Anda di halaman 1dari 15

PENDIDIKAN KEWERNAGAAN

“Pancasila Sebagai Sistem Filsafat Negara”

DISUSUN OLEH

ANDI FAIDILAH

F221 17 112

PRODI S1 ARSITEKTUR JURUSAN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TADULAKO

2017 / 2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap negara harus mempunyai dasar negara. Dasar negara merupakan fundamen atau
pondasi dari bangunan negara. Kuatnya fundamen negara akan menguatkan berdirinya negara
itu. Kerapuhan fundamen suatu negara, beraikbat lemahnya negara tersebut. Sebagai dasar
negara Indonesia, Pancasila sering disebut sebagai dasar falsafah negara (filosofische
gronslag dari negara), Staats fundamentele norm, weltanschauung dan juga diartikan sebagai
ideologi negara (staatsidee).

Negara kita Indonesia. Dalam pengelolaan atau pengaturan kehidupan bernegara ini dilandasi
oleh filsafat atau ideologi pancasila. Fundamen negara ini harus tetap kuat dan kokoh serta
tidak mungkin diubah. Mengubah fundamen, dasar, atau ideology berarti mengubah
eksistensi dan sifat negara. Keutuhan negara dan bangsa bertolak dari sudut kuat atau
lemahnya bangsa itu berpegang kepada dasar negaranya.

Namun, pada era globalisasi sekarang iini tidak sedikit masyarakat yang mengetahui bahkan
memaknai apa kedudukan pancasila sebagai dasar dan idiologi negara. Masyarakat sekarang
seperti kehilangan pandangan hidup yang sesungguhnya.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat disimpulkan rimusan masalah sebagai berikut;
1. Apa penngertian filsafat pancasila?
2. Apa dan bagamaina kedudukan pancasila sebagai dasar dan idiologi negara?
3. Apa dan bagamaina pengamalan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-
hari?

C. Tujuan
1. Menngetahui apa yang dimaksud dengan filsafat pancasila.
2. Megetahui kedudukan pancasila sebagai idiologi negara.
3. Menngetahui bagaimana pengamalan nilai-nilai pancaila dalam kehidupan sehari-
hari
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Pancasila

Pengertian Filsafat Pancasila Pancasila dikenal sebagai filosofi Indonesia.


Kenyataannya definisi filsafat dalam filsafat Pancasila telah diubah dan diinterpretasi
berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia. Pancasila dijadikan wacana sejak 1945.
Filsafat Pancasila senantiasa diperbarui sesuai dengan “permintaan” rezim yang
berkuasa, sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke waktu.

Filsafat Pancasila Asli


Pancasila merupakan konsep adaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato Sukarno di
BPUPKI dan banyak pendiri bangsa merupakan alumni Universitas di Eropa, di mana
filsafat barat merupakan salah satu materi kuliah mereka. Pancasila terinspirasi
konsep humanisme, rasionalisme, universalisme, sosiodemokrasi, sosialisme Jerman,
demokrasi parlementer, dan nasionalisme

Filsafat Pancasila versi Soekarno


Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955 sampai
berakhirnya kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan bahwa
Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi
Indonesia dan akulturasi budaya India (Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan Arab
(Islam). Menurut Sukarno “Ketuhanan” adalah asli berasal dari Indonesia, “Keadilan
Soasial” terinspirasi dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak pernah menyinggung atau
mempropagandakan “Persatuan”.

Filsafat Pancasila versi Soeharto


Oleh Suharto filsafat Pancasila mengalami Indonesiasi. Melalui filsuf-filsuf yang
disponsori Depdikbud, semua elemen Barat disingkirkan dan diganti interpretasinya
dalam budaya Indonesia, sehingga menghasilkan “Pancasila truly Indonesia”. Semua
sila dalam Pancasila adalah asli Indonesia dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih
rinci (butir-butir Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan mempromosikan
bahwa filsafat Pancasila adalah truly Indonesia antara lain Sunoto, R. Parmono,
Gerson W. Bawengan, Wasito Poespoprodjo, Burhanuddin Salam, Bambang Daroeso,
Paulus Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan, Moertono, Soerjanto Poespowardojo, dan
Moerdiono.

