1. Kata Kromium berasal dari bahasa Yunani (chroma) yang berarti warna.
Kromium (Cr) merupakan
salah satu unsur logam berat yang mempunyai nomor atom 24 dan mempunyai berat atom 51,996. Logam Krom murni tidak pernah ditemukan di alam, logam Krom ditemukan dalam bentuk persenyawaan padat atau mineral dengan unsur-unsur lain. Logam Krom sesungguhnya berasal dari kromit. merupakan satu-satunya mineral yang menjadi sumber logam kromium. Kromit mempunyai komposisi kimia FeCr2O3 dan mempunyai sifat antara lain: Berwarna hitam Berbentuk kristal massif hingga granular Memiliki sistem kristal oktahedral Memiliki goresan berwarna coklat Kekerasan 5,5 (skala mohs) Berat jenis 4,5 – 4,8
Gambar 1. Kromit (http://www.geocaching.com/geocache/GCZP2A_chromite-feocr2o3-dp-ec5).
Komposisi kimia kromit sangat bervariasi karena terdapat usur-unsur lain yang mempengaruhinya, sehingga berdasarkan perbandingan Cr:Fe, kromit dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu kromit kaya krom, kaya aluminium, dan kaya besi (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, 2005).
Gambar 2. Sumber Kromit di dunia ((Pariser, 2013).
Kromit dapat terjadi sebagai endapan primer, yaitu tipe cebakan stratiform dan podiform, atau sebagai endapan sekunder berupa pasir hitam dan tanah laterit (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, 2005). Potensi kromit di Indonesia berupa endapan primer tipe podiform yaitu berbentuk seperti lensa meskipun lebih banyak ditemukan berbentuk seperti pensil, terbentuk di ofiolit yang merupakan lapisan litosfer yang telah tergeser ke continental plate. Kromit tipe podiform kaya akan Cr (Krom) dan Al (Alumunium) (Robinson dkk., 1997). Potensi kromit di Indonesia lebih sedikit dibandingkan negara-negara lain di dunia seperti Kazakhstan, Turkey, Kanada, Afrika Selatan, Finland, Brazil, India, dan Zimbabwe. Meskipun demikian, potensi kromit di Indonesia cukup besar, hal ini dikarenakan kromit terbentuk pada batuan induknya yaitu ofiolit, sedangkan penyebaran ofiolit di Indonesia diperkirakan lebih dari 80 ribu km2 (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, 2005). Penyebaran kromit di Indonesia terdapat di: Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan (Gunung Bobaris, Gunung Meratus, Pulau Laut, dan Pulau Sebuku), Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah (Bungku dan Wosu), Maluku Utara (Pulau Gebe dan Pulau Halmahera), dan Papua (Pegunungan Siklop dan Pegunungan Maropeni) (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, 2005). Proses penambangan biji kromit dibedakan menjadi 2 tahap, yaitu tahap feed preparation dan concentration. Pada tahap feed preparation digunakan chrusher, screens, dan grinding mills, bertujuan memperkecil ukuran bahan mentah kromit dan memisahkan kromit dari bahan lainnya sehingga mempermudah tahap concentration. Pada tahap concentration digunakan hydrocyclones dan spiral untuk menghasilkan konsentrat krom. Sisa air pada tahap concentration selanjutnya dapat melalui tahap penyaringan menggunakan tailing dams (bendungan) (CDE Global, 2013). Kromit banyak dimanfaatkan untuk produksi ferokrom (FeCr: campuran besi dan krom) sebagai “agen” anti-korosi dan pemberi kesan mengkilap untuk pembuatan stainless steels, campuran baja, baja cor, dan besi cor. Konsentrat kromit yang telah mengalami proses roasting akan menjadi sodium dikromat yang berguna dalam pembuatan logam krom (Cr2O3), asam kromat, sulfat kromat, dan kromat, serta untuk campuran baja, pembuatan logam, sebagai katalis dalam penyamakan kulit, dan sebagai bahan dasar pembuatan pewarna atau cat. Selain itu, biji kromit juga digunakan untuk pembuatan mortar, batu bata, dan cetakan untuk pengecoran (Pariser, 2013). Permasalahan-permasalahan: Bahaya Krom Krom di lingkungan paling sering ditemukan dalam bentuk Cr-III (ditemukan dalam kromit) dan Cr-VI. Jumlah Cr-III yang terlalu banyak dapat bersifat toksik bagi tumbuhan dan hewan. Kegiatan pertambangan kromit dan produksi ferokrom dapat mengubah Cr-III menjadi Cr-VI yang juga bersifat toksik dan dapat menyebabkan kanker. Proses perubahan Cr-III menjadi Cr-VI atau sebaliknya dipengaruhi oleh kondisi kompleks yang melibatkan faktor biologi dan kimiawi seperti tipe tanah, kandungan mineral, karakteristik air, dan interaksi