“POST PARTUM”
Oleh:
NAMA: NURWAHIDA
NIM: 1811436639
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2018
I. DEFINISI
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas (peruperium)
yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang
lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2010). Masa nifas
(puerperium) berasal dari bahasa latin, yaitu puer yang artinya bayi dan parous yang artinya
melahirkan atau masa sesudah melahirkan (Saleha, 2009)
Masa nifas adalah suatu periode suatu perio de pertama setelah kelahiran, periode ini
tidak pasti, sebagian besar menganggapnya antara 4 hingga 6 minggu. Walaupun merupakan
masa yang relatife tidak kompleks dibandingkan dengan kehamilan, nifas ditandai oleh
banyak perubahan fisiologis. Beberapa dari perubahan tersebut dapat menyebabkan
komplikasi yang serius (Cunningham, 2012). Sedangkan menurut Saleha (2009) masa nifas
adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan
untuk pemulihan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang dari
6 minggu.
II. TAHAPAN/KLASIFIKASI
1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-
jalan.
2. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8
minggu
3. Remote Puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil / waktu persalinan ada komplikasi. Waktu untuk sehat
sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.
b. Lochea
Lochia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lochia mempunyai bau yang
amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap wanita. Lochia yang
berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lochia mempunyai perubahan warna
dan volume karena adanya proses involusi.
Lochea Waktu Warna Ciri-ciri
Rubra 1-3 hari Merah kehitaman Terdiri dari sel
desidua, verniks
caseosa, lanugo,
sisa mekoneum dan
sisa darah
Sanguilenta 3-7 hari Putih bercampur
sisa darah
merah
bercampur lendir
Serosa 7-14 hari Kekuningan atau
Lebih sedikit
kecoklatan
darah dan lebih
sedikit serum,
juga terdiri dari
leukosit dan
robekan jalan
laserasi plasenta
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri ketika
darah dipompa oleh jantung keseluruh tubuh. Tekanan darah normal pada manusia
adalah sistolik antara 90-120 mmHg dan diastolik 60-80 mmHg. Setelah melahirkan
pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah. Perubahan tekanan darah
setelah melahirkan dapat diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan darah
tinggi pada post partum merupakan tanda tanda terjadinya pre eklamsi post partum.
4) Pernafasan
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16- 24 kali per menit.
Pada ibu post partum menjadi lambat atau normal. Hal ini dikarenakan ibu dalam
keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat. Bila pernafasan pada masa post
partum menjadi lebih cepat, waspadai adanya tanda-tanda syok.
7. Perubahan sistem kardiovaskuler
Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300- 400cc. Bila kelahiran
dengan seksio sesarea kehilangan darah dapat dua kali lipat. Perubahan terdiri dari
volume darah dan hemokosentrasi. Pada persalinan pervaginam hemokonsentrasi akan
naik dan pada seksio sesarea hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal
setelah 4-6 minggu. Setelah melahirkan shunt akan hilang dengan tiba-tiba, volume darah
ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung. Umunya
keadaan ini terjadi pada hari ketiga sampai lima hari post partum
(Ambarwati dan Wulandari, 2010).
8. Perubahan sistem hematologi
Pada hari pertama post partum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun
tetapi darah lebih mengental sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.
Leukositosis meningkat dimana jumlah sel darah putih dapat mencapai 15000/mm3
selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari pertama dari masa post partum.
Jumlah sel darah putih tersebut masih bisa naik sampai 25000/mm3 atau 30000/mm3
tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Jumlah
hemoglobin, hematokrit dan eritrosit akan sangat bervariasi pada awal masa post partum
sebagai akibat volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah berubah-ubah.
Kira-kira selama kelahiran dan masa nifas terjadi kehilangan darah sekitar 200-500 ml.
Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan
peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3-7 post partum dan akan kembali
normal 4-5 minggu post partum (Ambarwati dan Wulandari, 2010).
Yaitu periode ketergantungan. Periode ini berlangsung dari hari pertama sampai
kedua setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang berfokus terutama pada
dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan proses persalinan yang
Yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini
ibu timbul rasa kawatir akan ketidakmampuan dan tanggung jawab dalam merawat
bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif mudah tersinggung dan gampang
marah.
3. Fase letting go
Yaitu periode menerima tanggung jawab akan peran barunya. Fase ini berlangsung
ketergantungan bayinya.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma mekanis , edema / pembesaran jaringan atau distensi
efek – efk hormonal
2. Ketdakefektifan menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan , pengalaman
sebelumnya , tingkat dukungan , karakteristik payudara
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan , penurunan Hb ,
prosedur invasive , pecah ketuban , malnutrisi
4. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan efek hormonal , trauma mekanis , edema
jaringan , efek anastesi ditandai dengan distensi kandung kemih , perubahan – perubahan
jumlah / frekuensi berkemih
5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot , efek progesteron , dehidrasi , nyeri
perineal ditandai dengan perubahan bising usus , feses kurang dari biasanya
PERENCANAAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma mekanis , edema / pembesaran jaringan atau distensi
efek – efk hormonal
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri ibu berkurang dengan
criteria evaluasi : skala nyeri 0-1 , ibu mengatakan nyerinya berkurang sampai hilang , tidak
merasa nyeri saat mobilisasi , tanda vital dalam batas normal . S = 37 C . N = 80 x/menit , TD
= 120/80 mmHG , R = 18 – 20 x / menit
Intervensi :
a. Kaji ulang skala nyeri
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan dan intervensi yang tepat
b. Anjurkan ibu agar menggunakan teknik relaksasi dan distraksi rasa nyeri
Rasional : untuk mengalihkan perhatian ibu dan rasa nyeri yang dirasakan
c. Motivasi : untuk mobilisasi sesuai indikasi
Rasional:memperlancar pengeluaran lochea, mempercepat involusi dan mengurangi nyeri
secara bertahap.
d. Berikan kompres hangat
Rasional : meningkatkan sirkulasi pada perineum
e Delegasi pemberian analgetik
Rasional : melonggarkan system saraf perifer sehingga rasa nyeri berkurang
2. Ketdakefektifan menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan , pengalaman
sebelumnya , tingkat dukungan , karakteristik payudara
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ibu dapat mencapai kepuasan
menyusui dengan criteria evaluasi : ibu mengungkapkan proses situasi menyusui, bayi
mendapat ASI yang cukup.
Intervesi :
a. Kaji ulang tingkat pengetahuan dan pengalaman ibu tentang menyusui sebelumnya.
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini agar
memberikan intervensi yang tepat.
b. Demonstransikan dan tinjau ulang teknik menyusui
Rasional : posisi yang tepat biasanya mencegah luka/pecah putting yang dapat merusak
dan mengganggu.
c. Anjurkan ibu mengeringkan puting setelah menyusui
Rasional : agar kelembapan pada payudara tetap dalam batas normal.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan , penurunan Hb ,
prosedur invasive , pecah ketuban , malnutrisi
Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan infeksi pada ibu tidak terjadi dengan KE : dapat
mendemonstrasikan teknik untuk menurunkan resiko infeksi, tidak terdapat tanda-tanda
infeksi.
Intervensi :
a. Kaji lochea (warna, bau, jumlah) kontraksi uterus dan kondisi jahitan episiotomi.
Rasional : untuk dapat mendeteksi tanda infeksi lebih dini dan mengintervensi dengan
tepat.
b. Sarankan pada ibu agar mengganti pembalut tiap 4 jam.
Rasional : pembalut yang lembab dan banyak darah merupakan media yang menjadi tempat
berkembangbiaknya kuman.
c. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : peningkatan suhu > 38 C menandakan infeksi.
d. Lakukan rendam bokong.
Rasional : untuk memperlancar sirkulasi ke perinium dan mengurangi udema.
e. Sarankan ibu membersihkan perineal dari depan ke belakang.
Rasional : membantu mencegah kontaminasi rektal melalui vaginal.
4. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan efek hormonal , trauma mekanis , edema
jaringan , efek anastesi ditandai dengan distensi kandung kemih , perubahan – perubahan
jumlah / frekuensi berkemih
Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan ibu tidak mengalami gangguan eliminasi
(BAK) dengan KE : ibu dapat berkemih sendiri dalam 6-8 jam post partum tidak merasa sakit
saat BAK, jumlah urine 1,5-2 liter/hari.
Intervensi :
a. Kaji dan catat cairan masuk dan keluar tiap 24 jam.
Rasional : mengetahui balance cairan pasien sehingga diintervensi dengan tepat.
b. Anjurkan berkamih 6-8 jam post partum.
Rasional : melatih otot-otot perkemihan.
c. Berikan teknik merangsang berkemih seperti rendam duduk, alirkan air keran.
Rasional : agar kencing yang tidak dapat keluar, bisa dikeluarkan sehingga tidak ada retensi.
d. Kolaborasi pemasangan kateter.
Rasional : mengurangi distensi kandung kemih.
5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot , efek progesteron , dehidrasi , nyeri
perineal ditandai dengan perubahan bising usus , feses kurang dari biasanya
Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan konstipasi tidak terjadi pada ibu dengan KE :
ibu dapat BAB maksimal hari ke 3 post partum, feses lembek.
Intervensi :
a. Anjurkan pasien untuk melakukan ambulasi sesuai toleransi dan meningkatkan secara
progresif.
Rasional : membantu meningkatkan peristaltik gastrointestinal.
b. Pertahankan diet reguler dengan kudapan diantara makanan, tingkatkan makan buah dan
sayuran.
Rasional : makanan seperti buah dan sayuran membantu meningkatkan peristaltik usus.
c. Anjurkan ibu BAB pada WC duduk.
Rasional : mengurangi rasa nyeri.
d. Kolaborasi pemberian laksantia supositoria.
Rasional : untuk mencegah mengedan dan stres perineal.
DAFTAR PUSTAKA
Saleha, S. (2009). Asijam kebidanan pada masa nifas. Jakarta: Salemba Medika
Ambarawati, E.R & Wulandari. (2009). Asuhan kebidanan nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia
Press
Marmi. (2012). Asuhan kebidanan pada masa nifas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar