BAB 5
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dijumpai penderita fraktur tulang terbuka diaphysis berjenis
(26,8%), dengan usia rata-rata 34,46 tahun. Hal ini sejalan dengan kebanyakan
studi lainnya. Penelitian oleh Fernandes dkk (2015) juga menemukan mayoritas
sampel penelitian adalah laki-laki (118 orang (78,14%)) dan 33 orang (21,85%)
perempuan dengan usia rata-rata pasien adalah 31,76 (antara 3-87) tahun
(Fernandes et al. 2015). Penelitian lain menemukan usia rata-rata (SD) adalah
33,9 (16,3) tahun yang 79,0% sampelnya adalah laki-laki (Srour et al. 2015).
panjang yang lebih tinggi yaitu 21,5 per 100.000 pasien, dibandingkan dengan
wanita dengan insidens 12,3 per 100.000 pasien per tahun (Taki et al, 2017).
terbuka diaphysis yang paling sering terjadi, diikuti oleh radius (28,6%), femur
(14,3%), fibula (10,7%) serta humerus dan ulna (masing-masing 3,6%). Dalam
penelitian sebelumnya diamati 76 patah tulang tibia, yang merupakan tulang yang
paling terkena, yaitu 50,3% dari patah tulang (Fernandes et al. 2015). Lokasi
fraktur yang paling sering dari fraktur terbuka adalah tibia (48,3%), diikuti oleh
femur (21,9%), radius-ulna (21,3%), dan humerus (8,6%) (Srour et al. 2015).
Fernandes dkk (2015) yang juga menemukan distribusi fraktur menurut Gustilo-
dan 82 (54,30%) derajat III diamati. Dari jumlah tersebut, 75 kasus adalah derajat
IIIA (49,66%), 2 kasus derajat IIIB (1,32%), dan 5 kasus derajat IIIC (3,31%).
lainnya adalah jatuh dari ketinggian (7,95%), cedera akibat senjata api (4,64%),
cedera akibat olahraga (2,64%), kekerasan fisik (1,98%), crushing injury (1,32%),
dan sebagian besar cedera (78,4%) disebabkan oleh trauma tumpul (Fernandes et
al. 2015).
Pada penelitian ini, rata-rata onset debridement dilakukan pada 12,46 jam
bukanlah menjadi fokus pada penelitian ini. Pada penelitian oleh Srour dkk
dengan rata-rata 6,41 hari. Hal ini berbeda jauh dengan penelitian sebelumnya
2011).
29
5.2 Hubungan Kejadian Infeksi Dini dengan Onset Debridement pada Pasien
Tata laksana fraktur terbuka telah menjadi topik yang kontroversi. Di rumah sakit
yang merawat pasien yang menderita trauma, terdapat konsensus bahwa tata
laksana awal fraktur ini idealnya dilakukan dalam waktu kurang dari 6 jam. Teori
ini didasarkan pada penelitian Friedrich yang menggunakan tanah dan debu
sebagai agen infeksi untuk luka pada hewan percobaan. Dalam studinya ia
ini, debridement akan kurang efektif untuk mengendalikan infeksi pada luka.
infeksi dini dengan onset debridement pada pasien fraktur tulang terbuka
antarakejadian infeksi dini dengan onset debridement pada pasien fraktur tulang
kesalahan tipe II (karena jumlah kasus yang terbatas) dalam penelitian ini, kami
infeksi dini.
Namun pada penelitian ini didapatkan nilai rasio prevalens sebesar 2,53.
Artinya, kelompok dengan onset debridement > 6 jam memiliki faktor risiko 2
kali lipat lebih besar untuk terjadi infeksi dibandingkan dengan kelompok dengan
30
onset debridement ≤ 6 jam. Sayangnya hasil penelitian ini dinilai tidak bermakna
(p = 0,062).
terbatas yang meneliti efektivitas debridement awal hanya pada fraktur tibia.
Dalam analisis retrospektif dari 103 pasien dengan fraktur tibia terbuka, Khatod
dkk (2003) tidak menemukan peningkatan dalam kejadian infeksi pada pasien
yang menjalani debridement dalam waktu kurang dari 6 jam dibandingkan dengan
dkk (2008) menunjukkan dalam tinjauan retrospektif dari 206 pasien dengan
fraktur tibia terbuka bahwa tidak ada perbedaan dalam hasil infeksi berdasarkan
infeksi pada pasien dengan trauma tumpul. Tidak ada perbedaan dalam
terbuka derajat III, Singh dkk (2012) menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam tingkat infeksi untuk debridement dini (≤6 jam) dibandingkan
dengan debridement tertunda (>6 jam). Pollak (2010) menunjukkan dalam sebuah
penelitian prospektif dari 307 pasien dengan fraktur terbuka ekstremitas bawah
kelas III Gustilo bahwa tidak ada perbedaan dalam komplikasi infeksi untuk 3
kelompok waktu debridement (<5 jam, 5-10 jam, dan>10 jam). Di Inggris, Al-
31
Arabi dkk (2007) menunjukkan dalam studi prospektif dari 237 pasien dengan
patah tulang panjang selama periode 9 tahun bahwa tidak ada perbedaan dalam
tingkat komplikasi infeksi untuk debridement kurang dari 6 jam atau lebih dari 6
jam. Penelitian oleh Fernandes dkk menemukan ada 20 (13,24%) kasus infeksi
secara keseluruhan, dari jumlah tersebut, 7 kasus (35%) berada dalam kelompok
Karena berbagai alasan, debridement tidak selalu dapat dilakukan dalam 6 jam
pertama. Dalam beberapa kasus, debridement ini dilakukan oleh ahli bedah dan
ahli anestesi yang kelelahan pada waktu yang tidak tepat (Landrigan et al 2004).
Waktu tunggu antara 6 hingga 24 jam untuk tata laksana bedah pada fraktur dapat
klinis yang memadai. Dalam literatur saat ini, tidak ada bukti ilmiah yang