Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari

seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD

setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health

Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi

di Asia Tenggara

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah

penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan

penduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada

tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia

(Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh

Indonesia

Demam Berdarah Dengue adalah demam tinggi mendadak 2-7 hari tanpa penyebab

yang jelas, terdapat tanda-tanda perdarahan (bintik-bintik merah/ptekie, mimisan perdarahan

pada gusi, muntah/berak darah), ada perbesaran hati dan dapat timbul syok (pasien gelisah,

nadi cepat dan lemah, kaki tangan dingin, kulit lembab, kesadaran menurun. Pada

pemeriksaan laboratorium terdapat hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit 20%) dan

trobositopeni (trombosit < 100.000/mm3).

DBD disebabkan oleh virus dengue yg ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

Aegypti yang hidup di dalam dan di sekitar rumah, sehingga penularannya terjadi di semua

tempat yang terdapat nyamuk penular tersebut. Dengan kasus DBD yang terjadi di propisi
2

maluku Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Maluku Tahun 2012 jumlah penderita

DBD yang dilaporkan sebanyak 178 kasus dengan jumlah kematian 8 orang (IR=10,2 per

100.000 penduduk dan CFR=4,5). Angka kesakitan/Incidence Rate DBD per 100.000

penduduk di Provinsi Maluku sejak tahun 2010-2012 terus mengalami peningkatan hal ini

dapat dilihat pada tahun 2010 Angka Kesakitan/Incidence Rate sebesar 0 per 100.000

penduduk, tahun 2011 meningkat menjadi 1,90 per 100.000 penduduk, dan pada tahun 2012

meningkat menjadi 10,20 per 100.000 penduduk. Angka Kematian/Case Fatality Rate DBD di

Provinsi Maluku sejak tiga tahun terakhir

Berdasarkan data dari Dinas kesehatan Propinsi Maluku diatas. Salah satunya

termasuk didalamnya adalah RSUD Tulehu yang menagani perawatan Pasien DBD pada

Tahun 2015. penderita Demam Berdarah mencapai 15 orang yang dirawat pada RSUD

Tulehu.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarakan Uraian Latar Belakang Masalah di atas Demam Berdarah

Dengue merupakan salah satu wabah penyakit menular yang dapat meyebabkan

kematian oleh karena itu diperlukan Pengakjian terkait dengan masalah asuhan

keperawatan yaitu ;Bagaimana melakukan asuhan keperawatan pada pasien An. “A”

dengan DBD di ruang anak RSUD Tulehu

1.3. Tujuan
Untuk mengetahui cara penanganan pasien DBD Dengan penerapan asuhan

keperawatan

BAB II

KERANGKA KONSEP

A. Konsep Medis
3

2.1. Pengertian
Demam Berdarah Dengue (Dengue Haemorrhagic Fever, selanjutnya disingkat dengan
DHF) ialah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam ,
nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. (Buku Ajar
Penyakit Dalam, Balai penerbit FK UI, Hal. 417)

2.2. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh Virus Dengue termasuk group B Arthropod
Borne virus (Arboviruses) dan sekarang dikenal sebagai Genus Flavirus, Family
Flaviridiae, dan mempunyai empat serotype, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4.
Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan anti body seumur hidup terhadap
serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain.
(Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 80)

2.3. Patogenesis
Virus merupakan mikro organisme yang hanya dapat hidup dalam sel hidup, maka
demi kelansungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai penjamu
(host) terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya
tahan penjamu, persaingan akan sembuh sempurna dan timbul antibody atau perjalanan
penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah
kontropersi. Dua masalah yang umum dipakai dalam menjelaskan patogenesis pada DBD
dab SSD, yaitu Hipotesis Infeksi Sekunder (teori secondary heterologous) atau Hipotesis
Immune Enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak lansung bahwa pasien yang
mengalami infeksi kedua kalinya dengan virus dengue serotipe yang heterolog mempunyai
risiko lebih besar untuk kemungkinan mendapatkan DBD/SSD. Anti bodi heterolog yang
telah ada dalam tubuh sebelumnya akan mengenali virus yang menginfeksi kemudian dan
membentuk Kompleks Antigen Anti Body yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor
membran leukosit terutama Makrofag. Oleh kerena anti body adalah heterolog, maka virus
tidak dinetralisasikan oleh tubuh dan bebas replikasi didalam makrofag. Dihipotesiskan
juga mengenai Antibodiy Devenden Enhacement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue didalam sel mononuklear. Sebagai
tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
4

menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan


keadaan hipovolemia dan syok.
Hipotesis kedua menyatakan bahwa Virus Dengue sama halnya dengan virus binatang
yang lain, secara genetik dapat berubah sebagai akibat dari tekanan pada seleksi sewaktu
virus malakukan replikasi pada tubuh manusia maupun nyamuk. Disamping itu terdapat
beberapa strain virus yang mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah lebih besar.
Ekspresi fenotik dari perubahan fenotik didalam genon virus dapat menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan viremia, virulensi, dan potensi terjadinya wabah. Kedua
hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologik dan laboratorium.
Sebagai tanggapan terhadap virus infeksi tersebut. Terjadi (1) aktivitas sistem
komplemen sehingga dikeluarkan Zat Anafilatoksin yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intra vaskuler ke ekstra
vaskuler (plasme lekage); (2) Agregasi trombosit sehingga jumlah Trombosit menurun,
apabila kejadian ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi Trombosit sebagai akibat
mobilisasi Sel Trombosit muda dari sumsum tulang, dan (3) Kerusakan Sel Endotel
pembuluh darah yang akan meransang/mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut dapat mengakibatkan; (a) Peningkatan permeabilitas Kapiler
sehingga mengakibatkan perembesan Plasma, Hipovolemia, dan Syok. Perembesan Plasma
pada DBD mengakibatkan adanya cairan didalam Rongga Pleura dan Rongga Peritonial
yang berlansung singkat, selama 24-48 jam; (b) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh
vaskulopati, trombosotopenia, dam koagulopati, sehingga mengakibatkan perdarahan
hebat. (Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 82-83)

2.4. Patofisiologi
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma keruang
ekstra selular.
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah viremia
yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, pegal-pegal
diseluruh tubuh, ruam dan bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hiperemi tenggorokan
dan hal-hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening,
pembesaran Hati (hepatomegali) dan pembesaran Limpa. Peningkatan permeabilitas
dinding kapiler mengakibatkan kurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi,
5

hemokonsentrasi (peningkatan Hematokrik >20%) menunjukkan adanya kebocoran


(perembesan) plasma (plasma lekage) sehingga nilai Hematokrik menjadi lebih penting
untuk menjadi ukuran patokan pemberian cairan intra vena. Setelah dilakukan pemberian
cairan intra vena, peningkatan jumlah trombisit menunjukkan kebocoran plasma telah
teratasi sehingga pemberian cairan intra vena harus dikurangi kecpatan dan jumlahnya
untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak
mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yanga akan
mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengakibatkan renjatan.

2.5. Gambaran Klinis


Dalam menegakkan diagnosis DBD , beberapa indikator yang penting untuk mendapat
perhatian, anatara lain:
INDIKATOR TANDA DEMAM BERDARAH
Tanda Dini infeksi Dengue
 Demam tinggi
 Facial flushing
 Tidak ada tanda ISPA
 Tidak tampak fokal infeksi
 Uji tourikuet positif
 Trokbositopenia
 Hematokrik naik
Indikator Fase syok:
 Hari sakit ke 4-5
 Suhu turun
 Nadi cepat tanpa demam
 Tekanan nadi turun/hipotensi
 Leukopenia <5000/mm3
WHO memberikan pedoman untuk membantu menegakkan diagnosis demam berdarah
secara dini disamping menentukan derajat beratnya penyakit.
Klinis:
o Demam memdadak tinggi
o Perdarahan (termasuk uji bendung +) seperti petekie, epistaksis, hematemesis, dan lain-
lain.
6

o Hepatomegali
o Syok: nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi dibawah 20 mmHg, atau hipotensi disertai
gelisah dan akral dingin
Laboratoris:
 Trombositopenia (<100.000/ul)
 Hemokonsentrasi (kadar Ht lebih dari 20% dari normal)
Dua gejala klinis pertama ditambah dua gejala laboratoris dianggap cukup untuk
menegakkan diagnosis kerja DBD.
Beratnya penyakit:
Derajat I : Demam mendadak dengan uji bendung +
Derajat II : Derajat satu ditambah perdarahan spontan
Derajat III: Nadi cepat dan lemah, takanan nadi dibawah 20 mmHg hipotensi an akral
dingin
Derajat IV: Syok berat, nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur
(Demam Berdarah Dengue, Fak. Kedokteran UI, Hal 97-98)

2.6. Test diagnostik


Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Terjadi trombositopenia (kurang dari 100.000/ml) dan tingginya nilai hematoksit
sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa
konyalesin. Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia
serta hipokalemia, SGOT, SGPT, ureum dan Ph darah mungkin meningkat.
Air seni
Mungkin ditemukan albuminuria ringan
Sumsum tulang
Pada awal sakit biasanya hiposeluler kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke-5
dengan gangguan maturasi, sedangkan pada hari ke-10 biasanya sudah kembali normal
untuk semua sistem
Serologi
Uji serologi memakai serum ganda yaitu serum diambil pada masa akut dan
konvasalen yaitu uji pengikatan komplemen (pk), uji netralisasi (NT) dan uji dengan
7

dengue blot. Pada uji ini dicari kenaikan antibodi anti dengue sebanyak minimal 4
kali.
Uji serologi memakai serum tunggal yaitu uji dengue blot yang mengukur
antibodi anti dengue tanpa memandang kelas antibodinya, uji IgM anti dengue yang
mengukur hanya antibodi anti dengue dari kelas IgM. Pada uji ini yang dicari adalah
ada tidaknya titer tertentu antibodi anti dengue.

2.7. Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat simptomatik dan suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai
akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dengan
komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik
diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yanga memadai, cairan
ksistoloid dan koloid, serta bank darah yang senantiasa siap jika diperlukan. (Demam
Berdarah dengue, fak. Kedokteran UI, Hal 104)
a. DHF tanpa penyulit :
 Tirah baring
 Makanan lunak, bila belum ada nafsu makan dianjurkan minum air sebanyak 1,5 –
2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula atau sirup) atau air tawar ditambah
dengan garam saja
 Medikamentosa yang bersifat simptomatis untuk hiperpireksia dapat diberi
kompres air hangat di kepala, ketiak dan punggung, hindari pemakaian asetosal
karena bahaya perdarahan
 Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder
 Observasi teliti tanda dini syok seperti pengawasan secara periodik terhadap
keadaan umum nadi, tekanan darah, pernapasan, ujung jari, kulit. Hematokrit dan
trombosit setiap hari bahkan bila perlu 4 – 6 jam sekali.
 Indikasi pemberian IVFD pada penderita tanpa syok ialah :
 Apabila penderita terus menerus muntah sehingga tidak mungkin diberikan
makanan peroral sedangkan muntah-muntah mengancam terjadinya dehidrasi
dan asidosis
 Apabila didapatkan nilai hematokrit yang cenderung terus meningkat
b. Dengan syok sindrom
8

 Beri cairan laktat ringer pada renjatan berat cairan diberikan secara diguyur bila
venakolaps caiaran diberikan semprit dengan paksaan dimasukkan 100 – 200 ml
kemudian dilanjutkan dengan tetesan.

URUTAN TATALAKSANA KEGAWATAN DBD/DHF


1. Penimbangan berat badan
Berat badabn perlu ditimbang sebagai dasar perhitungan pemgobatan dan untuk menilai
perjalanan penyakit.
2. Tunjangan hidup dasar
Obat pertama yang diberikan pada DBD adalah oksigen. Hipoksemia harus dicegah dan
dikoreksi. Tatalaksana kegawatan DBD selalu dimulai dengan resusitasi jantung paru
yang memastikan jalan nafas terbuka dan pernafasan adekuat.
3. Akses vena
Buat akses vena dan ambil contoh darah untuk analisa gas darah, kadar hemoglobin,
hemotokrit jumlah trombosit, golongan darah dan crossmatch, ureum, kreatinin,
elektrolit Na, K, Cl, Ca, Mg, P dan asam laktat.
4. Kateter urine
Pasang kateter urine dan lakukan penampungan urine, urinalisasi dan pengukuran berat
jenis urine. Diuresis dihitung setiap jam (normsl: 2-3 ml/kgbb/jam) bila diuresis kurang
dari normal berarti terdapaat hipoperfusi ginjal.
5. Pipa oro/nasogastrik
Berguna untuk dekompressi, memantau perdarahan saluran cerna (gastritis stress)
melakukan bilasan lambung dengan garam fisiologis. Gastritis strees biasanya memberi
respon baik terhadap pembilasan lambung dan koreksi hemodinamika.
6. Resusitasi cairan
Tujuannya adalah menyelamatkan otak dari hipoksik iskemik, melaului oeningkatan
reload dan curah jantung, mengembalikan sirkulasi efektif, mengembalikan oxigen
carrying capacity dan mengorekso gangguan metabolik dan elektrolit.
7. Rawat di PICU
Untuk memantau dan mengantisipasi perubahan sirkulasi dan metabolik dan
memberikan tinfakan suportif dan intensif.
8. Obat-obatan
9

Umumnya kegawatan DBD dapat siatasi dengan tunjangan ventilasi, pemberian oksigen
dan resusitasi cairan. Obat yang mungkin perlu diberikan saat resusitasi adalah bolis
epinefrin, sodium bikarbnat, atropin, glukosakalsium clorida, dan pasca resusutasi untuk
stabilisasi adalah infus epinefrin, dopamin dan dobutamin.

9. Diagnosis Banding
A. Infeksi bakteri, virus atau infeksi protozoa.
B. Demam cikungunya
C. Penyakit infeksi misalnya sepsis, meningitis, meningokokus.
D. Idiopatik thrombocitopenic purpura (ITP)
E. Leukemia atau anemia aplastik
10. Prognosis
Prognosis DBD tergantung dari saat diagnosis perembesan plasma ditegakkan, yaitu saat
terjadi penurunan trombosit disertak dengan peningkatan hematokrik. Fase kritis adalah saat
suhu turun yaitu setelah hari ketiga. Penurunan jumlah trombosit menjadi <100.000/mm3 atau
kurang dari 1-2 trombosit /lapangan pandang besar (LPB) dengan rata-rata pemeriksaan
dilakukan pada 10 lpb, pada umunya terjadi sebelum terdapat peningkatan hamatokrik yaitu
sebelum suhu turun. Peningkatan hematokrik >20% (misalnya dari 35% menjadi 42%)
menggambarkan perembesan plasma sehingga diperlukan terapi cairan intravena. Pemberian
cairan sebagai penggani kehilangan plasma dengan larutan garam isotonik dapat mengurangi
derajat beratnya penykit dan mencegah terjadinya syok. (Demam Berdarah dengue, Fak.
Kedokteran UI, Hal 138)
10

B. Konsep Keperawatan
Data dasar pengkajian pasien
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, malaise
Gangguan pola tidur
b. Sirkulasi
Tanda : perasaan dingin meskipun pada ruangan hangat
Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal.
Denyut perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamik); lemah/lembut/mudah
hilang, takikardia ekstrem (syok), nadi lemah
Suara jantung : disritmia dan perkembangan S3 mengakibatkan disfungsi
miokard, efek dari asidosis/ketidak seimbangan elektrolit.
Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki
c. Integritas ego
Tanda : gelisah
d. Eliminasi
Gejala : diare
e. Makanan/cairan
Gejala : anoreksia, haus, sakit saat menelan
Mual,muntah
Perubahan berat badan akhir-akhir (meningkat/turun)
Tanda : penurunan berat badan, penurunan massa otot (malnutrisi)
Kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk
Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut
f. Hygiene
Tanda : ketidakmapuan mempertahankan perawatan diri
Bau badan
Lidah kotor
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala
Nyeri tekan epigastrik
Nyeri pada anggota badan, punggung, sendi
11

h. Perdarahan
Tanda : perdarahan di bawah kulit (petekie), perdarahan gusi, epistaksis sampai
perdarahan yang hebat berpa muntah darah akibat perdarahan lambung,
melena, hematuria nasip
i. Keamanan
Keluhan/ : gangguan koordinasi/cara berjalan
Gejala Hipotensi postural
j. Pembelajaran/penyuluhan
Gejala : riwayat keluarga berpenyakit inflamasi
Pertimba : rerata lamanya dirawat 5-7 hari
ngan ren bantuan dengan pemantauan-diri TD
cana pemu perubahan dalam terapi obat
langan

Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh/hipertermi berhubungan dengan viremia
Tujuan : Klien akan menunjukkan/mendemonstrasikan suhu tubuh dalam batas
normal, bebas dari kedinginan.
Intervensi
a. Pantau suhu pasien (derajat dan pola); perhatikan menggigil/diaforesis
rasional : suhu 38,9 0 -41,1 0 C menunjukan proses infeksius akut. Pola demam
dapat membantu dalam diagnosis. Menggigil sering mendahului puncak
suhu.
b. Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur , sesuai indikasi
rasional : Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal
c. Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alkohol
rasional : Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan air es/alkohol mungkin
menyebebkan kedinginan, peningkatan suhu secara aktual. Selain itu
alkohol dapat mengeringkan kulit.
d. Kolaborasi pemberian anripiretik
rasional : mengurangi demam dengan aksi sentral pada hipotalamus.
e. Anjurkan pasien banyak minum bila perlu minuman mengandung isotonik
12

rasional : menggantikan cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi panas tubuh
2. Risiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
Tujuan : Klien akan menunjukkan/mendemonstrasikan suhu tubuh dalam batas
normal. Mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima.
Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal
pasien
Intervensi
a. Pantau TD. Ukur pada kedua tangan/paha untuk evaluasi awal. Gunakan ukuran
manset yang tepat dan teknik yang akurat.
rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap
tentang keterlibatan/bidang masalah vascular. Hipertensi berat
dilasifikasikan pada orang dewasa sebgai peningkatan tekana diastolik
sampai 130; hasil pengukuran diastolik diatas 130 dipertimbangkan
sebagai peningkatan pertama, kemudian maligna. Hipertensi sistolik juga
merupakan factor risiko yang ditentukan untuk penyakit serebrovaskuler
dan penyakit iskemi jantung bila tekanan diastolic 90 -115
b. Catat keberadaaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
rasional : denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin
teramati/terpalpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun,
mencerminkan efek dari vasokontriksi (peningkatan SVR) dan kongesti
vena
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
rasional : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi
atrium (peningkatan volume/tekanan atrium). Perkembangan S3
menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi. Adanya krakles,
mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya
atau gagal jantung kronik
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
rasional : adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat
mungkin berkaitan dengan vasokontriksi atau mencerminkan
dekompensasi/penurunan curah jantung.
e. Catat edema umum/tertentu
rasional : mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau vascular
13

f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas/keributan lingkungan. Batasi


jumlah pengunjung dan lamanya tinggal
rasional : membantu untuk menurunkan rangsang simpatis;meningkatkan relaksasi
g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat di tempat tidur/kursi;jadwal periode
istirahat tanpa gangguan;bantu pasien melakukan aktifitas perawatan diri sesuai
kebutuhan
rasional : menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah dan
perjalanan penyakit hipertensi
h. Lakukan tindakan-tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung dan leher,
meninggikan kepala tempat tidur
rasional : mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan rangsang simpatis
i. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi,aktivitas pengalihan
rasional : menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang,
sehingga akan menurunkan TD
3. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan : klien akan menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai
laboratorium normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola
hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi :
a. catat status nutrisi pasien : turgor kulit, timbang berat badan,
integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat
mual/muntah atau diare
rasional : berguna dalam mendefenisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat
b. kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai
rasional : membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet
pasien
c. monitor intake dan output secara periodic
rasional : mengukur keefektifan nutrisi dan cairan
d. catat adanya anoreksia, mual, muntah dan tetapkan jika ada hubungannya dengan
medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi buang air besar (BAB)
rasional : dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah
untuk meningkatkan intake nutrisi
e. anjurkan bedrest
14

rasional : membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan


metabolik
f. lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan
rasional : mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan
dapat merangsang muntah
g. anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat
rasional : memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster
h. rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet
rasional : memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk
kebutuhan metabolic dan diet
i. bicarakan dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1 – 2 jam sebelum/setelah
makan
rasional : membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat
j. awasi pemeriksaan laboratorium (BUN, protein serum dan albumin)
rasional : nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi
k. kolaborasi pemberian antipiretik yang tepat
rasional : demam meningkatkan kebutuhan metabolic dan konsumsi kalori
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
Tujuan : klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan
perawatan diri sendiri.
Intervensi :
a. Tingkatkan tirah baring. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung sesuai
keperluan
rasional : meningkatkan istirahat dan ketenangan. Menyediakan energi yang
digunakan untuk penyembuhan. Aktivitas dan duduk tegak diyakini
menurunkan aliran darah ke kaki, yang mencegah sirkulasi optimal ke sel
hati
b. Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi
rasional : meningkatkan fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada area
tertentu untuk menurunkan risiko kerusakan jaringan
c. Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi
rasional : memungkinkan periode tambahan istirahat tanpa gangguan
15

d. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, Bantu melakukan latih rentang gerak sendi
pasif/aktif
rasional : tirah baring lama dapat menurunkan kemagmpuan. Ini dapat terjadi karena
keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istirahat

e. Dorong penggunaan teknik manajemen stress contoh relaksasi progresif, visualisasi,


bimbingan imaginasi. Berikan aktivitas hiburan yang tepat contoh menonton TV,
radio, membaca
rasional : meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali
perhatian dan dapat meningkatkan koping
f. kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : sedative, agen atisietas contoh diazepam
(valium), lorazepam (ativan)
rasional : membantu dalam manajemen kebutuhan tidur.
5. Kecemasan berhubungan dengan koping in efektif/kurang informasi tentang penyakit
Tujuan : klien akan menunjukan kecemasan berkurang sampai tingkat dapat di atasi.
Mengerti tentang proses penyakit dan pengobatannya
Intervensi :
a. Observasi tingkah laku yang menunjukan tingkat kecemasan
rasional : Kecemasan ringan dapat ditunjukan dengan peka rangsang dan
insomnia, kecemasan berat yang berkembang ke dalam keadaan panic
dapat menimbulkan perasaan terancam, terror, ketidak mampuan untuk
bicara dan bergerak, berteriak-teriak / bersumpah-sumpah
b. Jelaskan prosedur, lingkungan sekeliling atau mungkin suara yang didengar oleh
pasien
rasional : Memberikan informasi akurat yang dapat menurunkan distorsi /
kesalahan interpretasi yang dapat berperan reaksi ansietas atau ketakutan
c. Kurangi stimulasi dari luar, tepatkan pada ruang yang tenang, berikan kelembutan,
music yang nyaman, kurangi lampu yang terlalu terang, kurangi orang yang
berhubungan dengan pasien
rasional : Menciptakan lingkungan yang terapeutik, menunjukan penerimaan
bahwa aktifitas untuk / personal dapat meningkatkan asietas pasien.
d. Kolaborasi pemberian obat antiansietas (transguilizer, sedatif) dan pantau efeknya
rasional : Dapat digunakan bersamaan dengan pengobatan
16

ASUHAN KEPERAWATAN DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN


DIANGKAT PADA PASIEN DBD/DHF
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) sehubungan dengan viremia.
2. Nyeri sehubungan dengan proses patologis penyakit.
3. Ganggauan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan sehubungan dengan
mual, muntah, anoreksia.
4. Gangguan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
5. Gangguan pola tidur sehubungan dengan sakit kepala dan gangguan dan pegal-pegal
seluruh tubuh.
6. Gangguan mobilisasi sehubungan dengan nyeri.
7. Potensial terjadi perdarahan intra abdominal deubungan dengan trombositopenia.
8. Potensial terjadi syok hipovolemia sehubungan dengan kehilangan cairan tubuh
9. Gangguan pola eliminasi sehubungan dengan konstipasi
10. Potensial terjadi komplikasi metabolik acidosis
11. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan DHF sehubungan dengan
kurangnya informasi
12. Kecemasan sehubungan dengan koping in efektif/kurang informasi ttg penyakit
13. Gangguan proses keluarga sehubungan dengan anggota keluarga yanga dirawat dirumah
sakit
14. Potensial infeksi sehubungan dengan tindakan inpasif
15. Potensial terjadi reaksi transfusi
16. Kurang polume cairan tubuh sehubunga dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma.
17. Potensial terjadi plebitis berhubungan dengan pemasangan infus.
18. Potensial terjadi kelebihan cairan sehubungan dengan pemberian cairan intra vena.
19. Gangguan integritas jaringan sehubungan dengan perdarahan akibat trombositopenia.
(Cristantie Effendi, Perawatan Pasien DHF, EGC, Hal. 27-28)
17

DAFTAR PUSTAKA

Chriatanti Effendy: Perawatan pasien DHF, Penerbit Buku Kedokteran EGC, jakarta
1995

Doenges Marilynn E,: Rencana Asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatam pasien , edisi 3, penerbit buku kedokteran EGC,
jakarta 1999

H.M. Sjaeffollah Noer, Prof. Dr. dkk: Buku Ajar Penyakit Dalam, edisi ketiga, balai
penerbit FKUI Jakarta1996.

Sri Reseki H. Hadinegoro, Dkk: Demam berdarah Dengue Naskah lengkap, Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 1999.

Anda mungkin juga menyukai