Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN

KEGIATAN MAGANG MAHASISWA

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI JAMUR PADA PAKAN UNGGAS DENGAN

MEDIA SABAURAUD DEXTROSE AGAR (SDA)

Disusun oleh :

Veronicha Lidya Prasetya

M0415061

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2018

i
LAPORAN KEGIATAN MAGANG MAHASISWA

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI JAMUR PADA PAKAN UNGGAS DENGAN

MEDIA SABAURAUD DEXTROSE AGAR (SDA)

Disusun oleh :

Veronicha Lidya Prasetya

M0415061

Dinyatakan Sah dan Lengkap

Pada Tanggal

Pembimbing Lapangan Pembimbing Magang

drh. Jamilah Utami Dr. Artini Pangastuti, M.Si.


NIK. 3314067107780874 NIP. 197505312000032001

Mengetahui

Koordinator Laboratorium Kesehatan Kepala Program Studi


Hewan Surakarta Biologi

drh. Ni Nyoman Desi Andarsari Dr. Ratna Setyaningsih, M.Si.


NIP. 197712282008012007 NIP. 196607141999032001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah mengaruniakan berkat dan

kemampuan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Kegiatan Magang Mahasiswa

(KMM) yang berjudul “Isolasi dan Identifikasi Jamur pada Pakan Unggas dengan Media

Sabauraud Dextrose Agar (SDA)”. Penyusunan laporan ini bertujuan untuk memenuhi

salah satu persyaratan setelah mengikuti Kegiatan Magang Mahasiswa (KMM).

Penulis memohon maaf untuk kekurangan yang terdapat pada laporan Kegiatan

Magang Mahasiswa (KMM) ini. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk membangun

penulis dalam menghasilkan tulisan yang lebih baik. Penulis berharap laporan Kegiatan

Magang Mahasiswa (KMM) ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Selain itu, penulis

berharap karya ini dapat menjadi referensi untuk dapat menghasilkan karya lain.

Surakarta, Mei 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………i

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………….ii

KATA PENGANTAR……………………………………………………………....iii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………..iv

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………1

A. Latar Belakang……………………………………………………………….1

B. Rumusan Masalah……………………………………………………………2

C. Tujuan………………………………………………………………………..2

D. Manfaat………………………………………………………………………2

BAB II PROFIL INSTITUSI MITRA……………………………………………….3

A. Visi dan Misi…………………………………………………………………3

B. Struktur Organisasi…………………………………………………………...3

C. Lokasi………………………………………………………………………...4

D. Produk Layanan……………………………………………………………...4

E. Persyaratan Pelayanan……………………………………………………….5

F. Penanganan Pengaduan……………………………………………………...6

BAB III TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………8

A. Pakan Ternak………………………………………………………………...8

B. Jamur Penginfeksi Pakan…………………………………………………...10

iv
BAB IV PROGRAM KERJA………………………………………………………11

A. Waktu dan Tempat Kegiatan………………………………………………..11

B. Alat dan Bahan….…………………………………………………………..11

C. Cara Kerja…………………………………………………………………..12

D. Analisis Data………………………………………………………………..14

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………….15

A. Pertumbuhan Jamur pada Media……………………………………………15

B. Pengamatan Mikroskopis Jamur……………………………………………16

BAB VI PENUTUP………………………………………………………………...20

A. Kesimpulan…………………………………………………………………20

B. Saran………………………………………………………………………. 20

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………21

LAMPIRAN………………………………………………………………………...23

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bahan makanan dapat tercemar dengan adanya beberapa patogen-patogen

penyakit seperti bakteri, jamur, virus, dan parasit. Selain itu, dapat disebabkan

oleh residu pestisida serta bahan tambahan pangan. Jamur pencemar bahan

makanan yaitu Aspergillus sp., Penicilium sp, dan Fusarium sp. (Sembel, 2015).

Mikroorganisme yang menghasilkan toksin yang tumbuh pada bahan

pangan dapat berupa mikotoksin. Mikotoksin merupakan racun yang dihasilkan

dari jenis kapang yang umum seperti Aspergillus sp., Penicilium sp, dan Fusarium

sp. Jenis kacang-kacangan dan biji-bijian banyak ditumbuhi oleh kapang.

Aflatoksin ditemukan pada kacang tanah, jagung, dan biji kapas yang ditumbuhi

oleh Aspergillus flavus (Mardiah dkk, 2006).

Jamur yang dapat mengganggu ayam dan hewan ternak yang lain yaitu

jamur yang menulari bahan pangan yang berada di ladang sebelum dilakukan

pemanenan maupun jamur yang disimpan setelah dilakukan pemanenan. Selain

itu, jamur dapat ditemukan pada campuran bahan makanan dalam bak-bak

makanan maupun jamur yang berada pada saluran pencernaan maupun saluran

pernapasan ayam. Jamur yang ditemukan sebelum maupun sesudah pemanenan

dan pada campuran bahan makanan dapat mengurangi nilai gizi bahan makanan

tersebut akibat adanya produksi toksin (mitotoksin). Sedangkan jamur yang

berada pada saluran pencernaan maupun saluran pernapasan ayam dapat

1
menyebabkan penyakit patologis. Jamur yang menulari hasil panen yaitu

Diplodia, Gibberella, Fusarium, Cladosporium, Nigospora, dan Cephalosporium

(Anggorodi, 1985).

Oleh karena itu, isolasi dan identifikasi jamur pada bahan pangan perlu

dilakukan untuk dapat mengetahui dampak yang dapat ditimbulkan pada unggas

dan mencegah setiap penyakit yang akan menyerang unggas apabila

terkontaminasi oleh jamur.

B. PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana cara mengisolasi jamur pada pakan unggas?

2. Apa saja jamur yang diidentifikasi pada pakan unggas?

C. TUJUAN KMM/MAGANG

1. Mengetahui cara mengisolasi jamur pada pakan unggas.

2. Mengetahui jamur yang diidentifikasi pada pakan unggas.

D. MANFAAT KMM/MAGANG

Manfaat penelitian yang dilakukan yaitu untuk dapat memberikan

informasi mengenai kontaminasi jamur pada pakan unggas sehingga dapat

dilakukan berbagai upaya pencegahan untuk melindungi unggas dari berbagai

penyakit.

2
BAB II

PROFIL INSTITUSI MITRA

A. VISI DAN MISI

1. VISI

Terwujudnya hubungan kerja yang harmonis dengan mitra kerja

laboratorium melalui sistem pelayanan laboratorium yang professional

dan terbuka.

2. MISI

1) Meningkatkan sistem laboratorium kesehatan hewan yang

bermutu, terbuka, dan menyeluruh.

2) Mampu memberikan hasil uji laboratorium yang lebih cepat,

akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah

3) Mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk

masyarakat serta kemajuan dunia peternakan dan kesehatan hewan

4) Mengedepankan pelayanan yang obyektif dan kompetitif

5) Mendekatkan fungsi laboratorium pada masyarakat luas

B. STRUKTUR ORGANISASI

Kepala Balai : drh. Saipul L.

Koordinator : drh. Ni Nyoman Desi Andarsari

Administrasi : Setyowati

Medis : drh. Jamilah Utami

3
Paramedis : Bambang Priyo

Analisis : Mulyadi

C. LOKASI

Lokasi Laboratorium Kesehatan Hewan yaitu di Jalan Balekambang Lor

Nomor 3 Manahan, Banjarsari, Surakarta.

D. PRODUK LAYANAN

1. Serologi

1) RBT (Rose Bengal Test)

2) Pullorum

3) Mycoplasma (CRD/Chronic Respiratory Disease)

4) HI-AI (Antibodi Avian Influenza/Flu Burung)

5) HI-ND (Antibodi Newcastle Disease/Tetelo)

2. ELISA

1) IB (Infectious Bronchitis)

2) IBD (Infectious Bursal Disease/Gumboro)

3) EDS (Egg Drop Syndrom)

4) Hog Cholera

3. Bakteriologi dan Mikologi

1) Kultur Bakteri dan Jamur

2) Pewarnaan Bakteri dan Jamur

4. Parasitologi

1) Natif

4
2) Apung

3) Parasit Darah

4) Ektoparasit

5. Virologi

1) Rapid Test Avian Influenza (Flu Burung)

6. Patologi Makro Anatomi (Nekropsi)

E. PERSYARATAN PELAYANAN

1. Persyaratan Umum

1) Contoh berupa darah yang diambil dari hewan

sapi/kerbau/kambing/domba dengan menggunakan spuit/venoject

dengan volume yang sudah dipersyaratkan minimal 1,5 ml

2) Jika contoh darah ditempatkan dalam tabung, tidak diperkenankan

menggunakan zat anti koagulan (EDTA, Heparin)

3) Pengiriman contoh darah segar dilakukan maksimal 2 jam setelah

pengambilan

4) Apabila contoh darah dikirim melebihi waktu 2 jam maka contoh

darah tersebut harus ditempatkan pada suhu 12o-16oC atau dalam

ice box dengan catatan penyimpanan contoh darah dilakukan

setelah serum darah terbentuk

5) Contoh darah disertai surat pengantar yang berisi informasi tentang

a. Kode contoh

b. Jumlah populasi

5
c. Riwayat vaksinasi (apabila dilakukan vaksinasi)

d. Sejarah penyakit atau gejala klinis

e. Identitas pengirim contoh

6) Untuk pengiriman hewan ternak keluar daerah, contoh darah

dilengkapi dengan SKKH (Surat Keterangan Kesehatan Hewan)

yang dikeluarkan oleh Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi

fungsi peternakan

7) Volume contoh yang dikirim berupa serum minimal 0,5 ml

2. Persyaratan Khusus

1) Pemeriksaan RBT menggunakan contoh darah yang berasal dari

sapi/kerbau/kambing/domba

2) Pemeriksaan HI-AI, HI-ND menggunakan contoh darah yang

berasal dari unggas

F. PENANGANAN PENGADUAN

Penanganan pengaduan diatur dalam Panduan Mutu (PM 4.8) dan

Dokumen Prosedur (DP 09) yang berisi tentang penanganan keluhan/pengaduan

yang dapat dilakukan costumer yang keberatan terhadap hasil pengujian. Prosedur

pengaduan tersebut yaitu :

1. Formulir pengaduan/keluhan wajib diisi oleh pelanggan dan disampaikan

kepada Manajer Administrasi

2. Manajer Administrasi melakukan pemeriksaan/verifikasi terhadap

kebenaran pengaduan/keluhan dan menyampaikan kepada Koordinator

Satuan Kerja Laboratorium melalui Manajer Mutu

6
3. Pengaduan pelanggan ditindaklanjuti oleh Koordinator Satuan Kerja

Laboratorium dengan mendisposisikan cara pemecahan permasalahan

sesuai dengan jenis keluhan, yaitu :

1) Persoalan mutu disampaikan ke Manajer Mutu

2) Persoalan pengujian atau hasil pengujian disampaikan ke Manajer

Teknis

3) Persoalan administrasi balai disampaikan ke Manajer Administrasi

4. Format pengaduan/keluhan dan tindakan penyelesaiannya disimpan dalam

rekaman khusus

7
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. PAKAN TERNAK

Pangan dapat digolongkan menjadi dua yaitu pangan utama dan pangan

aksesori. Pangan utama (proper food) merupakan pangan yang berfungsi untuk

mensuplai energi yang terdiri atas karbohidrat, protein, dan lemak. Sedangkan

pangan aksesori tidak berfungsi untuk mensuplai energi namun bersifat esensial

untuk hidup yang terdiri atas air, garam-garam anorganik, dan vitamin. Badan

seekor hewan disusun oleh air, protein, lemak, mineral, dan sejumlah kecil

karbohidrat. Masing-masing hewan memiliki proporsi yang bervariasi bergantung

pada faktor spesies, umur, seks, dan kondisi hewan (Frandson, 1992).

Jagung (Zea mays) merupakan tanaman yang paling banyak digunakan

dalam pembuatan ransum unggas yang ada di Indonesia. Jagung memiliki energi

metabolis yang tertinggi dari butir padi-padian. Jagung kuning memiliki pigmen

xanthofil yang menimbulkan warna kuning pada kaki dan kulit dari ayam broiler

maupun warna kuning pada kuning telur. Sebagian dari pigmen tersebut dapat

berubah menjadi vitamin A yang dapat dilakukan oleh mukosa usus hewan.

Kadungan jagung yaitu 4% berupa lemak dan 50% dari jumlah lemak tersebut

merupakan asam linoleat yang berperan sebagai sumber asam lemak esensial

dalam ransum unggas. Jagung pada kelas terendah mengandung air sebanyak

lebih dari 23%. Jagung dengan kandungan air yang banyak tersebut akan

menyebabkan tumbuhnya jamur dan ragi apabila terjadi kesalahan dalam

8
penyimpanan. Selain itu, dapat menyebabkan rusaknya gizi terutama vitamin A

dan E (Anggorodi, 1985). Jagung merupakan salah satu tanaman yang memiliki

peranan sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, pakan, bahan baku industri, dan

kerajinan tangan. Perlakuan untuk memberikan hasil tanaman jagung yang lebih

baik yaitu dengan memberikan pupuk dengan jenis SP-36 dengan dosis 50% dan

pemberian pupuk MPF sebanyak 1 kali sebelum ditanam (Wahyudin dkk., 2017).

Padi (Oriza sativa) merupakan salah satu bahan pangan pada unggas yang

digunakan sebagai makanan berbutir meliputi gabah, beras, dan menir. Gabah

merupakan butir-butir padi yang belum dihaluskan yang kulitnya masih melekat.

Kadungan protein dari gabah lebih rendah dari pada jagung. Sisa penggilingan

dan penumbukan atau dedak padi juga dapat digunakan sebagai bahan makanan

dalam ransum ternak. Berdasarkan mutunya, dedak padi dibagi menjadi tiga jenis

yaitu dedak kasar, dedak lunteh, dan bekatul. Dedak kasar merupakan pecahan

dari kulit gabah. Dedak kasar memiliki nilai gizi yang rendah yaitu kandungan

proteinnya sekitar 3,1%. Selain itu, dedak kasar juga memiliki daya cerna yang

rendah. Dedak lunteh merupakan hasil penumbukan padi dengan kandungan

protein sekitar 9,5%. Dedak lunteh memiliki kandungan thiamin dan niasin yang

tinggi. Sedangkan bekatul merupakan bahan pakan yang susunannya mendekati

dedak lunteh. Namun, bekatul memiliki kandungan vitamin B yang lebih rendah

dibandingkan dengan dedak lunteh. Pecahan menir halus terdapat pada bekatul.

Bekatul merupakan jenis dedak padi yang memiliki harga yang paling tinggi dan

lebih sulit untuk diperoleh sebagai makanan ternak karena bekatul juga

dikonsumsi oleh manusia dalam bentuk bubur. Kandungan gizi dari bekatul yaitu

memiliki kadar protein sekitar 12%, lemak 13%, dan serat kasar 3%. Bekatul

9
cenderung menjadi tengik ketika dalam proses penyimpanan sehingga harus

diberikan pada ternak sesegera mungkin (Anggorodi, 1985).

B. JAMUR PENGINFEKSI PAKAN

Fusarium merupakan salah satu genus dari jamur yang dapat menginfeksi

pakan. Fusarium memiliki fumonisin yang merupakan suatu mycotoxin.

Fumonisin ditemukan pada makanan ternak berupa jagung. Fumonisin yang

ditemukan lebih banyak pada makanan adalah fumonisin seri B yaitu fumonisin

B1, B2, dan B3. Fumonisin B1 merupakan jenis fumonisin yang paling banyak

dipelajari. Fumonisin B1 menyebabkan toksisitas pada hewan (Norhasima et all.,

2009).

Aspergillus merupakan genus jamur pada pakan yang dapat menyebabkan

penyakit Aspergilosis. Belum ditemukan obat yang efektif dan ekonomis untuk

memberantas penyakit Aspergilosis. Aspergillus flavus merupakan jamur yang

paling berbahaya dalam menyerang hasil panen seperti kacang tanah. Aspergillus

fumigatus merupakan fungus yang paling patologis yang ditemukan dalam

penyakit Aspergilosis pada ayam (Anggorodi, 1985).

10
BAB IV

PROGRAM KERJA

A. WAKTU DAN TEMPAT KEGIATAN

Pengujian dilaksanakan pada bulan Januari 2018. Pengujian tersebut

dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Hewan Surakarta.

B. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan untuk membuat sampel yaitu tabung reaksi, rak

tabung reaksi, gelas ukur, pipet tetes, autoklaf, mortar, pasley, dan spuit. Alat

untuk membuat media yaitu neraca analitik, autoklaf, erlenmeyer, dan botol kaca.

Alat untuk menumbuhkan jamur yaitu Laminar Air Flow (LAF), cawan petri,

spuit, dan inkubator. Alat untuk mengamati jamur yaitu gelas benda, gelas

penutup, dan mikroskop.

Bahan yang digunakan untuk mengolah sampel hingga mengamati jamur,

yaitu :

1. Sampel yang Diuji

Sampel yang diuji yaitu berupa pakan unggas. Pakan unggas

tersebut memiliki empat jenis yaitu jagung, BKK (Bungkil Kacang

Kedelai), katul, dan pakan jadi.

2. Pelarutan Sampel yang Diuji

Pelarutan sampel yang diuji yaitu menggunakan akuades sebanyak

9 ml pada setiap tabung reaksi.

11
3. Media Pertumbuhan Jamur

Bahan yang digunakan untuk membuat media pertumbuhan jamur

yaitu Sabauraud Dextrose Agar (SDA). Komposisi pembuatan Sabauraud

Dextrose Agar (SDA) yaitu mycological pepton 10 gr, dextrose 40 g, agar

nomor 1 15 gr, chloramphenicol 250 mgr, ethanol 10 ml, dan akuades 100

ml.

4. Pengamatan Jamur

Bahan untuk mengamati jamur yaitu pewarna berupa Lactophenol

Blue Solution.

C. CARA KERJA

1. Pengolahan Sampel

Tabung reaksi pertama hingga ke enam diisi dengan akuades

sebanyak 9 ml yang diukur dengan gelas ukur. Akuades yang dituangkan

terlalu banyak pada gelas ukur dapat dikurangi dengan pipet tetes. Tabung

reaksi yang sudah berisi akuades disusun dalam rak tabung reaksi seperti

pada Gambar 1. Tabung reaksi yang sudah berisi akuades disterilisasi

dengan autoklaf bersuhu 121 oC selama 15 menit dan didinginkan. Setiap

pakan digerus sampai halus menggunakan mortar dan pasley. 1 gram

pakan yang telah digerus dimasukkan dalam tabung reaksi yang pertama

dan dikocok hingga homogen. Cairan pada tabung reaksi pertama

dipindahkan ke tabung reaksi ke dua hingga ke enam dengam spuit

masing-masing sebanyak 1 ml dan cairan dikocok terlebih dahulu sebelum

dipindahkan.

12
2. Pembuatan Media Pertumbuhan Jamur

Media pertumbuhan jamur berupa Sabauraud Dextrose Agar

(SDA) dibuat dengan cara menimbang media sebanyak 51,5 gram dan

dilarutkan dalam 1 liter akuades lalu dididihkan. Media yang telah

dilarutkan dan dididihkan kemudian disterilisasi dengan akutoklaf bersuhu

121 oC selama 15 menit dan didinginkan hingga 50 oC. Media yang telah

didinginkan ditambah dengan chloramphenicol sebanyak 2% volume.

Chloramphenicol dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambah ethanol

lalu diaduk. Lalu, ditambah akuades dan diaduk hingga larut. Media

dimasukkan dalam botol kaca dan dipanaskan dengan penangas air selama

15 menit hingga mendidih.

3. Penumbuhan Jamur

Sampel pada tabung ke lima dan ke enam masing-masing

dimasukkan dalam cawan petri sebanyak 1 ml dengan menggunakan spuit

dan dilakukan di dalam Laminar Air Flow (LAF). Sabauraud Dextrose

Agar (SDA) dimasukkan dalam cawan petri sebanyak kurang lebih 20 ml

dan digoyangkan hingga merata ke seluruh permukaan cawan petri seperti

pada Gambar 2. Campuran sampel dan media ditunggu di dalam Laminar

Air Flow (LAF) hingga menjadi beku. Setelah menjadi beku, lalu

diinkubasi dalam inkubator seperti pada Gambar 3 dengan suhu 37 oC

selama 4-7 hari hingga ditumbuhi jamur.

4. Pengamatan Jamur

Pengamatan jamur dilakukan pada hari ke tujuh dengan hasil pada

Gambar 4. Jamur yang tumbuh pada media ditaruh pada gelas benda

13
dengan menggunakan spuit lalu diberi pewarna berupa Lactophenol Blue

Solution seperti pada Gambar 5. Kemudian, pada Gambar 6 preparat

diamati melalui mikroskop.

D. ANALISIS DATA

Data yang diperoleh yaitu gambaran mikroskopis jamur yang tumbuh pada

pakan. Gambaran mikroskopis tersebut diidentifikasi berdasarkan bentuknya

sehingga diperoleh spesiesnya.

14
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PERTUMBUHAN JAMUR PADA MEDIA

Tabel 1. Pertumbuhan Jamur pada Media

No Jenis Pakan Pengenceran Dokumentasi

1 Jagung Ke lima

2 Katul Ke lima

3 Katul Ke enam

15
Tabel 1 tersebut merupakan tabel pertumbuhan jamur dalam media yang

diamati pada hari yang ke tujuh. Pada pakan jagung dengan pengenceran yang ke

lima terdapat satu koloni yang besar yang berwarna putih dengan tekstur yang

halus. Pakan katul dengan pengenceran yang ke lima terdapat satu koloni yang

berwarna pucat. Sedangkan pada pakan katul dengan pengenceran yang ke enam

terdapat satu koloni berukuran kecil dengan warna dasar putih dan terdapat warna

hitam pada bagian tengahnya.

B. PENGAMATAN MIKROSKOPIS JAMUR

Tabel 2. Pengamatan Mikroskopis Jamur

No Jenis Pengenceran Hasil Pengamatan Identifikasi

Pakan Mikroskopik

1 Jagung Ke lima Deuteromycetes

2 Katul Ke lima Zygomycetes

16
3 Katul Ke enam Zygomycetes

Tabel 2 merupakan hasil dari pengamatan mikroskopis jamur.

Berdasarkan hasil identifikasi, jamur yang tumbuh pada pada pakan jagung

dengan pengenceran ke lima merupakan jamur yang memiliki hifa yang bersekat

dan tidak memiliki clamp connection serta tidak ditemukan spora maupun

sklerotia sehingga jamur tersebut termasuk dalam kelas Deuteromycetes. Jamur

yang tumbuh pada pakan katul dengan pengenceran ke lima merupakan jamur

dengan hifa yang tidak bersekat dan tidak terbentuk sporangiospora, oospora,

zoospora maupun zygospora sehingga jamur tersebut termasuk dalam kelas

Zygomycetes. Sedangkan jamur yang tumbuh pada pakan katul dengan

pengenceran ke enam memiliki karakterisik yang sama dengan jamur pada pakan

katul dengan pengenceran ke enam sehingga jamur tersebut merupakan jamur

dengan kelas Zygomycetes (Wanatabe, 1937).

Metode yang digunakan untuk mencegah dan mendetoksifikasi

pertumbuhan jamur pada tanaman pakan yaitu dengan mencegah kontaminasi dari

tanaman pakan pada saat masih di tempat penanaman, saat panen, maupun setelah

panen (Norhasima et all., 2009).

Sedangkan cara yang dapat dilakukan untuk menghambat pertumbuhan

jamur pada unggas dalam flok yang terinfeksi yaitu dengan memberikan fungistat

(mikostatin, mold curb, Na atau Ca propionat, gentian violet) bersama pakan

17
dengan/tanpa larutan 0,05% CuSO4 di dalam air minum. Pengendalian dan

pencegahan penyakit pada unggas yaitu dengan menjaga kualitas litter dan pakan

dengan ketat. Bahan anti jamur seperti larutan CuSO4 atau nistatin dapat

ditambahkan pada kandang dan perlengkapannya seperti tempat makan dan

tempat minum. Selain itu, pemberian bahan anti jamur dapat diberikan di gudang

penyimpanan pakan atau bahan baku pakan dan litter. Nistatin digunakan untuk

bahan logam sedangkan larutan CuSO4 digunakan untuk bahan plastik atau gelas

karena bersifat korosif pada logam. Cara lain yang dapat dilakukan untuk

mengendalikan dan mencegah penyakit pada unggas yaitu dengan melakukan

pemeriksaan laboratorik terhadap kemungkinan dari pencemaran jamur pada

peralatan dan lingkungan inkubator yang harus dilaksanakan secara periodik

(Tabbu, 2000).

