Anda di halaman 1dari 10

A.

Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Vesikolitiasis merupakan batu yang menghalangi aliran air kemih
akibat penutupan leher kandung kemih, maka aliran yang mula-mula
lancar secara tiba-tiba akan berhenti dan menetesdisertai dengan rasa
nyeri (Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 1998:1027).
Vesikolitiasis adalah batu yang ada di vesika urinaria ketika terdapat
defisiensi substansi tertentu, seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan
asam urat meningkat atau ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu,
seperti sitrat yang secara normal mencegah terjadinya kristalisasi dalam
urin (Smeltzer, 2002:1460).
2. Etiologi
Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih
disebabkan infeksi, statis urin dan periode imobilitas (drainage renal
yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium).
Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2001:378) batu
kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah
1. Hiperkalsiuria
Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena,
hiperkalsiuria idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan
tinggi natrium, kalsium dan protein), hiperparatiroidisme primer,
sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium.
2. Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air
kemih, khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal
tipe I (lengkap atau tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare
dan masukan protein tinggi.
3. Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu
pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.

1
4. Penurunan jumlah air kemih
Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
5. Jenis cairan yang diminum
Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel
dan jus anggur.
6. Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini
disebabkan oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium
intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan
yang mengganggu absorbsi garam empedu.
7. Ginjal Spongiosa Medula
Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium
idiopatik (tidak dijumpai predisposisi metabolik).
8. Batu Asan Urat
Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah,
dan hiperurikosuria (primer dan sekunder).
9. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih
dengan organisme yang memproduksi urease.
Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :
1) 75 % kalsium.
2) 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
3) 6 % batu asam urat.
4) 1-2 % sistin (cystine).

2
3. Pathway

4. Komplikasi
Komplikasi yang disebabkan dari Vesikolithotomi (Perry dan Potter,
2002:1842) adalah sebagai berikut:
a. Sistem Pernafasan
Atelektasis bisa terjadi jika ekspansi paru yang tidak adekuat
karena pengaruh analgetik, anestesi, dan posisi yang dimobilisasi yang

3
menyebabkan ekspansi tidak maksimal. Penumpukan sekret dapat
menyebabkan pnemunia, hipoksia terjadi karena tekanan oleh agens
analgetik dan anestesi serta bisa terjadi emboli pulmonal.
b. Sistem Sirkulasi
Dalam sistem peredaran darah bisa menyebabkan perdarahan
karena lepasnya jahitan atau lepasnya bekuan darah pada tempat insisi
yang bisa menyebabkan syok hipovolemik. Statis vena yang terjadi
karena duduk atau imobilisasi yang terlalu lama bisa terjadi
tromboflebitis, statis vena juga bisa menyebabkan trombus atau
karena trauma pembuluh darah.
c. Sistem Gastrointestinal
Akibat efek anestesi dapat menyebabkan peristaltik usus menurun
sehingga bisa terjadi distensi abdomen dengan tanda dan gejala
meningkatnya lingkar perut dan terdengar bunyi timpani saat
diperkusi. Mual dan muntah serta konstipasi bisa terjadi karena belum
normalnya peristaltik usus.
d. Sistem Genitourinaria
Akibat pengaruh anestesi bisa menyebabkan aliran urin involunter
karena hilangnya tonus otot.
e. Sistem Integumen
Perawatan yang tidak memperhatikan kesterilan dapat
menyebabkan infeksi, buruknya fase penyembuhan luka dapat
menyebabkan dehisens luka dengan tanda dan gejala meningkatnya
drainase dan penampakan jaringan yang ada dibawahnya. Eviserasi
luka/kelurnya organ dan jaringan internal melalui insisi bisa terjadi
jika ada dehisens luka serta bisa terjadi pula surgical mump (parotitis).
f. Sistem Saraf
Bisa menimbulkan nyeri yang tidak dapat diatasi.

4
5. Penatalaksanaan
Menurut Soeparman ( 2001:383) pengobatan dapat dilakukan dengan :
1) Mengatasi Simtom
Ajarkan dengan tirah baring dan cari penyebab utama dari
vesikolitiasis, berikan spasme analgetik atau inhibitor sintesis
prostaglandin, bila terjadi koliks ginjal dan tidak di kontra indikasikan
pasang kateter.
2) Pengambilan Batu
a. Batu dapat keluar sendiri
Batu tidak diharapkan keluar dengan spontan jika ukurannya
melebihi 6 mm.
b. Vesikolithotomi.
c. Pengangkatan Batu
1. Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal
Prosedur non invasif yang digunakan untuk menghancurkan
batu. Litotriptor adalah alat yang digunakan untuk
memecahkan batu tersebut, tetapi alat ini hanya dapat
memecahkan batu dalam batas ukuran 3 cm ke bawah. Bila
batu di atas ukuran ini dapat ditangani dengan gelombang
kejut atau sistolitotomi melalui sayatan prannenstiel. Setelah
batu itu pecah menjadi bagian yang terkecil seperti pasir, sisa
batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
2. Metode endourologi pengangkatan batu
Bidang endourologi mengabungkan ketrampilan ahli
radiologi mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor.
Batu diangkat dengan forseps atau jarring, tergantung dari
ukurannya. Selain itu alat ultrasound dapat dimasukkan ke
selang nefrostomi disertai gelombang ultrasonik untuk
menghancurkan batu.

5
3. Ureteroskopi
Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan
memasukkan alat ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat
dihancurkan dengan menggunakan laser, litotrips
elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian diangkat.
d. Pencegahan (batu kalsium kronik-kalsium oksalat)
1. Menurunkan konsentrasi reaktan (kalsium dan oksalat)
2. Meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentuk batu yaitu
sitrat (kalium sitrat 20 mEq tiap malam hari, minum jeruk
nipis atau lemon malam hari), dan bila batu tunggal dengan
meningkatkan masukan cairan dan pemeriksaan berkala
pembentukan batu baru.
3. Pengaturan diet dengan meningkatkan masukan cairan, hindari
masukan soft drinks, kurangi masukan protein (sebesar 1 g/Kg
BB /hari), membatasi masukan natrium, diet rendah natrium
(80-100 meq/hari), dan masukan kalsium.
4. Pemberian obat
Untuk mencegah presipitasi batu baru kalsium oksalat,
disesuaikan kelainan metabolik yang ada.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi
pemeriksaan:
1) Urine
a. pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting,
organisme dapat berbentuk batu magnesium amonium phosphat,
pH yang rendah menyebabkan pengendapan batu asam urat.
b. Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita
dengan batu, bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan
meningkat.
c. Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang
berkontribusi dalam proses pembentukan batu saluran kemih.

6
d. Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat
apakah terjadi hiperekskresi.
2) Darah
a. Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
b. Lekosit terjadi karena infeksi.
c. Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
d. Kalsium, fosfat dan asam urat.
3) Radiologis
a. Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah
terjadi bendungan atau tidak.
b. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan,
pada keadaan ini dapat dilakukan retrogad pielografi atau
dilanjutkan dengan antegrad pielografi tidak memberikan
informasi yang memadai.
4) USG (Ultra Sono Grafi)
Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.
5) Riwayat Keluarga
Untuk mengetahui apakah ada anggota keluarga yang menderita
batu saluran kemih, jika ada untuk mengetahui pencegahan,
pengobatan yang telah dilakukan, cara mengambilan batu, dan analisa
jenis batu.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
b) Riwayat penyakit sekarang
c) Riwayat penyakit dahulu
d) Riwayat penyakit keluarga
c. Pemeriksaan fisik
d. Pemeriksaan penunjang

7
2. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
a. Gangguan Eliminasi Urin
b. Nyeri akut
2. Post Operasi
a. Nyeri akut
b. Risiko infeksi
3. Rencana Tindakan
1. Pre Operasi
a. Gangguan Eliminasi Urin
- Monitor output intake serta karakteristik urin.
- Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan (minimal 3-
4 liter/hari sesuai dengan toleransi jantung).
- Tampung urine 24 jam catat jika ada batu yang ikut keluar dan
kirim ke laboratorium untuk dianalisa.
- Observasi perubahan warna, bau, pH urine setiap 2 jam
- Kolaborasi dalam memonitor pemeriksaan laboratorium
seperti elektrolit BUN (Blood Urea Nitrogen), kreatin.
b. Nyeri Akut
- Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karakteristik, intensitas (skala 0-
10). Dan perhatikan tanda-tanda peningkatan tekanan darah,
nadi, tidak bisa beristirahat, gelisah dan rasa nyeri meningkat.
- Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya mengindentifikasi
perubahan terjadinya karakteristik nyeri
- Berikan tindakan untuk kenyamanan seperti membatasi
pengunjung, lingkungan yang tenang.
- Anjurkan/bantu klien melakukan ambulasi secara teratur
sesuai dengan indikasi dan meningkatkan intake cairan
minimal 3-4 liter/hari sesuai toleransi jantung.
- Catat keluhan meningkatnya nyeri abdomen.
- Berikan kompres hangat pada punggung.

8
- Pertahankan posisi kateter.
- Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi.
- Antispasmodic seperti flavoxate oxybutynin.
- Kortikosteroid
2. Post Operasi
a. Nyeri Akut b.d agen cidera biologis
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi.
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
- Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien.
- Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.
- Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
- Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau.
- Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan.
- Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
- Kurangi faktor presipitasi nyeri.
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal).
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi.
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
- Tingkatkan istirahat.
- Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil.

9
b. Risiko Infeksi
- Kaji suhu tubuh pada pasien neutropenia setiap 4 jam.
- Batasi pengunjung bila perlu.
- Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan.
- Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung.
- Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk
umum.
- Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
kandung kemih.
- Berikan terapi obat antibiotik.
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
- Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan,panas, drainase.
- Monitor adanya luka.
- Dorong masukan cairan.
- Dorong klien istirahat.
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi.

Daftar Pustaka

Corwin, Elizabeth. (2009). Buku Saku PATOFISIOLOGI. Penerbit buku


kedokteran EGC: Jakarta.
Huda, Amin dan Hardhi. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus Jilid 1,
Edisi Revisi. Yogyakarta: Mediaction.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Sari, Ninuk, dkk. (2018). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Vesikolithiasis. Jember: Naskah Publikasi.

10

Anda mungkin juga menyukai