Anda di halaman 1dari 2

g

TERPUJI DENGAN MALU


Rasulullah j telah bersabda :

‫ إذا مل تستح ف اصنع م ا شئت‬،‫إن مم ا د رك الن اس من كالم النبوة األوىل‬


"Sesungguhnya diantara yang didapat manusia dari kalimat kenabian yang pertama ialah :
Jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendakmu." (HR. Bukhari dari Abu Mas’ud)

SIFAT MALU ADALAH WARISAN PARA NABI TERDAHULU


Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan mengenai perkataan dalam hadits tersebut:

‫ اس ِم ْن َكالَِم النُّبُ َّوةِ األ ُْوَىل‬ ِ ِ


ُ َّ‫إ َّن ممَّ ا دَ ْ َرَك الن‬
Sesungguhnya perkataan yang diwarisi oleh orang-orang dari perkataan nabi-nabi terdahulu.

“Hadits ini menunjukkan bahwa sifat malu adalah sisa (atsar) dari ajaran Nabi terdahulu sejak
nabi Nuh ‘alaihis salam. Kemudian manusia menyebarkan dan mewariskan dari para Nabi
tersebut pada setiap zaman. Maka hal ini menunjukkan bahwa kenabian terdahulu biasa
menyampaikan perkataan ini sehingga tersebarlah di antara orang-orang hingga perkataan ini
juga akhirnya sampai pada umat Islam.” (Jami’ Al-‘ulum wa Al-Hikam, hlm. 255)

Karena hal ini adalah perkataan Nabi terdahulu maka hal ini menunjukkan bahwa perkataan
ini memiliki faedah yag besar sehingga sangat penting sekali untuk diperhatikan.

KEUTAMAAN RASA MALU


Rasa malu merupakan bentuk keimanan. Rasulullah j bersabda,

ِ َ‫اْلي اء ُشعبةٌ ِمن ا ِإلمي‬


‫ ان‬ َ َ ْ ُ ََْ
”Malu merupakan bagian dari keimanan.” (HR. Muslim, no. 161)

Rasa malu ini juga dipuji oleh Allah.

MALU TERKAIT HAK ALLAH DAN HAK SESAMA


Pertama, malu yang berkaitan dengan hak Allah. Seseorang harus memiliki rasa malu ini, dia
harus mengetahui bahwa Allah mengetahui dan melihat setiap perbuatan yang dia lakukan,
baik larangan yang diterjangnya maupun perintah yang dilakukannya.

Kedua, malu yang berkaitan dengan hak manusia. Seseorang juga harus memiliki rasa malu
ini, agar ketika berinteraksi dengan sesama, dia tidak berperilaku yang tidak pantas
(menyelisihi al-muru’ah) dan berakhlak jelek.
SIFAT MALU YANG TERPUJI
Perlu diketahui bahwa malu adalah suatu akhlak yang terpuji kecuali jika rasa malu tersebut
itu muncul karena enggan melakukan kebaikan atau dapat terjatuh dalam keharaman. Maka
jika seseorang enggan untuk melakukan kebaikan seperti enggan untuk nahi mungkar
(melarang kemungkaran) padahal ketika itu wajib, maka ini adalah sifat malu yang tercela.

Jadi ingat! Sifat malu itu terpuji jika seseorang yang memiliki sifat tersebut tidak
menjadikannya meninggalkan kewajiban atau melakukan yang haram. (Syarh Al-Arba’in, 210)

FAWAID HADITS
1. Malu merupakan tema yang telah disepakati oleh para nabi dan tidak terhapus ajarannya.
2. Jika seseorang telah meninggalkan malu, maka jangan harap lagi (kebaikan) darinya
sedikitpun.
3. Malu merupakan landasan akhlak mulia dan selalu bermuara kepada kebaikan. Siapa
yang banyak malunya lebih banyak kebaikannya, dan siapa yang sedikit rasa malunya
semakin sedikit kebaikannya.
4. Rasa malu merupakan prilaku dan dapat dibentuk. Maka setiap orang yang memiliki
tanggung jawab hendaknya memperhatikan bimbingan terhadap mereka yang menjadi
tanggung jawabnya.
5. Tidak ada rasa malu dalam mengajarkan hukum-hukum agama serta menuntut ilmu dan
kebenaran . Allah ta’ala berfirman : “ Dan Allah tidak malu dari kebenaran “ (33 : 53).
6. Diantara manfaat rasa malu adalah ‘Iffah (menjaga diri dari perbuatan tercela) dan Wafa’
(menepati janji)

Wallohul muwafiq

(Disampaikan oleh Ainur Rofiq, pada 7 April 2017 di Kutisari, Surabaya)

Anda mungkin juga menyukai