biologi. Cr-VI lebih mudah berpindah ke dalam sel tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme sehingga berpotensi tinggi sebagai toksik (MiningWatch Canada, 2012). Pertambangan kromit bertujuan memisahkan kromit untuk produksi ferokrom, tetapi proses penambangan tidak berjalan secara 100% efisien. Proses penambangan menghasilkan limbah seperti debu, sisa air, tailing, sisa batuan, dan terak yang masih mengandung krom, termasuk Cr-VI. Selain itu, dimungkinkan pula adanya kandungan logam berat dan senyawa kimia lainnya dalam limbah pertambangan kromit sehingga berpotensi besar mencemari lingkungan (MiningWatch Canada, 2012). Kandungan Cr-VI sebanyak 1-10 mg/kg dan Cr-II sebanyak 25-100 mg/kg berdampak negatif pada kelangsungan hidup organisme tanah dan keseimbangan ekosistem tanah. Tumbuhan yang hidup pada tanah yang mengandung krom sebagian besar mengakumulasi krom dalam akar dan bagian tumbuhan lainnya seperti daun, sehingga menjadi toksik apabila dikonsumsi. Tumbuhan memiliki tingkat toleransi yang berbeda terhadap bahan pencemar, tubuhan dengan tingkat toleransi rendah terhadap krom akan terhambat pertumbuhannya dan bahkan mati. Suatu studi menemukan bahwa tumbuhan dan alga mengandung bentuk intermediet dari Cr-VI yaitu Cr-V dan Cr-IV yang bersifat lebih toksik bagi manusia dan hewan, dan menjadi ancaman bagi “kesehatan” ekologi. Kandungan krom dalam air minum dan makanan dapat menyebabkan kanker, gangguan organ reproduksi, perubahan perilaku, menghambat pertumbuhan, dan meningkatkan risiko kematian (MiningWatch Canada, 2012). Krom dalam dosis tinggi dapat menyebabkan kanker paru-paru, kerusakan hati (liver), dan ginjal. Selain itu, kontak krom dengan kulit menyebabkan iritasi dan jika tertelan dapat menyebabkan sakit perut dan muntah (Pellerin, 2006). 2. INTAN dan GRAFIT Grafit, sebagaimana berlian, adalah bentuk alotrop karbon, karena kedua senyawa ini mirip namun struktur atomnya mempengaruhi sifat kimiawi dan fisikanya. Grafit terdiri atas lapisan atom karbon, yang dapat menggelincirdengan mudah. Artinya, grafit amat lembut, dan dapat digunakansebagai minyak pelumas untuk membuat peralatan mekanis bekerjalebih lancar. Grafit sekarang umum digunakan sebagai "timbal" padapensil. Grafit adalah penghantar listrik dan panas yang cukup baiktetapi bersifat rapuh. Pada temperatur yang lebih tinggi, grafitteroksidasi oleh asam nitrat berasap, kalor atau oksigen. Grafit hanyadapat dilarutkan dalam besi leleh. Ditinjau dari segi ketahananterhadap korosi, grafit merupakan bahan yang bidang penggunaannyasangat luas. Bahan tersebut tahan terhadap semua asam dan sebagianbesar basa hingga di atas 100°C. Intan adalah mineral yang secara kimiamerupakan bentuk kristal, atau alotrop, darikarbon. Intan terkenal karena memiliki sifat- sifat fisika yang istimewa, terutama faktorkekerasannya dan kemampuannya mendispersikan cahaya. Sifat-sifatini yang membuat intan digunakan dalam perhiasan dan berbagaipenerapan di dalam dunia industri. 3. Setiap atom karbon di intan terikat secara kovalen pada 4 atomkarbon lainnya dalam struktur tetrahedron, sedangkan di grafit, atomkarbon terikat secara kovalen pada 3 atom karbon lainnya dalamstruktur berbentuk heksagonal yang berlapis-lapis. Susunan molekulintan lebih rapat dibandingkan dengan grafit. Kerapatan intan adalah3,51 g/cm3, sedangkan grafit 2,22 g/cm3. Intan mempunyai titik leleh3.550°C dan titik didih 4.827°C, dan grafit titik lelehnya3.652-3.697°C (menyumblim) dan mempunyai titik didih 4.200°C.Namun, grafit mempunyai kestabilan yang lebih baik di alam, yakni 2,9kJ/mol pada 1 atm 300 °K. Dari sifat thermodinamika, pada 300 °K 1500 atm dicapaikesetimbangan grafit dan intan, tetapi berjalan sangat lamban. Grafitdapat diubah menjadi intan dengan pemberian tekanan dan suhu yangtinggi, yakni 3000 °K, 125 bar dengan katalis logam transisi, seperti Cr,Fe, atau Pt untuk mendapatkan laju seperti yang diharapkan, yang akanmenghasilkan int
Daftar Pustaka
Pariser, G. C. 2013. Ontario’s Ring of Fire: Unlocking Potential andCreatingOpportunity.PDAC Convention:
Heinz H. Pariser Alloy Metals and Steel Market Research. Toronto.
Robinson, P. T., Zhou, M-F., Malpas, J., dan Bai, W-J. 1997. Podiform Chromitites: Their Composition, Origin, and Environment of Formation. Episodes 20(4): 247.