TRAUMA ABDOMEN
DISUSUN OLEH:
SGD I
1. Fitria Aprilina (1502115001)
2. Ribut Agung Nugroho (1502115003)
3. Made Aryawa Putra (1502115005)
4. Ida Ayu Ari Wahyuni Dewi (1502115007)
5. Dini Fandria Ningrum (1502115008)
6. Hasbullah Fadhlani (1502115011)
7. Hapu Ammah (1502115012)
8. Natalia Kahi Wonji (1502115014)
9. Ni Kadek Amiek Febriyanti (1202105064)
5. Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan
lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian), maka
beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor-faktor fisik dari
kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi
berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan
tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan
tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari
permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada
elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan
jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah
kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan.
Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.
Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan
dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan
dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan.
Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa
mekanisme :
a) Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya
tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak
benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ
berongga.
b) Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
c) Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya
robek pada organ dan pedikel vaskuler
6. Komplikasi
a) Trombosis Vena
b) Emboli Pulmonar
c) Stress ulserasi dan perdarahan
d) Pneumonia
e) Tekanan ulserasi
f) Atelektasis
g) Sepsis
7. Pemeriksaan diagnostik
a. Trauma Tumpul
1. Diagnostik Peritoneal Lavage
DPL adalah prosedur invasive yang bisa cepat dikerjakan yang bermakna
merubah rencana untuk pasien berikutnya ,dan dianggap 98 % sensitive
untuk perdarahan intraretroperitoneal. Harus dilaksanakan oleh team
bedah untuk pasien dengan trauma tumpul multiple dengan hemodinamik
yang abnormal, terutama bila dijumpai :
a) Perubahan sensorium-trauma capitis, intoksikasi alcohol, kecanduan
obat-obatan.
b) Perubahan sensasi trauma spinal
c) Cedera organ berdekatan-iga bawah, pelvis, vertebra lumbalis
d) Pemeriksaan diagnostik tidak jelas
e) Diperkirakan aka nada kehilangan kontak dengan pasien dalam
waktu yang agak lama, pembiusan untuk cedera extraabdominal,
pemeriksaan X-Ray yang lama misalnya Angiografi
f) Adanya lap-belt sign (kontusio dinding perut) dengan kecurigaan
trauma usus
DPL juga diindikasikan pada pasien dengan hemodinamik normal nilai
dijumpai hal seperti di atas dan disini tidak memiliiki fasilitas USG
ataupun CT Scan. Salah satu kontraindikasi untuk DPL adalah adanya
indikasi yang jelas untuk laparatomi. Kontraindikasi relative antara lain
adanya operasi abdomen sebelumnya, morbid obesity, shirrosis yang
lanjut, dan adanya koagulopati sebelumnya. Bisa dipakai tekhnik terbuka
atau tertutup (Seldinger ) di infraumbilikal oleh dokter yang terlatih. Pada
pasien dengan fraktur pelvis atau ibu hamil, lebih baik dilakukan
supraumbilikal untuk mencegah kita mengenai hematoma pelvisnya
ataupun membahayakan uterus yang membesar. Adanya aspirasi darah
segar, isi gastrointestinal, serat sayuran ataupun empedu yang keluar,
melalui tube DPL pada pasien dengan henodinamik yang abnormal
menunjukkan indikasi kuat untuk laparatomi. Bila tidak ada darah segar
(>10 cc) ataupun cairan feses ,dilakukan lavase dengan 1000cc Ringer
Laktat (pada anak-anak 10cc/kg). Sesudah cairan tercampur dengan cara
menekan maupun melakukan rogg-oll, cairan ditampung kembali dan
diperiksa di laboratorium untuk melihat isi gastrointestinal ,serat maupun
empedu. (American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 :
149-150)Test (+) pada trauma tumpul bila 10 ml atau lebih darah
makroskopis (gross) pada aspirasi awal, eritrosit > 100.000 mm3, leukosit
> 500/mm3 atau pengecatan gram (+) untuk bakteri, bakteri atau serat.
Sedangkan bila DPL (+) pada trauma tajam bila 10 ml atau lebih darah
makroskopis (gross) pada aspirasi awal,sel darah merah 5000/mm3 atau
lebih. (Scheets, 2002 : 279-280)
2. FAST (Focused Assesment Sonography in Trauma)
Individu yang terlatih dengan baik dapat menggunakan USG untuk
mendeteksi adanya hemoperitoneum. Dengan adanya peralatan khusus di
tangan mereka yang berpengalaman, ultrasound memliki sensifitas,
specifitas dan ketajaman untuk meneteksi adanya cairan intraabdominal
yang sebanding dengan DPL dan CT abdomen Ultrasound memberikan
cara yang tepat, noninvansive, akurat dan murah untuk mendeteksi
hemoperitorium, dan dapat diulang kapanpun. Ultrasound dapat
digunakan sebagai alat diagnostik bedside dikamar resusitasi, yang secara
bersamaan dengan pelaksanaan beberapa prosedur diagnostik maupun
terapeutik lainnya. Indikasi pemakaiannya sama dengan indikasi DPL.
(American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 150)
a) Computed Tomography (CT)
Digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ yang
mengalami kerusakan dan tingkat kerusakannya, dan juga bisa untuk
mendiagnosa trauma retroperineal maupun pelvis yang sulit di
diagnosa dengan pemeriksaan fisik, FAST, maupun DPL. (American
College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 151)
b. Trauma Tajam
1. Cedera thorax bagian bawah
Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan pada diafragma dan
struktur abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik maupun
thorax foto berulang, thoracoskopi, laparoskopi maupun pemeriksaan CT
scan.
2. Eksplorasi local luka dan pemeriksaan serial dibandingkan dengan DPL
pada luka tusuk abdomen depan. Untuk pasien yang relatif asimtomatik
(kecuali rasa nyeri akibat tusukan), opsi pemeriksaan diagnostik yang
tidak invasive adalah pemeriksaan diagnostik serial dalam 24 jam, DPL
maupun laroskopi diagnostik.
3. Pemeriksaan fisik diagnostik serial dibandingkan dengan double atau
triple contrast pada cedera flank maupun punggung
Untuk pasien yang asimptomatik ada opsi diagnostik antara lain
pemeriksaan fisik serial, CT dengan double atau triple contrast, maupun
DPL. Dengan pemeriksaan diagnostic serial untuk pasien yang mula-mula
asimptomatik kemudian menjadi simtomatik, kita peroleh ketajaman
terutama dalam mendeteksi cedera retroperinel maupun intraperineal
untuk luka dibelakang linea axillaries anterior. (American College of
Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 151)
c. Pemeriksaan Radiologi
1. Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul
Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, Thorax AP dan
pelvis AP dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma.
Rontgen foto abdomen tiga posisi (telentang, setengah tegak dan lateral
decubitus) berguna untuk melihat adanya udara bebas dibawah
diafragma ataupun udara di luar lumen diretroperitoneum, yang kalau
ada pada keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukan laparatomi.
Hilangnya bayangan psoas menunjukkan kemungkinan cedera
retroperitoneal
2. Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam
Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak
memerlukan pemeriksaan X-Ray pada pasien luka tusuk diatas
umbilicus atau dicurigai dengan cedera thoracoabdominal dengan
hemodinamik yang abnormal, rontgen foto thorax tegak bermanfaat
untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumothorax, ataupun
untuk dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal. Pada pasien
yang hemodinamiknya normal, pemasangan klip pada luka masuk
maupun keluar dari suatu luka tembak dapat memperlihatkan jalannya
peluru maupun adanya udara retroperitoneal pada rontgen foto abdomen
tidur.
Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata, telinga, dan mulut.
Temuan yang dianggap kritis:
Pupil tidak simetris, midriasis tidak ada respon terhadap cahaya ?
Patah tulang tengkorak (depresi/non depresi, terbuka/tertutup)?
Robekan/laserasi pada kulit kepala?
Darah, muntahan atau kotoran di dalam mulut?
Cairan serebrospinal di telinga atau di hidung?
Battle sign dan racoon eyes?
Leher: lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot leher bagian
belakang.. Temuan yang dianggap kritis: Distensi vena jugularis, deviasi trakea
atau tugging, emfisema kulit
Dada: Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot asesoris,
pergerakan dada, suara paru. Temuan yang dianggap kritis: Luka terbuka,
sucking chest wound, Flail chest dengan gerakan dada paradoksikal, suara paru
hilang atau melemah, gerakan dada sangat lemah dengan pola napas yang tidak
adekuat (disertai dengan penggunaaan otot-otot asesoris).
Abdomen: Memar pada abdomen dan tampak semakin tegang, lakukan
auskultasi dan palpasi dan perkusi pada abdomen. Temuan yang dianggap kritis
ditekuannya penurunan bising usus, nyeri tekan pada abdomen bunyi dullness.
Pelvis: Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeri tekan. Temuan yang
dianggap kritis: Pelvis yang lunak, nyeri tekan dan tidak stabil serta
pembengkakan di daerah pubik
Extremitas: ditemukan fraktur terbuka di femur dextra da luka laserasi pada
tangan. Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi, fungsi motorik, fungsi
sensorik. Temuan yang dianggap kritis: Nyeri, melemah atau menghilangnya
denyut nadi, menurun atau menghilangnya fungsi sensorik dan motorik.
Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi, pernafasan dan tekanan
darah.
Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS (Glasgow Coma Scale):
terjadi penurunan kesadaran pada pasien.
b. AMPLE
Allergy : Tidak ada data
Medication : Tidak ada data
Past Medical History : Tidak ada data
Last Meal : Tidak ada data
Event : Seorang laki-laki 34 tahun di bawa ke UGD 2 jam yang lalu
karena kecelakaan, pasien terseret mobil dan terlempar dari
motornya.
Pemeriksaan fisik difokuskan pada daerah abdomen:
Inspeksi: Fraktur terbuka di femur dekstra, luka laserasi pada wajah dan tangan,
memar pada abdomen, perut semakin menegang.
Auskultasi: Bising usus
Perkusi: Bunyi redup bila ada hemoperitoneum.
Palpasi: kekauan dan spasme pada perut karena akumulasi darah atau cairan.
ANALISA DATA
Interpretasi nyeri
Intervensi Keperawatan
Brunner & Suddarth (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 2. Ed. 8. EGC:
Jakarta.
Herdman, T Heather, dkk. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi. Edisi 10.
Jakarta: EGC
Nurarif, A. (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan NIC NOC
Jilid 3. Jogjakarta: MediAction
Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., Pradipta., E. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4,
Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius