Anda di halaman 1dari 8

KOMUNIKASI BISNIS LINTAS BUDAYA

Oleh :

Made Swari Praba Waloka (1707532129)

Kelas : C3

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS , UNIVERSITAS UDAYANA


PROGRAM REGULER DENPASAR
SEMESTER GENAP 2019
3.1 Pentingnya Komunikasi Bisnis Lintas Budaya

Komunikasi bisnis lintas budaya adalah proses mengirim dan menerima pesan
bisnis antarindividu yang berbeda budaya. Dalam materi sebelumnya telah diuraikan
bahwa perbedaan budaya merupakan salah satu hambatan komunikasi yang paling sulit
diatasi.Namun, berkomunikasi dengan seseorang yang berbeda budayanya tidak mungkin
dihindari, terlebih lagi dalam era globalisasi ini.

Perusahaan keluarga atau tertutup telah banyak berubah menjadi perusahaan


terbuka (public company). Perusahaan lokal dan nasional telah berkembang menjadi
Multinational Company (MNC) yang berskala internasional.Misalnya, Unilever, P&G,
IBM, dan Coca-Cola membuka cabangnya di berbagai

Operasi global akan meningkatkan kebutuhan untuk berkomunikasi dengan


budaya asing. Baik berada di negara sendiri maupun di negara asing, tetap ada
kemungkinan untuk berkomunikasi dengan seseorang dengan berbagai latar belakang
budaya dan bahasa.Interaksi lintas budaya terjadi dalam komunikasi internal maupun
eksternal perusahaan. Dalam komunikasi internal akan terjadi interaksi antarpekerja yang
berasal dari berbagai bangsa. Sementara dalam komunikasi eksternal, perusahaan akan
berhadapan dengan pelanggan, pemasok, investor, dan pesaing dari berbagai negara.
Untuk mempermudah komunikasi, pekerja tidak hanya dituntut mampu menggunakan
bahasa yang berlaku secara internasional, tetapi juga meningkatkan pemahaman terhadap
budaya asing.

3.2 Memahami Budaya, dan Perbedaan Budaya, Hambatan Bahasa

3.2.1 Definisi Budaya

Budaya adalah simbol, keyakinan, sikap, nilai, harapan, dan norma tingkah
laku yang dimiliki bersama (Bovee dan Thill, 2003:68). Budaya juga diartikan
sebagai konvensi-konvensi kebiasaan, sikap, perilaku sekelompok orang (Heart,
2004:125). Semua anggota suatu budaya memilki asumsi serupa mengenai bagaimana
seharusnya berpikir, bertingkah laku, dan berkomunikasi. Mereka bertindak
cenderung dengan cara yang serupa sesuai asumsi dianut.

Beberapa budaya terdiri atas beberapa kelompok budaya yang beragam dan
berbeda. Kelompok budaya utama terdiri atas beberarapa kelompok budaya yang
cenderung homogen. Kelompok budaya yang cenderung homogen yang ada dalam
suatu budaya utama disebut subbudaya. Misalnya, budaya Indonesia terdiri atas
beberapa subbudaya etnik Jawa, Sunda, Bali, Betawi, Dayak , Sasak, dan lain-lain.
Selain itu, terdapat kelompok-kelompok masyarakat yang tidak memenuhi kriteria
sebagai subbudaya, tetapi memiliki ciri-ciri yang mencolok.Kelompok itu sering
disebut subkelompok yang menyimpang (deviant subculture).Contoh kelompok itu
adalah kaum homoseks, waria, pecandu obat bius, dan penganut sekte agama yang
dilarang.

Budaya dimiliki oleh seluruh manusia, hanya saja terdapat persamaan dan
perbedaan dalam aspek-aspek tertentu. Setiap manusia menganut budayanya sendiri-
sendiri.Budaya memenuhi seseorang sejak dalam kandungan sampai meninggal dunia,
bahkan perlakuan setelah meninggal dunia pun dipengaruhi oleh budaya. Komunikasi
lintas budaya terjadi dalam berbagai situasi, yang berkisar dari interaksi antara orang-
orang yang budayanya berbeda secara ekstrim hingga dalam interaksi dalam orang-
orang yang budayanya sama, tetapi subbudaya atau subkelompok budayanya berbeda.
Besarnya perbedaan antara budaya yang satu dengan yang lain tergantung pada
tingkat keunikan masing-masing.

3.2.2 Mengenali Perbedaan Budaya

Perbedaan budaya muncul dalam nilai-nilai sosial, gagasan mengenai status,


kebiasaan membuat keputusan, sikap terhaddap waktu, penggunaan ruang, konteks
budaya, bahasa tubuh, sopan, santun, dan tingkah laku etis (Bovee dan Thill 2003:69).

a. Nilai-nilai sosial

Pada umumnya, penduduk Amerika Serikat menjunjung tinggi kerja keras dan
menyelesaikan tugas-tugas secara efisien. Penggunaan dua pekerja dengan metode
kerja modern dianggap lebih baik daripada menggunakan empat pekerja, tetapi
dengan metode kerja tradisional. Sementara itu, di negara-negara yang angka
penganggurannya tinggi, seperti India dan Pakistan, menciptakan pekerja lebih
penting dibandingkan dengan bekerja secara efisien. Oleh karena itu, para eksekutif di
negara tersebut lebih suka memperkerjakan empat orang daripada dua orang. Nilai-
nilai sosial memengaruhi tindakan seseorang.

b. Peran dan status


Di banyak negara, wanita belum memainkan peran yang menonjol dalam
bisnis. Apabila ada eksekutif muda yang berkunjung ke negara tersebut, bisa jadi itu
disepelekan atau dianggap tidak seius.

Budaya juga menetukan cara seseorang dalam menunjukkan rasa hormat


kepada atasan. Misalnya, atasan disapa “Mr. Robert” atau “Mr. Black” di Amerika
Serikat. Namun di Cina, digunakan gelar jabatan untuk menyapa seseorang, misalnya
“Direktur Ho” atau “Manajer Han”. Konsep status juga berbeda-beda.Misalnya,
manajer puncak di Amerika Serikat memiliki ruang kerja khusus, karpet tebal, meja
paling mahal, dan asesoris paling mewah. Namun di Prancis, manajer puncak bekerja
di ruang terbuka dan dikelilingi para manajer menengah. Apabila eksekutif Jepang
menginap di hotel, manajer senior harus ditempatkan di lantai yang lebih tinggi dari
manajer senior.

c. Adat pembuatan keputusan

Di Amerika Serikat dan Kanada, pelaku bisnis berusaha mencapai keputusan


secepat dan seefisien mungkin. Manajer puncak cukup memikirkan hal pokok saja,
sedangkan rincian diserahkan kepada bawahan. Tidak demikian halnya di Yunani.
Mengabaikan rincian dianggap sebagai sikap menghindar dan tidak dapat dipercaya.

Di Pakistan, mengambil keputusan cukup dilakukan oleh eksekutif tinggi. Di


Cina dan Jepang, pengambilan keputusan dilakukan secara konsensus melalui proses
yang rumit dan waktu yang panjang. Persetujuan harus lengkap tidak ada aturan
mayoritas.

d. Konsep mengenai waktu

Perbedaan konsep mengenai waktu dapat menimbulkan salah pengertian. Bagi


eksekutif Amerika Seikat dan Jerman, waktu menjadi penentu rencana kerja agar bisa
efisien dan fokus pada satu kegiatan pada periode tertentu. Pengaturan berbagai
aktivitas dibatasi oleh waktu. Bagi eksekutif di Asia, membangun fondasi hubungan
bisnis jauh lebih penting daripada menepati batas waktu atau jadwal yg ketat. Waktu
yang diperlukan untuk saling mengenal dan menjajagi latar belakang relasi bisnis
cukup fleksibel.

e. Konsep ruang pribadi


Ruang memiliki arti yang berbeda dalam budaya yang berbeda. Orang Kanada
dan Amerika Serikat biasanya berdiri terpisah sekitar lima kaki ketika berbicara
mengenai bisnis. Jarak tersebut terlalu dekat bagi orang Jerman dan Jepang. Akan
tetapi, bagi orang Arab dana Amerika Latin, jarak tersebut tidaka nyaman karena
terlalu jauh. Bagaimana bila orang Jerman dan Arab berbicara bisnis? Akan terjadi
dansa budaya, dimana orang Jerman akan selalu bergerak menjauh dan orang Arab
selalu bergerak mendekat. Akibatnya, orang Jerman merasa tidak nyaman karena
selalu didakti dan orang Arab merasa tersinggung karena selalu dijauhi.
f. Konteks budaya

Salah satu cara yang digunakan seseorang untuk memberikan arti pada sebuah
pesan adalah menuruti konteks budayanya. Konteks budaya merupakan petunjuk fisik
dan pemahaman implisit yang yang menyertai makna di antara mereka yang
berkomunikasi. Antropolog Edwars T. Hall (dalam Quible, 1996:409) membagi
konteks budaya menjadi dua tingkat, yaitu budaya konteks tinggi (high context
culture) dan budaya konteks rendah (low context culture). Budaya konteks tinggi
(misalnya, Korea dan Taiwan) cenderung lebih memperhatikan petunjuk yang bersifat
nonverbal (ekspresi muka, bahasa tubuh) daripada verbal. Sebaliknya, budaya konteks
rendah (misalnya, Amerika dan Eropa) lebih memperhatikan pesan yang diungkapkan
secara verbal. Oleh karena itu, bagi budaya konteks rendah, persetujuan tertulis
dianggap lebih mengikat karena memiliki dasar hukum yang kuat. Sebaliknya, bagi
budaya konteks tinggi, jaminan dan kepercayaan pribadi lebih penting daripada
kontrak dan pandangan terhadap hukum yang lebih fleksibel.

g. Bahasa tubuh

Bahasa tubuh bisa dipergunakan untuk membantu menjelaskan pesan yang


membingungkan. Namun, bahasa tubuh juga bisa menjadi penyebab adanya salah
pengertian antarbudaya.

h. Tingkah laku sosial dan sopan santun

Sesuatu yang dianggap sopan oleh suatu budaya mungkin dianggap kasar oleh
budaya lain. Aturan mengenai tingkah laku sopan bervariasi antara negara satu
dengan negara yang lain. Memberi hadiah kepada istri orang lain dianggap tidak
sopan oleh orang Arab. Menaikkan kaki ke atas meja dan memberikan sesuatu dengan
tangan kiri dianggap biasa oleh orang Amerika Serikat, tetapi dianggap sebagai
penghinaan oleh orang Mesir. Di Spanyol, jabatan tangan berlangsung lima sampai
tujuh kali ayunan, dan menarik tangan terlalu cepat bisa diartikan sebagai penolakan.
Sementara di Prancis, orang lebih suka berjabat tangan hanya dengan sekali ayunan.
Tuan rumah di negara-negara Arab akan merasa dipermalukan apabila tamunya
menolak makanan, minuman, dan keramahtamahan dalam bentuk apapun.

i. Tingkah laku legal dan etnis

Di beberapa negara, perusahaaan sering memberi bayaran ekstra kepada


pemerintah untuk mendapatkan kontrak pemerintah.Hal itu suudah menjadi kebisaan
yang rutin dan tidak dianggap ilegal.Namun, di Amerika Serikat hal ini dipandang
sebagai suap, ilegal, dan tidak etis. Perusahaan yang berdiri di Amerika Serikat
dilarang membayar ekstra kepda pegawai negeri di mana pun. Di Inggris dan Amerika
Serikat, seseorang dianggap tidak bersalah hingga terbukti memang bersalah.Di
Meksiko dan Turki, seseorang dianggap tidak bersalah hingga bisa membuktikan
tidak bersalah. Perbedaan itu sangat penting bagi perusahaan yang terlibat
perselisihan legal di negara lain.

j. Budaya perusahaan

Budaya perusahaan adalah cara perusahaan melakukan sesuatu. Budaya


membentuk perasaan orag mengenai perusahaan dan pekerjaan yang dilakukan, cara
menginterpretasikan dan mengartikan tindakan yang dilakukan orang lain, harapan
yang menyangkut perubahan dalam bisnis, dan bagaimana cara pandang terhadap
perubahan tersebut. Lebih dari separuh kemitraan perusahaan gagal karena adanya
benturan budaya perusahaan.

3.2.3 Menghadapi Hambatan Bahasa

Bahasa merupakan hambatan utama dalam komunikasi lintas budaya. Bahasa


Inggris adalah bahasa yang paling lazim dipergunakan dalam bisnis internasional.
Namun begitu, merupakan kesalahan bila menganggap semua orang memahaminya.
Setelah bahasa Inggris, Spanyol secara mencolok merupakan bahasa yang paling
banyak digunakan, menyusul bahasa Prancis, Jerman, Italia, dan Cina. Proses
perpindahan penduduk bisa menyebabkan suatu bahasa digunakan di negara lain.
Dalam komunikasi lintas bahasa, pesan yang disampaikan banyak dikacaukan oleh
bahasa idiom (ungkapan), gaul (slang), dan aksen setempat.
Orang dari Timur Tengan cenderung berbicara lebih keras dibandingkan
dengan orang Barat dan karenanya dianggap keliru secara emosional. Sebaliknya,
orang Jepang berbicara lembut, karakteristik yang mencerminkan kesopanan atau
rendah hati bagi pendengar orang Barat.

Apabila berhubungan dengan orang yang sama sekali tidak mengerti bahasa
kita, ada tiga pilihan yang dapat dilakukan, yaitu mempelajari bahasa orang itu,
menggunakan perantara atau penerjemah, atau mengajarkan kepada mereka bahasa
kita. Jika memiliki hibungan bisnis jangka panjang dengan orang dari budaya lain,
mempelajari budaya dan bahasa mereka akan lebih bermanfaat. Namun, perlu diingat
bahwa untuk mempelajari bahasa asing diperlukan komitmen yang kuat.

3.3 Mengembangkan Keterampilan Komunikasi Lintas Budaya

Mempelajari apa yang dapat dilakukan oleh seseorang tentang budaya tertentu
sebenarnya merupakan suatu cara yang baik untuk menemukan bagaimana mengirim
dan menerima pesan-pesan lintas budaya secara efektif. Namun, perlu diingat dua hal
penting, yaitu pertama, jangan terlalu yakin bahwa seseorang akan dapat memahami
budaya orang lain secara utuh atau sempurna. Kedua, jangan mudah terbawa kepada
pola generalisasi terhadap perilaku seseorang dari budaya yang berbeda. Mempelajari
keterampilan komunikasi lintas budaya pada umumnya akan membantu seseorang
beradaptasi dalam setiap budaya, khususnya jika seseorang berhubungan dengan
orang lain yang memiliki budaya berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Sutrisna. 2006. Komunikasi Bisnis. Yogyakarta: Andi

Anda mungkin juga menyukai