Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Lebih dari 1.7 juta orang Indonesia berpotensi mengalami gangguan tiroid.
Walaupun tiroid merupakan masalah kesehatan secara umum, pada beberapa
pasien gangguan tiroid bisa tidak terdiagnosa selama bertahun-tahun. Masalah
utama yang sering muncul pada gangguan tiroid yaitu hipotiroid dan hipertiroid.
WHO Global Database on Iodine Deficiency 2004 menyatakan proporsi anak usia
sekolah (6-12 tahun) mengalami defisiensi iodium sebesar 285.4 juta dan pada
populasi umum sebesar 1.988 milyar penduduk dunia. Di Asia, terdapat 187 juta
(38.3%) anak usia sekolah (6-12 tahun) dan 1.2 milyar populasi umum (35.6%)
dengan defisiensi iodium. Regional Oceania terdapat 2,1 juta (59,4%) anak usia
sekolah (6-12 tahun) dan 19,2 juta populasi umum (64,5%). Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia merupakan masalah yang serius
karena mempunyai dampak yang besar terhadap kelangsungan hidup dan kualitas
sumber daya manusia. Diperkirakan sebanyak 200-800 juta orang yang
mengalami kekurangan yodium. Hasil survei nasional pemetaan GAKY
(gangguan Akibat Kekurangan Yodium) menunjukkan bahwa sebanyak 42 juta
penduduk tinggal di daerah endemik.1
Hipertiroid pada anak dan remaja sebagian besar merupakan penyakit
autoimun. Sampai saat ini belum didapatkan angka yang pasti insiden dan
prevalensi hipertiroid pada anak-anak di Indonesia. Dalam sebuah studi berbasis
populasi nasional hipertiroid di Inggris dan Irlandia pada tahun 2004, insiden
tahunan hipertiroid adalah 0,9 per 100.000 anak <15 tahun, dengan penyakit
Graves merupakan 96 persen dari kasus.2 Sebuah studi nasional dari Denmark
melaporkan insidensi hipertiroid adalah 0,79 per 100.000 pada anak <15 tahun
dalam jangka waktu 1982 hingga 1988, dan meningkat dua kali lipat sebanyak
1,58 per 100.000 di tahun-tahun 1998-2012.3 Sebuah laporan menggunakan data
dari National Health and Nutritional Examination Surveys (NHANES)
menganalisa remaja dan dewasa muda, menemukan bahwa tirotoksikosis lebih
umum pada orang kulit hitam non-Hispanik daripadaorang Meksiko-Amerika atau
kulit putih non-Hispanik.4 Dalam laporan dari 143 anak-anak dengan penyakit
Graves, 38 persen didiagnosis prapubertas.5 Anak perempuan lebih sering terkena
daripada anak laki-laki, dengan perbandingan sekitar 5:1. Rasio ini jauh lebih
rendah di antara anak-anak muda, menunjukkan bahwa sekresi estrogen dalam
beberapa cara mempengaruhi terjadinya penyakit Graves.2
Krisis tiroid, juga disebut sebagai badai tiroid, adalah keadaan
hipermetabolik akut yang mengancam jiwa, yang disebabkan oleh pelepasan
berlebihan hormon tiroid pada individu dengan tirotoksikosis. Krisis tiroid
mungkin presentasi awal dari tirotoksikosis pada anak-anak yang tidak
terdiagnosis, terutama pada neonatus. Presentasi klinis termasuk demam,
takikardia, hipertensi, dan kelainan neurologis dan GI. Hipertensi dapat diikuti
oleh gagal jantung kongestif yang berhubungan dengan hipotensi dan shock.
Karena badai tiroid hampir selalu berakibat fatal jika tidak diobati, diagnosis yang
cepat dan pengobatan agresif sangat penting. Untungnya, kondisi ini sangat jarang
terjadi pada anak-anak.6
Badai tiroid adalah kedaruratan yang mengancam jiwa akut. Jika tidak
diobati, badai tiroid hampir selalu berakibat fatal pada orang dewasa (tingkat
kematian 90%) dan kemungkinan akan menyebabkan hasil yang sama berat pada
anak, meskipun kondisi ini sangat jarang pada anak-anak bahwa data ini tidak
tersedia. Dengan terapi antitiroid yang adekuat dan blokade simpatik, perbaikan
klinis seharusnya terjadi dalam waktu 24 jam. Terapi yang memadai harus
menyelesaikan krisis dalam waktu seminggu. Pengobatan untuk orang dewasa
telah mengurangi angka kematian kurang dari 20%.7 Dengan penanganan dini
krisis tiroid, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 20% dan
prognosis biasanya akan baik.8
Pada kasus ini akan dibahas mengenai pasien anak perempuan usia 13
tahun 3 bulan dengan diagnosa struma dan krisis tiroid. Diharapkan melalui
laporan kasus ini kedepannya dapat dijadikan bahan pembelajaran sehingga dapat
dilakukan penanganan yang efektif sehingga dapat menekan angka mortalitas dan
morbiditas yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup anak di
kemudian hari.
BAB II
PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. NS
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Status : Belum Menikah
Alamat : ??
Tanggal Lahir : 04 Juni 1992
Tanggal masuk : ??
Pukul : 21.20 wib

II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh melalui Alloanamnesa dari keluarga pasien.

A. Keluhan Utama

Os datang dengan keluhan berdebar-debar sejak siang hari SMRS.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang laki-laki berusia 26 tahun datang bersama keluarganya ke
UGD RSUD dengan keluhan berdebar-debar ,sesak napas sampai keringat
berlebih sejak siang hari SMRS dan semakin memberat. Sebelumnya os
juga mengalami demam 3 hari, mengeluh batuk berdahak ± 2 hari. Os
mengeluh dada sebelah kiri terasa sakit dan tangan pasien sering gemetar.
Pasien mengeluhkan nafsu makan menurun. Os juga mengaku mengalami
penurunan BB dari 52 kg menjadi 42 kg, mata terasa semakin menonjol
sekitar 4 bulan belakangan ini, kemudian BAB 3 – 4 kali sehari. Saat
dibawa Os sudah mulai sering mengantuk dan kadang susah untuk
dibangunkan
C. Riwayat Penyakit Terdahulu
- Hipertiroid
D. Riwayat Pemakaian Obat
- Propanolol
E. Riwayat Penyakit Keluarga
- Saudara laki laki dan saudara perempuan mempunyai riwayat gondok
(hipertiroid)

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum
- Keadaan umum : Tampak sakit berat
- Kesadaran : Somnolen
B. Tanda vital
- BB : 42 kg
- Tekanan Darah : 130/90 mmHg
- Nadi : 150 x/i, reguler
- Pernafasan : 30 x/menit
- Suhu : 38,5º C
C. Kepala : Normocephali
D. Mata : Mata cekung (-/-),konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik(-/-),pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+),
eksopthalmus(+/+)
E. Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-
/-)
F. Mulut : Bibir simetris, bibir kering (-), T1/T1
G. Telinga : Normotis, nyeri tarik (-), nyeri tekan tragus (-),
serumen (-)
H. Leher : Terdapat massa menonjol di leher bagian tengah
dengan konsistensi kenyal dengan diameter 5 cm, mobile (+) Pembesaran
KGB (-)
I. Thorax
Cor
- Inspeksi : Iktus kordis tampak
- Palpasi : Iktus kordis teraba
- Perkusi : Batas jantung
Kanan : RIC V LSD
Kiri : RIC V 1 jari lateral LMCS
- Auskultasi: BJ I-II intensitas cepat , reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
- Inspeksi : Simetris kanan = kiri
- Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Redup pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : bronkial kanan-kiri, Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
- Inspeksi : Mencembung, tidak tampak efloresensi yang bermakna
- Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor
kulit baik

- Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)


- Auskultasi : Bising usus (+) N
J. Ekstremitas :
Akral Dingin + + Sianosis
- -
+ + - -
Oedem
+ +
+ +
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Cek Darah rutin

Laboratorium darah rutin dan kimia darah


Hemoglobin : 14,9 g/dl
Sel darah putih : 10.790/uL
Sel darah merah : 5,95 juta/uL
Trombosit : 323.000/uL
Hematokrit
 Cek EKG ( atas indikasi ) : 34%

- Kesan SVT
 GDS : 97

V. DIAGNOSA KERJA
 Krisis Tiroid

VI. DIAGNOSA BANDING


 Hipertirodisme
 Anxietas
 Gagal Jantung
VII. TERAPI DARI IGD
 O2 6 – 7 lpm
 Inj. Fargoxin 1 amp habis dalam 10 menit
 Inj. Omz 2x1 amp
 Inj. Ondansetron 2x1 amp
 PCT 3x500 mg
 Propanolol 3x20mg
 Thyrozol 1x1
 Inj. Ceftriaxon 2x1gr
 Cek elektrolit, albumin, kimia klinik
 Rawat ICU
 Pasang DC, NGT
 Foto thorax
VI. PROGNOSIS
- Ad Vitam : Ad Malam
- Ad Functionam : Ad Malam
- Ad Sanationam : Ad Malam

VII. FOLLOW UP
S O A P
Penurunan Td: 60/40 - Krisis Mencoba jalur
Kesadaran N : 110x/m lemah Hipertiroid iv line tak
RR : 32x/m - Syok terpasang, Kie
GCS : 6 kardiogenik keluarga pasien
Analisa Kasus

Dilihat dari gejala yang ditimbulkan pada kasus ini, pasien ini lebih mengarah
kepada hipertiroid.

Hipertiroid
Definisi
Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang
beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan
oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. Dengan kata lain hipertiroid terjadi karena
adanya peningkatan hormon tiroid dalam darah dan biasanya berkaitan dengan
keadaan klinis tirotoksikosis
Etiologi
Penyebab hipertiroidisme sebagian besar adalah penyakit Graves, goiter
miltinodular toksik dan mononodular toksik. Hipertiroidisme pada penyakit
Graves adalah akibat antibodi reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid.
Sedang pada goiter multinodular toksik ada hubungannya dengan autoimun tiroid
itu sendiri.
Penyakit graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang
penyebabnya tidak diketahui. Terdapat predisposisi familial kuat pada sekitar 15%
pasien graves mempunyai keluarga dekat dengan kelainan yang sama dan kira-
kira 50% keluarga pasien dengan penyakit graves mempunyai autoantibodi tiroid
yang beredar dalam darah. Wanita terkena kira-kira 5 kali lebih banyak dari pada
pria. Penyakit ini terjadi pada segala umur dengan insidensi puncak pada
kelompok umur 20-40 tahun.
Manifestasi Klinik
Pada individu yang lebih muda manifestasi yang umum termasuk palpitasi,
kegelisahan, mudah lelah dan diare, banyak keringat, tidak tahan panas, dan
senang dingin. Sering terjadi penurunan berat badan jelas, tanpa penurunan nafsu
makan. Pembesaran tiroid, tanda-tanda tirotoksikosis pada mata, dan takikardi
ringan umumnya terjadi. Kelemahan otot dan berkurangnya massa otot dapat
sangat berat sehingga pasien tidak dapat berdiri dari kursi tanpa bantuan. Pada
anak-anak terdapat pertumbuhan cepat dengan pematangan tulang yang lebih
cepat. Terjadinya hipertiroidisme biasanya perlahan-lahan dalam beberapa bulan
sampai beberapa tahun. Manifestasi klinis yang paling sering adalah penurunan
berat badan, kelelahan, tremor, gugup, berkeringat banyak, tidak tahan panas,
palpitasi, dan pembesaran tiroid. Penurunan berat badan meskipun nafsu makan
bertambah dan tidak tahan panas adalah sangat spesifik, sehingga segera
dipikirkan adanya hipertiroidisme.
Penderita hipertiroidisme memiliki bola mata yang menonjol yang disebut
dengan eksoftalmus, yang disebabkan oleh edema daerah retro-orbita dan
degenerasi otot-otot ekstraokuli. Penyebabnya juga diduga akibat proses
autoimun. Eksoftalmus berat dapat menyebabkan teregangnya N. Optikus
sehingga penglihatan akan rusak.
Payah jantung yang tidak dapat diterangkan pada umur pertengahan harus
dipikirkan hipertiroidisme, terutama bila ditemukan juga curah jantung yang
tinggi atau atrium fibrilasi yang tidak dapat diterangkan.
Patofisiologi

Hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dibentuk di sel epitel (tirosit)
yang mengelilingi folikel kelenjar tiroid. Pembentukan dan pelepasan T3 dan T4
serta pertumbuhan kelenjar tiroid dirangsang oleh tirotropin (TSH) dari hipofisis
anterior. Pelepasannya selanjutnya dirangsang oleh tirolibelin (TRH) dari
hipotalamus. Stres dan esterogen akan meningkatkan pelepasan TSH, sedangkan
glukokortikoid, somastotatin, dan dopamine akan menghambatnya.

Efek yang umum dari hormon tiroid adalah mengaktifkan transkripsi inti
sejumlah besar gen. Oleh karena itu, di semua sel tubuh sejumlah besar enzim
protein, protein struktural, protein transpor, dan zat lainnya akan disintesis. Hasil
akhirnya adalah peningkatan menyeluruh aktivitas fungsional di seluruh tubuh.
Hormon tiroid meningkatkan aktivitas metabolik selular dengan cara
meningkatkan aktivitas dan jumlah sel mitokondria, serta meningkatkan transpor
aktif ion-ion melalui membran sel. Hormon tiroid juga mempunyai efek yang
umum juga spesifik terhadap pertumbuhan. Efek yang penting dari fungsi ini
adalah meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak selama kehidupan
janin dan beberapa tahun pertama kehidupan pascalahir. Efek hormon tiroid pada
mekanisme tubuh yang spesifik meliputi peningkatan metabolisme karbohidrat
dan lemak, peningkatan kebutuhan vitamin, meningkatkan laju metabolisme
basal, dan menurunkan berat badan. Sedangkan efek pada sistem kardiovaskular
meliputi peningkatan aliran darah dan curah jantung, peningkatan frekuensi
denyut jantung, dan peningkatan kekuatan jantung. Efek lainnya antara lain
peningkatan pernafasan, peningkatan motilitas saluran cerna, efek merangsang
pada sistem saraf pusat (SSP), peningkatan fungsi otot, dan meningkatkan
kecepatan sekresi sebagian besar kelenjar endokrin lain.
Diagnosis
Diagnosis hipertiroid dengan berdasarkan tanda dan gejala klinis dapat ditegakkan
dengan penilaian Indeks Wayne pada kasus ini :

Hasil score

<11 = eutiroid

11-18 = normal

≥ 20 = hipertiroid

Total skor pada pasien ini adalah 30 , sehingga berdasarkan Indeks Wayne
dan newcastle, pasien tersebut dapat dikategorikan hipertiroid. Pada kasus ini,
gejala dengan sesak napas yang berlebihan, demam tinggi, dan ritme jantung yang
sangat cepat mengarahkan kepada kondisi hipertiroid yang mengancam nyawa
(krisis tiroid).
Krisis tiroid yaitu kondisi hipermetabolik ( keadaan klinis
hipertiroidisme) mengancam jiwa di tandai demam tinggi, gangguan KV, sistem
saraf, dan sistem saluran cerna. Diagnosis krisis tiroid dengan berdasarkan tanda
dan gejala klinis dapat ditegakkan dengan penilaian Kriteria Burch dan
Wartofsky pada kasus ini :

Tabel Skor Kriteria Burch dan Wartofsky untuk Diagnosis Krisis Tiroid
KRITERIA SKOR
Disfungsi Pengaturan Suhu
Suhu 37,2°– 37,7°C 5
Suhu 37,8° - 38,2°C 10
Suhu 38,3° - 38,8°C 15
Suhu 38,9° - 39,3°C 20
Suhu 39,4° - 39,9°C 25
Suhu 40°C atau lebih 30
Gangguan Sistem Saraf Pusat
Tidak Ada 0
Gelisah 10
Delirium 20
Kejang atau Koma 30
Disfungsi Gastrointestinal
Tidak ada 0
Diare, mual, muntah, nyeri abdomen 10
Ikterik 20
Disfungsi Kardiovaskular (kali/menit)
90 – 109 5
110 – 119 10
120 – 129 15
130 – 139 20
≥ 140 25
Gagal Jantung Kongestif
Tidak Ada 0
Ringan ( udem) 5
Sedang ( ronki basah basal) 10
Berat ( edema paru) 15 (tidak dapat dilakukan foto
thoraks)
Fibrilasi Atrium
Tidak Ada 0 ( tidak dapat dilakukan, tidak ada
EKG)
Ada 10
Riwayat adanya kondisi/penyakit
pemicu
Tidak ada 0
Ada 10

>45: Terdapat badai tiroid; 25-44: Kemungkinan adanya badai tiroid; <25:
Bukan badai tiroid

Total skor pada pasien ini adalah 70 , sehingga berdasarkan Skor Kriteria Burch
dan Wartofsky untuk Diagnosis Krisis Tiroid, pasien tersebut dapat
dikategorikan krisis tiroid.
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Krisis Tiroid

Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam nyawa dan


ditandai oleh demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan
sistem saluran cerna.

2.2. Etiologi

Krisis tiroid sering terjadi pada pasien dengan hipertiroid yang tidak
diberikan terapi atau mendapat terapi yang tidak adekuat, dan dipicu oleh adanya
infeksi, trauma, pembedahan tiroid atau diabetes melitus yang tidak terkontrol.
Urut/pijat pada kelenjar tiroid atau gondok dan operasi pada bagian tubuh lainnya
pada penderita hipertiroid yang belum terkontrol hormon tiroidnya.

2.3. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya krisis tiroid belum sepenuhnya diketahui. Krisis


tiroid merupakan bentuk lanjut atau komplikasi dari hipertiroid. Hipertiroid
merupakan kondisi tiroid yang disekresikan meningkat. Pelepasan hormon tiroid
yang cepat hingga ke aliran darah dipengaruhi oleh kondisi tubuh setelah diberi
yodium radioaktif, pembedahan tiroid, dan dosis berlebih hormon tiroid. Dosis
hormon berlebih dari hormon tiroid juga bisa dipengaruhi oleh keadaan seseorang
hipertiroid lama dan menolak dilakukan tiroidektomi. Selain itu adanya gangguan
pada hipofisis dan hipotalamus menyebabkan kadar TSH dan TRH meningkat.
Kedua hormone akan menstimulus kelenjar tiroid untuk produksi hormon tiroid
secara terus menerus. Kondisi seperti ini menyebabkan hormon tiroid terus
diproduksi sehingga jumlah hormon tiroid dan tiroid bebas di sistemik maupun
seluler meningkat.

Kecepatan peningkatan hormon tiroid (T3 dan T4) yang bersirkulasi di


sistemik akan memperburuk kondisi tiroksisitas. Kondisi tirotoksikosis
berhubungan dengan peningkatan konsumsi oksigen dan penggunaan bahan bakar
metabolik yang berhubungan dengan keadaan hipermetabolik, serta peningkatan
aktivitas sistem saraf simpatik yang terjadi.

Banyaknya hormon bebas ini menyebabkan peningkatan ambilan seluler


hormon tiroid yaitu pengambilan hormon tiroid dari seluler. Selain itu
kemungkinan juga dapat terjadi intoleransi jaringan terhadap T3 dan T4 sehingga
dapat berkembang menjadi krisis tiroid.

Jumlah hormon tiroid yang meningkat menyebabkan kebutuhan O2


meningkat metabolisme meningkat 60 hingga 100% di atas normal. Hal ini
menyebabkan ketidakseimbangan antara energi yang diproduksi dengan energi
yang digunakan. Produksi akhir metabolisme yang meningkat menyebabkan
tubuh merespon dengan menaikkan suhu tubuh, produksi panas meningkat dan
kondisi menjadi hipertermi.

Jumlah hormon tiroid yang terus meningkat menyebabkan kondisi


hipermetabolik sel-sel di usus halus. Hipermetabolik di sel-sel usus halus ini
menyebabkan motilitas usus juga meningkat. Waktu penyerapan nutrisi dan
mineral (air) menurun sehingga konsistensi feses menjadi encer dan menyebabkan
diare. Penyerapan nutrisi menurun dan menyebabkan kondisi ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan.

Jumlah hormon tiroid yang terus meningkat menyebabkan kadar albumin


semakin menurun. Fungsi albumin adalah membawa hormon tiroid, asam lemak
dan unsur-unsur yang kurang larut dalam air agar dapat melewati plasma darah
dan cairan sel. Oleh karena T3 dan T4 yang terus naik menyebabkan metabolisme
lemak terganggu sehingga asam lemak bebas meningkat maka kerja albumin
semakin berat. Jumlah albumin di dalam plasma semakin rendah tidak mampu
membawa hormon tiroid ke sel target dan tidak mampu membawa asam lemak
menuju hati. Kadar kolesterol darah meningkat, volume darah tidak mampu
dipertahankan dengan baik sehingga terjadi penimbunan cairan di jaringan.
Gejala klinis

Penegakan diagnosis krisis tiroid lebih didasarkan pada gambaran klinis


dibandingkan dengan hasil uji laboratorium yang hasilnya tidak segera didapat,
dengan demikian pengelolaan krisis tiroid tidak perlu menunggu hasil uji fungsi
tiroid. Diagnosis didasarkan atas riwayat penyakit (tanda-tanda tiroksikosis yang
berat : berdebar-debar, keringat berlebihan, berat badan turun drastis, diare, sesak
nafas, gangguan kesadaran).

Pada anamnesis biasanya penderita akan mengeluh adanya kehilangan


berat badan sebesar 15% dari berat badan sebelumnya, nyeri dada, menstruasi
yang tidak teratur pada wanita, sesak nafas, mudah lelah, banyak berkeringat,
gelisah dan emosi yang tidak stabil, dapat juga menimbulkan keluhan
gastrointestinal seperti mual, muntah, nyeri perut.

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam ( hiperpireksi 38,5) bahkan


dapat mengalami hiperpireksia hingga melebihi 41oC dan keringat berlebih.
Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan antara lain hipertensi dengan tekanan
nadi yang melebar atau hipotensi pada fase berikutnya dan disertai syok.
Takikardi terjadi tidak bersesuaian dengan demam. Tanda-tanda gagal jantung
antara lain aritmia (paling banyak supraventrikular seperti fibrilasi atrium, tetapi
takikardi ventrikular juga dapat terjadi). Sedangkan tanda-tanda neurologik
mencakup agitasi dan kebingungan, tremor, kejang, dan koma.

Karena tingkat mortalitas krisis tiroid amat tinggi, maka kecurigaan krisis
aja cukup menjadi dasar mengadakan tindakan agresif dengan menggunakanskor
indeks klinis krisis tiroid dari Burch-Wartosky. Skor menekankan 3 gejala pokok,
yaitu: hipertermia, takikardi, dan disfungsi susunan saraf.
Tabel Skor Kriteria Burch dan Wartofsky untuk Diagnosis Krisis Tiroid
KRITERIA SKOR
Disfungsi Pengaturan Suhu
Suhu 37,2°– 37,7°C 5
Suhu 37,8° - 38,2°C 10
Suhu 38,3° - 38,8°C 15
Suhu 38,9° - 39,3°C 20
Suhu 39,4° - 39,9°C 25
Suhu 40°C atau lebih 30
Gangguan Sistem Saraf Pusat
Tidak Ada 0
Gelisah 10
Delirium 20
Kejang atau Koma 30
Disfungsi Gastrointestinal
Tidak ada 0
Diare, mual, muntah, nyeri abdomen 10
Ikterik 20
Disfungsi Kardiovaskular (kali/menit)
90 – 109 5
110 – 119 10
120 – 129 15
130 – 139 20
≥ 140 25
Gagal Jantung Kongestif
Tidak Ada 0
Ringan ( udem) 5
Sedang ( ronki basah basal) 10
Berat ( edema paru) 15
Fibrilasi Atrium
Tidak Ada 0
Ada 10

>45: Terdapat badai tiroid; 25-44: Kemungkinan adanya badai tiroid; <25:
Bukan badai tiroid

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada


gambaran laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi
tidak boleh ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium
atas tirotoksikosis. Pada pemeriksaan status tiroid, biasanya akan ditemukan
konsisten dengan keadaan hipertiroidisme dan bermanfaat hanya jika pasien
belum terdiagnosis sebelumnya. Hasil pemeriksaan mungkin tidak akan didapat
dengan cepat dan biasanya tidak membantu untuk penanganan segera. Temuan
biasanya mencakup peningkatan kadar T3, T4 dan bentuk bebasnya, peningkatan
uptake resin T3, penurunan kadar TSH, dan peningkatan uptake iodium 24 jam.

