I. PENDAHULUAN
Karsinoma sel skuamosa merupakan jenis sel karsinoma yang paling
banyak ditemukan pada manusia, seperti pada payudara, leher rahim, saluran
pernafasan, dan saluran pencernaan, termasuk rongga mulut.1
Karsinoma sel skuamosa lidah banyak dijumpai pada laki-laki dan mencapai
puncaknya pada dekade ke enam dan ke tujuh.3 Menurut literatur lain, mayoritas
penderita keganasan rongga mulut adalah pria, walaupun insidensi keganasan
lidah pada wanita meningkat secara progresif di USA hingga mencapai 47%
(1988-1997) dari 15% (1927-1934).4
1
on Cancer). TNM (T : Tumor primer, N : Nodus limfatikus, dan M : Metastase).6
Insidensi tertinggi metastase squamous cell carninoma ke kelenjar getah bening
regional menurut klasifikasi TNM adalah N0 (50%), N1 & N2 (masing-masing
20%), dan N3 (10%).2
Tatalaksana terapi sangat tergantung dari stadium.7 Terapi pada tumor ini
meliputi pembedahan, radiasi, kemoterapi atau kombinasi. Terapi pembedahan
dapat berupa hemiglosektomi, eksisi luas serta rekonstruksi. Pemilihan cara
pembedahan ini tergantung dari ukuran lesi, lokasi lesi serta metastase yang
terjadi 3,8.
2.1. Etiologi
Terjadinya karsinoma sel skuamosa rongga mulut merupakan proses
multifaktorial dan multitahapan. Hal ini meliputi faktor ekstrinsik yaitu faktor
lingkungan dan faktor instrinsik yaitu genetik. Tidak ada bahan kausatif atau
faktor yang dapat ditentukan sebagai bahan karsinogen secara tunggal, tetapi
kedua faktor ekstrinsik dan instrinsik bekerja bersama-sama. Faktor ekstrinsik
yang berperan dalam terjadinya kanker mulut adalah tembakau, mengunyah sirih,
alkohol, penyakit sifilis, malnutrisi, sinar matahari, dan faktor lain seperti paas
(pada perokok), trauma, dan iritasi pinggiran gigi yang tajam atau gigi tiruan,
kebersihan mulut yang kurang baik. Selain faktor di atas, virus human papilloma
diduga sebagai penyebab terjadinya karsinoma sel skuamosa. Dasar genetik
merupakan faktor instrinsik yang turut berperan dalam terbentuknya karsinoma
sel skuamosa. Kehilangan atau berubahnya kontrol dari siklus sel tampaknya
merupakan suatu faktor penentu dalam terbentuknya suatu kanker.
Kehilangan p53 merupakan salah satu abnormalitas genetik yang
ditemukan pada penderita karsinoma sel skuamosa kepala dan leher. Perubahan ke
arah keganasan telihat pada analisis yang dilakukan pada lesi awal dan jaringan
sekitar tumor yang memperlihatkan adanya peningkatan regulasi EGFr
(Epidermal Growth Factor Reseptor) pada jaringan normal dan pada epitel yang
mengalami displasia, penyimpangan pada kromoson 7 dan 17, dengan
2
meningkatnya jumlah polisomi. Kehilangan alel 3p, terlihat pada lesi-lesi
displasia rongga mulut, dan 9p pada lesi-lesi preinvasis.
3
2.2.2 Gambaran Histopatologis
Beberap tipe karsinoma sel skuamosa pada tahap tertentu tidak ditemukan
diferensiasi pada sel-sel, sehingga tidak mudah untuk membedakannya dengan sel
normal. Secara histopatologi, karsinoma sel skuamosa dibagai menjadi
berdiferensiasi baik, diferensiasi sedang, dan diferensiasi buruk.
