PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada kasus pasien Ny.S dengan diagnosa
medis kistoma ovary suspek keganasan yang dilakukan tindakan kistektomi
dengan teknik general anestesi intubasi endotracheal?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan asuhan keperawatan anestesi ini adalah
untuk mendapatkan pengalaman yang nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan anestesi mulai dari pre operasi, intra operasi atau durante
operasi dan post operasi, pada pasien dengan kistoma ovary suspek
keganasan yang dilakukan tindakan kistektomi dengan teknik general
anestesi intubasi endotrakheal.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan gambaran mengenai pengkajian asuhan keperawatan
perianestesia pada pasien dengan kistoma ovary suspek keganasan
yang dilakukan tindakan kistektomi dengan teknik general anestesi
intubasi endotrakheal.
b. Memberikan gambaran mengenai diagnosa keperawatan yang timbul
pada asuhan keperawatan perianestesia pada pasien dengan kistoma
ovary suspek keganasan yang dilakukan tindakan kistektomi dengan
teknik general anestesi intubasi endotrakheal.
c. Memberikan gambaran mengenai perencanaan keperawatan pada
asuhan keperawatan perianestesia pada pasien dengan kistoma ovary
suspek keganasan yang dilakukan tindakan kistektomi dengan teknik
general anestesi intubasi endotrakheal.
d. Memberikan gambaran mengenai implementasi keperawatan pada
asuhan keperawatan perianestesia pada pasien dengan kistoma ovary
suspek keganasan yang dilakukan tindakan kistektomi dengan teknik
general anestesi intubasi endotrakheal.
e. Memberikan gambaran mengenai evaluasi keperawatan pada asuhan
keperawatan perianestesia pada pasien dengan kistoma ovary suspek
keganasan yang dilakukan tindakan kistektomi dengan teknik general
anestesi intubasi endotrakheal.
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat
tumbuh di mana saja dan jenisnya bermacam-macam (Jacoeb, 2007). Kista
adalah suatu bentukan yang kurang lebih bulat dengan dinding tipis, berisi
cairan atau bahan setengah cair (Soemadi, 2006).
Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi pada
indung telur atau ovarium. Cairan yang terkumpul ini dibungkus oleh
semacam selaput yang terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium (Agusfarly,
2008).
Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang berlebihan/abnormal pada
ovarium yang membentuk seperti kantong. Kista ovarium secara fungsional
adalah kista yang dapat bertahan dari pengaruh hormonal dengan siklus
mentsruasi. (Lowdermilk, dkk. 2005)
B. KLASIFIKASI
1. Kista folikel
Kista folikel berkembang pada wanita muda wanita muda sebagian akibat
folikel de graft yang matang karena tidak dapat meyerap cairan setelah
ovulsi.kista ini bisanya asimptomotik keculi jika robek.dimana kasus ini
paraf jika tedapat nyeri pada panggul.jika kista tidak robek,bisanya
meyusut setelah 2-3 siklus menstrusi.
2. Kista corpus luteum
Terjadi setelah ovulasi dan karena peningkatan sekresi dari progesterone
akibat dari peningkatan cairan di korpus luteum ditandai dengan nyeri,
tendenderness pada ovari, keterlambatan mens dan siklus mens yang tidak
teratur atau terlalu panjang. Rupture dapat mengakibatkan haemoraghe
intraperitoneal. Biasanya kista corpus luteum hilang dengan selama 1-2
siklus menstruasi.
3. Syndroma rolycystik ovarium
Terjadi ketika endocrine tidak seimbang sebagai akibat dari estrogen yang
terlalu tinggi, testosoron dan luteinizing hormone dan penurunan sekresi
fsh. Tanda dan gejala terdiri dari obesitas, hirsurism (kelebihan rambut di
badan) mens tidak teratur, infertelitas.
4. Kista Theca- lutein
Biasanya bersama dangan mola hydatidosa. Kista ini berkembang akibat
lamanya stimulasi ovarium dari human chorionik gonadotropine( HCG ) (
Lowdermik,dkk. 2005:273 ).
C. ETIOLOGI
Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab inilah
yang nantinya akan menentukan tipe dari kista. Diantara beberapa tipe
kista ovarium, tipe folikuler merupakan tipe kista yang paling banyak
ditemukan. Kista jenis ini terbentuk oleh karena pertumbuhan folikel
ovarium yang tidak terkontrol. Folikel adalah suatu rongga cairan yang
normal terdapat dalam ovarium. Pada keadaan normal, folikel yang berisi
sel telur ini akan terbuka saat siklus menstruasi untuk melepaskan sel telur.
Namun pada beberapa kasus, folikel ini tidak terbuka sehingga
menimbulkan bendungan carian yang nantinya akan menjadi kista. Cairan
yang mengisi kista sebagian besar berupa darah yang keluar akibat dari
perlukaan yang terjadi pada pembuluh darah kecil ovarium. Pada beberapa
kasus, kista dapat pula diisi oleh jaringan abnormal tubuh seperti rambut
dan gigi. Kista jenis ini disebut dengan Kista Dermoid.
Penyebab dari kista belum diketahui secara pasti tapi ada beberapa factor
pemicu yaitu :
1. Gaya hidup tidak sehat.
Diantaranya :
a. Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kurang serat
b. Zat tambahan pada makanan
c. Kurang olah raga
d. Merokok dan konsumsi alkohol
e. Terpapar dengan polusi dan agen infeksius
f. Sering stress
g. Zat polutan
2. Faktor genetik
Dalam tubuh kita terdapat gen gen yang berpotensi memicu
kanker, yaitu yang disebut protoonkogen, karena suatu sebab tertentu,
misalnya karena makanan yang bersifat karsinogen , polusi, atau
terpapar zat kimia tertentu atau karena radiasi, protoonkogen ini dapat
berubah menjadi onkogen, yaitu gen pemicu kanker.
