Anda di halaman 1dari 32

STEP

pemeriksaan ophtal didapatkan VOD 3/60

Cairan pembersih lantai : Mengandung bahan kimia bersifat alkali/basa.

Yuri Porstex mengandung Hydrochloric Acid


WARNING :
Awas cairan keras, jangan diminum. Jauhkan dari jangkauan anak-anak. BILA KENA MATA, BASUH DENGAN AIR
SEBANYAK-BANYAKNYA. Bila tertelan minum air sebanyak-banyaknya dan hubungi dokter. Jangan campur dengan
pembersih kimia lainnya

TRAUMA KIMIA

Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada
mata, baik ringan, berat bahkan sampai kehilangan penglihatan. Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang
mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola
mata tersebut.5
Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7 ataupun zat basa pH > 7 yang dapat menyebabkan kerusakan
struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat
penetrasi dari zat kimia tersebut. Mekanisme cedera antara asam dan basa sedikit berbeda.5

Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi dalam laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai
bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan memakai bahan kimia serta paparan bahan kimia dari alat-alat rumah
tangga. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan
tindakan yang harus segera dilakukan.

ETIOLOGI

Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada wajah. Trauma pada mata yang
disebabkan oleh bahan kimia disebabkan oleh 2 macam bahan yaitu bahan kimia yang bersifat asam dan bahan kimia yang
bersifat basa. Bahan kimia dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH < 7 dan dikatakan bersifat basa bila mempunyai
pH > 7.6

Trauma Asam

Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan
okular dengan mengubah pH, sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi.
Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass
dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia
asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.

Asam hidroflorida adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati membran sel, seperti alkali. Ion fluoride
dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium
membentuk insoluble complexes. Nyeri local yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang
berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium. Fluorinosis akut bisa terjadi ketika ion fluoride memasuki
sistem sirkulasi, dan memberikan gambaran gejala pada jantung, pernafasan, gastrointestinal, dan neurologik. 5

Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi dengan jaringan protein
disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka
kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi
koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di
kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa.7

Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan
pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya
kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan
jaringan. Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam.8

Bahan kimia bersifat asam : asam sulfat, air accu, asam sulfit, asam hidrklorida, zat pemutih, asam asetat, asam nitrat,
asam kromat, asam hidroflorida. Akibat ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin
merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimia pada mata. Asam Hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan
penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat.6,9

Trauma Basa

Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan
lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai
retina.Trauma basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian
dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera okuli anterior
sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan
kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi. 5
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan
mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel akan
mempermudah penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi
penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat
edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai
dengan pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan
memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma
dibawahnya melalui plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga
kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel yang
berkelanjutan dengan ulkus kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah
trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah
trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran
depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan
mata susunannya akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini memegang
peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.5

Bahan kimia bersifat basa: NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan pendingin lemari es, sabun, shampo, kapur gamping,
semen, tiner, lem, cairan pembersih dalam rumah tangga, soda kuat.6,9

PATOFISIOLOGI

Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase kerusakan yang timbul setelah terpapar
bahan kimia serta fase penyembuhan:

 Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal sebagai berikut:

 Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan oklusi pembuluh darah pada limbus.

 Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan konjungtivalisasi permukaan kornea atau
menyebabkan kerusakan persisten pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih.

 Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan presipitasi glikosaminoglikan dan
opasifikasi kornea.

 Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan kerusakan iris dan lensa.

 Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan untuk memproduksi kolagen dan
memperbaiki kornea.

 Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.

 Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari sel-sel epitelial yang berasal dari
stem cell limbus

 Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis kolagen yang baru.10

 Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:

KLASIFIKASI

Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat keparahan yang ditimbulkan akibat bahan kimia
penyebab trauma. Klasifikasi ini juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang muncul serta
indikasi penentuan prognosis. Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus.
Selain itu klasifikasi ini juga untuk menilai patensi dari pembuluh darah limbus (superfisial dan profunda).10
 Derajat 1 : kornea jernih dan tidak ada iskemik limbus (prognosis sangat baik)
 Derajat 2 : kornea berkabut dengan gambaran iris yang masih terlihat dan terdapat kurang dari 1/3
iskemik limbus (prognosis baik)
 Derajat 3 : epitel kornea hilang total, stroma berkabut dengan gambaran iris tidak jelas dan sudah
terdapat ½ iskemik limbus (prognosis kurang)
 Derajat 4 : kornea opak dan sudah terdapat iskemik lebih dari ½ limbus (prognosis sangat buruk)11

Kriteria lain yang perlu dinilai adalah seberapa luas hilangnya epitel pada kornea dan konjungtiva, perubahan iris,
keberadaan lensa, dan tekanan intra okular.

Gambar Klasifikasi Trauma Kimia, (a) derajat 1, (b) derajat 2, (c) derajat 3, (d) derajat 410

Eye Teachers of American Foundation. Eye Trauma. Diunduh pada tanggal 2 Agustus
2011http://www.ophthobook.com/videos/eye-trauma-video

terjadi uedem kornea (+). mix inj (+), dan erosi kornea (+)

 Trauma Asam:
 Asam  merusak dan memutus ikatan intramolekul protein  koagulasi protein  dapat merupakan
barier  menghambat penetrasi zat ke intraokular (nekrose koagulase).
 Bila trauma disebabkan oleh asam kuat  menembus stroma kornea  berubah warna menjadi
kelabu dalam 24 jam dan juga timbul kerusakan pada badan siliar.
Gunawan, Wasidi. 2008. Kegawatdaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata. Dalam : Purnasidha, Hendry Ed.
Cliical Update : Emergency Cases. Jogjakarta : Press Jogjakarta.

Akibat asam
 Trauma Basa:
 Alkali  persabunan disertai dengan disosiasi asam lemak membran sel  mempermudah penetrasi
alkali  mukopolisakarida jaringan akan menghilang  penggumpalan sel kornea atau keratosit 
serat kolagen kornea akan menjadi bengkak dan stroma kornea akan mati  edem kornea  terdapat
serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea  disertai dengan masuknya neovaskularisasi
epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas  epitel yang baru terbentuk 
plasminogen aktivator & kolagenase keluar  gangguan penyembuhan epitel.
Gunawan, Wasidi. 2008. Kegawatdaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata. Dalam : Purnasidha, Hendry Ed.
Cliical Update : Emergency Cases. Jogjakarta : Press Jogjakarta.

TRAUMA BASA
Menurut klasifikasi Thoft maka trauma basa dapat dibedakan dalam :
 Derajat 1 : Hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata.
 Derajat 2 : Hiperemi konjungtiva disertai dengan hilang epitel kornea.
 Derajat 3 : Hiperemi disertai dengan nekrosis konjuntiva dan lepasnya epitel kornea.
 Derajat 4 : Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%.
Ilyas, Sidharta. Trauma Kimia. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2009; h 271 – 2

Trauma Basa

Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan
lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai
retina.Trauma basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian
dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera okuli anterior
sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan
kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai dengan dehidrasi. 5

Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan
mengakibatkan safonifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel akan
mempermudah penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi
penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat
edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai
dengan pembentukan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan
memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma
dibawahnya melalui plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase
yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan
dengan ulkus kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan
puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia.
Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea.
Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata
susunannya akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini memegang peranan
penting dalam pembentukan jaringan kornea.5

Eye Teachers of American Foundation. Eye Trauma. Diunduh pada tanggal 2 Agustus
2011http://www.ophthobook.com/videos/eye-trauma-video

dr. Jaga melakukan irigasi dengan aquabides, diberi salep antibiotik dan bebat mata

IRIGASI
Merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak mata dengan bahan kimia dan untuk
menormalisasi pH pada saccus konjungtiva yang harus dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal saline (atau
yang setara) harus digunakanuntuk mengirigasi mata selama 15-30 menit sampai pH mata menjadi normal
(7,3).Pada trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2000 ml dalam 30 menit. Makin
lama makin baik. Jika perlu dapat diberikan anastesi topikal,larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi
dalam waktu yang lama lebihbaik menggunakan irigasi dengan kontak lensa (lensa yang terhubung dengan
sebuah kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran yang konstan.

 Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis. Tetrasiklin efektif untuk menghambat
kolagenase, menghambat aktifitas netrofil dan mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan
antara topikal dan sistemik (doksisiklin 100 mg).

Eye Teachers of American Foundation. Eye Trauma. Diunduh pada tanggal 2 Agustus
2011http://www.ophthobook.com/videos/eye-trauma-video

didapatkan pandangan kabur, merah dan nyeri

Berair, merah, dan nyeri merupakan tanda inflamasi akibat karena adanya paparan bahan kimia pada mata.
Mata  respon imunologi ada yang bersifat non imun dan imun
Ketika ada suatu antigen yang masuk  imun tubuh akan merespon dengan melakukan berbagai pertahanan agar
keadaan tetap homeostasis  terjadi proses inflamasi yang diperankan oleh berbagai mediator  efek vasodilatasi
pembuluh darah  rubor, kalor, tumor, dolor, dan fungsiolaesa.

(Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Prof.dr.H. Sidarta Ilyas. SpM

cara penanganan emergensi dari trauma akibat zat kimia

Penatalaksanaan Emergency10

 Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak mata dengan bahan kimia dan untuk
menormalisasi pH pada saccus konjungtiva yang harus dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal saline (atau
yang setara) harus digunakan untuk mengirigasi mata selama 15-30 menit samapi pH mata menjadi normal (7,3).
Pada trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2000 ml dalam 30 menit. Makin lama
makin baik.Jika perlu dapat diberikan anastesi topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi dalam
waktu yang lama lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak lensa (lensa yang terhubung dengan sebuah
kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran yang konstan.
 Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan material yang terdapat pada bola mata. Selain
itu tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya perlengketan antara konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan
konjungtiva forniks.
 Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga dapat terjadi re-epitelisasi pada
kornea.
Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan artificial tear (air mata buatan).
Penatalaksanaan Medikamentosa

Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian obat-obatan seperti steroid topikal, sikloplegik,
dan antibiotik profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk
mengurangi inflamasi, membantu regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus kornea. 8,10

Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun pemberian steroid dapat menghambat
penyembuhan stroma dengan menurunkan sintesis kolagen dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu steroid hanya
diberikan secara inisial dan di tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED diberikan
setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV 50-200 mg

 Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior. Atropin 1% ED atau Scopolamin
0,25% diberikan 2 kali sehari.
 Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan meningkatkan penyembuhan luka dengan
membantu pembentukan kolagen matur oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2
jam. Untuk dosis sitemik dapat diberikan sampai dosis 2 gr.
 Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan intra okular dan mengurangi resiko
terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara oral asetazolamid (diamox) 500 mg.
 Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis. Tetrasiklin efektif untuk menghambat
kolagenase, menghambat aktifitas netrofil dan mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan
antara topikal dan sistemik (doksisiklin 100 mg).
 Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan menstabilkan barier fisiologis. Asam Sitrat
menghambat aktivitas netrofil dan mengurangi respon inflamasi. Natrium sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam
selama 10 hari. Tujuannya untuk mengeliminasi fagosit fase kedua yang terjadi 7 hari setelah trauma.

Pembedahan10

Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus, mengembalikan populasi sel limbus
dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut dapat digunakan untuk pembedahan:

 Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk mengembalikan vaskularisasi limbus juga
mencegah perkembangan ulkus kornea.

 Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dar donor (allograft) bertujuan untuk
mengembalikan epitel kornea menjadi normal.

 Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis

Pembedahan Lanjut pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:

 Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan simblefaron.

 Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.

 Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.

 Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini untuk memaksimalkan resolusi dari
proses inflamasi.

 Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat dikarenakan hasil dari graft
konvensional sangat buruk.

Eye Teachers of American Foundation. Eye Trauma. Diunduh pada tanggal 2 Agustus
2011http://www.ophthobook.com/videos/eye-trauma-video
Pemeriksaan lain

penunjang

1.Pemeriksaan Fisik: dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman penglihatan menggunakankartu Snellen dan
indikator pengukur ketajaman penglihatan lain seperti cahaya dan gerak anggota tubuh.

2. Slit lamp : untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola mata.

3. Tes fluoresin : digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan jelas.

4. Tonometri : untuk mengetahui tekakan bola mata.

5. Pemeriksaan fundus yang didilatasikan dengan oftalmoskop indirek : untuk mengetahui adanya benda asing
intraokuler.

6. Tes Seidel : untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini dilakukan dengan cara memberi anastesi
pada mata yaang akan diperiksa, kemudian diuji pada strip fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter
kobalt biru, sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada pengeluaran cairan mata.

7. Pemeriksaan CT-Scan dan USG B-scan : digunakan untuk mengetahui posisi benda asing.

8. Electroretinography (ERG) : untuk mengetahui ada tidaknya degenerasi pada retina.

9. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg).

10. Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi.

11. Pemeriksaan Radiologi : pemeriksaan radiologi pada trauma mata sangat membantu dalam menegakkan diagnosa,
terutama bila ada benda asing.

12. Kertas Lakmus : pada pemeriksaan ini sangat membantu dalam menegakkan diagnosa trauma asam atau basa.

KOMPLIKASI

Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang
dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata antara lain:10

1. Simblefaron, adalah dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga kornea dan penglihatan
terganggu.

2. Kornea keruh, edema, neovaskuler

3. Sindroma mata kering

4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak. Komponen basa yang
mengenai mata menyebabkan peningkatan pHcairan akuos dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini
dapat terjadi akut ataupun perlahan-lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang
terjadi katarak traumatik.

5. Glaukoma sudut tertutup


6. Entropion dan phthisis bulbi  mata kempes

Gambar Simblefaron

Gambar Phthisis bulbi

PROGNOSIS

Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma tersebut. Derajat iskemik pada
pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah satu indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan.
Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan prognosa yang buruk. Bentuk paling
berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran “cooked fish eye” dimana prognosisnya adalah yang paling buruk,
dapat terjadi kebutaan.8

Trauma kimia sedang sampai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat menyebabkan simblefaron (adhesi anatara
palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi inflamasi pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaukoma
sekunder.8

Gambar Cooked Fish Eye Appearance8


Trauma Lain

Trauma tumpul
a. Trauma Tumpul Pada Mata
i. Etiologi
1. Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda yang
tidak keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras (kencang)
ataupun lambat.
ii. Tanda
1. Hematoma kelopak
a. Definisi dan etiologi
 Hematoma palpebra yang merupakan pembengkakan atau
penimbunan darah di bawah kulit kelopak akibat pecahnya
pembuluh darah palpebra.
 Hematoma kelopak merupakan kelainan yang sering terlihat
pada trauma tumpul kelopak. Trauma dapat akibat pukulan tinju,
atau benda-benda keras lainnya. Keadaan ini memberikan
bentuk yang menakutkan pada pasien, dapat tidak berbahaya
ataupun sangat berbahaya karena mungkin ada kelainan lain di
belakangnya.
 Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua
kelopak dan berbentuk kaca mata hitam yang sedang dipakai,
maka keadaan ini disebut sebagai hematoma kaca mata.
Hematoma kaca mata merupakan keadaan sangat gawat.
Hematoma kaca mata terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika
yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada pecahnya
a.oftalmika maka darah masuk ke dalam kedua ronggo orbita
melaiui fisura orbita. Akibat darah tidak dapat menjalar lanjut
karena dibatasi septum orbita kelopak maka akan berbentuk
gambaran hitam pada kelopak seperti seseorang memakai kaca
mata.
b. Penatalaksanaan
 Pada hematoma kelopak yang dini dapat diberikan kompres
dingin untuk menghentikan perdarahan clan menghilangkan
rasa sakit. Bila telah lama, untuk memudahkan absorpsi darah
dapat dilakukan kompres hangat ,pada kelopak mata.
b. Trauma Tumpul Konjungtiva
i. Tanda
1. Edema konjungtiva
a. Definisi dan etiologi
 Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi
kemotik pada setiap kelainannya, demikian pula akibat trauma
tumpul. Bila kelopak terpajan ke dunia luar dan konjungtiva
secara langsung kena angin tanpa dapat mengedip, maka
keadaan ini telah dapat mengakibatkan edema pada
konjungtiva.
 Kemotik konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra
tidak menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap
konjungtiva.
b. Penatalaksanaan
 Pada edema konjungtiva dapat diberikan dekongestan untuk
mencegah pembendungan cairan di dalam selaput lendir
konjungtiva.
 Pada kemotik konjungtiva berat dapat dilakukan disisi sehingga
cairan konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut.
2. Hematoma subkonjungtiva
a. Etiologi
 Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh
darah yang terdapat pada atau di bawah konjungtiva, seperti
arteri konjungtiva clan arteri episklera. Pecahnya pembuiuh
darah ini dapat akibat batuk rejan, trauma tumpul basis kranil
(hematoma kaca mata), atau pada keadaan pembuluh darah
yang rentan dan mudah pecah. Pembuluh darah akan rentan
dan mudah pecah pada usia lanjut, hipertensi, arteriosklerose,
konjungtiva meradang (konjungtivitis), anemia, dan obat-obat
tertentu.
 Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu
dipastikan bahwa tidak terdapat robekan di bawah jaringan
konjungtiva atau skjera. Kadang-kadang hematoma
subkonjungtiva menutupi keadaan mata yang lebih buruk seperti
perforasi bola mata.
b. Tanda
 Pemeriksaan funduskopi adalah perlu pada setiap penderita
dengan perdarahan subkonjungtiva akibat trauma.
 Bila tekanan bola mata rendah dengan pupil lonjong disertai
tajam penglihatan menurun dan hematoma subkonjungtiva
maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk mencari
kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli.
c. Pengobatan
 Pengobatan dini pada hematoma subkonjungtiva ialah dengan
kompres hangat. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau
diabsorpsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati.
c. Trauma Tumpul Pada Kornea
i. Tanda
1. Edema kornea
a. Definisi dan etiologi
 Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat
mengakibatkan edema kornea malahan ruptur membrane
Descemet.
b. Tanda dan gejala
 Edema komea akan memberikan keluhan penglihatan kabur dan
terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang
dilihat.
 Kornea akan terlihat keruh, dengan uji plasido yang positif.
 Edema kornea yang berat dapat mengakibatkan masuknya
serbukan sel radang dan neovaskularisasi kedalam jaringan
stroma kornea.
c. Pengobatan
 Larutan hipertonk seperti naCl 5% atau larutan garam hipertonik
2-8%, glucose 40% dan larutan albumin.
 Peninggian tekanan bola mat maka diberikan asetazolamid.
Pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki
tajam penglihatan dengan lensa kontak lembek dan mungkin
akibat kerjanya menekan kornea terjadi pengurangan edema
kornea.
d. Penyulit
 Terjadinya kerusakan M. Descemet yang lama sehingga
mengakibatkan keratopati bulosa yang akan memberikan
keluhan rasa sakit dan menurunkan tajam penglihatan akibat
astigmatisme iregular.
2. Erosi kornea
a. Definisi dan etiologi
 Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel komea
yang dapat diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea.
Erosi dapat terjadi tanpa cedera pada membran basal. Dalam
waktu yang pendek epitel sekitarnya dapat bermigrasi dengan
cepat dan menutupi defek epitel tersebut.
b. Tanda dan gejala
 Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi
merusak kornea yang mempunyai serat sensibel yang banyak,
mata berair, dengan blefarospasme, lakrimasi, fotofobia, dan
penglihatan akan terganggu oleh media kornea yang keruh.
 Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang bila
diberi pewarnaan fluoresein akan berwama hijau.
 Pada erosi komea perlu diperhatikan adalah adanya infeksi yang
timbul kemudian.
c. Pengobatan
 Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa-tajam
penglihatan dan menghilangkan rasa sakit yang sangat. Hati-
hati bila memakai obat anestetik topikal untuk menghilangkan
rasa sakit pada pemeriksaan karena dapat menambah
kerusakan epitel.
 Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau
dikupas. Untuk mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotika
seperti antibiotika spektrum luas neosporin, kioramfenikol dan
sulfasetamid tetes mata. Akibat rangsangan yang
mengakibatkan spasme siliar maka diberikan sikioplegik aksi-
pendek seperti tropikamida. Pasien akan merasa lebih tertutup
bila dibebat tekan selama 24 jam. Erosi yang kecil biasanya
akan tertutup kembali setelah 48 jam.
3. Erosi kornea rekuren
a. Etiologi
 Erosi rekuren biasanya terjadi akibat cedera yang merusak
membran basal atau tukak metaherpetik. Epitel yang menutup
kornea akan mudah lepas kembali diwaktu bangun pagi.
Terjadinya erosi kornea berulang akibat epitel tidak dapat
bertahan pada defek epitel kornea. Sukarnya epitel menutupi
kornea diakibatkan oleh terjadinya pelepasan membran basal
epitel kornea tempat duduknya sel basal epitel kornea. Biasanya
membran basal yang rusak akan kembali normal setelah 6
minggu.
b. Pengobatan
 Pengobatan terutama bertujuan melumas permukaan kornea
sehingga regenerasi epitel tidak cepat terlepas untuk
membentuk membran basal kornea.
 Pengobatan biasanya dengan memberikan sikioplegik untuk
menghilangkan rasa sakit ataupun untuk mengurangkan gejala
radang uvea yang mungkin timbul. Antibiotik diberikan dalam
bentuk tetes dan mata ditutup untuk mempercepat tumbuh epitel
baru dan mencegah infeksi sekunder. Biasanya bila tidak terjadi
infeksi sekunder erosi kornea yang mengenai seluruh
permukaan kornea akan sembuh dalam 3 hari. Pada erosi
kornea tidak diberi antibiotik dengan kombinasi steroid.
 Pemakaian lensa kontak lembek pada pasien dengan erosi
rekuren sangat bermanfaat, karena dapat mempertahankan
epitel berada di tempat dan tidak dipengaruhi kedipan kelopak
mata.
d. Trauma Tumpul Uvea
i. Tanda dan gejala
1. lridoplegia
a. tanda dan gejala
 Trauma tumpul pada uvea dapat mengakibatkan kelumpuhan
otot sfingter pupil atau iridoplegia sehingga pupil menjadi lebar
atau midriasis.
 Pasien akan sukar melilhat dekat karena gangguan akomodasi,
silau akibat gangguan pengaturan masuknya sinar pada pupil.
 Pupil terlilhat tidak sama besar atau anisokoria dan bentulk pupil
dapat menjadi iregular. Pupil ini tidak bereaksi terhadap sinar.
 Iridoplegia akibat trauma akan berlangsung beberapa hari
sampai beberapa minggu.
 Pada pasien iridoplegia sebaiknya diberi istirahat untuk
mencegah terjadinya kelelahan sfingter dan pemberian
roboransia.
2. lridodialisis
a. etiologi
 Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris
sehingga bentuk pupil menjadi berubah.
b. Tanda dan gejala
 Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya.
 Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya
iridodialisis terjadi bersama-sama dengan terbentuknya hifema.
 Bila keluhan demikian maka pada pasien sebaiknya dilakukan
pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris yang
terlepas.
3. Hifema
a. Definisi dan etiologi
 Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat
trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan
siliar.
b. Tanda dan gejala
 Pasien akan mengeluh sakit, di sertai dengan epifora dan
blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun.
 Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul di bagian
bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh
ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat
iridoplegia(lumpuhnya m.sp) dan iridodialisis(robrknya iris pada
daerah insersionya).
c. Pengobatan
 Pengobatan dengan merawat pasien dengan tidur di tempat
tidur yang ditinggikan 30 derajat pada kepala, diberi koagulasi,
dan mata ditutup. Pada anak yang gelisah dapat diberikan obat
penenang. Asetazolamida diberikan bila terjadi penyulit
glaukoma.
 Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila berjalan penyakit
tidak berjalan demikian maka sebaiknya penderita dirujuk.
 Parasentesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan di
lakukan pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda
inhibisi komea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna
hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema
akan berkurang.
d. Komplikasi
 Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah
trauma dapat terjadi perdarahan atau hifema baru yang disebut
hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih hebat karena
perdarahan lebih sukar hilang.
 Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar
berakibat suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi
gangguan pengaliran cairan mata.
 Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi
yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis buibi dan
kebutaan.
 Hifema spontan pada anak sebaiknya dipikirkan kemungkinan
leukemia dan retinoblastoma.
e. Bedah Pada Hifema
 Parasentesis
1. Parasentesis merupakan tindakan pembedahan
dengan mengeluarkan darah atau nanah dari bilik
mata depan, dengan teknik sebagai berikut : dibuat
insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang
sejajar dengan permukaan iris. Biasanya biia
dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum
dari bilik mata depan keluar. Bila, darah tidak keluar
seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan
garam fisiologik.
2. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak
perlu dijahit.
4. Iridosiklitis
a. Definisi
 Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga
menimbulkan iridosiklitis atau radang uvea anterior.
b. Tanda dan gejala
 Pada mata akan terlihat mata merah, akibat adanya darah di
dalam bilik mata depan maka akan terdapat suar dan pupil yang
mengecil dengan tajam penglihatan menurun.
 Pada uveitis anterior diberikan tetes mata midriatik dan steroid
topikal. Bila terlihat tanda radang berat maka dapat diberikan
steroid sistemik.
 Sebaiknya pada mata ini diukur tekanan bola mata untuk
persiapan memeriksa fundus dengan midriatika.
e. Trauma Tumpul Pada Lensa
i. Tanda dan gejala
1. Dislokasi fensa
a. Definisi
 Trauma tumpul lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa.
Dislokasi lensa terjadi pada putusnya zonula Zinn yang akan
mengakibatkan kedudukan lensa terganggu.
2. Subluksasi lensa
a. Etiologi
 Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zonula Zinn
sehingga lensa berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga
terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan pada zonula
Zinn yang rapuh (Sin( Marphan).
b. Tanda dan gejala
 Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang.
 Subluksasi lensa akan memberikan gambaran pada iris berupa
iridodonesis.
 Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada maka lensa
elastis akan meniadi cembung, dan mata akan menjadi lebih
miopik. Lensa yang menjadi sangat cembung mendorong iris ke
depan sehingga sudut bilik mata tertutup. Bila sudut bilik mata
menjadi sempit pada mata mudah terjadi glaukoma sekunder.
c. komplikasi
 Subluksasi dapat mengakibatkan glaukoma sekunder dimana
terjadi penutupan sudut bilik mata oleh lensa yang
mencembung.
d. Pengobatan
 Bila tidak terjadi penyulit subluksasi lensa seperti glaucoma atau
uveitis maka tidak dilakukan pengeluaran lensa dan diberi
kacamatar koreksi yang sesuai.
3. Luksasi lensa anterior
a. Etiologi
 Bila seluruh zonula Zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma
maka lensa dapat masuk ke dalam bilik mata depan.
 Akibat lensa terletak di dalam bilik mata depan ini maka akan
terjadi gangguan pengaliran ke cairan bilik mata sehingga akan
timbul glaukoma kongestif akut dengan gejala-gejalanya.
b. Tanda dan gejala
 Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai
sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme.
 Terdapat injeksi siliar yang berat, edema komea, lensa di dalam
mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar.
Tekanan bola mata sangat tinggi.
c. Pengobatan
 Pada luksasi lensa anterior sebaiknya pasien secepatnya dikirim
pada dokter mata untuk dikeluarkan lensanya dengan terlebih
dahulu diberikan asetazolamida untuk menurunkan tekanan bola
matanya.
4. Luksasi lensa posterior
a. Etiologi
 Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi
lensa posterior akibat putusnya zonula Zinn di seluruh lingkaran
ekuator, lensa sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan
tenggelam di dataran bawah polus posterior fundus okuli.
b. Tanda dan gejala
 Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang
pandangan akibat lensa mengganggu kampus.
 Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa atau afakia.
Pasien akan melihat normal dengan lensa + 12.0 dioptri untulk
jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans.
c. Penyulit
 Lensa yang terialu lama berada pada polus posterior dapat
menimbulkan penyulit akibat degenerasi lensa, berupa
glaukoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik.
d. Pengobatan
 Bila luksasi lensa telah menimbulkan penyulit sebaiknya
secepatnya dilakukan ekstraksi lensa.
5. Katarak Trauma
a. Etiologi
 Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi
ataupun tumpul terlilhat sesudah beberapa hari ataupun tahun.
 Pada trauma tumpul akan terlilhat katarak subkapsular anterior
ataupun posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti
bintang, dan dapat pula dalam bentuk katarak tercetak
(imprinting) yang disebut cincin Vossius.
 Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat,
perforasi kecil akan menutup dengan cepat akibat proliferasi
epitel sehingga bentuk kekeruhan terbatas kecil. Trauma tembus
besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak
dengan cepat disertai dengan terdapatnya masa lensa di dalam
bilik mata depan.
b. Tanda dan gejala
 Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik masa lensa
yang akan bercampur makrofag dengan cepatnya, yang dapat
memberikan bentuk endoftalmitis fakoanafilaktik.
 Lensa dengan kapsul anterior saja yang pecah akan menjerat
korteks lensa sehingga akan mengakibatkan apa yang disebut
sebagai cincin Soemering atau bila epitel lensa berproliferasi
aktif akan terlilhat mutiara Elsching.
c. Pengobatan
 Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya.
 Bila terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan
kemungkinan terjadinya ambliopia. Untulk mencegah ambliopia
pada anak dapat dipasang lensa intra okular primer atau
sekunder.
 Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka dapat
ditunggu sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit
seperti glaukama, uveitis dan lain sebagainya maka segera
dilakulkan ekstraksi lensa.
d. Penyulit
 Penyulit uveitis dan glaukoma sering dijumpai pada orang usia
tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin Soemmering
pada pupil sehingga dapat mengurangi tajam penglilhatan.
 Keadaan ini dapat disertai perdarahan. ablasi retina, uveitis atau
salah letak lensa.
6. Cincin Vossius
a. Definisi
 Pada trauma lensa dapat terlihat apa yang disebut sebagai
cincin Vossius yang merupakan cincin berpigmen yang terletak
tepat di belak pupil yang dapat terjadi segera setelah trauma,
yang merupakan deposit pigmen iris pada dataran depan lensa
sesudah sesuatu trauma, seperti suatu stempel jari.
b. Tanda dan gejala
 Cincin hanya menunjukkan. tanda bahwa mata tersebut telah
mengalami suatu trauma tumpul.
f. Trauma Tumpul Retina dan Koroid
i. Tanda
1. Edema retina dan korold
a. Etiologi dan tanda
 Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema retina
penglihatan akan sangat menurun.
 Edema retina akan memberikan warna retina yang lebih abu-
abu akibat sukarnya melihat jaringan koroid melalui retina yang
sembab. Berbeda dengan oklusi arteri retina sentral dimana
terdapat edema retina kecuali daerah makula, sehingga pada
keadaa akan terlihat cherry red spot yang berwarna merah.
 Edema retina akibat trauma tumpul juga mengakibatkan edema
makula sehingga tidak terdapat cherry red spot.
 Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi
edema makula atau edema Berlin. Pada keadaan ini akan terjadi
edema luas sehingga seluruh polus posterior fundus okuli
berwarna abu-abu.
 Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah beberapa
waktu, akan tetapi dapat juga penglihatan berkurang akibat
tertimbunnya daerah makula oleh sel pigmen epitel.
2. Ablasi retina
a. Etiologi
 Trauma diduga merupakan pencetus untuk terlepasnya retina
koroid pada penderita, ablasi retina. Biasanya pasien telah
mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina ini seperti retina
tipis akibat rel semata, miopia, dan proses degenerasi retina
lainnya.
b. Tanda dan gejala
 Pada pasien akan terdapat keluhan seperti adanya selaput
seperti tabir mengganggu lapang pandangannya. Bila terkena
atau ter daerah makula maka tajam penglihatan akan menurun.
 Pada pemeriksaan funduskopi, akan terlihat retina yang berm
abu-abu dengan pernbuluh darah yang terlihat terangkat dan
berkelok.
 Kadang-kadang terlihat pembuluh darah seperti yang terputus-
putus.
c. Pengobatan
 Pada pasien dengan ablasi retina maka secepatnya dirawat
untuk dilakukan pembedahan oleh dokter mata.
g. Trauma Koroid
i. Tanda
1. Ruptur koroid
a. definisi
 Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang
dapat merupakan akibat ruptur koroid. Ruptur ini biasanya
terletak di polus posterior bola mata dan melingkar konsentris di
sekitar papil saraf optik.
b. Tanda dan gejala
 Biia ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea
maka tajam penglihatan akan turun dengan sangat.
 Ruptur ini bila tertutup oleh perdarahan subretina agak sukar
dilihat akan tetapi bila darah tersebut telah diabsorpsi maka
akan terlihat bagian ruptur berwarna putih Karena sklera dapat
dilihat langsung tanpa tertutup koroid.
h. Trauma Tumpul Saraf Optik
i. Tanda
1. Avulsi papil saraf optik
a. Etiologi
 Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari
pangkalnya di dalam bola mata yang disebut sebagai avulsi
papil saraf optik.
b. Tanda dan gejala
 Keadaan ini akan mengakibatkan turunnya tajam penglilhatan
yang berat dan sering berakhir dengan kebutaan.
c. Pengobatan
 Penderita ini perlu dirujuk untuk dinilai kelainan fungsi retina dan
saraf optiknya.
2. Optik neuropati traumatik
a. Etiologi
 Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik,
demikian pula perdarahan dan edema sekitar saraf optik.
b. Gejala dan tanda
 Penglihatan akan berkurang setelah cidera mata. Terdapat
reaksi defek aferen pupil tanpa adanya kelainan nyata pada
retina.
 Tanda lain yang dapat diemukan adalah gangguan penglihatan
warna dan lapangan pandang. Papil saraf optik dapat normal
beberapa minggu sebelum menjadi pucat.
c. DD
 Diagnosis banding penglihatan turun setelah sebuah cidera
mata adalah trauma retina, perdarahan badan kaca, trauma
yang mengakibatKan kerusakan pada kiasma optik.
d. Pengobatan
 Pengobatan adalah dengan merawat pasien pada waktu dengan
memberi steroid. Bila penglihatan memburuk setelah steroid
maka perlu dipertimbangkan untuk pembedahan.

Trauma Tembus Bola Mata


i. Tanda
i. Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva saja. Bila robekan konjungtiva ini
atau tidak melebihi 1 cm, maka tidak perlu dilakukan penjahitan. Bila robekan konjungtiva
lebih 1 cm diperlukan tindakan penjahitan untuk mencegah terjadinya granuloma. Pada setiap
robekan konjungtiva perlu diperhatikan terdapatnya robekan sclera bersama-sama dengan
robekan konjungtiva tersebut.
ii. Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola mata maka akan
terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti:
1. Tajam penglihatan yang menurun
2. Tekanan bola mata rendah
3. Bilik mata dangkal
4. Bentuk dan letak pupil yang berubah
5. Terlihatnya ada ruptur pada kornea atau sklera
6. Terdapat jaringan yang di proplaps seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca, atau
retina
7. Konjungtiva kemotis
j. Pengobatan
i. Bila terlihat salah satu tanda di atas atau dicurigai adanya perforasi bola mata maka
secepatnya dilakukan pemberian antibiotika topikal dan mata ditutup dan segera dikirim pada
dokter mata untulk dilakukan pembedahan.
ii. Pada setiap terlihat kemungkinan trauma perforasi sebaiknya dipastikan apakah ada benda
asing yang masuk ke dalam mata dengan membuat foto.
iii. Pada pasien dengan luka tembus bola mata selamanya diberikan antibiotika sistemik atau
intravena dan pasien dipuasakan untuk tindakan pembedahan.
iv. Pasien juga diberi anti tetanus profilaktik, analgetika, dan kalau perlu penenang. Sebelum
dirujuk mata tidak diberi salep, karena salep dapat masuk ke dalam mata. Pasien tidak boleh
diberi steroid local dan beban yang diberikan pada mata tidak menekan bola mata.
k. Etiologi
i. Trauma tembus dapat terjadi akibat masuknya benda asing ke dalam bola mata. Benda asing
di dalam bola mata pada dasarnya perlu dikeluarkan. Benda asing yang bersifat magnetik
dapat dikeluarkan dengan alat magnit raksasa. Benda yang tidak magnetik dikeluarkan
vitrektomi.
l. Penyulit
i. Penyulit yang dapat timbul pada terdapatnya benda asing intraokular adalah endoftalmitis,
panoftalmitis, ablasi retina, perdarahan intraokular dan ftisis bulbi.

Benda Asing Intraokular


m. Benda asing magnetik intraokular
i. Diagnosis
1. Anamnesis
a. Pada keadaan diduga adanya benda asing magnetik intraokular perlu
diambil riwayat terjadinya trauma dengan baik.
2. Tanda dan gejala
a. Benda asing intraokular yang magnetik ataupun tidak akan memberikan
gangguan pada tajam penglihatan. Akan terlihat kerusakan kornea, lensa
iris ataupun sklera penglihatan. Akan terlihat kerusakan kornea, lensa iris
ataupun sklera yang merupakan tempat jalan masuknya benda asing ke
dalam bola mata.
3. PP
a. Bila pada pemeriksaan pertama lensa masih jernih maka untuk melihat
kedudukan benda asing di dalam bola mata dilakukan melebarkan pupil
dengan midriatika.
b. Pemeriksaan funduskopi sebaiknya segera di lakukan karena bila lensa
terkena maka akan lensa menjadi keruh secara perlahan-lahan sehingga
akan memberikan kesukaran untuk melihat jaringan belakang lensa.
c. Pemeriksaan radiologik akan memperlihatkan bentuk dan besar benda
asing yang terletak intraokular. Bila pada pemeriksaan radiologik dipakai
cincin Flieringa atau lensa kontak Comberg akan terlihat benda bergerak
bersama dengan pergerakan bola mata.
d. Untuk menentukan letak benda asing ini dapat dilakukan pameriksaan
tambahan lain yaitu dengan metal locator.
e. Pemeriksaan ultrasonografi digunakan untuk pemeriksaan yang lebih
menentukan letak clan gangguan terhadap jaringan sekitar lainnya.
ii. Pengobatan
1. Pengobatan pada benda asing intraokular ialah dengan mengeluarkannya dan
dilakukan dengan perencanaan pembedahan agar tidak memberikan kerusakan
yang lebih berat terhadap bola mata.
2. Mengeluarkan benda asing melalui jalan melewati skiera merupakan cara untuk
tidak merusak jarinan lain.

Trauma Kimia
n. Etiologi
i. Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di dalam laboratorium,
industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan yang
memakai bahan kimia di abad modern.
o. Bahan kimia
i. Dibedakan
1. Bahan kimia yang dapat mengakibaIkan kelainan pada mata dapat dibedakan dalam
bentuk:
a. Trauma Asam
b. Trauma Basa atau Alkali.
ii. Pengaruh bahan kimia sangat bergantung pada:
1. pH,
2. Kecepatan,
3. Jumlah bahan kimia tersebut mengenai mata.
4. Dibanding bahan asam, maka trauma oleh bahan alkali cepat dapat merusak dan
menembus kornea.
p. Pengobatan
i. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera.
ii. lrigasi daerah yang terkena trauma kimia merupa tindakan yang segera harus dilakukan
karena dapat memberikan penyulit yang lebih berat.
iii. Pembilasan dilakukan dengan memakai garam fisiologi atau air bersih lainnya selama
mungkin dan paling sedikit 15-30 menit.
iv. Luka bahan kimia harus dibilas secepatnya dengan air yang tersedia pada saat itu seperti
dengan air keran, larutan garam fisiologik, dan asam berat.
v. Anestesi topikal diberikan pada keadaan dimana terdapat blefarospasme berat.
vi. Untuk bahan asam digunakan larutan natrium bikarbonat 3% sedang untuk basa larutan asam
borat, asam asetat 0.5% atau bufer as asetat pH 4.5% untuk menetralisir. Diperhatikan
kemungkinan terdapat benda asing penyebab luka tersebut.
vii. Untuk bahan basa diberikan EDTA. Pengobatan yang diberi adalah antibiotika topikal,
sikioplegik dan bebat mata selama mata masih sakit.
viii. Regenerasi epitel akibat asam lemah dan alkali sangat lambat yang biasanya sempurna
setelah 3-7 hari.
q. klasifikasi
i. Trauma Asam
1. Etiologi
a. Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorga organik
(asetat, forniat),d an organik anhidrat (asetat).
2. Patofisiologi
a. Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi pengendapan
ataupun penggumpalan protein permukaan sehingga bila konsentrasi tidak
tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya
akan terjadi kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Bahan asam
dengan konsentrasi tinggi dapat bereaksi seperti terhadap trauma basa
sehingga kerusakan yang diakibatkannya akan lebih dalam.
3. Pengobatan
a. Pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secepatnya
dan selama mungkin untuk menghilangkan dan melarutkan bahan yang
mengakibatkan trauma.
b. Biasanya trauma akibat asam akan normal kembali, sehingga tajam
penglihatan tidak banyak terganggu.
ii. Trauma Basa atau Alkali
1. Patofisiologi
a. Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat
gawat pada mata. Alkali akan menembus dengan cepat kornea, bilik mata
depan, dan sampai pada jaringan retina. Pada trauma basa akan terjadi
penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia alkali bersifat
koagulasi sel dan terjadi proses persabunan, disertai dengan dehidrasi.
Bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam
waktu 7 detik.
b. Pada trauma alkali akan terbentuk kolagenase yang akan menambah
bertambah kerusakan kolagen kornea. Alkali yang menembus ke dalam
bola mata akan merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan
penderita.
2. Menurut klasifikasi Thoft maka trauma basa dapat dibedakan dalam :
a. Derajat 1 hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata
b. Derajat 2 hiperemi konjungtiva disertai dengan hilang epitel kornea
c. Derajat 3 :hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya
epitel kornea
d. Derajat 4: konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%.
3. Pengobatan
a. Tindakan bila terjadi trauma basa adalah dengan secepatnya melakukan
irigasi dengan garam fisiologik. Sebaiknya irigasi dilakukan selama
mungkin. Bila mungkin irigasi dilakukan paling sedikit 60 menit segera
setelah trauma.
b. Penderita diberi sikloplegia, antibiotika, EDTA untuk mengikat basa. EDTA
diberikan setelah 1 minggu trauma alkali diperlukan untuk menetralisir
kolagenase yang terbentuk pada hari ke tujuh.
4. Penyulit
a. Penyulit yang dapat timbul trauma alkali adalah
 Ssimblefaron,
 Kekeruhan kornea,
 Edema dan neovaskularisasi kornea,
 Katarak, disertai dengan terjadi ftisis bola mata.

Trauma Radiasi Elektromagnetik


r. Trauma radiasi yang sering ditemukan adalah
i. Sinar inframerah
ii. Sinar ultraviolet
iii. Sinar X dan sinar terionisasi
s. Trauma Sinar Infra Merah
i. Patofisiologi
1. Akibat sinar infra merah dapat terjadi pada saat menatap gerhana matahari dan
pada saat bekerja dipemanggangan. Kerusakan ini da terjadi akibat
terkonsentrasinya sinar inframerah terlihat. Kaca yang mencair seperti yang
ditemukan di tempat pemanggangan kaca akan menggeluarkan sinar infra merah.
Bila seseorang berada pada jarak kaki sela satu menit di depan kaca yang mencair
dan pupilnya lebar atau midria maka suhu lensa akan naik sebanyak 9 derajat
Celcius. Demikian pula yang mengabsorpsi sinar infra merah akan panas sehingga
berakibat tidak baik terhadap kapsul lensa di dekatnya. Absorpsi sinar infra merah
oleh lensa akan mengakibatkan katarak dan eksfoliasi kapsul lensa.
ii. Factor resiko terkena
1. Akibat sinar ini pada lensa maka katarak mudah terjadi pada pekerja industri gelas
dan pemanggangan logam.
iii. DD
1. Sinar infra merah akan mengakibatkan keratitis superfisial, katarak kortikal anterior-
posterior dan koagulasi pada koroid.
2. Bergantung pada beratnya lesi akan terdapat skotoma sement ataupun permanen.
iv. Pengobatan
1. Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk yang sudah terjadi kecuali mencegah
terkenanya mata oleh sinar infra merah ini.
2. Steroid sistemik dan lokal diberikan uniuk mencegah terbentuk jaringan parut pada
makula atau untuk mengurangi gejala radang yang timbul.
t. Trauma Sinar Ultra Violet (Sinar Las)
i. Definisi
1. Sinar ultra violet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak terlihat mempunyai
panjang gelombang antara 350-295 nM.
ii. Patofisiologi
1. Sinar ultra violet banyak terdapat padd saat bekerja las, dan menatap sinar matahari
atau pantulan sinar matahari di atas salju. Sinar ultraviolet akan segera merusak
epitel kornea. Sinar ultra violet biasanya memberikan kerusakan terbatas pada
kornea sehingga kerusakan pada lensa dan retina tidak akan nyata terlihat.
Kerusakan ini akan segera baik kembali setelah beberapa waktu, dan tidak akan
memberikan gangguan tajam penglihatan yang menetap.
iii. Tanda dan gejala
1. Pasien yang telah terkena sinar ultra violet akan memberikan keluhan 4-10 jam
setelah trauma. Pasien akan merasa mata sangat sakit mata seperti kelilipan atau
kemasukan pasir, fotofobia, blefarospasme, dan konjungtiva kemotik.
2. Kornea akan menunjukkan adanya infiltrat pada permukaannya, yang kadang-
kadang disertai dengan kornea yang keruh dan uji fluoresein positif. Keratitis
terutama terdapat pada fisura paipebra.
3. Pupil akan terlihat miosis. Tajam penglihatan akan terganggu.
4. Keratitis ini dapat sembuh tanpa cacat, akan tetapi bila radiasi berjalan lama
kerusakan dapat permanen sehingga akan memberikan kekeruhan pada komea.
Keratitis dapat bersifat akibat efek kumulatif sinar ultra violet sehingga gambaran
keratitisnya menjadi berat.
iv. Pengobatan
1. Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika lokal, analgetik, dan mata
ditutup untuk selama 2-3 hari. Biasanya sembuh setelah 48 jam.
u. Sinar lonisasi dan Sinar X
i. Sinar ionisasi dibedakan dalam bentuk:
1. Sinar alfa yang dapat diabaikan
2. Sinar beta yang dapat menembus 1 cm jaringan
3. Sinar gama dan
4. Sinar X
ii. Patofisiologi
1. Sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan katarak dan rusaknya retina. Dosis
kataraktogenik bervariasi dengan energi dan tipe sinar, lensa yang lebih muda dan
lebih peka.
2. Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri sel epitel secara tidak
normal. Sedang sel baru yang berasal dari set germinatif lensa tidak menjadi jarang.
3. Sinar X merusak retina dengan gambaran seperti kerusakan yang diakibatkan
diabetes melitus berupa dilatasi kapiler, perdarahan, mikroaneuris mata, dan
eksudat.
4. Luka bakar akibat sinar X dapat merusak kornea yang mengakibatkan kerusakan
permanen yang sukar diobati. Biasanya akan terlihat sebagai keratitis dengan
iridosiklitis ringan. Pada keadaan yang berat akan mengakibatkan parut konjungtiva
atrofi set goblet yang akan mengganggu fungsi air mata.
iii. Pengobatan
1. Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal dengan steroid 3 kali sehari
dan sikioplegik satu kali sehari.
2. Bila terjadi simblefaron pada konjungtiva dilakukan tindakan pembedahan.

Komplikasi Trauma

v. Glaukoma Sekunder Pasca Truma


i. Trauma dapat mengakibatkan kelainan jaringan dan susunan di dalam mata yang dapat
mengganggu pengaliran cairan mata sehingga menimbulkan glaukoma sekunder. Jenis
kelainan yang menimbulkan glaukoma adalah kontusi sudut.
ii. Glaukoma Kontusi Sudut
1. Etiologi
a. Trauma dapat mengakibatkan tergesernya pangkal iris ke belakang
sehingga terjadi robekan trubekulum dan gangguan fungsi trubeklum ini
akan mengakibatkan hambatan pengaliran keluar cairan mata.
2. Pengobatan
a. Pengobatan biasanya dilakukan seperti mengobati glaukoma terbuka yaitu
dengan obat lokal atau sistemik. Bila tidak terkontrol pengobatan maka
dilakukan pembedahan.
iii. Glaukoma Dengan Dislokasi Lonsa
1. Patofisiologi
a. Akibat trauma tumpul dapat terjadi putusnya zonula Zinn, yang
mengakibatkan kedudukan lensa tidak normal. Kedudukan lensa normal
ini akan mendorong iris ke depan sehingga terjadi penutupan bilik mata.
Penutupan sudut bilik mata akan menghambat pengaliran keluar cairan
mata sehingga akan menimbulkan glaukoma sekunder.
2. Pengobatan
a. Pengobatan yang dilakukan adalah mengangkat penyebab lensa
sehingga sudut terbuka kembali.

Trauma Mekanik

a. Trauma tumpul
 Kelopak
 Palpebra hematom
o Penyebab
Trauma akibat pukulan tinju, atau benda-benda keras lainnya

o Penatalaksanaan
 Pada hematoma kelopak dini dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan
dan menghilangkan rasa sakit
 Bila telah lama, untuk memudahkan absorbsi dapat dilakukan kompres hangat pada kelopak
 Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk kaca mata
yang sedang dipakai, maka keadaan ini disebut sebagai hematoma kaca mata dan
merupakan keadaan sangat gawat. Hematoma kaca mata terjadi akibat pecahnya arteri
oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Darah masuk ke dalam kedua rongga
orbita sampai pada batas septum orbita kelopak mata, akan memberikan bentuk hematoma
ini.
 Konjungtiva
 Edema konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik pada setiap kelainannya,
demikian pula akibat trauma tumpul. Bila kelopak terpajan ke duania luar dan konjungtiva secara
langsung kena angin tanpa mengedip, maka keadaan ini telah dapat mengakibatkan edema pada
konjungtiva.

Penatalaksanaannya : dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan di dalam


selaput lendir konjungtiva.

 Hematom subkonjungtiva
Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat pada atau di
bawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Pecahnya pembuluh darah ini dapat
akibat batuk rejan,trauma tumpul basis kranii, atau pada keadaan pembuluh darah yang rentan dan
mudah pecah. Pembuluh darah akan rentan dan mudah pecah pada usia lanjut, hipertensi,
areriosklerosis, konjungtiva meradang(konjungtivitis), anemia, dan obat-obatan tertentu.

Pengobatan dini yang dapat dilakukan kompres hangat. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang
atau diabsorbsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati

Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu dipastikan bahwa tidak terdapat
robekan di bawah jaringn konjungtiva atau sklera. Kadang-kadang hematoma subkonjungtiva menutupi
keadaan mata yang lebih burukseperti perforasi bola mata. Bila tekanan bola mata rendah disertai tajam
penglihatan menurun dengan hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola
mata untuk mencari adanya ruptur sklera atauterlihatnya jaringan kororid yang menonjol

 Kornea
 Edema kornea
Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat mengakibatkan edema kornea
ataupun malahan ruptur daripada membran Descement. Edema kornea yang berat dapat
mengakibatkan serbukan sel radang dan neurovaskularisaso masuk ke dalam jaringan stroma kornea.

Edema korne akan memberikan keluhan penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola
lampu atau sumber cahaya yang dilihat.kornea akan terlihat keruh, dengan uji plasido yang positif.

Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonikseperti Nacl 5 %. Bila terdapat peninggian
tekananbola mata makadiberikan asetazolamida.

 Erosi kornea
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat diakibatkan oleh
gesekan keras pada epitel kornea. Hal yang dapat mengakibtkan erosi kornea adalah lensa kontak,
sinar ultra violet, debu, dan asap.

Akibatnya kornea yang mempunyai banyak serabut saraf sensibel terkena, maka pasien akan
merasa sakit sekali, dengan blefarospasme, lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan akan terganggu oleh
media kornea yang keruh.

Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang bila di beri pewarnaan fluoresein akan
berwarna hijau. Hati-hati bila memakai obat topikal untuk menghilangkan rasa sakit pada pemeriksaan
karena dapat menambah kerusakan epitel. Pada erosi kornea yang perlu diperhatikan adalah adanya
infeksi yang timbul kemudian akibat barier epitel hilang.

Pengobatan biasanya diberikan sikloplegik untuk menghilangkan rasa sakit ataupun untuk
mengurangkan gejala radang uvea yang mungkin timbul. Antibiotik diberikan dalam bentuk tetes dan
mata ditutup untuk mempercepat tumbuh epitel baru dan mencegah infeksi sekunder. Biasanya bila
tidak terjadi infeksi sekunder erosi kornea yang mengenai seluruh permukaan kornea yang mengenai
seluruh permukaan kornea akan sembuh dalam 3 hari. Pada erosi kornea tidak diberi antibiotik.
Gangguan erosi kornea terhadap penglihatan atau pekerjaan, sangat tergantung pada satu atau
kedua mata terkena erosi. Walaupun pekerja berat, erosi kornea menganggu pekerjaan akibat rasa sakit
meksimum terganggu selam 3 hari.

 Erosi kornea rekuren


 Uvea
 Iridoplegia
Pada trauma tumpul dapat terjadi kelumpuhan otot sfingter pupil sehingga pupil menjadi lebar
atau midriasis. Pupil ini tidak bereaksi terhadap sinar.

Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi, silau akibat gangguan
pengaturan masuknya sinar pada pupil, akan terlihat anisokoria pada pupil.

Iridoplegia ini akan berlangsung beberap hari sampai beberapa minggu. Kadang-kadang tidak
menjadi normal lagi.

Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi istirahat untuk mencegah terjadinya kelelehan
sfingter disertai dengan pemberian.

 Iridodialisis
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga bentuk pupil menjadi
berubah menjadi lonjong. Biasanya iridodialisis terjadi bersama-sama dengan terbentuknya hifema.
Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya. Bila keluhan demikian maka pada pasien sebainya
dilakukan pembedahan dengan melakukan resposisi iris yang terlepas.

 Hifema
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah
bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan

Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.
Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme.

Pasien dengan hifema harus tinggal dan dirawat di rumah sakit. Pasien tidur dengan kepala
miring 60 derajat, diberi koagulansia, dan mata ditutup. Pada anak-anak yang gelisah dapat diberikan
obat penenang. Bila terjadi penyulit glaukoma diberi asetazolamida.

Biasanya hifema akan hilang sempurna. Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari
setelah trauma dapat terjadi perdarahan atau hifema baru yang disebut hifema sekunder yang
pengaruhnya akan lebih hebat karena perdarahan lebih sukar hilang.

Parasentesis atau mengelaurkan darah dari bilik mata depan dilakukan pada pasien dengan
hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam
atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda gifema akan berkurang.

Glaukoma sekunder dapat terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik
mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.

Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan
dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.

 Iridosiklitis
Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga menimbulkan iridosiklitis atau
radang uvea anterior. Pada mata akan terlihat mata merah, suar di dalam bilik mata depan, dan pupil
mengecil. Tajam penglihatan menurun. Pada uveitis anterior diberikan tetes midriatik dan steroid topikal.
Bila terlihat radang berat maka dapat diberikan steroid sistemik.

 Lensa
 Dislokasi lensa
Trauma tumpul lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa akibat putusnya zonula zinn.

Gangguan kedudukan lensa ini dapat dalam bentuk ;

a) Subluksasi lensa
Terjadi akibat zonula zinn putus sebagian sehingga lensa berpindah tempat.

Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang. Subluksasi lensa akan
memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis. Akibat pegangan lensa pada zonula tidak
ada maka lensa yang elastis akan menjadi cembung, dan mata akan menjadi lebih miopia. Lensa
yang menjadi sangat cembung mendorong iris ke depan sehingga sudut bilik mata tertutup. Bila
sudut bilik mata menjadi sempit pada mata ini mudah terjadi glaukoma sekunder.

Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan pada zonula
zinn yang rapuh (sindrom Marphan).

b) Luksasi lensa anterior


Bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma maka lensa dapat masuk ke
dalam bilik mata depan. Akibat lensa terletak di dalam bilik mata depan ini maka akan terjadi
gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata sehingga akan timbul glaukoma kongestif akut
dengan gejala-gejalnya. Pasien akan mengeluh penglihatan menurut mendadak, disertai rasa sakit
yang sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang berat,
edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang
lebar. Tekanan bola mata sangat tinggi. Pasien secepatnya dikirim pada dokter mata untuk
dikeluarkan lensanya dengan terlihat dahulu diberikan asetazolamida untuk menurunkan tekanan
bola mata.

c) Luksasi lensa posterior


Pada keadaan putusnya zonulla zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa
jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di datarn bawah polus posterior fundus okuli. Mata ini
akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa atau afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa
+ 12.0 dioptri untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Pasien akan mengeluh adanya
skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa mengganggu kampus pasien.

 Katarak traumatic
Trauma tumpul dapat mengakibatkan katarak pungtata, selain daripada dapat mengakibatkan
katarak, yang biasanya berjalan lambat, dan proses degenerasinya dapat berjalan lanjut. Proses
degenerasi lanjut ini dapat mengakibatkan pencairan korteks lensa dan bocor melalui kapsul lensa.
Bahan lensa di luar kapsul sebagai benda asing menimbulkan reaksi di dalam bilik mata depan
sehingga menimbulkan reaksi uveitis yang disebut sebagai uveitis fakotoksik dan glaukoma fakolitik.

Bila katark telah menimbulkan reaksi fakolitik maka pasien akan mengeluh mata sakit disertai
dengan gejala uveitis lainnya sehingga lensa perlu dikeluarkan dengan segera.

 Retina dan koroid


 Edema retina dan koroid
Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema retina. Edema retina akan memberiakn
warna retina yang lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan uvea melalui retina yang sembab.
Berbeda dengan oklusi arteri retina sentral dimana terdapat edema retina kecuali daerah makula,
sehingga pada keadaan ini akan terlihat ”cherry red spot” yang berwarna merah. Edema retina akibat
trauma tumpuljuga mengakibatkanedema makula sehingga tidak terdapat cherry red spot.

Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema makula atau edema berlin.
Pada keadaan ini akan terjadi edema yang luas sehingga seluruh polus posterior fundus okuli berwarna
abu-abu.

Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi dapat juga
penglihatan berkurang akibat tertimbunnya daerah makula oleh sel pigmenepitel.

 Ablasi retina
Trauma diduga merupakan pencetus untuk terlepasnya retina dari koroid pada penderita ablasi
retina. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina ini seperti retina tipis
akibat retinitis sanata, miopia, dan proses degenerasi retina lainnya. Bila terjadinya ablasi retina setelah
suatu trauma tidak diketahui dengan jelas karena waktu terjadinya tidak selalu sama.

Pada pasien ekan terdapat keluhan seperti adanya selaput yang seperti tabir menganggu
lapang pandangannya. Bila terkena atau tertutup daerah makula maka tajam penglihatan akan
menurun. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang berwarna abu-abu dengan pembuluh
darah yang terlihat terangkat dan berkelok-kelok. Kadang-kadang terlihat pembuluh darah seperti yang
terputus-putus.

 Rupture koroid
Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat merupakan akibat daripada
ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus posterior bola mata dan melingkar konsentris di
sekitar papil saraf optik. Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea maka tajam
penglihatan akan turun dengan sangat.

Ruptur ini bila tertutup oleh perdarahan subretina agak sukar dilihat akan tetapi bila darah
tersebut telah diabsorbsi maka akan terlihat bagian yang ruptur berwarna putih karena sklera dapat
dilihat langsung tanpa tertutup koroid.

 Saraf optic
 Avulse papilsaraf optic
Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata yang
disebut sebagai avulsi papil saraf optik. Keadaan ini akan mengakibatkan turunnya tajam penglihatan
yang berat dan sering berakhir dengan kebutaan. Penderita perlu dirujuk untuk dinilai kelainan fungsi
retina dan saraf optiknya.

 Optic neuropati traumatic


 Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik, demikian pula perdarahan dan
edema sekitar saraf optik.
 Tanda :
 Penglihatan akan berkurang setelah cidera mata. Terdapat reaksi defek aferen pupil tanpa
adanya kelainan nyata pada retina.
 Tanda lain yang dapat diemukan adalah gangguan penglihatan warna dan lapangan pandang.
Papil saraf optik dapat normal beberapa minggu sebelum menjadi pucat.
 Pengobatan adalah dengan merawat pasien pada waktu dengan memberi steroid. Bila penglihatan
memburuk setelah steroid maka perlu dipertimbangkan untuk pembedahan.

b. Trauma Tajam
 Penetran :menembus bolamata
 Non penetran : menggosok bola mata
Tanda
 Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva saja. Bila robekan konjungtiva ini atau tidak
melebihi 1 cm, maka tidak perlu dilakukan penjahitan. Bila robekan konjungtiva lebih 1 cm diperlukan
tindakan penjahitan untuk mencegah terjadinya granuloma. Pada setiap robekan konjungtiva perlu
diperhatikan terdapatnya robekan sclera bersama-sama dengan robekan konjungtiva tersebut.
 Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola mata maka akan terlihat
tanda-tanda bola mata tembus, seperti:
i. Tajam penglihatan yang menurun
ii. Tekanan bola mata rendah
iii. Bilik mata dangkal
iv. Bentuk dan letak pupil yang berubah
v. Terlihatnya ada ruptur pada kornea atau sklera
vi. Terdapat jaringan yang di proplaps seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca, atau retina
vii. Konjungtiva kemotis
Pengobatan
 Bila terlihat salah satu tanda di atas atau dicurigai adanya perforasi bola mata maka secepatnya
dilakukan pemberian antibiotika topikal dan mata ditutup dan segera dikirim pada dokter mata untulk
dilakukan pembedahan.
 Pada setiap terlihat kemungkinan trauma perforasi sebaiknya dipastikan apakah ada benda asing yang
masuk ke dalam mata dengan membuat foto.
 Pada pasien dengan luka tembus bola mata selamanya diberikan antibiotika sistemik atau intravena dan
pasien dipuasakan untuk tindakan pembedahan.
 Pasien juga diberi anti tetanus profilaktik, analgetika, dan kalau perlu penenang. Sebelum dirujuk mata
tidak diberi salep, karena salep dapat masuk ke dalam mata. Pasien tidak boleh diberi steroid local dan
beban yang diberikan pada mata tidak menekan bola mata.
Etiologi
 Trauma tembus dapat terjadi akibat masuknya benda asing ke dalam bola mata. Benda asing di dalam
bola mata pada dasarnya perlu dikeluarkan. Benda asing yang bersifat magnetik dapat dikeluarkan
dengan alat magnit raksasa. Benda yang tidak magnetik dikeluarkan vitrektomi.
Penyulit
 Penyulit yang dapat timbul pada terdapatnya benda asing intraokular adalah endoftalmitis, panoftalmitis,
ablasi retina, perdarahan intraokular dan ptisis bulbi.

c. Trauma Benda Asing


 Logam dan Non logam
 Binatang

Trauma Non Mekanik

2. Trauma Kimia
Bahan kimia yang dapat mengakibaIkan kelainan pada mata dapat dibedakan dalam bentuk:
1. Trauma Asam
2. Trauma Basa atau Alkali.

Pengaruh bahan kimia sangat bergantung pada:


 pH,
 Kecepatan,
 Jumlah bahan kimia tersebut mengenai mata.
 Dibanding bahan asam, maka trauma oleh bahan alkali cepat dapat merusak dan menembus kornea.

Pengobatan
 Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera.
 lrigasi daerah yang terkena trauma kimia merupa tindakan yang segera harus dilakukan karena dapat
memberikan penyulit yang lebih berat.
 Pembilasan dilakukan dengan memakai garam fisiologi atau air bersih lainnya selama mungkin dan
paling sedikit 15-30 menit.
 Luka bahan kimia harus dibilas secepatnya dengan air yang tersedia pada saat itu seperti dengan air
keran, larutan garam fisiologik, dan asam berat.
 Anestesi topikal diberikan pada keadaan dimana terdapat blefarospasme berat.
 Untuk bahan asam digunakan larutan natrium bikarbonat 3% sedang untuk basa larutan asam borat,
asam asetat 0.5% atau bufer as asetat pH 4.5% untuk menetralisir. Diperhatikan kemungkinan terdapat
benda asing penyebab luka tersebut.
 Untuk bahan basa diberikan EDTA. Pengobatan yang diberi adalah antibiotika topikal, sikioplegik dan
bebat mata selama mata masih sakit.
 Regenerasi epitel akibat asam lemah dan alkali sangat lambat yang biasanya sempurna setelah 3-7
hari.

Klasifikasi
 Trauma Asam
ii. Etiologi
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorga organik (asetat, forniat),d an organik
anhidrat (asetat).
iii. Patofisiologi
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi pengendapan ataupun penggumpalan
protein permukaan sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti
trauma alkali. Biasanya akan terjadi kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Bahan asam dengan
konsentrasi tinggi dapat bereaksi seperti terhadap trauma basa sehingga kerusakan yang
diakibatkannya akan lebih dalam.
iv. Pengobatan
a. Pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secepatnya dan selama mungkin
untuk menghilangkan dan melarutkan bahan yang mengakibatkan trauma.
b. Biasanya trauma akibat asam akan normal kembali, sehingga tajam penglihatan tidak banyak
terganggu.

 Trauma Basa atau Alkali


v. Patofisiologi
a. Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat gawat pada mata.
Alkali akan menembus dengan cepat kornea, bilik mata depan, dan sampai pada jaringan
retina. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia
alkali bersifat koagulasi sel dan terjadi proses persabunan, disertai dengan dehidrasi. Bahan
akustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik.
b. Pada trauma alkali akan terbentuk kolagenase yang akan menambah bertambah kerusakan
kolagen kornea. Alkali yang menembus ke dalam bola mata akan merusak retina sehingga
akan berakhir dengan kebutaan penderita.
vi. Menurut klasifikasi Thoft maka trauma basa dapat dibedakan dalam :
 Derajat 1 hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata
 Derajat 2 hiperemi konjungtiva disertai dengan hilang epitel kornea
 Derajat 3 :hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea
 Derajat 4: konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%.
vii. Pengobatan
a. Tindakan bila terjadi trauma basa adalah dengan secepatnya melakukan irigasi dengan garam
fisiologik. Sebaiknya irigasi dilakukan selama mungkin. Bila mungkin irigasi dilakukan paling
sedikit 60 menit segera setelah trauma.
b. Penderita diberi sikloplegia, antibiotika, EDTA untuk mengikat basa. EDTA diberikan setelah 1
minggu trauma alkali diperlukan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari ke
tujuh.
viii. Penyulit
Penyulit yang dapat timbul trauma alkali adalah
a. Simblefaron,
b. Kekeruhan kornea,
c. Edema dan neovaskularisasi kornea,
d. Katarak, disertai dengan terjadi ftisis bola mata.

3. Trauma Radiasi Elektromagnetik


Trauma radiasi yang sering ditemukan adalah
i. Sinar inframerah
ii. Sinar ultraviolet
iii. Sinar X dan sinar terionisasi
Trauma Sinar Infra Merah
iv. Patofisiologi
Akibat sinar infra merah dapat terjadi pada saat menatap gerhana matahari dan pada saat bekerja
dipemanggangan. Kerusakan ini da terjadi akibat terkonsentrasinya sinar inframerah terlihat. Kaca yang
mencair seperti yang ditemukan di tempat pemanggangan kaca akan menggeluarkan sinar infra merah.
Bila seseorang berada pada jarak kaki sela satu menit di depan kaca yang mencair dan pupilnya lebar
atau midria maka suhu lensa akan naik sebanyak 9 derajat Celcius. Demikian pula yang mengabsorpsi
sinar infra merah akan panas sehingga berakibat tidak baik terhadap kapsul lensa di dekatnya. Absorpsi
sinar infra merah oleh lensa akan mengakibatkan katarak dan eksfoliasi kapsul lensa.
v. Factor resiko terkena
Akibat sinar ini pada lensa maka katarak mudah terjadi pada pekerja industri gelas dan pemanggangan
logam.
vi. DD
1. Sinar infra merah akan mengakibatkan keratitis superfisial, katarak kortikal anterior-posterior dan
koagulasi pada koroid.
2. Bergantung pada beratnya lesi akan terdapat skotoma sement ataupun permanen.
vii. Pengobatan
1. Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk yang sudah terjadi kecuali mencegah terkenanya mata
oleh sinar infra merah ini.
2. Steroid sistemik dan lokal diberikan uniuk mencegah terbentuk jaringan parut pada makula atau untuk
mengurangi gejala radang yang timbul.

Trauma Sinar Ultra Violet (Sinar Las)


viii. Definisi
Sinar ultra violet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak terlihat mempunyai panjang gelombang
antara 350-295 nM.
ix. Patofisiologi
Sinar ultra violet banyak terdapat padd saat bekerja las, dan menatap sinar matahari atau pantulan sinar
matahari di atas salju. Sinar ultraviolet akan segera merusak epitel kornea. Sinar ultra violet biasanya
memberikan kerusakan terbatas pada kornea sehingga kerusakan pada lensa dan retina tidak akan nyata
terlihat. Kerusakan ini akan segera baik kembali setelah beberapa waktu, dan tidak akan memberikan
gangguan tajam penglihatan yang menetap.
x. Tanda dan gejala
1. Pasien yang telah terkena sinar ultra violet akan memberikan keluhan 4-10 jam setelah trauma.
Pasien akan merasa mata sangat sakit mata seperti kelilipan atau kemasukan pasir, fotofobia,
blefarospasme, dan konjungtiva kemotik.
2. Kornea akan menunjukkan adanya infiltrat pada permukaannya, yang kadang-kadang disertai dengan
kornea yang keruh dan uji fluoresein positif. Keratitis terutama terdapat pada fisura paipebra.
3. Pupil akan terlihat miosis. Tajam penglihatan akan terganggu.
4. Keratitis ini dapat sembuh tanpa cacat, akan tetapi bila radiasi berjalan lama kerusakan dapat
permanen sehingga akan memberikan kekeruhan pada komea. Keratitis dapat bersifat akibat efek
kumulatif sinar ultra violet sehingga gambaran keratitisnya menjadi berat.
xi. Pengobatan
Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika lokal, analgetik, dan mata ditutup untuk selama
2-3 hari. Biasanya sembuh setelah 48 jam.

Sinar lonisasi dan Sinar X


Sinar ionisasi dibedakan dalam bentuk:
1. Sinar alfa yang dapat diabaikan
2. Sinar beta yang dapat menembus 1 cm jaringan
3. Sinar gama dan
4. Sinar X
xii. Patofisiologi
1. Sinar ionisasi dan sinar X dapat mengakibatkan katarak dan rusaknya retina. Dosis kataraktogenik
bervariasi dengan energi dan tipe sinar, lensa yang lebih muda dan lebih peka.
2. Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri sel epitel secara tidak normal. Sedang sel baru
yang berasal dari set germinatif lensa tidak menjadi jarang.
3. Sinar X merusak retina dengan gambaran seperti kerusakan yang diakibatkan diabetes melitus
berupa dilatasi kapiler, perdarahan, mikroaneuris mata, dan eksudat.
4. Luka bakar akibat sinar X dapat merusak kornea yang mengakibatkan kerusakan permanen yang
sukar diobati. Biasanya akan terlihat sebagai keratitis dengan iridosiklitis ringan. Pada keadaan yang
berat akan mengakibatkan parut konjungtiva atrofi set goblet yang akan mengganggu fungsi air mata.
xiii. Pengobatan
1. Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal dengan steroid 3 kali sehari dan sikioplegik satu
kali sehari.
2. Bila terjadi simblefaron pada konjungtiva dilakukan tindakan pembedahan.

(Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Prof.dr.H. Sidarta Ilyas. SpM

Anda mungkin juga menyukai