Berdasarkan penjelasan diatas maka pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah
hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang
dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-
nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai
bagi bangsa Indonesia.

B. Kedudukan dan Fungsi Pancasila sebagai Dasar dan Idiologi Negara


a. Kedudukan pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai
berikut:
1. Pancasila sebagai dasra negara merupakan sumber dari segala
sumber hukum (sumber tertib hukum) Indonesia. Dengan
demikian pancasila merupakan asas kerokhanian tertib hukum
Indonesia yang dalam pembukaan UUD 1945 dijelmakan lebih
lanjut ke dalam empat pokok pikiran.
2. Meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945
3. Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara (baik
hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis).
4. Mengandung norma yang mengharuskan UUD menngandung
isi yang mewajibkan pemerintah dll penyelenggara negara
(termasuk para penyelenggara partai dan gollongan fungsional)
memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Hal ini
sebagaimana tercantum dalam pokok pikiran keempat yang
bunyinya “....Negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha
Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.”
5. Merupakan sumber semangat bagi UUD 1945, bagi
penyelenggara negara, parapelaksana pemerintahan (juga para
penyelennggara [artai dan golongan fungsional). Hal ini dapat
dipahami karena semangat adalah penting bagi pelaksanaan
dan penyelenggara an negara, karena masyarakat dan negara
Indonesia senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan
perkembangan zaman dan dinamika masyarakat. Dengan
ssemangat yang bersumber pada asas kerokhanian negara
sebagai pandangan hidup bangsa, maka dinamika masyarakat
dan negara akan tetap diliputi dan diarahkan asas kerokhanian
negara.

Sebagaimana telah ditentukan oleh pembentuk negara bahwa


tujuan utama dirumuskannya pancasila adalah sebagai dasar
negara Republik Indonesia. Oleh karena itu fungsi pokok pancasila
adalah sebagai dasar negara RI. Hal ini sesuai dengan dasar yuridis
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, pernah
ditetapkan dalam ketetapan No.XX/MPRS/1996 demikian juga
dalam ketetapan No. V/MPR/1973. Dijelaskan bahwa pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum serta cita-cita moral
yang meliputi suasana kebatinan serta watak dari bangsa
Indonesia. Selanjutnya dikatakan bahwa tersebut meliputi cita-cita
mengenai kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa,
perikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian nasional dan
mondial, cita-cita politik mengenai sifat, bentuk dan tujuan negara,
cita-cita moral mengenai kehidupan kemasyarakatan dan
keagamaan sebagai pengejawantahan dari budi nurani manusia.
Dalam proses reformasi dewasa ini MPR melalui sidang istimewa
tahun 1998, mengembalikan kedudukan pancasila sebagai dasar
negara RI yang tertuang dalam Tap. No. XVIII/MPR/1998. Oleh
karena itu segala agenda dalam proses reformasi, meliputi
berbagai bidang selain mendasarkan pada kenyataan aspirasi
rakyat (sila IV) juga harus mendasar pada nilai-nilai yanng
terkandung dalam pancasila. Reformasi tidak mungkin
menyimpang dari nilai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
Kerakyatan serta keadilan, bahkan bersumber kepadanya.
b. Pancasila sebagai idiologi bangsa dan negara
Manusia dalam mewujudkan tujuannya untuk meningkatkan harkat
dan martabatnya, dalam kenyataannya senantiasa membutuhkan orang
lain. Oleh karena itu, manusia membutuhkan suatu lembaga bersama
untuk melindungi haknya, dan dalam pengertian ilmiah manusia
membentuk suatu negara. Negara sebagai lembaga kemasyarakatan,
sebagai organisasi hidup manusia senantiasa memiliki cita-cita
harapan, ide-ide serta pemikiran-pemikiran yang secara bersama
merupakan suatu orientasi yang bersifat dasariah bagi semua tindakan
dalam hidup kenegaraan. Kompleks pengetahuan yang berupa idde-
ide, pemikiran-pemikiran, gagasan-gagasan, harapan serta cita-cita
tersebut merupakan suatu nilai yang dianggap benar dan memiliki
derajad yang tertinggi dalam suatu negara. Hal ini merupakan suatu
landasan bagi seluruh warga negara unuk memahami alam serta
menentukan sikap dasar untuk bertindak dalam hidupnya. Pada
hakikatnya idiologi merupakan hasil refleksi manusia berkat
kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya.
Maka terdapat suatu yang bersifat dialektis antara idiologi denngan
masyarakat negara. Di satu pihak membuat idiologi semakin reallistis
dan di pihak lain mendorong masyarakat makin mendekati bentuk
yang ideal. Ideologi mencerminkan cara berpikir masyarakat, bangsa
maupun negara, namun juga membentuk masyarakat menuju cita-
citanya (Poespowardojo, 1991).
Dengan demikian idiologi sangat menentukan eksistensi suatu bangsa
dan negara untuk mencapai tujuannya melalui berbagai realisasi
pembangunan. Hal ini disebabkan dalam idiologi terkandung suatu
orientasi praksis. Selain sebagai sumber motivasi idiologi juga
merupakan sumber semangat dalam berbagai kehidupan bernegara.
Idiologi akan menjadi realistis manakala terjadi orientasi yang bersifat
dinamis antara masyarakat bangsa dengan idiologi, dengan demikian
idiologi akan bersifat terbuka antisipatif bahkan bersifat reformatif
dalam arti senantiasa mampu mengadaptasi perubahan-perubahan
sesuai dengan aspirasi bangsanya. Namun jika idiologi diletakkan
sebagai nilai yang sakral bahkan diletakkan sebagai alat legitimasi
kekuasaan maka dapat dipastikan idiologi akan menjadi tertutup, kaku,
beku, dogmatis, dan menguasai kehidupan bangsanya. Oleh karena itu
agar idiologi benar-benarmampu menampung aspirasi para
pendukungnya untuk mencapai tujuan dalam bermasyarakat dan
bernegara maka idiologi haruslah bersifat dinamis, terbuka, antisipatif
yang senantiasa mampu mengadaptasikan dirinya dengan
perkembangan zaman. Inilah peran penting idiologi bagi banga dan
negara agar bangsa dapat mempertahankan eksistensinya.

C. Pengamalan Nilia-nilai Pancasila dalam Kehidupan sehari-hari

Pancasila tidak akan memiliki makna tanpa pengamalan. Pancasila bukan


sekedar simbol persatuan dan kebanggaan bangsa. Tetapi, Pancasila adalah
acuan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu,
kita wajib mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Tingkah laku sehari-hari kita harus mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila.
Untuk mengamalkan Pancasila kita tidak harus menjadi aparat negara. Kita
juga tidak harus menjadi tentara dan mengangkat senjata. Kita dapat
mengamalkan nilai-nilai Pancasila di lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Kita dapat memulai dari hal-hal kecil dalam keluarga. Misalnya
melakukan musyawarah keluarga. Setiap keluarga pasti mempunyai masalah.
Nah, masalah dalam keluarga akan terselesaikan dengan baik melalui
musyawarah. Kalian dapat belajar menyatukan pendapat dan menghargai
perbedaan dalam keluarga. Biasakanlah melakukannya dalam keluarga.
Dalam lingkungan sekolah pun kita harus membiasakan bermusyawarah. Hal
ini penting karena teman-teman kita berbeda-beda. Berbagai perbedaan akan
lebih mudah disatukan bermusyawarah. Permasalahan yang berat pun akan
terasa ringan. Keputusan yang diambil pun menjadi keputusan bersama. Hal
itu akan mempererat semangat kebersamaan di sekolah. Tanpa musyawarah,
perbedaan bukannya saling melengkapi. Tetapi, justru akan saling
bertentangan. Oleh karena itu, kita harus terbiasa bermusyawarah di sekolah.
Kerukunan hidup di lingkungan sekolah akan terjaga. Dengan demikian,
kalian tidak akan kesulitan menghadapi dalam lingkungan yang lebih luas.
Berawal dari keluarga kemudian meningkat dalam sekolah, masyarakat,
bangsa, dan negara.
1. Pengamalan Pancasila dalam Rangka Menghargai Perbedaan
Pancasila dirumuskan dalam semangat kebersamaan. Salah satunya terwujud
dalam sikap menghargai perbedaan. Perbedaan pendapat tidak menjadi
hambatan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Hal itu merupakan
sikap yang harus kita tiru. Pada waktu itu bangsa Indonesia belum memiliki
dasar negara. Tetapi, sikap para tokoh telah mencerminkan semangat
kebersamaan dan jiwa ksatria. Mereka bersedia menerima perbedaaan apa pun
ketika proses perumusan dasar negara berlangsung. Nah, sekarang kita telah
memiliki Pancasila sebagai dasar negara yang kuat. Kekuatan Pancasila telah
terbukti selama berdirinya negara Indonesia. Pancasila mampu menyatukan
seluruh bangsa Indonesia. Pancasila juga mampu bertahan menghadapi
rongrongan pemberontak. Oleh karena itu, kita harus bangga memiliki dasar
negara yang kuat. Kita harus dapat mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah menghargai perbedaan. Kita harus
memiliki sikap menghargai perbedaan seperti dalam perumusan Pancasila.
Kita harus menyadari bahwa negara kita terdiri atas beragam suku bangsa.
Setiap suku Bangsa memiliki ragam budaya yang berbeda. Perbedaan suku
bangsa dan budaya bukan menjadi penghalang untuk bersatu. Tetapi, justru
perbedaan itu akan menjadikan persatuan negara kita kuat seperti Pancasila.

2. Pengamalan Pancasila dalam Wujud Sikap Toleransi


Mengamalkan pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (falsafah hidup
bangsa) berarti melaksanakan pancasila dalam kehidupan sehari-hari ,
menggunakan pancasila sebagai petunjuk hidup sehari-hari , agar hidup kita
dapat mencapai kesejahteraan dan kebahagian lahir dan batin.

Pengamalan pancasila dalam kehidupan sehari-hari ini adalah sangat penting


karena dengan demikian diharapkan adanya tata kehidupan yang serasi
(harmonis).
Bahwa pengamalan pancasila secara utuh (5 sila) tersebut adalah merupakan
menjadi syarat penting bagi terwujudnya cita-cita kehidupan berbangsa dan
bernegara.

Pedoman pelaksanaan pengamalan pancasila dilakukan agar Pancasila


sungguh-sungguh dihayati dan diamalkan oleh segenap warga negara, baik
dalam kehidupan orang seorang maupun dalam kehidupan kemasyarakatan.
Oleh sebab itu, diharapkan lebih terarah usaha-usaha pembinaan manusia
Indonesia agar menjadi insan Pancasila dan pembangunan bangsa untuk
mewujudkan masyarakat Pancasila.
1. Jalur-jalur yang digunakan
1) Jalur pendidikan
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam pengamalan
Pancasila, baik pendidikan formal (sekolah-sekolah) mapun pendidikan
nonformal (di keluarga dan lingkungan masyarakat), keduanya sangat erat
kaitanya dengan kehidupan manusia.
Dalam pendidikan formal semua tindak-perbuatannya haruslah mencerminkan
nilai-nilai luhur Pancasila. Dalam pendidikan keluarga pengamalan Pancasila
harus ditanamkan dan dikembangkan sejak anak-anak masih kecil, sehingga
proses pendarah-dagingan nilai-nilai Pancasila dengan baik dan menuntut
suasana keluarga yang mendukung. Lingkungan masyarakat juga turut
menentukansehingga harus dibina dengan sungguh-sungguh supaya menjadi
tempat yang subur bagi pelaksanaan pengamalan Pancasila.
Melalui pendidikan inilah anak-anak didik menyerap nilai-nilai moral
Pancasila. Penyerapan nilai-nilai moral Pacasila diarahkan berjalan melalui
pemahaman dari pemikiran dan dan pengamalan secara pribadi. Sasaran
pelaksanaan pedomaan pengamalan Pancasila adalah perorangan, keluarga,
masyarakat, baik dilingkungan tempat tinggal masing-masing, maupun di
lingkungan tempat bekerja.
2) Jalur media massa
Peranan media massa sangat menjanjikan karena pengaruh media massa dari
dahulu sampai sekarang sangat kuat, baik dalam pembentukan karakter yang
positif maupun karakter yang negatif, sasaran media massa sangat luas mulai
dari anak-anak hingga orang tua. Sosialisasi melalui media massa begitu cepat
dan menarik sehingga semua kalangan bisa menikmati baik melalui pers,
radio, televisi dan internet. Hal itu membuka peluang besar golongan tertentu
menerima sosialisasi yang seharusnya belum saatnya mereka terima dan juga
masuknya sosialisasi yang tidak bersifat membangun. Media massa adalah
jalur pendidikan dalam arti luas dan peranannya begitu penting sehingga perlu
mendapat penonjolan tersendiri sebagai pola pedoman pengamalan Pancasila.
Sehingga dalam menggunakan media massa tersebut harus dijaga agar tidak
merusak mental bangsa dan harus seoptimal mungkin penggunaannya untuk
sosialisasi pembentukan kepribadian bangsa yang pancasilais. Jadi, untuk
sosialisasi-sosialisasi yang mengancam penanaman pengamalan Pancasila
harus disensor.
3) Jalur organisasi sosial politik
Pengamalan Pacansila harus diterapkan dalam setiap elemen bangsa dan
negara Indonesia. Organisasi sosial politik adalah wadah pemimpin-pemimpin
bangsa dalam bidangnya masing-masing sesuai dengan keahliannya, peran dan
tanggung jawabnya. Sehingga segala unsur-unsur dalam organisasi sosial
politik seperti para pegawai Republik Indonesia harus mengikuti pedoman
pengmalan Pancasial agar berkepribadian Pancasila karena mereka selain
warga negara Indonesia, abdi masyarakat juga sebagai abdi masyarakat,
dengan begitu maka segala kendala akan mudah dihadapi dan tujuan serta cita-
cita hidup bangsa Indonesia akan terwujud.
2. Penciptaan suasana yang menunjang
1) Kebijaksanaan pemerintah dan peraturan perundang-undangan
Penjabaran kebijaksanaan pemerintah dan perundang-undangan merupakan
salah satu jalur yang dapat memperlancar pelaksanaan pedoman pengamalan
pancasila dimana aspek sanksi atau penegakan hukm mendpat penekanan
khusus.
2) Aparatur negara
Rakyat hendaklah berpartisipasi aktif di dalam menciptakan suasana dan
keadaan yang mendorong pelaksanaan pedoman pengamalan Pancasila. Dan
aparatur pemerintah sebagai pelaksana dan pengabdi kepentingan rakyat harus
memahami dan mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada di dalam
masyarakat. Sarana dan prasarana dalam pelaksanaan pengamalan Pacasila
perlu disediakan dan memfungsikan lembaga-lembaga kenegaraan, khususnya
lembaga penegak hukum dalam menjamin hak-hak warga negaranya dan
melindungi dari perbutan-perbuatan tercela.
3) Kepemimpinan dan pemimpin masyarakat
Peranan kepemimpinan dan pemimpin masyarakat, baik pemimpin
formal maupun informal sangat penting dalam pelaksanaan
pedoman pengamalan. Mereka dapat menyampaikan bagaimana pola Dengan
pelaksanaan pedoman pengamalan Pancasila dan menyuruh bawahan atau
umatnya untuk mengikuti pola pedoman pelaksanaan Pancasila. begitu
Pengamalan pancasila akan tetep les

