PENDAHULUAN
Pada tahun 1888 Hirschsprung melaporkan dua kasus bayi meninggal dengan
perut gembung oleh kolon yang sangat melebar dan penuh massa feses. Penyakit ini
disebut megakolon kongenitum dan merupakan kelainan yang tersering dijumpai
sebagai penyebab obstruksi usus pada neonatus. Pada penyakit ini pleksus
mienterikus tidak ada, sehingga bagian usus yang bersangkutan tidak dapat
mengembang.1
1
permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit
Hirschsprung.Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk
setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta.2
Mortalitas dari kondisi ini dalam beberapa decade ini dapat dikurangi dengan
peningkatan dalam diagnosis, perawatan intensif neonatus, tekhnik pembedahan dan
diagnosis dan penatalaksanaan HD dengan enterokolitis.2
2
sarana penunjang diagnostik, maka diharapkan pada klinisi untuk segera mengetahui
gejala dan tanda pada penyakit Hirschsprung. Karena penemuan dan penanganan yang
cepat dan tepat dapat mengurangi insidensi Penyakit Hirschsprung di dunia, khususnya
di Indonesia.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi:
2.2 Insidensi
4
Rectosigmoid paling sering terkena sekitar 75% kasus, flexura lienalis atau colon
transversum pada 17% kasus.1
2.3 Etiologi
5
dan kolonisasi dari sel-sel ini mingkin terletak pada genetik, immunologis, vascular,
atau mekanisme lainnya.
Kelainan dalam lingkungan mikro pada dinding usus dapat mencegah migrasi
sel-sel neural crest normal ataupun diferensiasinya. Suatu peningkatan bermakna dari
antigen major histocompatibility complex (MHC) kelas 2 telah terbukti terdapat pada
segmen aganglionik dari usus pasien dengan Hirschsprung’s disease, namun tidak
ditemukan pada usus dengan ganglionik normal pada kontrol, mengajukan suatu
mekanisme autoimun pada perkembangan penyakit ini.
6
d) Matriks Protein Ekstraseluler
Matriks protein ekstraseluler adalah hal penting dalam perlekatan sel dan
pergerkan dalam perkembangan tahap awal. Kadar glycoproteins laminin dan kolagen
tipe IV yang tinggi alam matriks telah ditemukan dalam segmen usus aganglionik.
Perubahan dalam lingkungan mikro ini didalam usus dapat mencegah migrasi sel-sel
normal neural crest dan memiliki peranan dalam etiologi dari Hirschsprung’s disease.
1. Sindrom Down
2. Sindrom Neurocristopathy
3. Sindrom Waardenburg-Shah
5. Piebaldism
6. Sindrom Goldberg-Shprintzen
9. Cartilage-hair hypoplasia
7
2.4 Anatomi dan Fisiologi Usus Besar
Kolon sigmoid mulai setinggi Krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan
berbentuk-S. lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid
bersatu membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rectum, yang
menjelaskan alasan anatomis meletakkan penderita pada sisi kiri bila diberi
enema. Pada posisi ini, gaya berat membantu mengalirkan air dari rectum ke fleksura
sigmoid. Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rectum dan terbentang dari
8
kolon sigmoid sampai anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari
rectum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfinter ani eksternus dan internus.
Panjang rectum dan kanalis ani sekitar (5,9 inci (15 cm).
Usus besar memiliki empat lapis morfologik seperti juga bagian usus
lainnya. Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khs pada usus besar saja. Lapisan
otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang
dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rectum
mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang tenia lebih pendek
daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan terkerut membenutuk kantong-
kantong kecil yang dinamakan haustra. Pendises eipploika adalah kantong-kantong
kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa
usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung
vili atau rugae. Kriptus Lieberkuhn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan
mempunyai lebih banyak sel goblet daripada usus halus.
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belah kiri dan kanan sejalan dengan
suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika superior memperdarahi belahan bagian
kanan (sekum, kolon asendens dandupertiga proksimal kolon transversum), dan
arteria mesenterika inferior memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon
transversum, kolon transversum, kolon desendens dan sigmoid, dan bagian proksimal
rectum).
Suplai darah tambahan untuk rectum adalah melalui arteri sakralis media dan
artera hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan
aorta abdominalis. Aliran balik vena dari kolon dan rectum superior melalui vena
mesenterika superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari
system portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior
mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik.
9
Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media dan inferior,
sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-
vena ini dan mengakibatkan hemoroid Persarafan usus besar dilakukan oleh system
saraf otonom dengan perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah control
voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon
transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sacral mensuplai bagian
distal. Serabut simpatis meninggalkan medulla spinalis melalui saraf splangnikus
untuk mencapai kolon. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi
dan kontraksi, serta perangsangan sfingterrectum, sedangkan perangsangan
parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan. Sistem syaraf autonomik
intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus : (1) Pleksus Auerbach : terletak diantara
lapisan otot sirkuler dan longitudinal, (2) Pleksus Henle : terletak disepanjang batas
dalam otot sirkuler, (3) Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa. Pada penderita
penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus tersebut.
Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri.
2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksasi, sedangkan 1/3 bagian
proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan
oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian
posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi
sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proximal; dikelilingi oleh
sphincter ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum
ke dunia luar. Sphincter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.
Persarafan motorik spinchter ani interna berasal dari serabut saraf simpatis (N.
hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut saraf parasimpatis (N.
splanknicus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut saraf ini
membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersarafi oleh N.
sakralis III dan IV. Nervus pudendalis mempersarafi sphincter ani eksterna dan
m.puborektalis. Saraf simpatis tidak mempengaruhi otot rectum Defekasi sepenuhnya
10
dikontrol oleh N. N. splanknikus (parasimpatis). Akibatnya kontinensia sepenuhnya
dipengaruhi oleh N. pudendalis dan N. splanknikus pelvik (saraf parasimpatis).
2.5. Patogenesis
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon dan
sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang
abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian yang
normal akan mengalami dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian aganglionik selalu
terdapat dibagian distal rectum.1
11
adalah keadaan dimana jumlah sel ganglion kurang dari 10 kali dari jumlah normal dan
kerapatan sel berkurang 5 kali dari jumlah normal. Pada colon inervasi jumlah
plexus myentricus berkurang 50% dari normal. Hipoganglionosis kadang mengenai
sebagian panjang colon namun ada pula yang mengenai seluruh colon.
Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan
pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak memiliki sitoplasma
yang dapat menghasilkan dehidrogenase. Sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi
sel Schwann’s dan sel saraf lainnya. Pematangan dari sel ganglion diketahui
dipengaruhi oleh reaksi succinyldehydrogenase (SDH). Aktivitas enzim ini rendah
pada minggu pertama kehidupan. Pematangan dari sel ganglion ditentukan oleh reaksi
SDH yang memerlukan waktu pematangan penuh selama 2 sampai 4 tahun.
Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas dan hipoganglionosis.
Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat berasal dari vaskular atau
nonvascular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah infeksi Trypanosoma cruzi
(penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi kronis seperti Tuberculosis.
Kerusakan iskemik pada sel ganglion karena aliran darah yang inadekuat, aliran darah
pada segmen tersebut, akibat tindakan pull through secara Swenson, Duhamel, atau
Soave.
Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil
dari rectum.
12
Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari
colon. Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian
besar colon.
Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum
dan kadang sebagian usus kecil.
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Pada bayi yang lebih tua penyakit hirschsprung akan sulit dibedakan
dengan kronik konstipasi dan enkoperesis. Faktor genetik adalah faktor yang harus
diperhatikan pada semua kasus. Pemeriksaan barium enema akan sangat membantu
13
dalam menegakkan diagnosis. Akan tetapi apabila barium enema dilakukan pada hari
atau minggu awal kelahiran maka zone transisi akan sulit ditemukan. Penyakit
hirschsprung klasik ditandai dengan adanya gambaran spastic pada segmen distal
intestinal dan dilatasi pada bagian proksimal intestinal.4
1. Periode Perinatal
Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama
kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan bilious emesis. Tidak
keluarnya mekonium pada 24 jam pertama kehidupan merupakan tanda yang
signifikan mengarah pada diagnosis ini. Pada beberapa bayi yang baru lahir dapat
timbul diare yang menunjukkan adanya enterocolitis.4,5
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium
yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang
terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikans.