Karsinoma sel skuamosa berdiferensiasi baik, ditandai oleh sel-selnya
sebagian besar masih mirip dengan sel normal. Mutiara epitel ditemukan pada
beberapa kasus, yang memperlihatkan pembentukan butir keratohialin dalam
sitoplasma yang terdapat tepat di bawah permukaan epitel. Massa keratohialin ini
bergabung membentuk kumpulan keratin yang dikenal sebagai mutiara keratin.
Karsinoma sel skuamosa berdiferensiasi sedang, tampak adanya variasi dalam
ukuran sel-selnya, ukuran inti sel, hiperkromatik serta aktivitas mitosisnya lebih
banyak. Sedangkan pada karsinoma sel skuamosa berdiferensiasi buruk,tampak
ketidakteraturan sel dan cenderung memperlihatkan gambaran anaplasia yang sulit
untuk dikenali. Sel kanker tumbuh ke segala arah, menginfiltrasi jaringan ikat di
bawahnya, lapisan basal tidak terlihat dan sering menghilang (Gambar 3).
4
Gambar 1. Gambaran histopatologis karsinoma sel skuamosa 5
A. Tumor berdiferensiasi baik
B. Tumor berdiferensiasi sedang
C. Tumor berdiferensiasi buruk
2.4 METASTASIS
5
gen yang menyebabkan proliferasi tak terkendali,tetapi di lain fihak keberadaan
sel tumor dalam sirkulasi juga dapat disebabkan tindakan medis, misalnya
pembedahan 9,10,11.
Proses berurutan mulai tumorigenesis, invasi dan metastasis digambarkan
sebagai berikut: 1) Aktivasi onkogen (transformasi); 2) proliferasi sel-sel yang
ditransformasi; 3) kemampuan sel tumor untuk menghindar dari
immunesurveillance; 4) suplai nutrisi kepada masa tumor memerlukan
penglepasan faktor-faktor angiogenesis; 5) invasi lokal dan destruksi komponen-
komponen matriks ekstraseluler dan parenkim; 6) migrasi sel tumor dari tempat
asalnya; 7) penetrasi sel-sel kanker melalui dinding pembuluh darah; 8)
embolisasi dan penggumpalan sel-sel tumor menuju lokasi baru; 9) sel-sel tumor
berhenti dalam lumen pembuluh darah kecil atau getah bening; 10) menembus
pembuluh darah dan berkembang di lokasi baru (gambar 2).
6
Pola sebar metastasis tidak terjadi secara acak (random). Pelbagai
penelitian pada binatang percobaan telah banyak ditemukan organ spesifik untuk
jenis kanker tertentu. Pada proses metastasis peran organ dapat bersifat aktif,
suatu kerusakan organ karena jejas atau radiasi dapat meningkatkan kejadian
metastasis. Fenomena demikian disebut sebagai inflammtory oncotaxis12.
Saat ini seed and soil hypothesis ini sudah diterima secara luas.Metastasis
sel kanker di organ dapat berkembang karena adanya kecocokan antara kebutuhan
sel kanker dan kemampuan lingkungan mikro di organ untuk memenuhi
kebutuhan sel kanker atau sel kanker mampu menghasilkan bahan tertentu yang
mampu merusak jaringan yang tidak mendukung sehingga menjadi lingkungan
mikro yang sesuai sel kanker tersebut.Misal limfosit B yang aktif, atau berbagai
sel kanker dari limfosit B menghasilkan berbagai faktor yang mengaktifkan
osteoklas, yang selanjutnya dapat menimbulkan perubahan pada tulang.Hal
tersebut akan memudahkan terjadi sebaran sel kanker dan metastasis kanker
payudara di tulang. Pada metastasis kanker payudara di tulang, dijumpai adanya
peningkatan aktifitas cyclogenase, dan pada pemberian cyclogenase inhibitor akan
menurunkan insiden metastasis ke tulang. Adanya glikoprotein spesifik pada
dinding sel kanker yang akan berikatan dengan reseptor tertentu dari endotel
organ, juga membantu menjelaskan terjadinya homing pada metastasis 12.
7
kemampuan berbagai mediator yang dapat mengubah lingkungan mikro sekitar
sel kanker 12.
Percobaan transfection onkogen ras atau onkogen protein kinase ke sel
kanker yang tidak mempunyai kemampuan metastasis dapat mengubah sel
tersebut menjadi sel kanker yang dapat melakukan metastasis, dimana pada
transfection onkogen ras terjadi peningkatan ekspresi berbagai protease yang
diperlukan dalam proses invasi. Pada transfection onkogen ras memacu ekspresi
gen yang memberi kode pada enzim yang diperlukan pada proses invasi. Pada
awalnya invasi diduga merupakan proses yang pasif. Menurut teori mekanik
tersebut, invasi terjadi karena adanya tekanan yang diakibatkan oleh tumor yang
terjadi dan proliferasi sel yang progresif. Namun banyak bukti yang kurang
menyokong teori ini. Seperti contoh pada tumor jinak (myoma uteri dan
fibroadenoma), keduanya jelas memberikan penekanan pada daerah di sekitarnya,
namun tidak dijumpai adanya invasi. Dari hasil peneliti in vitro yang dilakukan
oleh Meyvisch pada tahun 1983 dan Thorgeirson pada tahun 1984, tampaknya
proses invasi tidak dapat dijelaskan hanya dengan mengandalkan tekanan
mekanik saja12.
Kelompok lain, menyatakan bahwa invasi merupakan prosesyang aktif,
dan mendapat dukungan dari berbagai temuan penelitian yang memanfaatkan
perkembangan biologi molekuler sel. Dasar teori ini memberikan kemungkinan
adanya kemampuan gerak amuboid sel kanker, sekresi enzim maupun mediator
yang diperlukan dalam proses invasi. Proses invasi merupakan proses bertahap
yang aktif dan diperlukan pada tahap metastasis12.
Proses invasi mempunyai tiga tahap12:
1. Tahap pertama adalah pengikatan sel kanker pada matriks sekitar, melalui
ikatan reseptor yang ada di membran sel kanker dengan glikoprotein laminin
dan fibronectin.
2. Tahap kedua, sel kanker mensekresi enzim hidrolitik atau merangsang sel
tubuh untuk memproduksi enzim-enzim yang merusak matrik.
3. Tahap ketiga, sel kanker bergerak ke daerah matriks yang diubah oleh enzim
proteolitik, gerakan ini dipengaruhi oleh faktor kemotaktik dan autocrine
motility factors(AMFs).
8
Tahapan invasi sendiri didasari oleh adanya kemampuan invasi yang
berhubungan dengan berbagai mediator, seperti protein yang dihasikan oleh
onkogen maupun reseptor yang dimiliki sel kanker atau host. Berbagai mediator
yang dihasilkan oleh berbagai onkogen, antara lain polipeptida yang dapat
memacu sintesis DNA. Collagenase kinase (tyrosin kinase) yang mengaktifkan
protein sitoskeletal dan membran, faktor pertumbuhan dan reseptor faktor
pertumbuhan. Kedua produk onkogen ini memungkinkan terjadinya rangsangan
baik otokrin maupun parakrin. Seperti pada melanoma dan kanker payudara,
kemampuan invasi tersebut ada hubungan dengan kemampuan sel kanker
memproduksi cathepsin12.
9
Tabel 1. Gen yang dihubungkan dengan metastasis 11
Enzim-enzim proteolitik
Agar kaskade metastasis dapat dimulai, sel yang mengalami transformasi
bermigrasi dan menembus dinding pembuluh darah, dan begitu ia berada dalam
sirkulasi ia dapat menyebar ke seluruh tubuh. Dalam organ sasaran sel-sel tersebut
bergerak di antara jaringan melalui suatu proses aktif, mencakup lisis sel-sel
pejamu dan degradasi matriks ekstraseluler. Hal ini terjadi karena sel-sel tumor
dapat mensekresikan berbagai enzim proteolitik, seperti metalloprotease,
kolagenase, plasminogen, cathepsin, heparanase, hyaluronidase dan lain-
lain.Gambar 3 memperlihatkan beberapa enzim proteolitik yang berperan dalam
metastasis.
10
Diduga bahwa suatu kaskade enzim degradatif membuka jalan bagi sel-sel
tumor untuk melakukan invasi. Pada keadaan ini, enzim-enzim inaktif (pro-
enzim/zymogen) disekresi lokal lalu diaktifkan melalui enzim-enzim regulator
yang lain yang diproduksi oleh sel tumor atau jaringan stroma sekitarnya
(fibroblast, sel mastosit dan lain-lain) Di antara zymogen tersebut yang banyak
dipelajari adalah pro-cathepsin, plasminogen, prokolagenase, metalloprotease dan
plasminogen activator. (PA). Aktivasi plasminogen merupkan sistem proteolitik
ekstraseluler.Aktivator plasminogen mengubah plasminogen inaktif menjadi
plasmin serine protease. Plasmin mempunyai spesifisitas substrat sangat luas yang
dapat menghancurkan protein matriks dan mampu mengubah zymogen lain
menjadi bentuk aktif. Hingga saat ini 2 jenis PA telah dapat diidentifikasi, yaitu
uPA (urokinase plasminogen activator) dan tPA (tissue plasminogen activator).
Berbagai penelitian membuktikan bahwa uPA diperlukan untuk migrasi dan
invasi. Ada juga bukti-bukti bahwa sel-sel tumor dapat merangsang sel-sel
sekitarnya untuk mensekresi protease yang membantu invasi sel tumor ke dalam
jaringan, tetapi jaringan yang sama juga dapat memproduksi inhibitor protease.
Karena itu invasi sel tumor ke dalam organ sasaran merupakan suatu proses
dinamis, yang berlangsung melalui perubahan micro-echosystem secara terus
menerus. Sel-sel tumor yang bermetastasis harus terus menerus berinteraksi
dengan unsur-unsur pejamu, yaitu matriks ekstraseluler, fibroblast dalam stroma,
sel-sel endotel dan sel-sel sistem imun.Bila faktor yang mendukung invasi
melebihi faktor yang menghambat invasi, maka invasi dapat berlangsung15. Tabel
2 memperlihatkan sistem protease yang terlibat dalam proses invasi tumor.
11
Tabel 2. Sistem protease yang terlibat dalam invasi tumor 14
12
mengalami degradasi (7) dan uPAR mengalami siklus ulang di permukaan sel bila
keadaannya sesuai untuk melaksanakan proteolisis berikutnya (gambar 4).
13
stromelysin-3 yang sering diekspresikan berlebihan pada kanker payudara.
Aktivasi fisiologis metalloproteinase hampir pasti melibatkan perombakan oleh
plasmin, di mana ia sendiri diaktifkan oleh uPA pada permukaan sel. Karena itu,
sel yang sedang invasi yang mengekspresikan uPAR mengaktifkan sejumlah
protease pada bagian membran sel yang sedang bergerak aktif melalui matriks
ekstraseluler. Kolagenase tipe IV, seperti halnya protease yang lain disekresikan
dalam bentuk pro-enzim. Kolagenase tipe IV 72-kDa dan 92-kDa, masing-masing
membentuk kompleks dengan TIMP-2 dan TIMP-1, karena itu aktivasi
kolagenase itu merupakan regulator penting pada metastasis. Plasmin bertanggung
jawab atas aktivasi kolagenase tetapi TIMP akan menghambat aktivasi tersebut
(Varmus, 1993). Seperti telah disebut di atas, di samping enzim proteolisis yang
mendukung invasi dan metastasis sel tumor, berbagai enzim lain befungsi sebagai
inhibitor bagi proteases tersebut, di antaranya TIMP’s (TIMP-1, TIMP-2), PAI-1
dan PAI-2 seperti juga telah diuraikan di atas. Enzim-enzim ini berfungsi sebagai
supresor invasi.Eskpresinya dalam sel tumor berbanding terbalik dengan
kemampuan metastasis sel bersangkutan, dan secara umum kemampuan invasi
ditentukan oleh rasio antara aktivator dan inhibitor proteolisis.PAI-2 merupakan
inhibitor yang sangat poten bagi PA dan fungsinya dihubungkan dengan gangguan
alur sinyal transduksi,regulator transkrips, dan penekanan ekspresi reseptor
permukaan spesifik. Supresor lain yang cukup spesifik adalah testisin yang
merupakan serine proteinase dan diekspresikan dengan densitas tinggi pada sel-sel
germinal testis tetapi hilang pada tumor testis.
