarafotonomyangm
enimbulkan ketidakseimbangan impuls saraf otonom di mukosa hidung
yang berupa bertambajnya aktivitas saraf parasimpatis.
2. Neuropeptida
Terjadi disfungsi hidung yang diakibatkan oleh meningkatnya rangsangan
terhadap saraf sensoris serabut C di hidung. Adanya rangsangan abnormal saraf
sensoris ini akan diikuti dengan pelepasan neuropeptida yang menyebabkan
peningkatan permeabilitas vaskular dan sekresi kelenjar
3. Nitrik oksida
Kadar niktrik oksida (NO) yang tinggi dan persisten di lapisan epitel hidung
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan epitel, sehingga rangsangan non spesifik
berinteraksi langsung ke sub-epitel akhirnya terjadi peningkatan reaktifitas fefleks
vaskular dan kelenjar mukosa hidung
4. Trauma
Rhinitis vasimotor dapat merupakan komplikasi jangka panjang dari truma hidung
melalui mekanisme neurogenik dan neuropeptida
Dengandemikian,patofisiologidapatmemandupenatalaksanaanrinitis
vasomotoryaitu:4,14
- meningkatkanperangsanganterhadapsistemsarafsimpatis
- mengurangiperangsanganterhadapsistemsarafparasimpatis
- mengurangipeptidevasoaktif
- mencaridanmenghindarizat-zatiritan
PATOGENESIS
Rinitisvasomotormerupakansuatukelainanneurovaskular pembuluh-
pembuluhdarahpadamukosahidung,terutamamelibatkan sistemsaraf parasimpatis. Tidak
dijumpai alergen terhadap antibodi spesifik seperti yang
dijumpaipadarinitisalergi.Keadaaninimerupakanreflekshipersensitivitasmukosa
hidungyangnon–spesifik.Serangandapatmunculakibatpengaruhbeberapafaktor pemicu.
1.Latar belakang
- adanyapaparanterhadapsuatuiritanmemicuketidakseimbangansistem
sarafotonomdalammengontrolpembuluhdarahdankelenjar padamukosa
- hidungvasodilatasidanedemapembuluhdarah mukosahidunghidung
- tersumbatdanrinore.
- disebutjuga“ rinitisnon-alergi(nonallergicrhinitis)“
- merupakanresponnon–spesifik terhadap perubahan–perubahan
lingkungannya,berbedadenganrinitisalergiyangmanamerupakan
- responterhadapproteinspesifikpadazatallergennya
- -tidakberhubungandenganreaksiinflamasiyangdiperantaraiolehIgE (IgE-
mediatedhypersensitivity)
2.Pemicu(triggers)
- alkohol
- perubahantemperatur/kelembapan
- makananyangpanasdanpedas
- bau–bauanyangmenyengat( strongodor)
- asaprokokataupolusiudaralainnya
- faktor–faktorpsikisseperti:stress,ansietas
- penyakit–penyakitendokrin
- obat-obatansepertiantihipertensi,kontrasepsioral
DIAGNOSIS
Dalamanamnesisdicarifaktoryangmempengaruhikeseimbanganvasomotor
dandisingkirkankemungkinanrinitisalergi.Biasanyapenderitatidakmempunyai riwayat alergi
dalam keluarganya dan keluhan dimulai pada usia dewasa.
Beberapapasienhanyamengeluhkangejalasebagairesponterhadappaparanzat
iritantertentutetapitidakmempunyaikeluhanapabilatidakterpapar.
Padapemeriksaan rinoskopianteriortampakgambaranklasikberupaedema
mukosahidung,konkahipertrofidan berwarnamerahgelapataumerahtua(
karakteristik),tetapidapatjugadijumpaiberwarnapucat.Permukaan konkadapat
licinatauberbenjol(tidakrata).Padarongga hidungterdapat sekretmukoid,
biasanyasedikit.Akantetapipadagolonganrinore,sekretyangditemukan bersifat
serosadenganjumlahyangbanyak.Padarinoskopiposterior dapatdijumpai postnasaldrip.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
rinitisalergi.Testkulit(skintest)biasanya negatif, demikian pulatestRAST,serta
kadarIgEtotaldalambatasnormal. Kadang-kadangditemukanjugaeosinofilpada
sekrethidung,akantetapidalamjumlah yangsedikit.
GEJALAKLINIS
Pada rhinitis vasomotor, gejala sering diceuskan oleh berbagai rangsangan non-
spesifik, seperti asap/rokok, bau yang menyengat, udara dingin, makanan pedas.
Gejalayangdijumpaipadarinitisvasomotorkadang-kadang sulitdibedakan
denganrinitisalergisepertihidungtersumbat danrinore.Rinoreyanghebatdan bersifat mukus
atau serous sering dijumpai. Gejala hidung tersumbat sangatbervariasiyangdapatbergantian
darisatusisikesisiyanglain,terutamasewaktu perubahanposisi.Keluhanbersin-bersin
tidakbegitunyatabiladibandingkan
denganrinitisalergidantidakterdapatrasagataldihidungdanmata. Gejala dapatmemburuk
padapagihariwaktubanguntidurolehkarenaadanyaperubahan suhu yang ekstrim, udara
lembab, dan juga oleh karena asap rokok dan
sebagainya.Selainitujugadapatdijumpaikeluhanadanyaingusyangjatuhke
tenggorok(postnasaldrip).
Berdasarkangejalayangmenonjol,rinitis vasomotordibedakandalam3 golongan, yaitu 1)
golongan bersin (sneezers) dimana gejala biasanya memberikan respon yang baik
dengan terapi antihistamin dan glukokortikosteroid topikal, 2) golongan obstruksi (
blockers) kongesti umumnya memberikan respon yang baik dengan terapi glukokortikosteroid
topikal dan vasokontriksi oral 3)golongan rinore( runners) dimana gejala dapat diatasi dengan
pemberian anti kolinergik topikal
RINITIS MEDIKAMENTOSA
DEFINISI
Rinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal
vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topikal (tetes hidung atau
semprot hidung ) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung
yang menetap. Dapat dikatakan bahwa hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang
berlebihan (drug abuse)
ETIOLOGI
Penyebab rinitis medikamentosa adalah pemakaian obat yang berlebihan (drug abuse)
PATOMEKANISME
Mukosa hidung merupakan organ yang sangat peka terhadap rangsangan atau iritan,
sehingga harus hati-hati memakai topikal vasokontriktor. Obat topikal vasokonstriktor dari
golongan simpatomimetik akan menyebabkan siklus nasi terganggu dan akan berfungsi
normal kembali apabila pemakaian obat itu di hentikan.
Pemakaian topikal vasokontriktor yang berulang dan dalam waktu yang lama akan
menyebabkan fase dilatasi berulag (rebound dilatation) setelah vasokontriksi, sehingga timbul
gejala obstruksi. Adanya gejala obstruksi ini menyebabkan pasien lebih sering dan lebih
banyak lagi memakai obat tersebut. Pada keadaan ini ditemukan kadar agonis alfa-adrenergik
yang tinggi di mukosa hidung. Hal ini akan diikuti dengan penurunan sensitivitas reseptor
adre-energik di pembuluh darah sehingga terjadi suatu toleransi. Aktivitas dari tonus simpatis
yang menyebabkan vasokonstriksi (dekongesti mukosa hidung ) menghilang. Akan terjadi
dilatasi dan kongesti jaringan mukosa hidung. Keadaan ini disebut juga sebagai rebound
kongestion.
Kerusakan yang terjadi pada mukosa hidung pada pemakaian obat tetes hidung pada
pemkaian obat tetes hidung dalam waktu lama ialah :
1) silia rusak,
2) sel goblet berubah ukurannya
3) membran basal menebal
4) pembuluh darah melebar
5) stroma tampak edema
6) hipersekresi kelenjar mucus dan perubahan pH sekret hidung,
7) lapisan submukosa menebal dan
8) lapisan periostium menebal.
Oleh karena itu pemakaian obat topikal vasokonstriktor sebaiknya tidak lebih dari satu
minggu dan sebaiknya bersifat isotonik dengan sekret hidung normal (pH antara 6,3 dan 6,5)
Dalam pengobatan rinitis alergi, krouse menemukan konsep faktor dinamik dan
adinamik. Alergi meruoakan salah satu faktor dinamik yang penting di samping infeksi
(bakteri,virus atau jamur), iritasi mukosa dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
mukosa seperti suhu,kelembapan dan pengendapan partikel-partikel yang ada di udara.
Dari faktor adinamik umumnya berhubungan dengan kelaianan anatomi, sikatriks pasca
operasi, diskinesia silier, polip, benda asing atau keganasan. Kedua faktor tersebut harus selalu
menjadi pertimbngan dalam memberikan terapi.
Bila gejala rinitis alergi menetap lebih dari 7 hari, besar kemungkinan oenyebabnya
bakteri. Antibiotik sebaiknya diberikan pada pasien yang mempunyai gejala sedang atau berat,
sementara pada kasus yang ringan umumnya dapat sembuh tanpa antibiotik. Meksipun
demikian secara keseluruhan pasien yang mendapat antibiotik lebih cepat sembuh dibanding
plasebo.
Pada rinosinusitis akut lama pemberian antibiotik 10-14 hari, sedangkan jenisnya
tergantung harga,keamanan dan pola resistensi kuman di daerah tersebut. Amoksilin dosis
tinggi,atau kombinasi amoksilin- asam klavulanat, klaritromisin dan azitromisin dapat dipakai
sebagai lini ke 3 (sefuroksin, sefpodoksim atau sefprozil) yang mempunyai spektrum
levofloksasin dipakai pada pasien dewasa, sebagai cadangan bila obatyang terdahulu tidak
memuaskan . pada rinosinusitis kronik ada yang menganjurkan pemberikan antibiotik sampai 4-
6 minggu.
Kortikosteroid oral atau nasal mengurangi inflamasi. Irigasi atau semprotan air garam
faali dapat mengurangi kekentalan sekret hidung serta memperbaiki bersihan mukosilier.
Nc Nally melaporkan dari 200 kasus rinosinusitis kronik, dengan terapi medis yang
agresif yang terdiri dari antibiotik oral selama 4 minggu, kortikosteroid nasal, lavase rongga
hidung dan dekongestan topikal, ternyata hanya 6% (12 kasus) yang kurang memberikan
respons sehingga memerlukan operasi FESS (functional endoscopic sinus surgery).
Disimpulkan terapi medik cukup memadai dan efektif untuk pengobatan rinosinusitis.
Penyakit alergi disebabkan oleh mediator kimia seperti histamin yang dilepaskan oleh
sel mast yang dipicu oleh adanya ikatan alergen dengan IgE spesifik yang melekat pada
reseptornya di permukaan sel tersebut.
Untuk mencapai tujuan pengobatan rinitis alergi, dapat diberikan obat-obatan sebagai berikut6 :
1. Antihistamin
2. Dekongestan hidung
3. Kortikosteroid
4. Antikolinergik
5. Natrium Kromolin
6. Imunoterapi
Imunoterapi dengan alergen spesifik digunakan bila upaya penghindaran alergen dan
terapi medikamentosa gagal dalam mengatasi gejala klinis rinitis alergi. Terdapat
beberapa cara pemberian imunoterapi seperti injeksi subkutan, pernasal, sub lingual,
oral dan lokal.
Pemberian imunoterapi dengan menggunakan ekstrak alergen standar selama 3
tahun, terbukti memiliki efek preventif pada anak penderita asma yang disertai
seasonal rhinoconjunctivitis mencapai 7 tahun setelah imunoterapi dihentikan.
Sumber :
Effy Huriyati dan Al Hafiz.Diagnosis dan Penatalaksanaan Rinitis Alergi yang
Disertai Asma Bronkial. Sumatera Barat: Bagian Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas - RSUP Dr. M.
Djamil Padang