A. Pedoman Pengamalan Pancasila


Pedoman dalam penghayatan dan pengamalan pancasila dituangkan dalam
ketetapan No.II/MPR/1978. Penjabaran ketetapan MPR itu adalah (Noor Ms.
Bakry: 1994, 183-185):
1. Sila ketuhanan Yang Maha Esa
1) Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agamanya
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antar
pemeluk agama dan penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3) Mengembangkan saling hormat menghormati kemerdekaan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
4) Menghargai setiap bentuk ajaran agama, dan tidak boleh memaksakan suatu
agama dan kepercayaan kepada orang lain.
2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab
1) Mengakui dan memperlakukan manusia dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2) Memandang persamaan derajat, hak dan kewajiban antara sesama manusia
tanpa membedakan suku, turunan dan kedudukan sosial.
3) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, tepa selira dan
tidak semena-mena terhadap orang lain.
4) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan-
kegiatan kemanusiaan dan berani membela kebenaran dan keadilan.
5) Merasa sebagai bagian dari seluruh umat manusia dan karena itu
berkewajiban mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama
dengan bangsa-bangsa lain.
3. Sila persatuan indonesia
1) Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa
dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2) Cinta tanah air dan bangsa Indonesia, sehingga sanggup dan rela berkorban
untuk kepentingan negara dan bangsa, apabila diperlukan.
3) Bangga sebagai bangsa Indonesia ber-Tanah air Indonesia dalam rangka
memelihara ketertiban dunia.
4) Mengembangkan rasa persatuan dan kesatuan atas dasar Bhinneka Tunggal
Ika dalam memajukan pergaulan hidup bersama.
4. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
1) Sebagai warga negara dan warga-masyarakat Indonesia mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
2) Keputusan yang menyangkut kepentingan bersama terlabih dahulu diadakan
musyawarah, dan keputusan musyawarah diusahakan secara mufakat, diliputi
oleh semangat kekeluargaan.
3) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap hasil keputusan musyawarah
dan melaksanakannya dengan itikad baik dan rasa tanggungjawab.
4) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan hati nurani yang luhur,
dengan mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat, serta tidak
memaksakan kehendak kepada orang lain.
5) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia, serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5. Sila keadilan bagi seluruh rakyat indonesia
1) Menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan
sosial dalam kehidupan masyarakat indonesia.
2) Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur menceminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
3) Bersikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan
kewajiban serta menghormati ha-hak orang lain.
4) Memupuk sikap suka memberi pertolongan kepada orang lain yang
membutuhkan agar dapat berdiri sendiri, tidak menggunakan hak milik untuk
pemerasan, pemborosan, bergaya hidup mewah dan perbuatan lain yang
bertentangan dan merugikan kepentingan umum.
5) Memupuk sikap suka bekerja keras dan menghargai karya orang lain yang
bermanfaat, serta bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan
kesejahteraan bersama.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber dari segala sumber
hukum, meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, mewujudkan cita-cita
hukum bagi hukum dasar negara, mengandung norma dan merupakan
sumber semangat bagi UUD 1945. Sedangkan pancasila sebagai idiologi
bangsa merupaka landasan bagi seluruh warga negara, menentukan
eksistensi suatu bangsa dan negara, sumber motivasi, mampu menampung
aspirasi para pendukungnya. Pengamalan nilai-nilai pancasila dalam
kehidupan sehari-hari dapat dilakukan dengan membiasakan diri
bemusyawarah. Diawali dalam lingkup keluaarga kemudian menuju ke
sekolah dan lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA

Kaelan.Pendidikan Pancasila.2010.paradigma:yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai