Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak PDF
Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak PDF
HEMATOLOGI*ONKOLOGI
ANAK
Penyunting
H. Bambang Permono
Sutaryo
IDG. Ugrasena
Endang Windiastuti
Maria ~bdulsalam
Cetakan kedua
-
BUKU AJAR Hematologi Onkologi Anak, penyunting,
H. Bambang Permono, Sutaryo, IDG Ugrasena, Endang.W, Maria Abdulsalam
lkatan Dokter Anak Indonesia, 2005
Type setting:
Unggul HK Sodjo
P uji Syukur kita panjatkan kepada Tuhan YME karena kita diberi kesehatan dan
kesempatan untuk tetap berkarya.
Ikatan Dokter Anak Indonesia senantiasa melakukan peningkatan pelayanan kesehatan
anak yang optimal, ha1 ini menjadi suattl keharusan karena berkaitan dengan diberlakukan
Undang-undang no.29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. Untuk itu IDAI melalui
Unit Kerja Koordinasi Hematologi Onkologi dengan dedikasi yang tinggi telah nlenerbitkan
Buku Ajar ~ ~ n t umen~perlilas
k pengetahuan dibidang Hematologi Onkologi Anak.
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indo~lesiamengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada UKK He~natologiOnkologi IDAI yang telah nlenerbitkan Buku Ajar
ini untuk kedua kalinya. Hal ini menggambarkan adanya kebutuha~~yang meningkat dari
kalangan profesional agar tetap nlenlpunyai pengetahuan yang baru terutama dibidang
Hematologi Onkologi Anak.
Masalah Henlatologi Onkologi pada Anak agaknya akan terus meningkat dengan
berkurangnya masalah dibidang infeksi dan kecenderungan kearah tersebut mulai dirasakan
akhir-akhir ini sehingga IDAI berharap agar Buku Ajar ini dapat menjadi sarana dan pedonlan
untuk tetap mempunyai pengetahuan yang terkini.
Senloga Buku Ajar Hematologi O~lkologiAnak ini dapat dimanfaatkan bagi semua
profesi kedokteran ter~nasuknlahasiswa kedokteran dan dapat menlenuhi kebutuhan ilmiah
dibidang kedokteran khususnya ilmu kesehatan anak di Indonesia.
P ertama-tama 1narila1-tkita panjatkan puji dan sy~lkurke hadirat Allah S W T atas berkah
dan karuniaNya sehit~ggakita diberi kesehatan dan kekuatan untuk dapat terus
mengelnba~lgkanillnu pengetahuan di bidang Ilmu Kesehatan Anak.
Buku Ajar Hematologi Oukologi Anak cetakan pertalna diternitkan setahun yang
lalu dan ternyata sar-tgat di~ninatisehingga persediaan habis dan saat ini perlu diterbitkan
kembali buku ajar cetakan kedua.
Harapan saya buku ini dapat digunakan sebagai pedoman serta acuan dalam displil-t
Illnu Helnatologii Ol~kologiAnak terutama bagi para mahasiswa kedokteran, dokter un-tum,
peserta program pendidikan dokter spesialis anak mauplm dokter spesialis anak. Selain itu
juga dapat menambah wawasan pellgetahuan di bidang hematology onkologi al-tak sehingga
kualitas pelayal-tan kepada masyarakat lnenjadi lebih baik.
Pada kese~npatanini saya ingin mel~yalnpaikanpenghargaal-t yang setinggi-tingginya
kepada para pakar anggota UKK Hematologi O~lkologiIDA1 yang telah menuartgkan
pengetahuan dan pellgalaman~lyake dalam buku ajar ini. Selnoga ketekunan dan jerih payah
dalaln penulisan ini aka11 menghasilkan karya yang lebih besar lagi dan yang lebih penting
adalah dapat lnen-tberikan lnallfaat yang sangat berharga bagi seluruh kala11gal-tkedokteran
di negri ini.
Wassalamu'a1aiku11-t Wr.Wb
Ketua Kolegiu~n
Ikatan Dokter Anak Indonesia
P uji syukur kami ucapkan kepada Tuhan YME karena atas karunia Nya Unit Kerja
Koordinasi Hematologi Onkologi IDAI berhasil ~nenerbltkanke~nbaliBuku Ajar
Hematologi Onkolgi Anak untuk kedua kalinya. Penerbitan pertanla baru satu tahun
yang lalu dan karcna kebutuhan yang nlendesak maka dalain satu tahun buku Ajar ini
diterbitkan. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan dan illinat yang meningkat di kalangan
kedokteran baik mallasiswa kedokteran, dokter L I I I I L I I ~maupun dokter spesialis anak terhadap
I11nu Hcnlatologi Onkologi Anak yang kian berkembang pesat.
Kaini ~nenyadarikalau edisi kedua ini masih jauh dari sempurna dan karena kesibukan
kanli n ~ a k arevisi belu~nsempat dilakukan. Meskipun demikian, dengan pertemuan regular
Unit Kerja Koordinasi He~natologiOnkologi secara nasional kami berusaha untuk dapat
referensi yang terbaru dan sekaligus memasukkan kenlajua~l-kemajua~ bidang Hematologi
Onkologi Anak pada khususnya pada edisi berikutnya.
Dengan penerbitan serta pembuatan Buku Ajar Hematologi Onkologi ini rnaka khasanah
Henlatologi Onkologi di Indonesia akan semakin Ineresap keseluruh persada tanah air. Kepada
seluruh penulis yang sudah bekerja keras, atas nama Unit Kerja Koordinasi Heinatologi
Onkologi IDAI kami nlengucapkan banyak terinla kasih.
Suhadi Su taryo
Ragial-i Ilmt~Kesehatan cil-iak Bagian Ilmu Kesehar;~nAnak
FKUSMIRSUP Dr M~ltvarJi,Solo FK UGMflSUP Dr. Sartlji~o,%)gy;tkartn
Daftar Singkatan
INDEKS ...........................................................................................327
SEL DARAH MERAH
1. ERITROPOISIS
Hematopoisis
Bidnsuri Lubis
M axinlow (1924) nlellgei~~ukakall suatu dalil bahwa sel darah berasal dari satu sel
induk. Hal ini keiiludiatl dikenlbangkan oleh Downey (1938) yang membuat
hipotesa dengall konsep hirarki dari sel pluripoten dan selanjutnya Till dan Mc
Culloch (1961) nlei~yinlpulkallbahwa satu sel iilduk merupakan koloni yang meinperlihatkan
diferensiasi mzrltilineuge atau pluripoten mel~jadieritroid, lnieloid serta megakariosit. Dari
penelitian-penelitian tersebut ditetapkail bahwa sel s t a n ada pada hematopoisis.
Defillisi sel stein adalah sel yang dapat mernperbaharui dirinya sendiri dan mempu~lyai
kemanlp~iailberdiferensiasi.
Sistem hematopoitik ~nelilp~~llyai
karakteristik berupa pergalltian sel yang konstan dengan
konsekuensi untuk inempertahankan populasi leukosit, troinbosit dan eritrosit.
Sistem hematopoitik dibagi menjadi 3 (Garnbar I. 1-1, lihat lampiran I ) , yaitu
1. Sel Stem (progenitor awal) yang nlenyokollg hematopoiesis.
2. Colony forming unit (CFU) sebagai pelopor yang selalljutllya berkembailg d a n
berdiferensiasi dalam meinproduksi sel.
3. Faktor regulator yang nlengatur agar sistem berlailgsullg beraturan.
Sel Stem merupakai~satu sel induk (klonal) yang nleillpunyai kenlanlpuatl berdiferensiasi
menjadi beberapa turunan, membelah diri dan mernperbaharui populasi sel stein se~ldiridi
bawah pengaruh faktor pertumbuhan heii~atopoitik.Heiilatopoitikmenlbutullkan perailgsang
untuk pertunlbuhan kololli granulosit dan inakrofag yang disebut "Colony Stinxulating Fac-
tor" (CSF) yang nlerupakall glikoprotein.
GM-CSF = granulocyte macrophage colony stimulating factor, G-CSF= granulocyte colony stimulating factor, IL
=interleukin, BFU-E=burst forming unit erithrocyte, CFU -E= colony forming unit erythrocyte, CFU-GEMM= colony
forming unit granulocyte,erythrocyte,macrophage monocyte, CFU-GM= colony forming unit netrophil-macrophage
Gambar 1. 1-2. Hematopoiesis prenatal dan postnatal (dikutip dari Hasan R, 1985)
Hematopoisis medular
Merupakan periode terakhir pembcntukan sistelll hematopoisis J a n dimulai sejak masa gestasi
4 bulan. Rilailg i~~edulai-
terbentuk dalaill tulang rawail dan tulang p a i ~ j a i ~dengall
g proses
reabsorpsi.
Gambar 1.1-3. Perkembangan embrional dan fetal serta ontogeni hematopoiesis (Dikutip dari Hasan,
1985)
Hemoglobin
Merupakan kompleks protein yang terdiri J a n heme yang mcngandung behi clan globin dengcin
interaksi dl ailtara heme dail glohin menycbabkan hemoglobin (Hb) merupakai~pcrangkat
yang ireversibcl untuk menga~lgkutoksigen. Scsuat dcngan railgkaiail hematopoisis yang
ciimulai dari yollc sac, limpa, hati dan sumsunl tulang diikuti juga dengan perubahan vanahi
sintesis hemoglobin. Sejak mass embrio, jailin, anak J a n cdewasa sel darah merah mempunyai
6 hemoglobin antara lain :
He~iloglobiilcmbrional : Gower-1, Gower-2, Portland
Heinoglobin fetal : Hb-F
Hemoglobin dewasa : Hb-A, clan Hb-A,
Hemoglobin embrional
Selania mass gestasi 2 illinggu pertama, eritroblas primitif dalanl yolk sac iliei~lbeilti~k
rantai
globin-epsiloil ( E ) dan zeta ( Z ) yang aka11membentuk hemoglobi~~ pri~llitifGower-1 ( 2 2 ~ 2 ) .
Selanjutnya mulai sintesis rantai a mengga~ltira~ltaizeta ; railtai y mengganti rantai E di
yolk sac, yailg akan membentuk Hb-Portland ( 2 2 ~ 2 cia11
) Gower-2 ( a 2 ~ 2 ) .
Hemoglobin yang terutama ciitemukan pada illasa gestasi 4-8 minggu adalah H b Gower-
1 Jail Go\vei--2 yaitu kira-kira 75% dan ~nerupakailhemoglobi~~ yang disiiltesis di yolk sac,
tetapi aka11 menghilang pada illasa gestasi 3 bulan.
Hemoglobin fetal
Migrasi pluripoten scl stein dari yollc sac ke hati, diikuti dengall sintesis hemoglobin fetal dan
atval dari sintesis rantai p. Setelah inasa gestasi 8 miilggu H b F paling do~niilaiidan setelah
jailin beri~sia6 b~ilanmerupakan 90% dari keseluruhan hemoglobin, keilludian berkurang
lsertahap Jail pada saat lahir ditemukail kira-kira 70% H b E Sintesis Hb F menurun secara
cepat setelah bayi lahir dan setelah usia 6-12 bulan hanya sedikit clitemukan.
Hemoglobin dewasa
Pada illasa eillbrio telah dapat dideteksi HbA ( a 2 P 2 ), kareila telah terjadi perubahan sintesis
ra~ltaiy meiljadi p dan selanjutnya globin p meilingkat dail pada mass gestasi 6 bulan
ditenluka~l5-10 % HbA, pada waktu lahir inencapai 30% dan pada usia 6-12 bulail sudah
memperlihatkan gambaran hemoglobin dewasa.
Hellloglobill dewasa millor diteinukan k~ra-kira1% pada saat lahir dan pada usia 12
bulan mencapai 2-3,496, d e n g a ~rasio
~ nor~llalantar HbA Jail HbA, a~dalah30 : 1. Perubahan
hemoglobin janin ke dewasa m e r u p a k a ~proses
~ biologi berupa difereils~asisel iilduk eritroid,
sel stein pluripoten, gen dan reseptor yailg mempengaruhi eritroid clan dikoiltrol ole11 faktor
humoral (Gambar I.1-4).
Gambar 1.1-4. Sintesis rantai globin primitif dan definitif selama periods embrional, fetal dan pascanatal
dalam hubungannya dengan perubahan tempat eritropoiesis.
Daftar pustaka
1. Christensen RD, Obis RK.De~?clopmei~t ofThe Hei-IlatopoieticSystem. Dalam: Behrman
RE, Kligman RM, Arviil Am, penyunting. Nelson Textbook of Pediatric. Edisi ke-15.
Philacielphia: W B Saunders; 1996. 11. 1375-8.
2. Hasan R, Napitupulu PM, penyunting. Buku Kuliah llmu Kesehatan Anak. Eclisi ke-4.
~akarta:FKUI; 1985. 11. 419-29.
3. Miller DR. Origin and Dcvelopinei~tof Blood Cells and Coagulation Faktors: Mater-
nal-Fetal Interactions. Dalam: Miller DR, Baehner RL, Miller LC penyunting. Blood
Diseases of Ii-Itai~c~and Childhood. Edisi ke-7. S t Louis: Mosby; 1995. 11. 3-9.
4. Qucssenber~yPJ. Hcmopoetic Stem Cells, Progenitor Cells ailcl cytokines. Dalam: Beutler
E, Lichtman MA, Kipps TJ, pei~y~inting. Williams he ma to log\^. Eciisi ke-5. New York:
Mc Grow-Hill; 1995. 1-1.211-28.
5. Rothsteiil G. Orgill ancl Developillent of The Blood Forming Tissue. Dalam: Lee GR,
Bithell TC, Foerster J, Athens JW, Lukeils JN, peny~inting. Wintrobe's Clil-Iical Hema-
tology. Ecjisi ke-9. Philadelphia: Lee & Febiger; 1993. h. 41-78.
P 10-e Red Cell A2)hsirl (PRCA) ialah suatu kelainan yang disebabkail ltegagalan hanya
pacla sistem eritropoisis. Pasien P R C A m e m p e r l i l t k gainbaran ancmia,
retikulositopenia, pcmeriksaan sumsum rulang memperlillatkan adanya
eritroblastopeilia, se~langkanleukosit dan trombosit normal.
PRCA clapat disebabkan kelainan kongenital seperti pada Dica~zontlBlackfun Atlemiu
c4an ailemia diseritropoitik kongenital. Sedailgkail PRCA akibat kelainan yang Jiciapat
clijumpai pada iilfeksi parvovirus, ntzinij~s,hepatitis, mononukleus, virus Epstein-Ban; HIV,
infeksi salmoi~ella,stafilokokus, pneumokokus, meningokok~~s, mikoplasma, toksik depresi
akibat kloramfeilikol, sefalosporin, golongan sulfa, fenitoin, sodii~nlvalproat dail
klorpropal~lide.Penyakit lain yang ciapat men\~ertaiai~eilliaini adalah timoma, lupus sisteillik,
atritis rematoid, leukemia limfositik kronik, mieloma, karsinoma paru clan lambung.
PRCA juga dijumpai pacla anak malnutrisi dan keadaan iui berhubongan dellgall
defisieilsi protein. Aplasia yang dijumpai pada pasieil illarasillik ineillherikan respons dengan
pemberiail riboflavin clan prednison.
Parvovirus
Infeksi parvovirus B19 dapat inenyelsabkan Transient Apkstic C~isis.Hal ini biasanya dijumpa~
pada pasien dengan kelainan hemolitik yang disebabkan oleh berbagai sebab. Dengan
~nikroskopelcktron virus dapat terlihat dalaln eritroblas dan dengan pemeriksaan serologi
dapat dijumpai antibodi terhadap virus ini. D N A virus dapat mempengaruhi progenitor
eritroid dengall nlengganggu replikasi dan pematangannya.
Pada individu yang tidak iileiiipunyai kelainan dasar hemolitik, anenlia yang terjadi
jarang terdeteksi. Berbeda dengan pasien dengall kelainan hemolitik atau keadaan dengan
umur eritrosit yang pendek, aneinia terjadi cepat dan dapat terdeteksi. Anemia bersifat
senlentara dan sumsum tulang keinbali normal setelah 1-2 minggu. Tidak ada pengobatan
yang khusus, kadang-kadang diperlukan transfusi darah.
Daftar Pustaka
1. Alter Be Young NS. T h e Bone Marrow Failure Syndrome. Dalaiii: Nathan DG, Oski
FA, pe~lyunting.Helllatology of Infancy and Childhood. Edisi ke-4. Philadelphia:
Saunders; 1993. 11. 216-317.
2. Catalana PM. Hematology T h e National Medical Series. Baltimore: Williain and Wilkins;
1992. 11. 51-57.
3. Lanzkowsky I? Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Edisi ke-2. New York:
Churchill Livingstone; 1995. 11. 77-96.
4. McKe~lzieSB. Textbook of Hematology. Edisi ke-2. Baltimore : Williain and Wilkins;
1996. h. 201-212.
5. Stockman IT JA. IVelson Textbook of Pediatric. Edisi ke-4. Philadelphia: Saunders; 1992.
11. 1232-1256.
Anemia aplastik
IDG Ugrusena
Diteillukan lebih dari 70% anak-anak menderita aneinia aplastik derajat berat pada saat di
diagnosis. Tidak ada perbedaan secara ber~llak~la antara laki dan perempuan, namun dalanl
beberapa peilelitian 11aillpak insidens pada laki-laki lebih banyak dibanding wanita. Penyakit
ini termasuk penyakit yang jarang diju~npaicii negara barat dengan insiden 1-3 I1 jutaltahun.
N a ~ u u ndi Negara Timur seperti Thailand, negara Asia lainnya terinasuk Indonesia, Taiwan
dan Cina, insidensnya jauh lebih tinggi. Penelitian pada tahun 1991 di Bangkok didapatkan
insidens 3.7/ljuta/tahun. Perbedaan insiden ini diperkirakan ole11 karena adanya faktor
lingkungan seperti pe~nakaianobat-obat yang tidak pada tempatnya, pemakaian pestisida
serta insidens virus hepatitis yang lebih tinggi.
Etiologi
Secara etiologik penyakit ini dapat dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu :
1. Faktor kongenitallanen~iaaplastik yang diturunkan : sindroma Fanconi yang biasanya
disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal
dan sebagainya.
2. Faktor didapat
Sebagian anemia aplastik didapat bersifat idiopatik sebagian lainnya dil~ubungkan
dengan:
- Bahan kimia : benzene, insektisida
- Obat : kloramfenikol, antirematik, anti tiroid, mesantoin (anti konvulsa11,sitostatika)
- Infeksi : hepatitis, tuberkulosis ~nilier
- Radiasi: radioaktif, sinar Rontgen
- Transfusion-associated graft-ve~sus-hostdisease
Patofisiologi
Walaupun hanyak penelitian yang telah dilakukan hingga saat iili, patofisiologi anemia aplastik
belull1 diketahui secara tuntas. Ada 3 teori yang dapat mcnerangkan patofisiologi penyakit
ini yaiti~:
1. Kerusakan sel induk hematopoitik
2. Kcrusakan liilgkungan l~liki-oaumsum tulang
3. Proses imunologik yang nlenekan hematopoisis
Keberadaan sel induk hernatopoitik dapat diketahui lewat petanda sel yaitu CD 34,
atau Jengan biakan sel. Dalaill biakan sel padanan sel i i l d ~ ~henlatopoitik
k dikenal sebagai
longtern1 cu1tzn.e-initiating cell (LTC-IC), long-te?m nunrow c z ~ l t ~ n(LTMC)
e , jumlah sel indukl
C D 34 sangat menurun hingga 1-10 96clari normal. Denlikiail juga pengalllatan pada cobble-
stone uwa fotm~ingcells ji~mlahsel induk sangat menurun. Bukti klinis yang lnenyokong teori
gangguan sel induk ini adalah keberhasilan trallsplantasi sumsum tulang pada 60-80% kasus.
Hal ini mernbuktikan bahwa dengai~penlberian sel induk dari luar akan terjacli rekollstruksi
sumsum tulang pada pasien anemia aplastik. Beberapa sarjana menganggap gangguan ini
dapat disebabkan ole11 proses imunologik.
Kenmmpuan hidup dall daya proliferasi serta diferensiasi sel induk hematopoitik
tergantung pada lillgkungan illikro s u ~ ~ l s u tulang
nl yang terdiri dari sel stroma yang
menghasilkan bcrbagai sitokin. Pada berbagai penelitian dijuinpai bahwa sel strollla sumsum
tulang pasien anemia aplastik tidak menunjukkan kelainail dan menghasilkan sitokiil
perangsang seperti GM-CSF,G-CSF, clan IL-6 dalanl jumlah ~lornlalsedallgkan sitokin
penghambat seperti interferon-y (IFN-y), tumor necrosis facto~-a (TNF-a), protein macroplz-
age infimmatory 1a(M1P-la) dun transforming growth factor -P2 (TGF-P2) akan meningkat.
Sel strollla pasiell allenlia aplastik dapat menunjang pertumbuhan sel induk, tapi sel strollla
norinal tidak dapat rnenumbuhkan sel induk yang berasal dari pasien. Berdasar teinuan
tersebut, teori kerusakan lingkungan inikro sunlsum tulang sebagai penyebab lllendasar
allemia aplastik inakin banyak ditinggalkan.
Kenyataall bahwa terapi imunosupresif menzberikan kesembuhan pada sebagiail besar
pasien anemia aplastik merupakatl bukti lneyakinkail tentang peran n~eka~lisme imunologik
dalam patofisiologi penyakit ini. Peiuakaian gangguan sel induk dengall siklosporin atau
illetilpredilisolon nleizlberi kesenlbuhan sekitar 75%, dengall ketahanan hidup jangka panjang
illenyan~aihasil transplantasi s i ~ ~ l l s tulang.
u ~ l ~ Keberhasilan imuilosupresi iili sangat
mendukung teori proses imunologik.
Transplantasi sumsum tillang singeneik oleh karena tiadanya illasalah histokomptabilitas
seharusnya tidak llleniillbulka~lmasalah rejeksi lneskipun tanpa peinberian terapi condition-
ing. Narnun Chainplin dkk inenemukan 4 kasc~strallsplantasi sumsum tulang singeneik
ternyata semuanya nlengala~llikegagalan, tetapi ulangan transplantasi sumsuin tulang
singeneik dengall didahului terapi conditioning menghasilkan reinisi jangka pailjailg pada
semua kasus. Kenyataan iili menunjukka~lbahwa pada ailenlia aplastik bukan saja terjadi
kerusakan sel induk tetapi juga terjadi imunosupresi terhadap sel induk yang dapat dihilangkan
dengall terapi conditionir~~.
Diagnosis
Dibuat berdasarkail gejala klinis berupa pailas, pucat, perdarahan, tanpa adailya organo~negali
(hepato splenomegali). Galnbarart darah tepi mcni~njukkanpailsitopenia dan limfositosis
relatif. Diagnosis pasti diteilti~kaildellgall pe~neriksaanbiopsi su~nsuilztulailg yaiti~gainbaran
sel sangat kurang, ballyak jaringan penyokong clan jaringall lemak; aplasia sistem eritropoitik,
granulopoitik dail trombopoitik. Di antara sel sumsum tulang yailg sedikit iili banyak
ditemukan liinfosit, sel SRE (sel plasma,fibrosit,osteoklas,sel endotel). Hendaknya dibedakan
ailtara sediaan sumsum tulang yang aplastik dan yang tercalnpur darah.
Diagnosis banding
1. Purpura Trolnbositopenik Iinun (PTI) dan PTA. Pelneriksaall darah tepi dari kedua
kelaiilan ini hanya menunjukkan trombositopenia tailpa retikulositopeilia atau
granulositopeniaAeukopenia.Peineriksaan sumsum tulailg dari PTI menunjukkan
gainbaran yang norinal atau ada peilillgkatal~inegakariosit sedailgkail pada PTA tidak
atau kurang dite111uka.l megakariosit.
2. Leukemia akut jellis aleukemik, terutaina Leukemia Liinfoblastik Akut (LLA) dellgall
jumlah leukosit yang kurang dari 6000/inm3. Kecuali pada stadium diili, biasanya pada
LLA ditemukan splenoinegali. Pe~neriksaandarah tepi sukar dibedakan, karena kedua
penyakit gainbaran yartg serupa (pansitopenia dan relatif lilnfositosis) kecuali bila terdapat
sel blas dail limfositosis yang dari 90%, diagnosis lebih cenderul~gpada LLA.
3. Stadiuin paleukemik dari leukemia akut.
Keadaan ini sukar dibedakan baik garnbarail klinis, darah tepi inaupun sumsuin tulang,
karena lnasih inenunjukkai~gambaran sitopeilia dari ketiga sistern hematopoitik. Biasailya
setelah beberapa bulan ke~nudianbaru terlihat galnbaran khas LLA.
Pengobatan
Pengobatan suportif diberikan untuk mencegah dail inengobati terjadinya infeksi dail
perdarahan :
- Pengobatan terhadap iilfeksi
Ulltuk illenghindarka~lailak dari infeksi, sebaiknya anak diisolasi clalain ruallgall khusus
yang "suci llama". Pembcrian obat antihiotika henclakn\ra dipilih yang tidak menyebabkan
cieprcsi sumsum tulang.
Transfi~sidarah
Gunakan komponen dai-ah bila harus melakukan transfi~sidarah. Hendaknya harus
cliketahui hahwa tidak acla manhatnya mernpertahankai kadar hemoglobin yang tinggi,
karena dengan transfusi darah yang terlainpau sering, akaii timbul depresi terhaciap
sumsum tulang atau dapat menyebabkan timbulnya reaksi hcinolitik (reaksi transfusi),
akibat d i b e n t u k n ~ aantibodi terhadap sel darah inerah, leukosit dan trombosit. Uengan
demikian transfusi darah diberikan bila diperlukan. Pada keadaan yang sangat gawat
(perdarahan masif, perdai-ahan otak d a n sebagainya) dapat cliberikan suspensi
trombosit.
Transplantasi suinsum tulang ditetapkan sebagai terapi terbaik pada pasien aileinia
aplastik scjak tahiln 70-an. Donor yang tebaik berasal dari saudara sekandung dengan
Htlman Lezllcocyte Antigen (HLA)nya cocok.
Prognosis
Prognosis bergantung pada :
1. Gainbaran su~xlsu~ll tulang hiposeluler atail aseluler.
2. Kadar H b F yang lebih clari 200 mg% memperlillatkan prognosis yang lebih baik.
3. Jiiilzlah granulosit lebih dari 2000/mm3 menunjukkail prognosis yang lebih baik.
4. Pencegahan infeksi sekunder, terutama di Iiidonesia karena kejadian infeksi masih tinggi.
Gambaran sumsum tulang merupakan parameter yang terbaik untuk ~ l l e ~ l e ~ l t i i k a n
prognosis.
Sebab kematian
1. Infeksi, biasanya bronkopneuinonia atau sepsis. Harus waspada terliadap tuberkulosis
akibat pe~nberianprednison jangka panjang.
2. Perclarahan otak atau abdomen.
Daftar pustaka
1. Alter BI? Aplastic Anemia in Children, Diagnosis and Management. Pecliatr. Rev 1984;
6: 46-54.
2. Bacigalrlpo A, Brocia, Cord G ct al. Anti Lymphocyte Globulin, Cyclosporinc, and
Granulocyte Colony Stimulati~lgFactor in Patients With Acquired Severe Aplastic
Anemia (SAA): A Pilot Study of The EBMT SAA Working Party. Blood 1995; 85:
1348-1363.
3. Bunin N, Leahey A, Kamani N, August C. Bone Marrow Transplantation in Pediatric
Patients With Severe Aplastic Anemia: Cyclophosphamidc ancl Anti Thymocyte Glohu-
lin Conditioning Followed by Reco~lzbina~lt Hemogranolocyte Macrophage colony Stirnil-
lating Factor. J Pediatr. Heinatol Oncol 1996; 18: 68-7 1.
4. Camitta B, O'Reilly RJ. Sensenbrenncr L et al. Antithoracic Lymphocyte Globulin.
Therapy of Severe Aplastic Anetnia Blood, 1983; 62: 883-888.
5. Camitta BM, Storb R, Tho~nasED. Aplastic Anemia: Pathogenesis Diagnosis, Treat-
ment and Prognosis. N. Engl J. Med 1982; 306: 645-652.
6. Ca~llittaBM, Thomas ED, Nathan DG et al. Apropietic Study of Andragen and Bone
Marrow Transplantation for Treatment of Severe Aplastic Anelnia Blood 1979; 53:
504-514.
7. Clausen N, Krenger A, Salnli T, Strom-Mathisda I, Jolianneson G. Severe Aplastic
Anemia in The Nordic Countries a Population Based Study of Incidence, Presentation,
Course, and Outcome. Arch Dis Chilcl 1996; 74: 319-322.
8. Epstein FH. The Pathophysiology of Acquired Anemia Aplastic. N Engl. J Med 1997;
336: 1365-1372.
9. Gibson FM, Scopes J. Daly S et al. Haelnopoietic Growth Factor Procluction by Normal
and Aplastic Anemia Strollla in Long-term Bone Marrow Culture. Bc J. Haernatol
1995; 91: 551-561.
10. Hord JD. The Acquired Pancytopenia Dalaln Behrrna RE, Kliegma RM,Jensor HB
Penyuntlng Nelson Text Book of Pediatrics Edisi 17 Philadelphia; WB Saunders, 2004.
h. 1645-1646.
11. Hsu HC, Tsai WH, Chan LY et al. Overproductio~lon Inhibitory Helnatopoietic
Cytokines by Lilopoly Saccharide-Activated Peripheral Blood Mononuclear Cells in
Patients With Aplastic A~lelniaAn Hematol 1995; 71: 281-286.
12. Maciejewski JI?, Selleri C, Sato T. et al. A Severe and Consistent deficult in Marrow
and Circulatory Primitive Haematopoietic Cells (Long-term Culture Initiating Cells) in
Acquired Aplastic Anemia. Blood 1996; 88: 1983- 199 1.
13. Marsh JCW, Chang J, Testa NG, Hows JM, Depter TM. The Helllatopoletic Defect
Aplastic Aneinia Assessed by Long-term Marrow Culture. Blood 1990; 76: 1748-1757.
14. Meciejewski JC Risitano A, Kock H, Zeng W, Chen G, Young NS. Im~nunePathophysi-
ology of Anemia Aplastic in J. of Hematol 2002; 76: 207-212.
15. Plaut ME, Best WR. Aplastic Anemia after Parentera1 Chloramphenicol: Warning
Revieved. N Engl J. Med. 1982; 306: 1486.
16. Saunders JE, Strol R, Anasetti C et al. Marrow Tranplant Experiencc for Children with
Severe Aplastic Anemia. Am J. Pcdiatr. Heinatol Oncol 1994; 16: 43-49.
17. Schrezenincier H, Jenai M, Herr~nannF, Heilnpel H, Raghavachar. A Quantitative
Analysis of Cobble's Stone are Forming Cells in Bone Marrow of Patients with Aplastic
Ane~niaby Limiting Dil~itionAssay. Blood 1996; 88: 4474-4480.
18. Schrezenmeier H, Jenal M, Herr~nan~l F et al. Quantitative analysis of Cobble's Stone
are a Forming Cells in Bone Marrow of Patients with Aplastic A~leil~ia by Limiting
Dilution Assay. Blooci 1996; 88: 4474-4480.
19. The Interilational Agrulocytosis and Aplastic Anemia Study. Incidence of Aplastic
Anemia: The Relevance of Diagnostic Criteria. Blood 1987; 70: 1718- 1721.
20. Torok-Storb B. Etiological Mechanlsin in Immune-Mediated Aplastic Anemia. An J
Pediatc Hcmatol Oncol 1990; 67: 1349-1355.
21. Young NS, Barret A]. The Treatment of Severe Accliiired Aplastic Anemia. Blood
1995; 85: 3367-3377.
22. Young NS, Bessler M, Casper T et al. Biology and Therap-)Iof Aplastic Anemia. Hema-
tology: Education Prograiilme of Alnerican Society of Hematology Annual Meeting,
Orlando 1996.
23. Young NS. Bone Marrow Aplasia: The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia.
Education Prograinlne of The 26"' Congress of The Internatio~~al Soclety of Hematol-
ogy, Singapore: ISH, 1996.
24. Young NS, Alter BI? Aplastic Anemia: Acquired and Inherited. Philadelphia: WB
Saunders, 1994.
25. Young NS. Pathogenesis and Pathophysiology of Aplastic Anemia Dalam. Hoffinan R,
Benz EJ, Shattil SJ dkk. Penyunting. Hematology: Basic Principles and Practice, Edisi
ke-2. New York: Church~llLivingstone, 1995: 299-325.
H ei~~oglobin manusia ialah suatu bahan yang herwartla merah yailg ditemukan dala~n
eritrosit, berupa suatu tetranler J e n g a ~ukuran
~ 50 x 55 x 64 A" J a n berat molekul
64.400 Dalton. Hemoglobin tcrdiri dari persenyawaan antara hem dan globin
(gainbar I. 1-5). Hem ialah suatu persenyawaail koinpleks yang terdiri atas 4 b i ~ a hgugusan
pyrol dangail Fe ditengahnya, seciangkan globin terdiri atas 2 pasang rantai polipeptida yang
berbeda; 2a (alfa) dan 2P (beta) untuk Hb A (a2P2); 2 a dan 2 y (gama) u n t i ~ kHb F
(a2y2), dan 2 a J a n 2 6 (delta) untuk H b A2 ( a 2 6 2). Ketiga jellis hemoglobin ini merupakan
hemoglobin normal pada manusia.
Setiap hem terikat pacla setiap rantai polipeptida, pada asam amino tcrtentu, umpamanya
pada asam amino Histidin ke 58 clan 87 untuk rantai polipeptida a, dan Histidin ke 67 dan
92 u ~ l t u krantai b. D a l a ~ nkeadaan besi terreciuksi (ferro) hemoglobin dapat mengikat oksigeil
(O?) atall karboninonoksid (CO). Dalam bentuk teroksidasi (ferri), hemoglobin tidak dapat
inengikat oksigen, tapi mudah ~nengikatanion seperti Cyan. Fuilgsi hemoglobin ialah
mengangkut oksige11 ( 0 , ) ke jaringall tubuh dan CO, dari jarillgall ke paru.
Di samping rantai a , P, y dan 6 yailg membentuk Hb A, HbA2 dan HbF (hemoglobin
normal), dikenal pula rantai r (epsilon) dan rantai Z (zeta) yang ineillbe~~tuk Hb Gower 1
(22 r2), Hb Gower 2 ( a 2 r2) dan H b Portland (22 y2) yang dibentuk d a l a ~ ninasa elllbrional
dan masa fetal (Tabel I. 1-2)
Tabel 1.1-2. Susunan hemoglobin normal manusia pada berbagai fase pertumbuhan *
Railtai a dibentuk ole11 gen yang tel-letak dalain kromosom 16, mengandung 141 asanl
amino; de~nikianpula halnya dengall rarltai Z dail E. Railtai P dibeilti~koleh gel1 yailg tcrletak
dalam kromoso~ll11, mengandung 146 asam amino. Rantai Z juga diheilt~lkole11 gel1 yailg
terletak dalain kroillosoill yailg sama, (gambar I. 1.6). Railtai y dail 6 mempunyai junllah
asam ailliilo scperti rantai yakili 146 asam ainiilo yailg pernbenti~kann\~a diatur ole11 gennya
ruasi~lg-masingdalain kroillosoill I 1.
Pada perkembangan eillbrioilal dikenal2 jenis railtai "a";rantai Z yailg primitif, kemucliail
diganti oleh rantai a pada kehamilan 8 illiilgg~lyailg terus berlangsuilg selama dalain
kandungan dan kehidupan dewasa. Pada kelaiilail talaseinia a yang berat (homozigot),
peinbuatail ratltai Z bisa berlailgsuilg terus dalam kanduilgan; rantai Z ini kem~idianbergabung
dellgall railtai y, ille~llbentukhemoglobin Portland.
Ada 2 gen yang berpcran pada pembentukan rantai a,keduanya terletak pada kromosom
16; gen-gen yang mengatur rantai "11011 - a" sen-iuanya terletak pada kromosom 11 (gambar
I. 1-6). Gcn E hanya aktif sampai kehamilan 8 minggu, sela~ljut~lya kedua gel1 y yang letaknya
berdekatan dengall gen E aka11 diaktifkan. Kedua gel1 y it11 membelltuk ra~ltaipolipeptida
yang sama, denga11 satu perbedaan yakni asam amir-to pada posisi 136; rantai yang satu
mengandung ala11i11(Ay) dan yang satunya lagi m e n g a n d u ~ ~ glycine
g (Cy)pada posisi tersebut.
Gen berikutnya yang berperan dalanl memberttuk hemoglobin pada krolnosom 11 ini ialah
gen p dan 6; tetapi gen 6 hanya membuat rantai sebanyak 1/30 daripada rantai yang dibuat
gel1 p, sehingga H b A2 ( a 2 62) merupakan hemoglobin yang nli~lnrpada orang dewasa. Gen
6 dan p diaktifkan sedikit pada saat gen y mulai aktif pada kehamilau 6 minggu, sehingga
selama dalanl kehidupan intra uteri11 H b A selalu d i t e ~ n u k a ~ dalaili
l jumlah 5-10%. Pada
kehalnila~lt.35 minggu kedua ra~ltaiy kegiatanr-tya rnulai berkurang dan rantai P dan 6
nlulai lebih aktif. P e r u b a h a ~kadar
~ H b F ke H b A selesai terjadi pada usia 6 bulan, sehingga
kadar normal H b A pada dewasa akan berkisar antara 96-98% dail HbA, kurang dari 3%,
sedangkan kadar H b F kurang dari 1%.
Di sanlping hemoglobin ~lornlalyang telah diilraika~~
di atas (HbA, F, A,) terdapat pula
hemoglobin abnor~ual(hernoglobi~~ varian) yang dinamai menurut alfabct (abjad) seperti
H b C, D, E, H, I, J da11 seterusnya ; atau nlenurut llanla kota atau tcnxpat ditemuka~lnya
scperti Hb Koln, H b Wien, H b Hiroshima, H b Malaysia da11 lain-lain. Kelainan hemoglobin
l o posisi tertelltu pada rantai a , P, y atau
ini terletak pada adanya substitusi asam a ~ l l i ~pada
6 henloglobill normal (Table I. 1-3)
Gangguan lain pada pe~nbe~ltukan hemoglobin di sa~npiilgterjadinya substitusi asam
a1ni11o seperti diuraika~ldi atas, ialah adanya gangguan p e l n b e ~ ~ t u kju~lllah
a~l polipeptida
tertentu unlpamanya rantai a atau rantai P, akibat kerusakan gel1 yang nlei~gatilr
pembentukan rantai-rantai tersebut. Hal demikiar-! un1pamanya terjadi pada pertyakit
Tabel 1.1-3. Berbagai jenis hemoglobin abnormal dengan substitusi pada rantai a, P, y, dan 6
(Wahidiyat: Penelitian Thalassemia di Jakarta, disertasi 1979)
talassemia. Jumlah rantai or atau rantai P menjadi berkurang atau tidak dibentuk sama sekali.
Untuk menlahami kelainan-kelainan tersebut ada baiknya kita melihat aspek-aspek
moleki~larn~a.
Pembentukan rantai-rantai globin (protein) suatu henloglobin diatur oleh gen-gen yang
terletak dalam kromosom 11 dan 16. Kromosom didapat dalanl inti sel dan terdiri dari asaln
Gula - Basa
Fosfat
I
Gula - Basa
I
Fosfat
I
Gula - Basa
I
Fosfat
Gula - Basa
OH NH2
H:(u N CH3
Thymin
N
Uracil
N
Cytosine
Adenin Guanin
Gambar 1.1-8.
Fosfat Fosfat
Fosfat Fosfat
Fosfat
Gila
Purine = 11 Pirimidin =
IvI
'-v
Gambar 1.1-9. Sepasang rantai DNA (Dikutip dari Lehmann & Hunisman 1966)
-A
-C
1 T-
G-
Pembentukan
2 pasang rantai
-G C- DNA b ~ u
-A T-
-T A-
-G C-
Kode Genetik
Asam amino yang diperlukan untuk membuat polipeptida hemoglobin ialah 20 jenis. Untuk
memperoleh 20 jenis asam amino ini diperlukan kombinasi 3 basa (triplet) yang secara teoritis
dapat membentuk 64 macain kode genetik untuk penyusunan asam amino hemoglobin.
Kombinasi daripada ketiga basa yang akan membentuk 1 jenis asam amino tersebut disebut
kodon. Kecuali triptopail dan metionin semua asam amino dapat dibentuk ole11 lebih dari 1
kodon.
Suatu mutasi yang mengubah kombinasi basa dalanl kodon dapat mengubah jenis asam
amino pada rantai polipeptida sehingga terjadi hemoglobin varian. Misalnya mengubah
glutamin pada posisi ke-26 rantai P menjadi lisin pada Hb E.
U } Phe
UAU
UAC} Tyr
UGU
UGC
UGA
) Cys
TERM
UCG } TERM UGG Trp
C
1 His
A
AUU
%!] Thr 1 As"
AUA
AUG Met ACG ?it1 Lys 1 Arg
G Ala
GAU1
GA Asp
Gys
GUG GCG GGG
Sifat kode genetik dalaln kromosom DNA diteruskan rnelalui RNA dalam inti sel, yang
dikeluarkan dari inti sel ke dalam sitoplasma (m RNA), untuk menyusun urutan asam amino
~nenjadiprotein. RNA mempunyai struktur serupa DNA dengan perbedaan bahwa
deoksiribose diganti oleh ribose dan thimin oleh urasil (U) (tabel 1.1-4).
Dari 64 kodon itu ada 3 kodon yang tidak me~nbentukasam amino yakni UAA, UAG
dan UGA, jadi hanya 61 kodon yang dapat membentuk asam amino. Kecuali tryphopan
(UGG) dan methionine (AUG) semua asam amino dalam polipeptida dapat dibentuk oleh
lebih dari satu kodon (tabel I.1-4).
Sebagian besar kelainan hemoglobin dan jenis talasemia merupakan hasil kelainan mutasi
pada galnet yang terjadi pada replikasi DNA. Pada replikasi DNA dapat terjadi pergantian
urutan basa dalam DNA, dan perubahan kode genetik akan diteruskan pada penurunan
genetik berikutnya. Mutasi ini dapat pula menimbulkan terjadinya start atau stop triplets
(kodon) pada m RNA, yang dapat menyebabkan terjadinya fragmen protein yang non-
fungsional, ha1 ini terjadi umpamanya pada talasemia Po. Sebaliknya bila kodon stop berubah
~nenjadisuatu triplet yang dapat membentuk asam amino, maka pembentukan asam amino
akan berjalan terus mengikuti m RNA non coding, sampai kodon stop berikutnya terbentuk.
Hal demikian terjadi pada Hb Constant Spring, yang mengakibatkan penambahan 31 asam
amino pada rantai a nya.
Kelainan mutasi dapat pula terjadi pada kesalahan berpasangan kromosom pada proses
meiosis yang mengakibatkan perubahan susunan material genetik. Bila terjadi crossing over
pada kesalahan berpasangan itu, sebagai hasil akhir peristiwa tadi akan terjadi apa yang
disebut duplikasi, delesi, translokasi dan inversi. Hal ini terjadi pada Hb Lepore ( a 2 6P2).
Baik Hb Constant spring maupun Hb Lepore digolongkan ke dala~nkelompok talasemia
Kesimpulan
Hemoglobin \]aria11umumnya tcrjadi ole11 karena mutasi gel1 yang n-tengakibatkan substitusi
asain amino pada rantai hemoglobin i-toril-tal (Hb A , F, dan A,).
Pacta kcloinpok talasemia tcrjadi pengurangan pembentukan rantai a,P, y, atail 6 akibat
kerusakan gcn yang inembentuk rantai-ranta~terscbut. He~l-toglobinabnoril-tal yang timbul
akibat gangguan tact1 ialah H b H (P4), H b Bart's (y4), H b Coizstant Spring, H b Lepora, HPFH
dan lain-lain.
Daftar pustaka
1. Kleihauer E, Kohne E, Niet11a1-mmer D. Hamatologic. Berlin: Springer-Vcrlag; 1978.
2. Lewin B. Genes 11. Edisi ke-3. New York: John Wiley & Sons; 1985.
3. Lehmann H, Hunisl-t-tanRG. Man's Haemoglobine's. Amsterdam: North Holland Pub-
lication Co; 1966
4. Model1 B, Berdoukas V.The Clinical Approach to Talasemia. London: Grui-te & Stratton;
1984.
5. Wal-tidiyat I. Penelitian Talaseinia di Jakarta, 1979.
2. ANEMIA
Anemia pada neonatus
Aile~niapada neonat~lsada1al-Ianeinia yang terjadi pada saat lahir atau dalam minggu pertailla
setelah lahii-. Sccara umum Japat cjibagi menjadi 3 yaitu :
1. Anemia karena perdarahan
2. Aneinia karena proses hemolitik
3. Anemia karena kegagalan produksi eritrosit
6. Transfusi feto-fetal
Perdarahan ini hanya ditenlukan pada kelahiran kenlbar ~nonozigotdengan plasenta
monochoriol. Diperkirakan 13-33% dari seluruh kehamila~lkembar dengall plasenta
monochorial terdapat transfusi feto fetal. Pertukaran darah ini dapat menyebabkan
anemia pada donor d a n polisitemia pada resipien. Bila terjadi transfusi yang
bermakna nlaka perbedaan kadar H b > 5 gldl berbeda dengan kembar dizigot,
perbedaan H b ~naksimalsebesar 3.3 gldl. Bayi yang ane~nisdapat nlenderita gaga1
janrung kongestif, sedang bayi yang fletorik bermanifestasi sebagai silldrom
hiperviskositas, DIC (disseminated intrauascular coagulation )dan hiperbilirubin.
Perdarahan dapat terjadi secara akut atau kronik dan dipengaruhi oleh
perbedaan berat badan di antara kedua bayi kenlbar tersebut. Bila perbedaan >
20% lnaka transfusi terjadi secara kronis. Bayi yang lebih kecil sebagai donor dan
aka11 tanlpak ane~nisdengall retikulositosis. Bila perbedaan berat badan < 20%
Inaka bayi yang besar akan mel~jadidonor dan pada keadaan ini transfusi lnungkin
terjadi secara akut dan retikulositosis tidak dite~nukanpada donor yang anernis.
Donor pada transfusi kronis talnpak lebih aneinis dibandingkan dengan donor pada
tra~lsfusiakut.
2. Perdarahan internal
Perdarahan ini kadang tictak tcrdctcks~sampai terjadi kea'laan syok. Anemia yang terjadi
pada bayi usia 24 -72 jam tanpa ikterus umumnya disebabkan oleh perdarahan internal.
Telah diketahui pcrsalinan de~lgantrauma dapat ~nenyebabkanperdarahan subdural
atau subarahnoid, sefal hen~atomyang besar juga dapat ~nenyebabkananemia.
a. Perdarahan ekstrakranial
Perdarahan ini sering ~nenyertaipersalinan yang sulit atau persalinan dengall ckstrasi
vak~unl.Perdarahan subgaleal ter~nasukdi dalamnya yaitu perdarahan masuk ke
area subaponeurotik dari tulang kepala dan dapat rnenyebar ke seluruh rongga
kepala ole11 karena tidak adanya pcrlekatan dengan periosteum. Kcpala bayl lahir
tanlpak bengkak dan biru, pelnbengkakan meluas dari orbita sanlpai leher. Mesk~pt~n
50% disebabkan oleh karena ekstraksi \iakum, nalllun sekitar 25% dapat terjadi
pada persalinan nor~naldan 9% terjadi pada persalinan dengan operasi seksio sesaria.
Perdarahan di bawah penosteum cenderung terbatas pada satu area namun
menimbulkan sefal he~natomdan perdarahan aponeurotik yang ~nenyebabkanane-
mia yang berat. Apabila terjadi fase akut perdarahan ~ n a k aharus ditangani dengan
segera dan tepat yaitu dengan resusitasi, dan bila pelu diberikan transfusi serta
v~taminK. Umumnya penyembuhan senlpurna bisa dicapai namun beberapa hari
kemudian akan terjadi hiperbilirubinemia oleh karena adanya penyerapan dari hasil
pemecahan sel darah merah.
b. Perdarahan intrakranial
Perdarahan intrakranial dapat terjadi intraventrikuler atau subarahnoid. Perdarahan
intraventrikuler terjadi pada i.50% bayi dengan berat badan lahir < 1500 gram dan
jika perdarahan yang te rjadi luas maka akan meninggalkan sekuele dikemudian hari.
Perdarahan ini dapat asimptornatis atau dengall gejala seperti ubun-ubun besar
membenjol, apneu, kejang dan hipotermi. Perdarahan uli dapat menyebabkan anemia
pada bayi saat lahir atau kadar H b tiba-tiba turun dalam jangka waktu 24 jam pertama.
Daftar pustaka
1. Luchtman-Jones L, Schwatz AL, Wilson DB. Dalam: Fanaroff AA, Martin RI,
penyunting. Neonatal Perinatal Medicine Disease of The Fetus and Infant, Edisi ke-6.
St. Louis : Mosby; 1997. h. 1201-51.
2. Oski FA. The Erythrocyte and Its Disorders. Dalam : Nathan DG, Oski FA, penyunting.
A nemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang disebabkan ole11 kurangnya besi
yang diperlukan u~ltuksintesis hemoglobin. Anemia ini merupakan bentuk anemia
yang paling sering dite~nukandi dunia, terutarna di negara yang sedang berkembang.
Diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia ~nenderitaanemia, dan lebih dari setengahnya
~llerupaka~lanemia defisiensi besi. A ~ l e ~ ndefisiensi
ia besi lebih sering ditemuka~ldi negara
yang sedang berke~nbangsehubungan dengan ke~nanlpuanekonomi yang terbatas, ~nasukan
protein hewani yang rendah dan infestasi parasit yang nlerupaka~lmasalah endemik. Saat
ini di Indonesia a11e1nia defisiensi besi masih nlerupakan salah satu masalah gizi utama
disa~npingkekurangan kalori-protein, vitamin A dan yodium.
Selain dibutuhkan untuk p e m b e n t u k a ~ lhemoglobin yang berperan d a l a ~ n
penyimpanan dan pengangkutan oksigen, zat besi juga terdapat dalam beberapa enzim yang
berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, ~leurotransmiterdan proses katabolisme
yang d a l a ~ nbekerjanya lnembutuhkan ion besi. Dengan demikian, kekurangan besi
~nempunyaidanlpak yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak,
lnenuru~lka~l daya tahan tubuh, menurunkar! konsentrasi belajar dan mengurangi aktivitas
kerja.
Anemia ini juga merupakan kelainan hematologi yang paling sering terjadi pada bayi
dan anak. Ha~npirselalu terjadi sekunder terhadap penyakit yang ~nendasarin~a,sehingga
koreksi terhadap penyakit dasarnya menjadi bagian penting dari pengobatan.
Untuk mempertahankan keseimbangan Fe yang positif selama lnasa anak diperlukan
0,8-1,5 mg Fe yang harus diabsorbsi setiap hari dari makanan. Banyaknya Fe yang diabsorpsi
dari ~nakanansekira 10% setiap hari, sehingga untuk nutrisi yang optillla1 diperlukan diet
yang mengandung Fe sebanyak 8-10 mg Fe perhari.
Fe yang berasal dari susu ibu diabsorpsi secara lebih efisieil daripada yang berasal
dari susu sapi sehingga bayi yang ~nendapatAS1 lebih sedikit me~nbutuhkanFe dari makanan
lain. Sedikitnya nlacam makanan yang kaya Fe yang dicerna sela~natahun pertama kehidupan
~nenyebabkansulitnya rnemenuhi ju~nlahyang diharapkan, oleh karena itu diet bayi harus
~nengandungmakanan yang diperkaya dengan Fe sejak usia 6 bulan.
Epidemiologi
Prevalens ADB tinggi pada bayi, ha1 yang sama juga dijumpai pada anak usia sekolah dan
anak praremaja. Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-8 tahun) di kota sekitar
5,5%, anak praremaja 2,696 dan gadis remaja yang hamil 26%. Di Amerika Serikat sekitar
6% anak berusia 1-2 tahun diketahui kekurangan besi, 3% menderita anemia. Lebih kurang
9% gadis relnaja di A~nerikaSeikat kekurangan besi dan 2% menderia anmeia, sedangkan
pada anak laki-laki sekitar 50% cadangall besinya berkc~rangsaat pubertas.
Pre\~alensADB lebih tinggi pada anak kulit hitam clibanding kulit putih. Keadaan ini
mungkin berhubungan dengan status sosial ekononli anak kulit hitam yang lebih rendah.
Bcrdasarkan pcnelitian yang pernah dilakukan di Indonesia prevalens ADB pada anak
balita sekitar 25-35%. Dari hasil SKRT tahun 1992 prevalens ADB pada anak balita di
Indonesia adalah 553%.
berkurang. Besi dalaln makanan terbanyak ditemukan dalanl bentilk senyawa besi non heme
berupa kompleks senyawa besi inorganik (feri/Fe" ) yang oleh pengaruh asanl lambung, vita-
min C, dan asam anlino mengalami reduksi menjadi bentuk fero (Fe".). Bcntuk fero ini
kemudian diabsorpsi oleh sel nlukosa usus dan clidalam sel ilsus bentuk fero ini nlengalanli
oksidasi lnenjadi bentuk feri yang selanjutnya bcrikatan Jengan apoferitin nlenjadi feriti~l
(Gambar 1.2-1).Selanjutnya besi feritin dilepaskart ke dalam peredaran darah setelah nlelalui
reduksi menjadi belltuk fero dan diclalam plasma ion fero direoksidasi kenlbali menjacti bentuk
feri. Yang kenludian berikatan clengan 1 globulin membentuk transferin. Absorpsi besi non
heme akan meningkat pada penderita ADB. Transferin berfungsi unti~kmengangkut besi
dan selanjutnya didistribusikan ke dalanl jaringall hati, linlpa dan sumsum tulang serta jaringan
lain u n t i ~ kdisimpan sebagai cadangan besi tubuh.
Di dalaln sumsun1 tulang sebagian besi dilepaskan kc dalam eritrosit (retikulosit) yang
selanjutnya bersenyawa dengan porfirin n~enlbelltukheme dan persenyawaan globulin dengall
heme nlenlbel1tuk hemoglobin. Setelah eritrosit berumur +120 hari filngsinya ke~nuclian
menurun dan selanjutllya dihancurkan didalam sel retikuloendotelial. Hellloglobin mengalami
proses degradasi menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan direduksi menjadi
bilirubin, sedangkan besi akan ~nasukke dalam plasnla dan rrtengikuti siklus seperti di atas
atau akan tetap disinlpan sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoisis.
Bioavailabilitas besi dipengaruhi ole11 kolnposisi zat gizi dalanl makanan. Asaln askorbat,
daging, ikan dan unggas aka11 ~neningkatkanpenyerapan besi non heme. Jenis nlakanan
yang mellgandung asam tanat (terdapat dalaln teh dan kopi), kalsium, fitat, beras, kuning
telur, polifenol, oksalat, fosfat, clan obat-obatan (antasid, tetrasiklin dan kolestiramin) aka11
mengurangi penyerapan zat besi.
Besi heme didalam lalnbung dipisahkan dari proteinnya oleh asam lallxbung dan enzim
proteosa. Kelnudian besi hellle lllengalanli oksidasi inenjadi hemin yang akan masuk ke dalam
sel ~nukosausus secara utuh, kellludian akan dipecah oleh enzinl 11emeoksigenase nlenjadi
ion feri bebas dan porfirin. Selanjutllya ion feri bebas ini akan lnengalalni siklus seperti di
atas.
Gambar 1.2-1. Pengaturan besi oleh mulosa usus (dikutip dari Lukens,1995)