Molekul adhesi
Dalam jaringan normal struktur umum dan susunan jaringan dan organ
ditentukan oleh terpeliharanya kontak antar sel, antara satu sel dengan sel di
sebelahnya, dan matriks ekstraseluler (extracellular matrix, ECM) di
sekitarnya.Kontak antar-sel dan matriks ekstraseluler berlangsung melalui
berbagai molekul adhesi, berupa reseptor-reseptor adhesi dan masing-masing
ligand-nya.Destruksi berbagai molekul adhesi menyebabkan hubungan dengan
jaringan sekitarnya hilang dan sel-sel tumbuh tidak terkendali, seperti yang
terlihat pada kanker.Sebagian besar molekul adhesi termasuk golongan keluarga
14
integrin, tetapi selain itu ada beberapa golongan molekul adhesi yang lain, di
antaranya cadherin.molekul adhesi tipe imunoglobulin seperti ICAM-1 dan
VCAM-1, serta golongan selectin(Dang,1999) Integrin merupakan glikoprotein
permukaan sel terdiri atas 2 sub-unit yaitu sub-unit α dan β yang membentuk
kompleks heterodimer dan tertancap pada membran sel (gambar 5).
15
Integrin dapat berada pada permukaan sel dalam keadaan inaktif pada
keadaan mana ligand tidak terikat.Aviditas terhadap ligand sangat meningkat
sebagai konsekuensi bermacam-macam sinyal aktivasi yang diberikan pada sel,
sehingga dengan demikian integrin dapat berfungsi sebagai modulator adhesi
yang fleksibel sebagai respons terhadap sinyal dari luar.Perubahan aviditas
pengikatan ligand terjadi akibat perubahan struktur konformasional domain
pengikatan ligand.Banyak stimuli yang dapat mengaktifkan integrin, sebagian di
antaranya spesifik sel, misalnya sinyal aktivasi limfosit melalui TCR, CD7, CD28,
CD31 dan CD44.Molekul CD44 pertama kali dikenal sebagai lymphocyte homing
receptor yang memperantarai perlekatan limfosit pada sel endotel, jadi
memudahkan masuknya limfosit ke dalam pembuluh getah bening.Molekul CD44
11
terbukti juga berperan dalam invasi dan metastasis sel kanker .Integrin dapat
diaktifkan melalui interaksi langsung dengan ligand misalnya dengan antibodi dan
peptida.
Untuk bisa tumbuh, sel normal pada umumnya harus terikat pada suatu
substrat (anchorage) supaya bisa berkembang dan berproliferasi. Di lain fihak, sel
ganas dapat tumbuh pada media agar lembek dan menunjukkan sifat adhesi yang
menurun. Pada sebagian besar sel ganas, deposisi fibronektin dan protein matriks
ekstraseluler lain tidak ada, sedangkan molekul adhesi fokal biasanya
diekspresikan dengan densitas rendah. Peran integrin pada pertumbuhan kanker
telah dipelajari secara luas, baik distribusinya dalam berbagai jenis kanker (kulit,
paru, payudara, saluran cerna dan lain-lain) maupun perilakunya dalam sel
kanker.Pada berbagai penelitian terbukti bahwa ekspresi integrin pada kanker
cenderung menurun.Penurunan ekspresi ini sejalan dengan kehilangan kontak
dengan membran basal yang ada dibawahnya.Di samping itu susunan integrin
pada permukaan sel juga tidak beraturan dan jumlah integrin intrasitoplasmik juga
berkurang.Perubahan ekspresi integrin pada sel kanker berperan dalam proliferasi
sel dan atau metastasis, bergantung pada jenis integrin Contohnya penurunan
ekspresi α5β1 mengakibatkan proliferasi sel tidak terkendali, sedangkan
penurunan ekspresi reseptor laminin α6β4 meningkatkan kemampuan metastasis.