Swenson (1973) mencatat angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus , sedangkan
Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam
setelah lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang manakala
mekonium dapat dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman
komplikasi yang serius bagi penderita HD ini, yang dapat menyerang pada usia kapan
saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada
usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan
disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan
manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan
kolostomi.
14
Gambar 4. Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari. Terlihat
abdomen sangat distensi dan pasien kelihatan menderita
2. Anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi
kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di
dinding abdomen. Penyakit hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala lain seperti
adanya periode obstipasi, distensi abdomen, demam, hematochezia dan peritonitis. Jika
dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot,
konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar
tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi.4
15
individual untuk setiap kasus. Beberapa bayi dengan gejala obstruksi intestinal
komplit dan lainnya mengalami beberapa gejala ringan pada minggu atau bulan
pertama kehidupan.
Gambar 5. Foto anak yang telah besar, sebelum dan sesudah tindakan definitif
bedah. Terlihat status gizi anak membaik setelah operasi.
16
Gambar 7. Gambaran klinis pasien dengan Hirschsprung Disease
17
dan nekrosis iskemik pada mukosa yang berganglion dapat mengakibatkan sepsis dan
perforasi. Hal ini harus dipertimbangkan pada semua anak dengan enterocolisis
necrotican. Perforasi spontan terjadi pada 3% pasien dengan penyakit hirschsprung.
Ada hubungan erat antara panjang colon yang aganglion dengan perforasi.2
1. Barium enema.
Pada pasien penyakit hirschprung spasme pada distal rectum
memberikan gambaran seperti kaliber/peluru kecil jika dibandingkan colon
sigmoid yang proksimal. Identifikasi zona transisi dapat membantu
diagnosis penyakit hirschprung.1 Segmen aganglion biasanya berukuran normal
tapi bagian proksimal usus yang mempunyai ganglion mengalami distensi
sehingga pada gambaran radiologis terlihat zona transisi. Dilatasi bagian
proksimal usus memerlukan waktu, mungkin dilatasi yang terjadi ditemukan
pada bayi yang baru lahir. Radiologis konvensional menunjukkan berbagai
macam stadium distensi usus kecil dan besar. Ada beberapa tanda dari penyakit
Hirschsprung yang dapat ditemukan pada pemeriksaan barium enema, yang
paling penting adalah zona transisi. Posisi pemeriksaan dari lateral sangat
penting untuk melihat dilatasi dari rektum secara lebih optimal. Retensi dari
barium pada 24 jam dan disertai distensi dari kolon ada tanda yang penting tapi
tidak spesifik. Enterokolitis pada Hirschsprung dapat didiagnosis dengan foto
polos abdomen yang ditandai dengan adanya kontur irregular dari kolon
yang berdilatasi yang disebabkan oleh oedem, spasme, ulserase dari dinding
intestinal. Perubahan tersebut dapat terlihat jelas dengan barium enema.
Nilai prediksi biopsi 100% penting pada penyakit Hirschsprung jika sel
18
ganglion ada. Tidak adanya sel ganglion, perlu dipikirkan ada teknik yang tidak
benar dan dilakukan biopsi yang lebih tebal.
19
abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada
bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar.
Bayangan udara dalam kolon pada neonatus jarang dapat bayangan udara
dalam usus halus. Daerah rektosigmoid tidak terisi udara. Pada foto posisi
tengkurap kadang-kadang terlihat jelas bayangan udara dalam rektosigmoid
dengan tanda-tanda klasik penyakit Hirschsprung.
Diagnosis banding dari Hirschprung harus meliputi seluruh kelainan dengan obstruksi
pada distal usus kecil dan kolon, meliputi:
A. Obstruksi mekanik
Meconium ileus
Simple o Complicated (with meconium cyst or peritonitis)
20
Meconium plug syndrome
Neonatal small left colon syndrome
Malrotation with volvulus
Incarcerated hernia
Jejunoileal atresia
Colonic atresia
Intestinal duplication
Intussusception
NEC
B. Obstruksi fungsional
Sepsis
Intracranial hemorrhage
Hypothyroidism
Maternal drug ingestion or addiction
Adrenal hemorrhage
Hypermagnesemia
Hypokalemia
2.8 Tatalaksana
2.8.1 Preoperatif7,8
a. Diet
21
rehidrasi oral sebanyak 15 mL/ kg tiap 3 jam selama dilatasi rectal
preoperative dan irigasi rectal.
b. Terapi Farmakologi
2.8.2 Operatif1,3,5
22
Gambar 9. Teknik pembedahan pada Hirschprung Disease
1. Prosedur Swenson
23
Gambar 10. Teknik pembedahan pada Hirschprung Disease
24
2. Prosedur Duhamel
3. Prosedur Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein tahun 1959 untuk
tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi. Namun oleh Soave tahun
25
1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah definitive Penyakit Hirschsprung. Tujuan
utama dari prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum yang aganglionik,
kemudian menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk kedalam lumen
rektum yang telah dikupas tersebut.
4. Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana dilakukan
anastomose end to end antara usus aganglionik dengan rektum pada level otot levator
ani (2-3 cm diatas anal verge), menggunakan jahitan 1 lapis yang dikerjakan
intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi, sangat penting melakukan businasi
secara rutin guna mencegah stenosis.
Pada awal periode post operatif sesudah PERPT (Primary Endorectal pull-
through), pemberian makanan peroral dimulai sedangkan pada bentuk short
segmen, tipikal, dan long segmen dapat dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan
beberapa bulan kemudian baru dilakukan operasi definitif dengan metode Pull Though
Soave, Duhamel maupun Swenson. Apabila keadaan memungkinkan, dapat dilakukan
Pull Though satu tahap tanpa kolostomi sesegera mungkin untuk memfasilitasi
adaptasi usus dan penyembuhan anastomosis. Pemberian makanan rata-rata dimulai
pada hari kedua sesudah operasi dan pemberian nutisi enteral secara penuh dimulai
pada pertengahan hari ke empat pada pasien yang sering muntah pada pemberian
makanan. Intolerasi protein dapat terjadi selama periode ini dan memerlukan
perubahan formula. ASI tidak dikurangi atau dihentikan.1,9
26
2.9 Komplikasi
2.10 Prognosis1,2
Terdapat perbedaan hasil yang didapatkan pada pasien setelah melalui proses
perbaikan penyakit Hirschsprung secara definitive. Beberapa peneliti melaporkan
tingkat kepuasan tinggi, sementara yang lain melaporkan kejadian yang signifikan
dalam konstipasi dan inkontinensia. Belum ada penelitian prospektif yang
membandingkan antara masing-masing jenis operasi yang dilakukan. Kurang lebih
1% dari pasien dengan penyakit Hirschsprung membutuhkan kolostomi permanen
untuk memperbaiki inkontinensia. Umumnya, dalam 10 tahun follow up lebih dari
90% pasien yang mendapat tindakan pembedahan mengalami penyembuhan. Kematian
akibat komplikasi dari tindakan pembedahan pada bayi sekitar 20%.
27
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : An. Ade Cinta
No RM : 41.83.92
Umur : 11 bulan
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : Bukit Batrem
Tanggal Masuk RS : 02 Januari 2019
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan perut membesar/kembung.
Riwayat Penyakit Sekarang
PBM via IGD RSUD Kota Dumai dengan keluhan perut kembung, menurut ibu
pasien, perut anaknya tampak perlahan membesar sejak 3 hari SMRS. Keluhan disertai
muntah sebanyak 1 kali, berisi air susu dan tidak menyemprot. Frekuensi BAB 3
kali/hari, konsistensi lunak dan berwarna kekuningan, BAB tidak pernah menyemprot.
Tidak ada demam, dan tidak ada diare.
Merupakan G3P3A0, Rutin ANC di bidan dan dokter spesialis. Saat hamil rutin
mengkonsumsi vitamin dan tablet penambah darah.
28
Riwayat konsumsi obat-obatan lain serta riwayat trauma atau perdarahan juga
disangkal.
Pasien lahir dengan SC a/i lilitan tali pusat, saat lahir langsung menangis. BB
= 3000 gr, PB = 52 cm, mekonium keluar < 24 jam.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Vital sign
Tekanan darah :-
Frekuensi napas : 78 x/menit
Nadi : 140 x/menit
Suhu : 36,5 0C
SpO2 : 95%
Pemeriksaan kepala :
• Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
• Mulut : kering (-), sianosis(-)
Pemeriksaan leher
• Pemebesaran KGB (-)
Pemeriksaan toraks
• Inspeksi: pergerakan nafas simestris kanan-kiri, tidak ada retraksi.
• Palpasi: vokal fremitus simestris kanan-kiri, tidak teraba krepitasi
• Perkusi : sonor dikedua lapangan paru
29
• Auskultasi : vesikuler (+/+) , ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan abdomen
• Inspeksi: tidak tampak jejas trauma, benjolan dan tanda-tanda radang (-),
distensi (+)
• Auskultasi : Bising Usus (+) meningkat, metallic sound (-)
• Perkusi : Timpani
• Palpasi : Nyeri tekan (-), Nyeri lepas (-), massa (-), hepar dan lien sulit di
evaluasi.
Urogenital
Tanda-tanda infeksi (-), massa (-).
Anal-Perianal
Inspeksi : Lubang anus (+) letak normal, fistula (-), hiperemi (-), massa (-),
darah (-)
Palpasi : Massa (-)
RT : Tonus sfingter anus baik, ampula recti tidak kolaps, mukosa licin, tidak teraba
massa directum, feses (+), darah (-), ketika jari ditarik BAB menyemprot warna hijau.
Pemeriksaan ekstremitas
• Superior : Akral hangat, CRT <2”, edema (-)
• Inferior : Akral hangat, CRT <2”, edema (-)
30
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin (30-12-2018)
Hematologi
Gol.Darah -
Rhesus -
Eosinofil 0%
Basofil 0%
Netrofilbatang 0%
Netrofilsegement 74 %
Limfosit 23 %
Monosit 3%
Hematokrit 38 %
Hemostasis
Elektrolit/Gas darah
Clorida : 99 MMOL/L
31
Kesan :
o Meteorismus DD ileus
o Tak tampak pneumo peritoneum
32
Diagnosis : Hirsprungs disease
Diagnosis Kerja : Ileus fungsional e.c Susp. Hirsprungs disease
Diagnosis banding : intususepsi
Penatalaksanaan IGD
IVFD RL 700 cc/24 jam : 30 tpm mikro
Terapi oral (-)
O2
Foto polos abdomen 2 posisi.
Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
33
FOLLOW UP
TANGGAL TERAPI
28/12/18 S: perut anak kembung, badan IVFD RL 700 cc/24 jam :
dingin 30 tpm
O: T : 39,1C O2
A: Hirsprung Parasetamol supp
Rencana Transfusi PRC
BB : 6,7 kg 150 cc dan cek elektrolit
Rencana Colostomy
Lab:
29/12/18 S: anak demam turun naik, perut IVFD RL 700 cc/24 jam :
kembung, platus (+), BAB encer 30 tpm
(+) Kompres air hangat
O: T: 37,8 C, RR: 28 x/m, HR: Diit MC
100 x/m O2
A: hirsprung Transfusi PRC 150 cc dan
cek hb dan elektrolit
Lab : Rencana Colostomy
Klisma s/p
30/12/18 S: perut kembung, platus (+), IVFD RL 500 cc/24 jam :
BAB cair (+), anak rewel 7 tpm
Diit MS
Lab : Klisma P/S
HB : 13 gr/dl Koreksi kalium 10 meq
K : 2,5 meq/L dalam Nacl 0,9% 200 cc
habis dalam 6 jam
Ceftriaxon 2 x 100 mg
Paracetamol syr
31/12/18 S: perut kembung, asupan baik, AFF Infus
platus (+), BAB (+) Terapi Oral
Klisma P/S
Lab:
K : 3,5 meq/L
01/01/19 S: perut kembung, anak tidak Terapi oral
rewel lagi Diit MS
Klisma P/S
34
02/01/19 S: perut anak masih Terapi oral
kembung/membesar Diit MS
Klisma P/S
Anjuran barium enema
03/01/19 Perut anak masih besar, distensi Klisma S/P
berkurang. Diit bubur kecap
Rencana barium enema
04/01/19 Perut anak masih besar, lembut, Klisma
distensi berkurang Barium enema batal
dilakukan.
35
PEMBAHASAN
KASUS TEORI
Anamnesis Anamnesis
Anak perempuan usia 1 tahun Laki-laki > perempuan
perut membesar, menurut ibu Distensi abdomen
pasien, perut anaknya tampak Mekonium keluar >24 jam
perlahan membesar sejak 3 hari Muntah hijau
SMRS.
Keluhan disertai muntah
sebanyak 1 kali, berisi air susu
dan tidak menyemprot.
Frekuensi BAB 3 kali/hari,
konsistensi lunak dan berwarna
kekuningan, BAB tidak pernah
menyemprot.
Tidak ada demam, dan tidak ada
diare.
36
feses (+), darah (-), dan feses ditarik keluar maka feses
yang menyemprot ketika jari menyemprot dan kemudian
dikeluarkan yg berwarna hijau. kembung menghilang sementara.
PEMERIKSAAN PENUNJANG PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto polos abdomen menunjukan Tampak zona dilatasi, zona
meteorismus dengan dignosa transisi, dan zona sempit
banding ileus Foto evaluasi barium, tampak
Barium enema ? batal dilakukan barium yang membaur dengan
feces kearah proksimal kolon
DIAGNOSIS
Pada pasien ini setelah dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang maka diagnosis
telah dapat ditegakkan yaitu
Hirschsprung’s Disease.
PENTALAKSANAAN PENATALAKSANAAN
Perbaikan kondisi dengan Tindakan non bedah
pemberian terapi cairan / Tindakan bedah sementara : untuk
rehidrasi, dekompresi, pemberian dekompresi abdomen dengan
antibiotik. pembuatan kolostomi, guna
Dilakukan klisma secara rutin menghilangkan obstruksi usus dan
Tindakan bedah tidak dilakukan distensi abdomen.
karena distensi abdomen
berkurang dengan dilakukan
klisma secara rutin.
37
DAFTAR PUSTAKA
3. Hackam D.J., Newman K., Ford H.R. 2005. Chapter 38 Pediatric Surgery in:
Schwartz’s PRINCIPLES OF SURGERY. 8th edition. McGraw-Hill. New York. Page
1496-1498.
4. Ziegler M.M., Azizkhan R.G., Weber T.R. 2003. Chapter 56 Hirschsprung Disease
In: Operative PEDIATRIC Surgery. McGraw-Hill. New York. Page 617-640.
5. Hansen, T.J., Koeppen, B.M. 2006. Chapter35 Digestive System in Netter’s Atlas of
Human’s Anatomy. McGraw-Hill. New York. Page 617-640.
6. Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. 2004. Chapter 4 Congenital Anomalies of The
Gastrointestinal Tract In: Caffey’s Pediatric Diagnostic Imaging 10th edition. Elsevier-
Mosby. Philadelphia. Page 148-153.
38