Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG DERMATITIS DI RUANG IGD

RSD KALISAT JEMBER

APLIKASI KLINIS KEPERAWATAN

Oleh:
Dhenisa Nova Dyassari
NIM 162310101256

PROGRAM SARJANA ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018

i
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Aplikasi Klinis Keperawatan dengan Judul

“LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG DERMATITIS DI RUANG IGD


RSD KALISAT JEMBER ”
Yang disusun oleh:

Dhenisa Nova Dyassari


NIM 162310101256

Telah disetujui untuk diseminarkan dan dikumpulkan pada:

Hari/tanggal : Senin, 21 Januari 2019

Makalah ini disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil jiplakan atau
reproduksi ulang makalah yang telah ada.

Mengetahui

Dosen Pembimbing Penyusun

( ) Dhenisa Nova Dyassari


NIM 162310101256

ii
DAFTAR ISI

COVER .....................................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................iii
BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................1
1.1 Anatomi Fisiologi ...................................................................................1
1.2 Definisi Dermatitis .................................................................................3
1.3 Etiologi ....................................................................................................3
1.4 Klasifikasi ...............................................................................................4
1.5 Manifestasi Klinis ...................................................................................6
1.6 Patofisiologi.............................................................................................6
1.7 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................8
1.8 Penatalaksanaan Medis .........................................................................9
1.9 Pathway ...................................................................................................11
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ...................................................12
2.1. Pengkajian..............................................................................................12
2.2. Diagnosa .................................................................................................15
2.3. Intervensi................................................................................................16
2.4. Evaluasi ..................................................................................................20
2.5. Discharge Planning ...............................................................................22
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................23

iii
BAB I. TINJAUAN PUSTAKA

1.1. ANATOMI FISIOLOGI KULIT


Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan
merupakan proteksi terhadap organ-organ yang terdapat dibawahnya dan
membangun sebuah barrier yang memisahkan organ-organ internal dengan
lingkungan luar dan turut berpartisipasi dalam banyak fungsi tubuh yang
vital.Luas kulit orang dewasa 1,5 -2 m2 dengan berat kira-kira 15 % dari berat
badan manusia Tebal bervariasi antara ½ - 3 mm. Kulit sangat kompleks,
elastis dan sensitif bervariasi pada keadaan iklim, umur, sex, ras dan juga
bergantung pada lokasi tubuh (Syaifuddin, 2011).

Kulit dapat bergerak dan meregang tergantung pada :


•Tebal kulit
•Jumlah lipatan kulit
•Elastisitas kulit
•Perlekatan kulit dengan jaringan dibawahnya
•Umur individu.
Lapisan Kulit
•Epidermis
•Dermis
•Jaringan subcutan.
1. EPIDERMIS
Terdiri dari 5 lapisan (stratum) berturut-turut dari atas ke bawah :

1
•Stratum corneum
•Stratum lucidum
•Stratum garanulosum
•Stratum spinosum/ spongiosum
•Stratum basale
1. Stratum Corneum
Lapisan paling luar terdiri dari sel-sel gepeng dan tidak berinti lagi, sudah
mati dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin. Makin keatas makin
halus dan lama-lama terlepas dari kulit berupa sisik-sisik yang sangat halus.
Diperkirakan, tubuh melepaskan 50-60 milyar keratinosit (korneosit) setiap
hari
2. Stratum Lucidum
Hanya terdapat pada kulit yang tebal. Mikroskop elektron menunjukkan
bahwa sel-selnya sejenis dengan sel-sel yang berada di stratum corneum.
3. Stratum Granulosum
Terdiri dari tiga sampai empat lapisan atau keratocytes yang dipipihkan.
Keratocytes ini berperan besar terhadap susunan keratin di dalam lapisan atas
epidermis.
4. Stratum Spinosum
Terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya
berbeda-beda, karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena
banyak mengandung glikogen dan inti terletak ditengah-tengah. Diantara sel
spinosum terdapat sel langerhans  mengaktifkan sistem imun
5. Stratum Basale
Lapisan terdalam epidermis 10-20 % sel di stratum basale adalah
melanocytes  melanin, sel warna untuk kulit (pigmen).Butiran melanin
berkumpul pada permukaan setiap keratinocytes.
2. DERMIS
Dermis membentuk bagian terbesar kulit dengan memberikan
kekuatan dan/ struktur pada kulit. Lapisan ini tersusun dari dua lapisan yaitu :
Lapisan papillaris yaitu bagian yang menonjol ke epidermis merupakan
jaringan fibrous tersusun longgar yang berisi ujung serabut saraf dan

2
pembuluh darah.Lapisan retikularis yaitu bagian di bawah lapisan papilaris
yang menonjol ke arah subcutan, lebih tebal dan banyak jaringan ikat. Dermis
juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat
serta sebasea dan akar rambut.
3. JARINGAN SUBCUTAN/ HIPODERMIS
Merupakan lapisan kulit yang paling dalam. Lapisan ini terutama
berupa jaringan adiposa yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan
struktur internal seperti otot dan tulang. Jaringan subcutan dan jumlah lemak
yang tertimbun merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh
(Syaifuddin, 2011).
1.2. Definisi Dermatitis
Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai
respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berubah elfo-resensi polimorfik (Eritma, Edema, Papul,
Vesikel, Skuama, dan Keluhan gatal).
Dermatitis dapat terjadi karena bermacam sebab dan timbul dalam
berbagai jenis, terutama kulit yang kering. Umumnya enzim dapat
menyebabkan pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit. Dermatitis
tidak berbahaya, dalam arti tidak membahayakan hidup dan tidak menular.
Walaupun demikian, penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan
amat mengganggu. Dermatitis muncul dalam beberapa jenis yang masing-
masing memiliki indikasi dan gejala dermatitis yang muncul dipicu alergen
(penyebab alergi) tertentu seperti racun.
1.3. Etiologi
Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak diketahui. Sebagian besar
merupakan respon kulit terhadap agen-agen misalnya zat kimia, protein,
bakteri, dan fungus. Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi. Alergi
adalah perubahan kemampuan tubuh yang didapat dan spesifik untuk
bereaksi.
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (Eksogen), misalnya Bahan
kimia (contoh: detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu),

3
mikroorganisme (contoh: bakteri, jamur) dapat pula dari dalam (Endogen),
misalnya dermatitis Atopik.
Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stress, dan
iritasi dapat menjadi penyebab ekstrim. Masing-masing jenis ekstrim,
biasanya memiliki penyebab berbeda pula. Sering kali, kulit yang pecah-
pecah dan meradang yang disebabkan ekstrim menjadi infeksi. Jika kulit
tangan ada strip merah seperti goresan, kita mungkin mengalami sesulit
infeksi bakteri yang terjadi dibawah jaringan kulit. Selulit muncul karena
peradangan pada kulit yang terlihat bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan
terasa panas saat disentuh dan selulit muncul pada seseorang yang sistem
kekebalan tubuhnya tidak bagus.
1.4. Klasifikasi
1. Dermatitis kontak
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang di sebabkan oleh bahan /
substansi yang menempel pada kulit. Dermatitis yang muncul di picu
alergen ( penyebab alergi ) tertentu seperti racun yang terdapat pada
tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan gejala antara kulit memerah
dan gatal. Jika memburuk, penderita akan mengalami bentol bentol yang
meradang. Disebabkan kontak langsung dengan salah satu penyebab iritasi
pada kulit atau alergi. Contohnya sabun cuci atau detergen. Alerginya bisa
berupa karet.
2. Neuro dermatitis
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit
tebal dan garis kulit tanpak lebih menonjol menyerupai kulit batang kayu,
akibat garukan atau gosokan yang berulang ulang karna berbagai
rangsangan pruruitogenik. Timbul karna goresan pada kulit secara
berulang, bisa berwujud kecil, datar dan dapat berdiameter sekitar 2,5
sampai 25 cm. Penyakit ini muncul saat sejumlah pakaian ketat yang kita
gunakan menggores kulit sehingga iritasi. Iritasi ini memicu untuk
menggaruk bagian yang terasa gatal. Biasanya muncul pada pergelangan
kaki, pergelangan tangan, lengan, dan bagian belakang pada leher.
3. Dermatitis seborrheic

4
Kulit terasa berminyak dan licin, melepuhnya sisi dari hidung,
antara kedua alis, belakang telinga serta dada bagian atas. Dermatitis ini
sering kali di akibatkan faktor keturunan, muncul saaat kondisi mentas
dalam keadaan stress atau orang yang menderita penyakit saraf seperti
parkinson.
4. Dermatitis stasis
Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena (
hipertensi vena ) tungkai bawah. Yang muncul dengan adanya varises,
menyebabkan pergelangan kaki dan tulang kering berubah warna menjadi
memerah atau coklat, menebal dan gatal. Dermatitis ini muncul ketika
adanya akumulasi cairan di bawah jaringan kulit.
5. Dermatitis atopik
Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai
gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak anak,
sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan
riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Kelainan kulit berupa papul
gatal yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya
di lipatan. Gejala antara lain gatal gatal, kulit menebal, dan pecah pecah.
Sering kali muncul di lipatan siku atau di belakang lutut. Dermatitis
muncul saat alergi dan sering kali muncul pada keluarga yang salah satu
keluarga memiliki asma. Biasanya mulai sejak bayi dan kemungkina
keparahannya bisa bertambah atau berkurang selama masa kecil dan
dewasa.
6. Dermatitis medikamentosa
Memiliki bentuk lesi eritem dengan atau tanpa fesikula, berbatas
tegas, dapat soliter atau multiper. Terutama pada bibir, glans penis, telapak
tangan atau kaki. Penyebabnya dari obat obatan yang masuk ke dalam
tubuh melalui mulut, suntikan atau anal keluhan utama biasanya gatal dan
suhu badan meninggi. Gejala dapat akut, subakut atau kronik bisa
mengenai seluruh tubuh.

5
1.5. Manifestasi Klinis
Subyektif ada tanda-tanda radang akut terutama priritus (sebagai
pengganti Dolor). Selain itu terdapat pula kenaikan suhu (Kalor), kemerahan
(Rubor), Edema atau pembengkakan dan gangguan fungsi kulit (Function
Laisa). Obyektif, biasanya batas kelainan tidak terdapat lesi polimorfin yang
dapat timbul secara serentak atau turut-turut. Pada permulaan eritema dan
edema. Edema sangat jelas pada kulit yang longgar misalnya muka
(terutama palpabre dan bibir) dan gentalia ekstrena. Infiltrasi biasanya
terdiri atas papul.
Dermatitis basah berarti terdapat eksudasi. Disana-sini terdapat
sumber dermatitis, artinya terdapat vesikel-vesikel fungtifomis yang
berkelompok yang kemudian membesar. Kelainan tersebut dapat disertai
bula atau pustule, jika disertai infeksi. Dermatitis sika (kering) berarti tidak
madidans bilang gelembung-gelembung mongering maka akan terlihat erosi
atau ekskoriasi dengan krusta. Pada stadium tersebut terjadi deskuamasi,
artinya timbul sisik. Bila proses menjadi kronis tapak likenifikasi dan
sebagai sekuele terlihat hipermikpentasi atau hipomikpentasi
1.6. Patofisiologi
1. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak alergik termasuk reasi tipe IV ialah hipersenitifitas
tipe lambat. Patogenesisnya melalui dua fase yaitu fase induksi ( fase
sensitisasi ) dan fase elisitasi.
Fase induksi ialah saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai
limfosit mengenal dan memberikan respon, memerlukan 2-3 minggu. Fase
elesitasin ialah saat terjadi pajanan ulang dengan alergen yang sama atau
serupa sampai timbul gejala klinis. Pada fase induksi, hapten ( protein tak
lengkap ) berfenetrasi kedalam kulit dan berikatan dengan protein barier
membentuk antigen yang lengkap. Antigen ini di tangkap dan di proses
lebih dahulu oleh magkrofak dan sel langerhans, kemudian memacu reasi
limfosit T yang belum tersensitasi di kulit, sehingga terjadi sensitasi

6
limfosit T, melalui saluran limfe, limfosit yang telah tersensitasi
berimigrasi kedarah parakortikal kelenjar getah bening regional untuk
berdiferensiasi dan berfoliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitasi
secara spesifik dan sel memori. Kemudian sel sel tersebut masuk ke dalam
sirkulasi, sebagian kembali ke kulit dan sistem limfoit, tersebar di seluruh
tubuh, menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit
tubuh.
Pada fase elisitasi, terjadi kontak ulang dengan hapten yang sama atau
serupa. Sel efektor yang telat tersensititasasi mengeluarkan limfokin yang
mampu menarik berbagai sel radang sehingga terjadi gejala klinis.
2. Neurodermatitis

Kelainan terdiri dari Eritema, edema, papel, vesikel, bentuk numuler,


dengan diameter bervariasi 5-40 mm. Bersifat membasah (Oozing), batas
relatif jelas, bila kering membentuk krusta bagian tubuh.

3. Dermatitis Seiboroika
Merupakan penyakit kronik, residif, dan gatal. Kelainan berupa
skuama kering, basah atau kasar, krusta kekuningan dengan bentuk dan
besar bervariasi. Tempat kulit kepala, alis, daerah nasolabial belakang
telinga, lipatan mammae, presternal, ketiak, umbilikus, lipat bokong, lipat
paha dan skrotum. Pada kulit kepala terdapat skuama kering dikenal
sebagai dan druff dan bila disebut pytiriasis steatoides: disertai kerontokan
rambut.
a. Dermatitis Statis
Akibat bendungan, tekanan vena makin meningkat sehingga
memanjang dan melebar. Terlihat berkelok kelok seperti cacing
(varises). Cairan intravaskuler masuk kejaringan dan terjadilah edema.
Timbul keluhan rasa berat bila lama berdiri dan rasa kesemutan atau
seperti ditusuk-tusuk. Terjadi ekstravasasi eritrosit dan timbul purpura.
Bercak-bercak semula tampak merah berubah menjadi hemosiderin.
Akibat garukan menimbulkan erosi, skuama. Bila berlangsung lama,

7
edema diganti jaringan ikat sehingga kulit teraba kaku, warna kulit
lebih hitam.
b. Dermatitis Atopik
Belum diketahui secara pasti. Histamin dianggap sebagai zat
penting yang memberi reaksi dan menyebabkan pruritus. Histamin
menghambat kemotaktis dan menekan produksi sel T. Sel mast
meningkat pada lesi dermatitis atopi kronis. Sel ini mempunyai
kemampuan melepaskan histamin (menyebabkan lesi ekzematosa).
Kemungkinan zat tersebut menyebabkan prutisus dan eritema, mungkin
karena gerakan akibat gatal menimbulkan lesi ekzematosa. Pada pasien
dermatitis Atopik kapasitas untuk menghasilkan IgE secara berlebihan
diturunkan secara genetik.
c. Dermatitis Medikamentosa
Faktor lingkungan merupakan faktor terpenting. Alergi paling
sering menyerang pada saluran nafas dan saluran pencernaan. Di dalam
saluran nafas terjadi inflamasi yang menyebabkan obstruktif saluran
nafas yang menyebabkan batuk dan sesak nafas (Sylvia, 2006).
1.7. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Darah : Hb, leukosi, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total,
albumin, globulin.
b. Urin : pemeriksaan histopatologi
2. Penunjang ( pemeriksaan histopatologi )
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk dianostik
karna gambaran histopatoginya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh
sebab lain. Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema
inter seluler, terbentuknya vesikel atau bula, pada dermis terdapat dilatasi
vaskuler di sertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel sel monoclear.
Dermatitis subakut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis
dan kadang kadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat
akantosis.

8
Pemeriksaan ultra struktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan
antigen, seperti dinitroklorbenzen topikal dan injeksi feritin intrakutan,
tanpak sejumlah besar sel langerhans di epidermis (Sinta, M et al, 2018).

1.8. Penatalaksanaan
1. Kortikosteroid

Mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal


akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik.
Steroid menghambat aktifasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin
di sebabkan karna efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T.

2. Radiasi ultraviolet

Mempuyai efek terapi terapeutik dalam termatitis kontak melalui


sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi
sel langerhans dan menginduksi timbulnya sel penyaji antigen yang
berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktifasi sel T subresor.
Mengakibatkan hilangnya mulekul permukaan sel hangerhans, sehingga
menghilangkan fingsi penyaji antigen.

3. Siklosporin A

Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari


hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya
memberikan efek minimal, mungkin di sebabkan oleh kurangnya absorsi
atau inaktifasi dari obat di epidermis atau dermis.

4. Antibiotika dan Antimikotika

Superinfeksi dapat di timbulkan oleh S. Aureus, S. Beta dan alfa


hemolitikus, E. Koli, proteus dan kandida spp. Pada keadaan superinfeksi
tersebut dapat di berikan antibiotika ( misalnya gentamisin ) dan
antimikotika ( misalnya clotrimazole ) dalam bentuk topikal.

5. Imunosupresif Topikal

9
Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui
penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya
terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit
dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik (Sinta,
M et al, 2018).

10
1.9. Pathway

Bahan iritan kimiawi dan fisik

Kerusakan sel Dikonsumsi atau Ag


kontak langsung
Kelainan kulit
Sel penyampai Ag
Iritan kontak
Lapisan Tanduk Rusak dengan Ag
Sel T
Denatursi Keranin Oleh sel plasma dan
basofil membentk HMC
Menyingkirkan Ab lgE
Lemak Lap. Tanduk Pelepasan limfokim

Memicu proses
Mengubah daya degranulasi
Lepas makrofag
ikat air kulit

Pelepasan mediator Kerusakan


Merusak lapisan kimia berlebihan jaringan
epidermis

Reaksi peredangan Kelembapan kulit


kerusakan menurun
integritas kulit
Gatal dan rubor
Kulit mengering
Lapisan epidermis
Reaksi menggaruk
terbuka invasi bakteri
berlebih
Perubahan warna kulit

Pelepasan toksik bakteri Defisiensi


Pengetahuan Gangguan Citra tubuh

Risiko Infeksi

11
BAB. II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1. Pengkajian

a. Identitas pasien.
b. Keluhan utama : biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
c. Riwayat kesehatan
d. Riwayat penyakit sekarang
Ternyata sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang di lakukan pasien untuk
menanggulanginya.
e. Riwayat penyakit dulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya.
f. Riwayat penyakit keluarga.
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya
g. Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan.
h. Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat obatan yang dipakai pada kulit
atau pernahkah pasien tidak tahan ( alergi ) terhadap sesuatu obat
i. Pola fungsional
1. Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Tanyakan pada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit
apakah pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai
penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
 Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien
(pagi,siang dan malam)
 Tanyakan bagaimana nafsu makan klien apakah ada mual,muntah
pantangan atau alergi

12
 Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan
 Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan
sayur-sayuran yang mengandung vitamin antioksidant
3. Pola Eliminasi
 Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan
karakteristiknya
 Berapa kali miksi dalam sehari karakteristik urine dan defekasi
 Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah
penggunaan alat bantu untuk miksi dan defekasi.
4. Pola aktivitas/olahraga
 Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan
pada kulit
 Kekuatan otot: biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan
otot karena yang terganggu adalah kulitnya
 Keluhan beraktivitas: kaji keluhan klien saat beraktivitas
5. Pola istirahat/tidur
 Kebiasaan: tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien
 Masalah pola tidur: tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur
yang berhubungan dengan gangguan pada kulit
 Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur?apakah merasa segar
atau tidak?
6. Pola kognitif/persepsi
 Kaji status mental klien
 Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam
memahami sesuatu
 Kaji tingkat ansietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara
klien. Identifikasi penyebab kecemasan klien
 Kaji penglihatan dan pendengaran klien.
 Kaji apakah klien mengalami vertigo
 Kaji nyeri: gejalanya yaitu timbul gatal-gatal atau bercak merah pada
kulit
7. Pola persepsi dan konsep diri

13
 Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya
sendiri, apakah kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran
dirinya
 Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa
cemas, depresi atau takut
 Apakah ada hal yang enjadi pikirannya.
8. Pola peran hubungan
 Tanyakan apa pekerjaan klien
 Tanyakan tentang sistem pendukung dalam kehidupan klien
seperti: pasangan, teman dan lain-lain.
 Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan
perawtan penyakit klien
9. Pola seksualitas/reproduksi
 Tanyakan maslah seksual klien yang berhubungan dengan
penyakitnya
 Tanyakan kapan klien mulai menopause dan maslah kesehatan
terkait dengan menopause.
 Tanyakan apakh klien mengalami kesulitan/perubahan dalam
pemenuhan kebutuhan seks.
10. Pola koping-toleransi stress
 Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS (financial
atau perawat diri)
 Kaji keadaan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien
mengatasi kecemasannya (mekanisme koping klien). Apakah ada
penggunaan obat untuk penghilang stress atau klien sering berbagi
masalahnya dengan orang-orang terdekat.
11. Pola keyakinan nilai

Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam


beragama serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya.
Orang yang dekat kepada tuhannya lebih berfikiran positif.

14
2.2. DIAGNOSA

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan jaringan inflamasi


2. Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak-bercak berwarna merah
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perasaan malu terhadapan
penampakan diri dan persepsi diri tentang ketidakbersihan.
4. Defisiensi pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan
kurangnya informasi

15
2.3. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC


1. Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan Pemberian Obat : Kulit
berhubungan dengan lesi dan keperawatan selama 2x24 jam, - Catat riwayat medis pasien dan riwayat alergi
jaringan inflamasi kerusakan integritas pasien teratasi. - Tentukan kondisi kulit pasien diatas area dimana obat
Dengan Kriteria Hasil: akan diberikan
1. integritas kulit yang baik bisa - Berikan agen topikal sesuai dengan yang diresepkan
dipertahankan - Sebarkan obat diatas kulit, sesuai kebutuhan
2. Mampu melindungi kulit dan - Ajarkan dan monitor teknik pemberian mandiri, sesuai
mempertahankan kelembapan kebutuhan
kulit - Dokumentasikan pemberian obat dan respon pasien,
3. luka/lesi pada kulit berkurang sesuai dengan protokol institusi
4. perfusi jaringan membaik Manajemen Nutrisi
5. menunjukkn terjadinya proses - Tentukan status gizi pasien dan kemampuan (pasien)
penyembuhan luka untuk memenuhi kebutuhan gizi
- Identifikasi (adanya) alergi atau intoleransi makanan
yang dimiliki pasien
- Tentukan apa yang menjadi preferensi makanan bagi

16
pasien
- Intruksikan pada pasien mengenai kebutuhan nutrisi
2. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan intervensi 1. monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
dengan lesi, bercak-bercak keperawatan selama 2x24 jam, 2. pertahankan tehnik aseptik
berwarna merah masalah pasien dapat teratasi 3. inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
dengan kriteria hasil : kemerahan, panas dan drainase
1. klien bebas dari tanda dan gejala 4. berikan teapi antibiotik
infeksi 5. tingkatkan intake nutrisi
2. menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
3. menunjukkan perilaku hidup
sehat
3. Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan intervensi Peningkatan Citra Tubuh
berhubungan dengan perasaan keperawatan selama 2x24 jam, - Gunakan bimbingan antisipasif menyiapkan pasien
malu terhadapan penampakan diharapkan gangguan citra tubuh terkait dengan perubahan-perubahan citra tubuh yang
diri dan persepsi diri tentang klien teratasi dengan Kriteria Hasil: (telah) diprediksikan
ketidakbersihan. 1. Mengembangkan - Bantu pasien memisahkan penampilan fisik dari
peningkatan kemauan untuk perasaan berharga secara pribadi, dengan cara yang
menerima keadaan diri tepat

17
2. Melaporkan perasaan dalam - Bantu pasien untuk mengidentifikasi tindakan-tindakan
pengendalian situasi yang akan meningkatkan penampilan.
3. Menguatkan kembali
dukungan positif dari diri
sendiri

4. Defisiensi pengetahuan tentang Setelah dilakukan intervensi Pendidikan Kesehatan


program terapi berhubungan keperawatan selama 2x24 jam, - Tentukan pengetahuan kesehatan dan gaya hidup
dengan kurangnya informasi diharapkan terapi dapat dipahami perilaku saat ini pada individu, keluarga, atau kelompok
dan dijalankan dengan Kriteria sasaran
Hasil: - Identifikasi sumberdaya yang diperlukan untuk
1. Memiliki pemahaman melaksanakan program
terhadap perawatan kulit - Tekankan manfaat kesehatan positif yang langsung
2. Mengikuti terapi dan dapat (manfaat) jangka pendek yang bisa diterima oleh
menjelaskan alasan terapi perilaku gaya hidup positif dari pada menekankan pada
3. Melaksanakan mandi, manfaat jangka panjang atau atau efek negatif dari
pembersihan dan balutan ketidakpatuhan
basah sesuai program - Libatkan individu, keluarga, kelompok dalam
4. Menggunakan obat topikal perencanaan dan rencana implemetasi gaya hidup atau

18
dengan tepat modifikasi perilaku kesehatan
5. Memahami pentingnya nutri
untuk kesehatan kulit.

19
2.4. EVALUASI
NO WAKTU/TANGGAL DIAGNOSA EVALUASI PARAF
1. 20 Januari 2019 Kerusakan integritas kulit S : Klien mengatakan luka sedikit berkurang
berhubungan dengan lesi dan setelah diberikan obat kulit meskipun sebagian
jaringan inflamasi masih terasa sakit
O : kulit klien tampak sedikit kering
A : Kerusakan integritas kulit
P : Intervensi 1-6 di lanjutkan
2. 20 Januari 2019 Resiko infeksi berhubungan S : Klien mengatakan luka masih terasa sedikit
dengan lesi, bercak-bercak sakit
berwarna merah O : kulit klien sebagia tampak kemerahan
A : Resiko infeksi
P : Intervensi 1-5 di lanjutkan
3. 20 Januari 2019 Gangguan citra tubuh S : Klien mengatakan tidak percaya diri dengan
berhubungan dengan perasaan adanya luka di wajah dan malu
malu terhadapan penampakan O : klien tampak gelisah
diri dan persepsi diri tentang A : Gangguan citra tubuh
ketidakbersihan. P : Intervensi 1-3 di lanjutkan
4. 20 Januari 2019 Defisiensi pengetahuan tentang S : Klien mengatakan sudah paham mengenai

20
program terapi berhubungan penyakit dermatitis.
dengan kurangnya informasi O : klien sudah tidak bingung
A : Defisiensi pengetahuan
P : Intervensi dihentikan

21
2.5. DISCHARGE PLANNING

1. Gunakanlah kosmetik hipoalergen


2. Setelah mandi keringkan kulit dengan menepuk-menepuk bukan
menggosok
3. Gunakan mild soap atau pengganti sabun
4. Jangan mandi terlalu lama karena akan membuat menjadi kering
5. Kenakan pelembab
6. Hindari penggunaan wol atau pemaparan terhadap iritan seperti ditergen
dan gunakan ditergen yang tidak mengandung bahan pemutih
7. Jangan menggaruk atau menggosok atau menggosok kulit
8. Penderita yang sedang menggunakan salep kortikosteroid atau krim
sebaiknya hanya mengoleskan pada bagian kulit yang membutuhkan lalu
dipijat secara perlahan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. et al. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC), 6th Edition.


Singapure : ELSEVIER

Djuanda S, Sularsito. (2006). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit


kulit dan kelamin, Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31

Hedidman dan Heather. 2018. NANDA -1 Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2018-2020. Jakarta : EGC

Moor Head, S. et al. 2016. Nursing Outcome Classification (NOC), 5 th Edition.


Singapure : ELSEVIER

Murlystyarini, S, et al. 2018. Intisari Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Malang :
UB Press

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klafisikasi.

Price, A. Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi


4. Jakarta : EGC.

Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi Edisi 4. Jakarta : EGC

23

Anda mungkin juga menyukai