Cadherin merupakan glikoprotein transmembran pada permukaan sel yang
memperantarai interaksi homofilik antara sel dengan sekitarnya.Pada interaksi itu
16
molekul cadherin spesifik pada satu sel tertentu berikatan dengan molekul
cadherin yang terdapat pada permukaan sel sejenis.Secara umum, sel dengan
densitas molekul cadherin yang rendah kurang adhesif dengan sel sekitarnya.Ada
3 golongan cadherin, yaitu Ecadherin (epithelial), P-cadherin (placental) dan N-
cadherin (neural) (tabel 4).
Tabel 4. Cadherin 4
Dari struktur cadherin, bagian paling penting adalah bagian yang terdapat
intrasitoplasmik karena bagian inilah yang mempunyai fungsi mengatur adhesi
antara sel. Mutasi bagian intrasitoplasmik reseptor ini menyebabkan adhesi antar
sel terganggu.Struktur molekul E-cadherin diperlihatkan pada gambar 6.
17
aminoterminal dari molekul berinteraksi dengan α-catenin.γ-catenin sangat mirip
β-catenin dan membentuk ikatan serupa dengan cadherin dan α-catenin.
Peran cadherin pada perkembangan kanker juga telah dibuktikan dalam
berbagai penelitian.Telah terbukti bahwa ada hubungan antara sistem adhesi
dengan proliferasi, reseptor faktor pertumbuhan dan gen supresor. Mutasi gen E-
cadherin pada karsinoma lambung, prostat dan ovarium membuktikan bahwa E-
cadherin termasuk supresor tumor. Pada FAP Diketahui bahwa mutasi gen APC
ada hubungannya dengan E-cadherin. Dalam hal ini produk APC yang dapat
mengikat β-catenin, diduga berkompetisi dengan E-cadherin untuk mengikat β-
catenin. Dalam kaitannya dengan metastasis diduga bahwa kehilangan atau
disfungsi E-cadherin menyebabkantumor lebih invasif meningkatkan potensi
metastasis2.
Sejauh ini telah dibahas tentang molekul (reseptor) adhesi yang terlibat
dalam putusnya interaksi reseptor-ligand sehingga menyebabkan sel-sel tumor
terlepas dari induknya dan bermetastasis.Setelah berada dalam sirkulasi sel tumor
perlu melekat pada dinding endotel pembuluh darah agar dapat menembus
dinding pembuluih dan masuk ke dalam organ sasaran. Hal ini memerlukan
stabilisasi sel tumor dengan endotel melalui proses adhesi yang juga dilakukan
oleh molekul-molekul adhesi tertentu. Intercellularadhesion molecule-1 (ICAM-
1) adalah salah satu anggota keluarga molekul adhesi tipe imunoglobulin yang
terlibat dalam kaskade di atas.ICAM-1 pertama kali ditemukan pada penelitian
melanoma yang mengungkapkan bahwa ICAM-1 diekspresikan dengan densitas
tinggi pada permukaan sel melanoma, dan berkorelasi dengan potensi metastasis
dan survival pendek.VCAM-1 disebut juga INCAM-1 (inducible adhesion
molecule) terdapat pada permukaan sel endotel, epitel, makrofag dan
dendritik.Ekspresinya pada sel endotel diinduksi oleh TNF-α, IL-1 dan IL-4.
(Buck) Interaksi antara VCAM-1 dengan ligandnya (VLA-4) berperan dalam
mengarahkan ekstravasasi sel-sel tumor ke dalam jaringan dan dengan demikian
meningkatkan risiko metastasis 2.
Keluarga molekul adhesi yang lain, yaitu selectin terdiri atas P-selectin
yang terdapat pada permukaan trombosit, L-selectin terdapat pada permukaan
18
leukosit termasuk limfosit dan E-selectin terdapat pada permukaan sel endotel.
Struktur molekul selectin secara umum terlihat pada gambar 7.
19
melekat pada endotel kapiler dibanding endotel pembuluh darah besar, sehingga
dikenal dengan istilah mikrometastasis. Juga ada bukti-bukti bahwa tumor tertentu
lebih suka melekat pada endotel kapiler organ tertentu dan tidak pada organ lain,
namun demikian preferensi itu tidak absolut. Hal itu menimbulkan dugaan bahwa
tidak ada reseptor organ spesifik, tetapi pada endotel pembuluh darah organ
tertentu terdapat beberapa jenis reseptor atau kombinasi beberapa jenis
reseptor.Belum banyak yang diketahui mengenai mekanisme atau reseptor endotel
spesifik tertentu yang dapat menjelaskan adanya preferensi untuk metastasis ke
organ tertentu.Salah satu jenis molekul adhesi yang diduga memiliki sifat spesifik
organ adalah Lu-ECAM-1 yang meng-fasilitasi penyebaran melanoma ke paru
paru 1.
Implikasi klinik
Seperti telah diuraikan di atas, kehilangan ekspresi molekul adhesi
tertentu, misalnya beberapa jenis integrin atau E-cadherin, menunjukkan korelasi
dengan peningkatan potensi metastasis pada berbagai jenis kanker.Karena itu
berbagai upaya dilakukan untuk memperbaiki ekspresi molekul-molekul tersebut
sebagai upaya pengobatan seperti terlihat pada gambar 83.
Bila gen korektif dimasukkan ke dalam sel tumor, hasil yang paling baik
adalah ter-koreksinya gen yang mutasi dan terjadi konversi sel ganas menjadi
jinak, atau sel tumor terinduksi untuk apoptosis. Beberapa peneliti
20
lainmengusulkan untuk memperbaiki ekspresi reseptor dengan gene transfer,
tetapi hasilnya masih diragukan3.
III. KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Close, Lanny Garth. Essential of Head and Neck Oncology. New York :
Thieme, 1998.
2. Watkinson, J.C. Stell & Maran’s Head & Neck Surgery. 4th ed. Oxford:
Butterworth Heinemann, 2000
3. Cummings, CW. Otolaryngology - Head and Neck Surgery. 2nd ed. Vol.2. St
Louis : Mosby Year book, 1993. P.1248-1270.
4. Shah, Jatin .P. Head and Neck Surgery and Oncology. 3rd ed. USA: Mosby.
2003
5. Neville BW. Et al. Oral &Maxillofacial Pathology. Philadelphia : WB
Saunders Company, 2002.p. 356-366.
6. American Joint Committee on Cancer. AJCC Cancer Staging Manual. 5th ed.
Philadelphia: Lippincott-Raven, 1997. p. 24-26.
7. Reksoprawiro, Sunarto. Protokol Penatalaksanaan Kanker Rongga Mulut.
Protokol PERABOI, 2003. p.49-72.
8. March, Antonio R. Radical Neck Dissection, www.eMedicine.com,
2002
9. Watson D J, Baker TA, Bell SP. 2004. Molecular Biology of the Gene.
10. Macdonald F, Ford CHJ, Casson AG. 2004. Molecular Biology of Cancer.
p. 59-89.
13. Saini A. 1995. Cell adhesion molecules in cancer. In: Vile Rg (eds) Cancer
metastasis: from mechanisms to therapies. New York. John Wiley & Sons;.
22
14. Glukhova M, Deugnier MA, Thiery JP. 1997.Tumour progression: the role of
23
24