Kadar TSH tidak menurun pada keadaan sekresi TSH berlebihan tetapi
hal ini jarang terjadi. Tes fungsi hati umumnya menunjukkan kelainan yang tidak
spesifik, seperti peningkatan kadar serum untuk SGOT, SGPT, LDH, kreatinin
kinase, alkali fosfatase, dan bilirubin. Pada analisis gas darah, pengukuran kadar
gas darah maupun elektrolit dan urinalisis dilakukan untuk menilai dan memonitor
penanganan jangka pendek.

Penatalaksanaan

Berdasarkan American Thyroid Association, pengobatan krisis tiroid


diantaranya dengan pemberian beta-blocker, obat anti tiroid, iodine, dan
kortikosteroid. Penanganan bersifat suportif dengan menjaga suhu tubuh pasien
dengan meletakkan selimut pendingin atau cooling blanket dan pemberian
asetaminofen. Pasien dengan badai tiroid layaknya dilakukan resusitasi cairan,
pernapasan suportif, dan monitoring di unit penanganan insentif.

Penatalaksanaan sama seperti pada pasien dengan hipertiroidisme, hanya


saja dosis obat yang diberikan lebih tinggi. Untuk blokade produksi hormon tiroid
digunakan PTU dosis 300 mg tiap 4-6 jam atau metimazol 20-30 mg tiap 4 jam.
Solusio lugol digunakan untuk blokade ekskresi hormon tiroid dengan dosis 8
tetes tiap 6 jam.

Pada pasien dengan krisis tiroid harus segera ditangani di instalasi gawat
darurat (ICU). Secara umum penanganan awal dapat diberikan cairan untuk
rehidrasi dan koreksi elektrolit NaCL, cairan lain dan kalori (glukosa), vitamin,
oksigen, bila perlu obat sedasi. Propanolol merupakan obat pilihan pertama yang
digunakan sebagai terapi inisial, bisa diberikan secara intravena atau oral. Dosis
yang diberikan 1mg/menit sampai beberapa mg hingga efek yang diinginkan
tercapai atau 2-4 mg/jam secara intravena atau 60-80 mg/4 jam secara oral.
Pemberian hidrokortison 100 mg tiap 8 jam (atau deksametason 2 mg tiap 6 jam),
sangat diperlukan pada setiap penanganan krisis tiroid. Rasional pemberian ialah
karena adanya defisiensi steroid akibat hipermetabolisme dan untuk menghambat
konversi perifer T4. Bila pasien refrakter terhadap terapi di atas maka dapat
dilakukan plasmaferesis. Setelah faktor pencetus diatasi, respon pasien umumnya
akan terlihat membaik dalam 24 jam, meskipun ada yang berlanjut hingga
seminggu. Prognosis baik jika diagnosis ditegakkan secara dini dengan
penanganan yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA

Alwi I, dkk.Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.Panduan Praktik


Klinis.Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.2015.Cetakan
I.Interna Publishing.Jakarta.

Djokomoeljanto R. 2010. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme.


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing. Mignecco A, Ojetti V et al.
2005. Management of Tthytoxic crisis. European Review for Medical and
Pharmacological Sciences. Vol 9(69-74)

Jurnal Biomwdik (JBM).Volume 6. Nomor 1. Maret 2014 : hal (14 - 22). e-


Journal. Wantania . Penatalaksanaan Jantung Tiroid.2014. www.google.com

Jurnal Badai Tiroid. Endokrin Metabolik & Diabetik. Departemen Penyakit


Dalam. FK USU : Medan 2016. e- Journal www.google.com

Shahab A. Penyakit Graves (struma diffusa toksik) diagnosis dan


penatalaksanaannya. Bullletin PIKI4 : seri endokrinologi-metabolisme. 2002:9-
18.

Anda mungkin juga menyukai