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari isolasi dan identifikasi jamur pada

pakan unggas tersebut, maka sangat diperlukan suatu upaya untuk dapat

mengendalikan dan mencegah penyakit yang akan timbul pada unggas ketika

mengonsumi makanan yang terkontaminasi oleh jamur. Upaya yang dapat

dilakukan yaitu dengan menjaga kebersihan kandang terutama memperhatikan

kebersihan dari tempat makan dan tempat minum. Pemberian bahan anti jamur

juga sangat dianjurkan untuk dapat mencegah kontaminasi jamur pada bahan

pakan. Hal yang tidak kalah penting adalah dengan cara melakukan pemeriksaan

secara laboratorik untuk dapat mengetahui ada dan tidaknya jamur yang

menginfeksi pakan. Dengan diketahuinya hasil secara laboratorik, maka

selanjutnya akan diketahui langkah yang harus diambil khususnya untuk peternak.

18
Pemberantasan jamur pada pakan perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan

ternak dari bahaya penyakit yang mengancam.

19
BAB VI

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Cara mengisolasi jamur pada pakan unggas yaitu dengan mengolah

sampel, membuat media pertumbuhan jamur, menumbuhkan jamur, dan

mengamati jamur.

2. Jamur yang diidentifikasi pada pakan unggas yaitu kelas Deuteromycetes

pada pakan jagung dengan pengenceran ke lima, kelas Zygomycetes pada

pakan katul dengan pengenceran ke lima, dan kelas Zygomycetes pada

pakan katul dengan pengenceran ke enam.

B. SARAN

Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai kontaminasi

jamur pada bahan pakan sehingga semakin meningkatkan kesehatan ternak. Selain

itu, diperlukan juga penelitian mengenai cara yang efektif untuk dapat

memberantas jamur yang terdapat pada bahan pakan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas : Kemajuan Mutakhir. Jakarta :

Universitas Indonesia Press.

Frandson. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi Keempat. Yogyakarta : Gadjah

Mada University Press.

Mardiah, F. R. Zakaria, dan L. A. Asydhad. 2006. Makanan Antikanker. Jakarta : Kawan

Pustaka.

Norhasima, W. M. W., A. S. Abdulamir, F. A. Bakar, R. Son, and A. Norhafniza. 2009.

The Health and Toxic Adverse Effects of Fusarium Fungal Mycotoxin,

Fumonisins, on Human Population. American Journal of Infectious Diseases. 5

(4) : 273-281.

Sembel, D.T. 2015. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta : ANDI.

Tabbu, C. R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya (Penyakit Bakterial, Mikal,

dan Viral). Yogyakarta : Kanisius.

Wahyudin, A. A. B. N., A. F. Y Fitriatin, A. Wicaksono, A. A. Ruminta, Rahadiyan.

2017. Respons Tanaman Jagung (Zea mays L.) Akibat Pemberian Pupuk Fosfat

dan Waktu Aplikasi Pupuk Hayati Mikroba Pelarut Fosfat pada Utisols Jatinagor.

Jurnal Kultivasi. 16 (1) : 246-255.

21
Watanabe, T. 1937. Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi : Morphologies of Cultured

Fungi and Key to Species. USA : CRC Press.

22
Lampiran

Dokumentasi Kegiatan Magang

Gambar 1. Pengolahan Sampel

Gambar 2. Pencampuran Sampel dengan Media

23
Gambar 3. Proses Inkubasi

Gambar 4. Pengamatan Jamur yang Tumbuh pada Media

24
Gambar 5. Pembuatan Preparat

Gambar 6. Pengamatan Jamur secara Mikroskopis

25

Anda mungkin juga menyukai