D. PATOFISIOLOGI
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang
disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan
diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang
rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki
struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi
pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara
progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan
membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista
fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang
kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi
oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat
terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap
gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional
(hydatidiform mole dan choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada
kehamilan multiple dengan diabetes, HCg menyebabkan kondisi yang disebut
hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan
menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate,
dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai
dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak
terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia
yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh
ini, keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan
sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan
keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas
yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel
granulosa dari sex cord sel dan germ cel tumor dari germ sel primordial.
E. MANIFESTAFI KLINIK
Seperti pada penyakit ganas, tumor ovarium dapat tumbuh dengan
tenang dan jarang penyebab gejala sampai setelah mencapai ukuran besar.
Ketika tumor berkembang akan terjadi distensi abdominal. Pengaruh berat
tekanan terhadap usus dan kandung kemih. Pertumbuhan tumor ovarium
dapat memberikan gejala karena besarnya, terdapat perubahan hormonal atau
penyulit yang terjadi. Tumor jinak ovarium diameternya kecil sering
ditemukan secara kebetulan dan tidak memberikan gejala klinik yang berarti.
Sebagian besar tanda dan gejala adalah akibat dari :
1. Gejala akibat pertumbuhan
a. Menimbulkan rasa berat di abdomen bagian bawah
b. Mengganggu miksi atau defekasi
c. Tekanan tumor dapat menimbulkan konstipasi atau edema pada
tungkai bawah
2. Gejala akibat perubahan hormonal
Ovarium merupakan sumber hormon utama wanita, sehingga bila
berhubungan dengan tumor menimbulkan gangguan menstruasi, tumor sel
granulase
3. Gejala klinik akibat komplikasi yang terjadi pada tumor
a. Perdarahan ke dalam kista (intra tumor)
Bila terjadi perdarahan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan
nyeri abdomen mendadak dan memerlukan tindakan cepat.
b. Robek dinding kista
Pada torsi tangkai kista ada kemungkinan terjadi robekan sehingga isi
kista tumpah ke dalam ruang abdomen.
c. Degenerasi ganas kista ovarium Keganasan kista ovarium sering
dijumpai :
1) Kista pada usia sebelum menarche
2) Kista pada usia diatas 48 tahun
d. Sindrome Meigs
Sindrom yang ditemukan oleh meigs menyebutkan terdapat fibroma
ovari, acites dan hidrothorak dengan tindakan operasi fibroma ovari
maka sindroma akan menghilang dengan sendirinya.
F. KOMPLIKASI
Menurut manuaba ( 1998:417 ) komplikasi dari kista ovarium yaitu
G. PATHWAY
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemastian diagnosis untuk kista ovarium dapat dilakukan dengan pemeriksaan:
1. Ultrasonografi (USG)
Tindakan ini tidak menyakitkan, alat peraba (transducer) digunakan untuk
mengirim dan menerima gelombang suara frekuensi tinggi (ultrasound)
yang menembus bagian panggul, dan menampilkan gambaran rahim dan
ovarium di layar monitor. Gambaran ini dapat dicetak dan dianalisis oleh
dokter untuk memastikan keberadaan kista, membantu mengenali lokasinya
dan menentukan apakah isi kista cairan atau padat. Kista berisi cairan
cenderung lebih jinak, kista berisi material padat memerlukan pemeriksaan
lebih lanjut.
2. Laparoskopi
Dengan laparoskopi (alat teropong ringan dan tipis dimasukkan melalui
pembedahan kecil di bawah pusar) dokter dapat melihat ovarium,
menghisap cairan dari kista atau mengambil bahan percontoh untuk biopsi.
3. Hitung darah lengkap
Penurunan Hb dapat menunjukkan anemia kronis.
4. Foto Rongent
Berguna untuk menentukan adanya hidrothoraks, selanjutnya pada kista
dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanya gigi pada kista.
I. PENATALAKSANAAN
1. Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan
bedah, misal laparatomi, kistektomi atau laparatomi salpingooforektomi.
2. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan
menghilangkan kista.
3. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista
ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen
dengan satu pengecualian penurunan tekanan intra abdomen yang
diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada
distensi abdomen yang berat. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan
gurita abdomen sebagai penyangga.
4. Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien tentang pilihan
pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik / tindakan kenyamanan
seperti kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi napas dalam,
informasikan tentang perubahan yang akan terjadi seperti tanda – tanda
infeksi, perawatan insisi luka operasi. ( Lowdermilk.dkk. 2005:273 ).
J. KISTEKTOMI
1. Pengertian
Kistektomi adalah pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat kista
(kantung berisi cairan) dapat tumbuh di bagian tubuh manapun.Kista
ovarium secara fungsional adalah kista yang dapat bertahan dari pengaruh
hormonal dengan siklus menstruasi. Sistektomi indung telur adalah prosedur
untuk mengangkat kista dari indung telur. Kista adalah kantong yang berisi
cairan, kista seperti balon berisi air. Cairan yang terkumpul ini dibungkus
oleh semacam selaput yang terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium.
2. Tujuan
Kistektomi ovarium meliputi penanganan lembut jaringan untuk membatasi
pembentukan adhesi pascaoperasi dan rekonstruksi anatomi ovarium normal
untuk membantu transfer ovum ke tuba faloppi
3. Indikasi Dan Kontraindikasi
a. Indikasi
1) Massa ovarium > 6 cm
2) Massa adnexa > 10 cm
3) Semua massa yang muncul setelah menopause
4) Sulit mengetahui asal massa (mis. Leiomyoma) dengan radiologi atau
USG
b. Kontraindikasi
1) Kistektomi : bila masih ada jaringan ovarium yang sehat
2) Salpyngoovorectomi Unilateral / SOU
3) SOB : bila ditemukan pada kedua ovarium, pada usia muda uterus
dapat ditinggalkan dengan rencana substitusi hormonal.
4. Penatalaksanaan
a. Operasi
b. Wanita premenopause dengan ukuran tumor < 10 cm dan tidak ada
keluhan observasi, karena 70 % dapat hilang sendiri
c. Dapat dicoba diberikan kontrasepsi monofasik, supresi kista fungsional,
observasi 4-6 mgg, jika ukuran tetap, laparotomi
5. Pemeriksaan Penunjang
Begitu banyak teknik-teknik operasi pada tindakan kistektomi.
Prosedur operatif ideal pada wanita bergantung pada kondisi mereka
masing-masing. Namun jenis-jenis dari kistektomi ini dibicarakan pada
setiap pertemuan mengenai teknik apa yang dilakukan dengan pertimbangan
situasi yang bagaimana. Namun keputusan terakhir dilakukan dengan
diskusi secara individu antara pasien dengan dokter-dokter yang mengerti
keadaan pasien tersebut.
Keterlambatan mendiagnosis kanker ovarium sering terjadi karena
letak ovarium berada didalam rongga panggul sehingga tidak terlihat dari
luar. Biasanya kanker ovarium ini di deteksi lewat pemeriksaan dalam. Bila
kistanya sudah membesar maka akan terabab ada benjolan. Jika dokter
menemukan kista, maka selanjutanya akan dilakukan USG untuk
memastikan apakah ada tanda tanda kanker atau tidak. Kemudian
dibutuhkan pemeriksaan lanjutan dengan mengambil jaringan (biopsy)
untuk memastikan kista tersebut jinak atau ganas. Ini bisa dilakukan dengan
laparskopi, melalui lubang kecil di perut. Pemeriksaan lainnya dengan CT
Scan dan tumor marker dengan pemeriksaan darah.
K. ANESTESI UMUM
1. Pengertian
Anestesi umum adalah suatu keadaan meniadakan nyeri secara sentral
yang dihasilkan ketika pasien diberikan obat-obatan untuk amnesia,
analgesia, kelumpuhan otot, dan sedasi. Pada pasien yang dilakukan anestesi
dapat dianggap berada dalam keadaan ketidaksadaran yang terkontrol dan
reversibel. Anestesi memungkinkan pasien untuk mentolerir tindakan
pembedahan yang dapat menimbulkan rasa sakit tak tertahankan, yang
berpotensi menyebabkan perubahan fisiologis tubuh yang ekstrim, dan
menghasilkan kenangan yang tidak menyenangkan.
2. Indikasi
a. Infant & anak usia muda
b. Dewasa yang memilih anestesi umum
c. Pembedahannya luas / eskstensif
d. Penderita sakit mental
e. Pembedahan lama
f. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
g. Riwayat penderita alergi obat anestesi local
h. Penderita dengan pengobatan antikoagulantia
3. Kontra Indikasi
Tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan, (harus
hindarkan pemaiakaian obat).
a. Hepar : obat hepatotoksik, dosis dikurangi/ obat yang toksis terhadap
hepar/dosis obat diturunkan
b. Jantung : obat-obat yang mendespresi miokard/ menurunkan aliran darah
coroner
c. Ginjal : obat yg diekskresi di ginjal
d. Paru : obat yg merangsang sekresi Paru
e. Endokrin : hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/hindarkan
pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis diabetes
penyakit basedow, karena bisa menyebabkan peninggian gula darah.
4. Persiapan Pada Hari Operasi
Secara umum, persiapan pembedahan antara lain :
a. Pengosongan lambung : dengan cara puasa, memasang NGT. Lama
puasa pada orang dewasa kira-kira 6-8 jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2
jam (stop ASI). Pada operasi darurat, pasien tidak puasa, maka dilakukan
pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
b. Pengosongan kandung kemih
c. Informed consent ( Surat izin operasi dan anestesi).
d. Pemeriksaan fisik ulang
e. Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya.
f. Premedikasi secara intramuskular ½ - 1 jam menjelang operasi atau
secara intravena jika diberikan beberapa menit sebelum operasi
5. Status Fisik Pra Anestesi
American Society of Anesthesiologist (ASA) menyusun klasifikasi status
fisik pra anestesi:
a. ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi
b. ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik
karena penyakit bedah maupun penyakit lain, contoh pasien batu ureter
dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien appendisitis akut dengan
leukositosis dan febris.
c. ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang
diakibatkan karena berbagai penyebab, contoh pasien appendicitis
perforasi dengan septisemia, atau pasien ileus obstruktif dengan iskemia
miokardium.
d. ASA 4 : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung
mengancam kehidupannya, contoh pasien dengan syok atau
dekompensasi kordis.
e. ASA 5 : Pasien tak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun di operasi
atau tidak, contoh pasien tua dengan perdarahan basis kranii dan syok
hemorargik karena ruptur hepatic
f. ASA E: Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan
mencantumkan tanda darurat (E = Emergency), misalnya ASA IE atau
IIE.
6. Stadium
Guedel membagi anestesi umum dengan eter kedalam 4 stadium yaitu:
a. Stadium I (analgesi) dimuai dari saat pemberian zat anestetik sampai
hilangnya kesadaran pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti
perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan
pembedahan ringan seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar dapat
dilakukan pada stadium ini.
b. Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya
kesadaran dan refleksi bulu mata sampai pernapasan kembali teratur pada
stadium ini terlihat adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut
kehendak, pasien tertawa, berteriak, menangis, pernapasan tidak teratur,
kadang-kadang apne dan hiperpnu, tonus otot rangka meningkat,
inkontinensia urin dan alvi dan muntah. Stadium ini harus cepat dilewati
karena dapat menyebabkan kematian.
c. Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai
pernapasan spontan hilang. Stadium III dibagi menjadi 4 plana yaitu:
1) Plana I : pernapasan teratur dan spontan, dada dan perut seimbang,
terjadi gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil miosis,
refleks cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah
tidak ada dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna
2) Plana 2 : pernapasan teratur dan spontan, perut dan volume dada tidak
menurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak terfiksasi
ditengah, pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot
sedang dan refleks laring hilang sehingga dapat dikerjakan intubasi.
3) Plana 3 : pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai
paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriassis dan sentral, reflex
laring dan peritoneum tidak ada, relaksaai otot lurik hamper sempurna
(tonus otot semakin menurun).
4) Plana 4 : pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot intercostal
paralisis total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, reflex
sfingterani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik
sempurna (tonus otot sangat menurun).
d. Stadium IV (paralisis medulla oblongata) dimulai dengan melemahnya
pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan
darah tidak dapat diukur, denyut jantung berhenti dan akhirnya terjadi
kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi
dengan pernapasan buatan.
7. Tekhnik Anestesi Umum
Menurut Mangku dan Senapathi (2010), anestesi umum dilakukan dengan
beberapa teknik yaitu anestesi umum intavena, anestesi umum inhalasi, dan
anestesi imbang.
a. Anestesi Umum Intravena
Anestesi umum intravena merupakan salah satu teknik anestesi
umum yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi
parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena. Obat yang
digunakan di Indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti tiopenton,
diazepam, dehidrobenzoperidol, fentanil, ketamin dan propofol.
Kelebihan teknik anestesi umum intravena diantaranya adalah kombinasi
obat-obat intravena secara terpisah dapat dititrasi dalam dosis yang lebih
akurat sesuai yang dibutuhkan, tidak menganggu jalan nafas dan
pernafasan pasien terutama pada operasi sekitar jalan nafas atau paru-
paru, anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin
yang khusus.
Tujuan teknik anestesi umum intravena adalah untuk induksi
anestesi, induksi dan pemeliharaan anestesi pada tindakan pembedahan
singkat, menambah efek hipnosis pada anestesi atau analgesia lokal, dan
menimbulkan sedasi pada tindakan medis (Latief, Kartini, Suryadi, dan
Dahlan, 2010).
Variasi anestesi umum intravena adalah sebagai berikut:
1) Total Intravenous Anesthesia (TIVA)
TIVA menggunakan kombinasi obat anestetika intravena yang
berkhasiat hipnotik, analgetik, dan relaksasi otot secara
berimbang. Komponen trias anestesi yang dipenuhi adalah
hipnotik, analgesia dan relaksasi otot. Indikasi TIVA yaitu
pada operasi yang memerlukan relaksasi lapangan oporasi
optimal. Tidak ada kontra indikasi yang absolut pada TIVA,
pilihan obat disesuaikan dengan penyakit yang diderita pasien.
Induksi biasanya dengan suntikan bolus obat, disusul
mempertahankan infus secara kontinyu (Boulton danThomas,
2012).
2) Anestesi Analgesia Neurolept
Anestesi analgesia neurolept menggunakan kombinasi obat
neuroleptik dengan analgetik opioid secara intravena yang
memberikan efek hipnotik ringan dan analgesia ringan.
Indikasi pada teknik ini yaitu pada tindakan endoskopi dan
sebagai suplemen tindakan anestesi lokal. Teknik ini kontra
indikasi pada penderita parkinson, penyakit paru obstruktif,
dan kontra indikasi relatif pada bayi dan anak-anak.
b. Anestesi Umum Inhalasi
Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu teknik anestesi umum
yang dilakukan dengan cara memberikan kombinasi obat anestesi
inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui
alat atau mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.
Ada tiga teknik anestesi umum inhalasi yaitu inhalasi sungkup muka,
inhalasi sungkup laring, inhalasi pipa endotrakea. Obat-obat yang
digunakan pada anestesi umum inhalasi antara lain N2O, halotan,
enfluran, isofluran, desfluran, dan sevofluran. Pemakaian N2O sebagai
analgetik harus selalu dikombinasikan dengan oksigen dengan
perbandingan N2O:O2 70%:30%, 60%:40%, atau 50%:50% sesuai
dengan kondisi pasien. Sebagai tambahan, penggunaan gas volatil
anestesi lebih murah penggunaanya untuk anestesi umum.
8. Prosedur
a. Induksi anestesi
Induksi anestesi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai
tercapainya stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan
tahap pemeliharaan anestesi untuk mempertahankan atau memperdalam
stadium anestesi setelah induksi. Cara pemberian anestesi umum:
1) Parenteral (intramuscular/intravena).
Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anestesi. Untuk
tindakan yang lama anestesi parenteral dikombinasikan dengan cara
lain.
2) Per rectal
Dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan singkat. Yang
termasuk induksi per rektal adalah tiopental atau midazolam.
Midazolam memiliki kontraindikasi dengan glaukoma sudut sempit
akut, miastenia gravis, syok atau koma, intoksikasi alkohol akut
dengan depresi tanda- tanda vital, bayi prematur. Efek samping dapat
menyebabkan kejadian kejadian kardiorespirasi, fluktuasi pada tanda-
tanda vital.
3) Anestesi inhalasi yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan
anestesi yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik
melalui udara pernafasan. Zat anestetik disebut kuat bila dengan
tekanan parsial yang rendah sudah dapat member anestesi yang
adekuat.
a) N2O (nitrous oksida) gas ini bersifat anestetik lemah
Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25 %
untuk menghindari hipoksia difusi.
b) Halotan, halotan sering dikombinasikan dengan N2O. pada nafas
spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol % dan pada nafas kendali
sekitar 0,5 – 1 vol %. Kontraindikasi pemakaian halotan adalah
penderita gangguan hepar, pernah dapat halotan dalam waktu
kurang 3 bulan atau pasien yang terlalu gemuk.
c) Enfluran, pada EEG dapat menimbulkan tanda-tanda epileptic.
Enfluran lebih iritatik dibanding halotan.
d) Isofluran, isofluran dapat meninggikan aliran darah otak dan
tekanan intracranial, serta efek terhadap depresi jantung dan curah
jantung minimal
e) Sevofluran, sevofluran memiliki efek terhadap kardiovaskuler
cukup stabil dan jarang menyebabkan aritmia. Setelah pemberian
dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh tubuh.
b. Pemulihan Anestesi
Pada anestesi inhalasi bersamaan dengan penghentian obat
anestesi aliran oksigen dinaikkan, hal ini disebut oksigenisasi. Dengan
oksigenisasi maka oksigen akan mengisi tempat yang sebelumnya
ditempati oleh obat anestesi inhalasi diaveoli yang berangsur-angsur
keluar mengikuti udara ekspirasi.
Pada penderita yang dianestesi dengan respirasi spontan tanpa
menggunakan pipa endotrakheal maka tinggal menunggu sadarnya
penderita, sedangkan bagi penderita yang menggunakan pipa
endotrakheal maka perlu dilakukan ekstubasi (melepas pipa ET).
Ekstubasi bisa dilakukan pada waktu penderita masih teranestesi dalam
dan dapat juga dilakukan setelah penderita sadar. Ekstubasi pada keadaan
setengah sadar membahayakan penderita, karena dapat terjadi spasme
jalan napas, batuk, muntah, gangguan kardiovaskuler, naiknya tekanan
intra okuli dan naiknya tekanan intra cranial. Ekstubasi pada waktu
penderita masih teranestesi dalam mempunyai resiko tidak terjaganya
jalan nafas, dalam kurun waktu antara tidak sadar sampai sadar. Pada
penderita yang mendapat balance anestesi maka ekstubasi dilakukan
setelah napas penderita adekuat. Untuk mempercepat pulihnya penderita
dari pengaruh muscle relaxant maka dilakukan reverse, yaitu
memberikan obat antikolinesterase.
BAB III
2. Intra Anestesi
a. Pengkajian Intra Anestesi dilakukan sejak pasien. Pengkajian Intra anestesi
meliputi :
1) Persiapan pasien, alat anestesi dan obat-obat anestesi.
2) Pelaksanaan anestesi
3) Monitoring respon dan hemodinamik pasien yang kontinu setiap 5 menit
sampai 10 menit.
b. Analisa Data
Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan diagnose
keperawatan, tujuan, perencanaan/implementasi dan evaluasi intraanestesi.
c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan/implementasi dan Evaluasi intra anestesi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan
b/d disfungsi tindakan keperawatan a. Bersihkan secret
neuromuscular dampak pola nafas pasien pada jalan napas.
sekunder dari obat efektif/normal. b. Jaga patensi jalan
pelumpuh otot Kriteria hasil : napas.
pernapasan dan obat a. Frekuensi napas c. Pasang dan beri
general anestesi. normal. suplai oksigen yang
b. Irama napas adekuat.
sesuai yang d. Monitor perfusi
diharapkan. jaringan perifer.
c. Ekspansi dada e. Monitor ritme,
simetris. irama dan usaha
d. Jalan napas respirasi.
pasien lancar f. Monitor pola napas
tidak didapatkan dan tanda-tanda
adanya hipoventiasi.
sumbatan.
e. Tidak
menggunakan
obat tambahan.
f. Tidak terjadi
sianosis, saturai
O2 96-100%.
3. Post Anestesi
a. Pengkajian Post Anestesi dilakukan sejak pasien selesai dilakukan tindakan
pembedahan dan pasien akan dipindahkan ke ruang pemulihan. Pengkajian
Post anestesi meliputi :
1) Keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital.
2) Status respirasi dan bersihan jalan napas.
3) Penilaian pasien dengan skala Aldert (untuk anestesi general) dan skala
Bromage (untuk anestesi regional)
4) Instruksi post operasi.
b. Analisa Data
Data yang telah di analisa digunakan untuk menentukan diagnose
keperawatan, tujuan, perencanaan/implementasi dan evaluasi intra anestesi.
c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan dan Evaluasi Post Anestesi
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Bersihan jalan napas Setelah dilakukan
tidak efektif b/d mukus tindakan keperawatan h. Atur posisi pasien.
banyak, sekresi bersihan jalan nafas i. Pantau tanda-tanda
tertahan efek dari efektifdengan kriteria ketidak efektifan dan
general anestesi. hasil : pola napas.
a. Pola napas normal j. Ajarkan dan
: frekuensi dan anjurkan batuk
kedalaman, irama. efektif.
b. Suara napas k. Pantau respirasi dan
bersih. status oksigenasi.
c. Tidak sianosis. l. Buka jalan napas dan
bersihkan sekresi.
m. Beri oksigenasi dan
ajarkan napas dalam.
n. Auskultasi suara
napas dan pantau
status oksigenasi dan
o. hemodinamik.
A. Pengkajian
Hari/tanggal : Jumat, 8 Maret 2019
Jam : 09.00 WIB
Tempat : IBS RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
Metode : Wawancara, observasi, pemeriksaan fisik,
studi dokumen
Sumber data : Klien, tim kesehatan, status kesehatan klien
Oleh : Ayuningtyas Dian Utami
Identitas Pasien
Nama : Ny.S
Umur : 58 th
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa/indonesia
Alamat : Klaten
No RM : 1054 xxx
Diagosa pre operasi : Kistoma Ovary Susp Keganasan
Tindakan operasi : Kistektomy
Tanggal operasi : 08 Maret 2019
Dokter bedah : dr. Moch Munir, Sp.OG(K)
Dokter anestesi : dr. Reza R,M.Kes,Sp.An
TAHAP PRE ANESTESI
1. Keluhan utama :
Pasien mengatakan nyeri :
P : Nyeri pada perut bagian kanan
Q : Nyeri terasa seperti diremas-remas, terasa panas
R : Perut bagian kanan
S : Skala nyeri 6 dari 10
T : Hilang timbul
a. Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengeluhkan nyeri pada bagian perut
sejak sebulan yang lalu dan terasa semakin parah sejak seminggu lalu.
Pasien kemudian dibawa ke puskesmas oleh keluarganya dan kemudian
pasien dirujuk untuk melakukan pemeriksaan di RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten. Saat dikaji pasien mengeluhkan batuk-batuk yang
sudah terjadi selama dua minggu namun belum kunjung membaik. Saat
dilakukan pengkajian pasien tampak terlihat kesakitan memegang perutnya.
b. Riwayat penyakit dahulu : Pasien mengatakan pernah melakukan operasi
sebelumnya yaitu saat melahirkan.
c. Riwayat penyakit keluarga : Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga
yang mempunyai riwayat penyakit hipertensi, DM, Asma, dan lain-lain.
d. Riwayat Perkawinan
Pasien mengatakan sudah menikah selama 40 tahun sejak pasien berumur
18 tahun.
e. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pasien mengatakan pernah hamil tiga kali. Pasien melahirkan spontan dua
kali dan untuk anak terakhirnya pasien melakukan operasi sectio caesaria
saat melahirkan.
f. Riwayat Menstruasi
Pasien mengatakan menarche pada usia 16 tahun dan mengalami menopause
pada usia 50 tahun.
3. Pemerikasaan Fisik
a. Kesadaran umum dan tanda vital
Kesadaran : composmentis
BB : 50 kg
TB : 150 cm
IMT : 22,3 kg/m2
GCS : E4.V5.M6
TD : 140/90 mmHg
RR : 21 x/mnt
N : 86 x/mnt
Suhu : 36,7oC
b. Status Generalis
1) Kepala : Mesocephal
2) Mata : Cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
oedema palpebra (-/-), oedema periorbita (-/-), refleks cahaya (+/+),
pupil isokor (2mm/2mm),
3) Hidung : Patensi +/+, simetris,deviasi (-), sekret (-), nafas cuping
hidung (-)
4) Mulut : Sianosis (-), gigi goyang(-), gigi utuh tidak ada yang
tanggal.
5) Telinga : Pendegaran baik, sekret (-)
6) Leher : JVP tidak meningkat, gerak leher bebas, trakea ditengah
7) Thoraks : Bentuk normal, tidak tampak benjolan atau tumor
a) Pulmo
-Inspeksi : bentuknya barrelchest, pengembangan paru kanan dan
kiri tidak sama
-Palpasi : taktil fremitus teraba
-Perkusi : suara dull pada ICS ke 1-3 dada sebelah kiri dan ICS 1-
4 dada sebelah kanan, hipersonor di ICS ke 4-6 dada kiri
dan sonor di ICS ke 5-6 dada kanan
-Auskultasi : Suara nafas ronckhi pada dada bagian kiri
b) Cor
-Inspeksi : simetris, tidak tampak kardiomegali
-Palpasi : tidak ada pergeseran iktus kordis
-Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
-Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
c) Abdomen
-Inspeksi : Bentuk asimetris, terlihat distensi abdomen dan asites
-Auskultasi : Bising usus (+) normal
-Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, supel, Terdapat nyeri tekan
pada perut kuadran kanan
-Perkusi : Suara timpani di abdomen kiri, terdengar redup di
abdomen sebelah kanan
8) Ekstremitas
a) Atas : tidak ada kelemahan otot atau kontraktur dan kekuatan
kanan sama dengan kiri, tangan kanan terpasang cairan
infus RL 20 tpm, akral teraba hangat, warna kulit merah
muda.
b) Bawah : tak ada kelemahan otot, odema (+), anemis (-), akral
teraba hangat, warna kulit merah muda.
9) Genetalia : vagina normal, terpasang kateter nomor 16 sejak tanggal
7 Maret 2019
10) Psikologis
Pasien mengatakan pernah dilakukan tindakan operasi sebelumnya
saat melahirkan, namun pasien tetap merasa cemas dan takut
menjalani operasi karena pasien kurang paham akan tindakan
pembiusan dan pembedahan yang akan dilakukan.
4. Pemeriksaan AMPLE
-Alergi : Tidak ada
-Medication : Aminophilin 200 mg p.o
-Post illness :-
-Last meal : pukul 01.00 WIB
-Environment :-
5. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium: tanggal 6 Maret 2019
Darah rutin
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 11,40 12,0-16,0 g/dl
Hematokrit 33,5 37 - 52%
Leukosit 12,00 4,8-10,8 ribu/ul
Trombosit 33,5 37,0-52,0 ribu/ul
Eritrosit 4,01 4,20-5,50 juta/ul
MCH 28,4 27- 31 fL
MCHC 34,0 33,0 – 37,0 g/dL
MCV 83,5 80,0-99,0 fL
Eosinofil 2,0 2- 4 %
Basofil 0,5 0–1%
Netrofil 82,70 50- 70 %
Limfosit 15,40 20- 40 %
Monosit 6,8 2–8%
PT 13,8 11,0-17,0 detik
APTT 32,0 20,0- 40,0 detik
Mampu 1
menggerakkan dua
ekstremitas
Tidak mampu 0
menggerakkan
ekstremitas
2 Respirasi :
Mampu napas 2
dalam, batuk dan 2
tangis kuat
1
Sesak atau
pernapasan terbatas
0
Henti napas
3 Tekana darah :
Berubah sampai 2
20% dari prabedah 2
Berubah 20%-50% 1
dari prabedah
Sadar setelah 1
dipanggil
0
Tak ada tanggapan
terhadap rangsangan
5 Warna kulit : 2
Kemerahan 2
Pucat agak suram 1
Sianosis 0
Total 9
Pemantauan di PACU
Pasien di PACU dilakukan pemantauan tanda vital dan pengawasan post
operasi apakah ada tanda-tanda perdarahan, perubahan hemodinamik
akibat operasi dan anestesi, keluhan pasien post operasi.
JAM TD N SPO2 RR
A. Analisa Data
No Tgl Data Masalah Etiologi
Pre Anestesi
1 08/03/2019 S : Nyeri akut Agen cedera
09.10 WIB Pasien mengatakan nyeri : biologis
- P : Nyeri pada perut
bagian kanan
- Q : Nyeri terasa
seperti diremas-
remas, terasa panas
- R : Perut bagian
kanan
- S : Skala nyeri 6 dari
10
- T : Hilang timbul
O:
- Saat dilakukan
pengkajian pasien
tampak terlihat
kesakitan memegang
perutnya.
- TD : 140/90 mmHg
- RR : 21 x/mnt
- N : 86 x/mnt
S: Cemas Kurang
2. 08/03/2019 Pasien mengatakan pengetahuan
09.10 WIB cemas dan takut masalah
menjalani operasi karena pembiusan/
pasien kurang paham operasi
akan tindakan pembiusan
dan pembedahan yang
akan dilakukan.
O:
- Pasien tampak gelisah
- TD : 140/90 mmHg
- RR : 21 x/mnt
- N : 86 x/mnt
3. 08/03/2019 S : - Pola nafas Disfungsi
09.40 WIB O: tidak efektif neuromuskular
- pasien tidak sadar dampak
- napas spontan dengan sekunder obat
kendali manual pelumpuh otot
menggunakan bagging pernapasan/
- hasil rontgen obat general
menyatakan pasien anestesi.
mengalami bronchitis
- TD : 130/80 mmHg
- N : 90 x/menit
- SpO2 : 99%
- RR : 23 x/menit
- Terpasang ETT
4 08/03/2019 S : - Bersihan Mukus
11.10 WIB O : nafas spontan, jalan nafas banyak,
terdengar suara ronchi. tidak efektif sekresi
- hasil rontgen tertahan efek
menyatakan pasien dari obat
mengalami bronchitis general
- TD :125/80 mmHg anestesi
- N : 89x/menit
- RR : 22 x/menit
- SpO2 : 99%
Post Anestesi
5 08/03/2019 S : - Resiko cidera Pengaruh
11.30 WIB O : Pasien post general jatuh sekunder obat
anestesi anestesi
Kesadaran composmentis
GCS : 14
Aldrette score : 9
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Anestesi
a. Nyeri Akut b.d agen cedera biologis ditandai dengan pasien
mengatakan nyeri :
P : Nyeri pada perut bagian kanan
Q : Nyeri terasa seperti diremas-remas, terasa panas
R : Perut bagian kanan
S : Skala nyeri 6 dari 10
T : Hilang timbul
Saat dilakukan pengkajian pasien tampak terlihat kesakitan memegang
perutnya. TD:140/90 mmHg, RR : 21 x/mnt, N: 86x/mnt
b. Cemas b.d kurang pengetahuan masalah pembiusan/ operasi, ditandai
dengan pasien mengatakan cemas dan takut menjalani operasi karena
pasien kurang paham akan tindakan pembiusan dan pembedahan yang
akan dilakukan. Pasien tampak gelisah, TD : 140/90 mmHg, RR: 21
x/mnt dan N : 86 x/mnt
2. Intra Anestesi
a. Pola nafas tidak efektif b.d disfungsi neuromuskuler dampak
sekunder obat pelumpuh otot pernapasan/ obat general anestesi
ditandai dengan nafas spontan dengan kendali manual menggunakan
bagging, pasien tidak sadar, terpasang ETT, hasil rontgen
menyatakan pasien mengalami bronchitis, TD : 130/80 mmHg, N :
90 x/menit, SpO2 : 99%, RR : 23 x/menit
b. Bersihan jalan napas tidak efektif b..d mukus banyak tertahan efek
dari obat general anestesi ditandai dengan nafas spontan, terdengar
suara ronchi, hasil rontgen menyatakan pasien mengalami bronchitis,
TD :125/80 mmHg, N : 89x/menit, RR : 22 x/menit, SpO2 : 99%
3. Post Anestesi
a. Resiko cidera jatuh b.d pengaruh sekunder obat anestesi, ditandai
dengan Pasien post general anestesi, kesadaran composmentis, GCS :
14, aldrette score : 9
C. Rencana dan Implementasi Keperawatan
Hari/ RENCANA INTERVENSI
NO DIAGNOSA TUJUAN
Tanggal KEPERAWATAN
1. Jumat, Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri
8 Maret agen cedera keperawatan nyeri akut secara komprehensif
2019 biologis dapat teratasi dengan termasuk lokasi,
Jam kriteria hasil : karakteristik,
09.10 1. Skala nyeri berkurang durasi,frekuensi, kualitas
WIB dari 6 menjadi 4 dan faktor presipitasi,
2. Tanda-tanda vital dalam 2. Observasi reaksi
batas normal nonverbal dan
a. Tekanan darah 120-140 ketidaknyamanan
mmHg / 90-60 mmHg) 3. Gunakan teknik
b. Nadi (60-100 x/menit) komunikasi teraupetik
c. RR (16-20x/menit) untuk mengetahui
3. Pasien tampak lebih rileks pengalaman nyeri pasien
4. Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologik nafas
dalam
(Ayuningtyas) (Ayuningtyas)
2. Jumat, Cemas b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat kecemasan
8 Maret kurang keperawatan kecemasan 2. Orientasikan dengan tim
2019 pengetahuan pasien berkurang/hilang anestesi/kamar operasi
Jam masalah dengan kriteria : 3. Jelaskan jenis prosedur
09.10 pembiusan/ Setelah dilakukan asuhan tindakan anestesi yang
WIB operasi keperawatan cemas akan dilakukan
berkurang/hilang dengan 4. Beri dorongan pasien
kriteria hasil: untuk mengungkapkan
1. Pasien menyatakan tahu perasaan
tentang proses kerja obat 5. Dampingi pasien untuk
anestesi/ pembiusan mengurangi cemas
2. Pasien menyatakan siap 6. Ajarkan teknik relaksasi
dilakukan pembiusan 7. Kolaborasi untuk
3. Pasien mengkomunika- pemberian obat penenang
sikan perasaan negatif
secara tepat
4. Pasien tampak tenang
dan kooperatif
5. TTV dalam batas normal
(Ayuningtyas) (Ayuningtyas)
3. Jumat, Pola nafas Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor aliran oksigen
8 Maret tidak efektif keperawatan selama intra 2. Monitor ritme, irama,
2019 b.d disfungsi operasi pola nafas efektif , kedalaman dan usaha
Jam neuromuskuler dengan kriteria: respirasi dan pola nafas
10.30 dampak 1. Nadi dalam batas normal tachipnea,apnea
WIB sekunder obat (70-110 x/menit) 3. Monitor tanda
pelumpuh otot 2. Irama pernapasan hipoventilasi
pernapasan/ normal
obat general 3. Pernapasan normal (20-
anestesi 30 x/menit)
4. Jalan napas paten, tidak
ada suara napas
abnormal.
(Ayuningtyas) (Ayuningtyas)
4. Jumat, Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan 1. Atur posisi pasien
8 Maret napas tidak keperawatan selama intra 2. Pantau pola nafas, saturasi
2019 efektif b..d operasi bersihan jalan nafas dan respirasi
Jam mukus banyak efektif , dengan kriteria: 3. Buka jalan nafas
11.10 tertahan efek 1. Pola nafas normal: 4. Bersihkan sekresi dengan
WIB dari obat frekuensi kedalaman, suction
general dan irama 5. Auskultasi suara nafas
anestesi 2. Suara napas bersih, tidak
ada suara nafas
tambahan
3. Tidak sianosis
(Ayuningtyas) (Ayuningtyas)
5. Jumat, Resiko Pasien aman selama proses 1. Tingkatkan keamanan
8 Maret kecelakaan anestesi dan post anestesi lingkungan sekitar pasien
2019 cidera jatuh dengan kriteria : 2. Pasang pengaman tempat
Jam berhubungan 1. Pasien tenang tidur
11.30 dengan efek 2. Pasien aman tidak jatuh 3. Jaga posisi pasien dengan
WIB anestesi (GA) posisi chin lift
4. Panggil salah satu orang
(Ayuningtyas) tua untuk menemani
pasien agar tidak bingung
saat sadar penuh
5. Pantau efek anestesi yang
timbul
(Ayuningtyas)
(Ayuningtyas)
08/03/2019 Cemas b.d kurang Jumat, 8 Maret 2019 Jumat, 8 Maret 2019
Jam 09.25 pengetahuan Jam 09.25 WIB Jam 09.30 WIB
WIB masalah a. Mengorientasikan S : Pasien
pembiusan/ operasi dengan tim mengatakan lebih
anestesi/kamar operasi mengerti dan lebih
(Ayuningtyas) b. Menjelaskan jenis tenang setelah
prosedur tindakan diberikan penjelasan
anestesi yang akan tentang pembiusan
dilakukan dan pembedahan yang
c. Memberi dorongan akan dilakukan,
pasien untuk Pasien mengatakan
mengungkapkan siap dilakukan
perasaan pembiusan.
d. Mendampingi pasien
untuk mengurangi O :
cemas Pasien tampak tenang
e. Mengajarkan teknik TD : 120/76 mmHg
relaksasi nafas dalam N : 86 x/menit
RR : 21 x/menit
(Ayuningtyas) A : Cemas teratasi
P : Lanjutkan
intervensi
pendampingan pasien
di meja operasi,
pindahkan pasien dari
ruang penerimaan ke
meja operasi
(Ayuningtyas)
08/03/2019 Pola nafas tidak Jumat, 8 Maret 2019 Jumat, 8 Maret 2019
Jam 09.45 efektif b.d Jam 09.45 WIB Jam 09.55 WIB
disfungsi a. Monitor aliran oksigen S:-
neuromuskuler b. Monitor ritme, irama, O :
dampak sekunder kedalaman dan usaha - TD: 118/87 mmHg
obat pelumpuh otot respirasi dan pola nafas - N: 78x/mnt;
pernapasan/ obat tachipnea,apnea - RR: 20x/mnt
general anestesi c. Monitor tanda - SpO2 : 100%
(Ayuningtyas) hipoventilasi - Nafas pasien
spontan dan irama
(Ayuningtyas) teratur
- Jalan nafas paten
- O2 2,1 l/menit
- N2O 1,5 l/menit
A : Ketidakefektifan
pola nafas teratasi
P : Lanjutkan
intervensi sampai
dengan pasien selesai
dilakukan tindakan di
kamar operasi
(Ayuningtyas)
08/03/2019 Bersihan napas Jumat, 8 Maret 2019 Jumat, 8 Maret 2019
11.15 WIB tidak efektif b..d Jam 11.15 WIB Jam 11.25 WIB
mukus banyak
tertahan efek dari Mengatur posisi S : -
obat general pasien O:
anestesi Memantau pola - suara nafas bersih
nafas, saturasi dan dan tidak ada suara
(Ayuningtyas) respirasi nafas tambahan
Membuka jalan - jalan nafas efektif.
nafas - nafas spontan
Membersihkan - tidak terjadi
sekresi dengan sianosis
suction - TD :125/80 mmHg
Mengauskultasi - N : 76x/menit
suara nafas - RR: 19x/menit
- SPO2 : 100%
(Ayuningtyas) A: Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
teratasi
P : Lanjut monitor
secara intensif di
ruang PACU.
(Ayuningtyas)
08/03/2019 Resiko kecelakaan Jumat, 8 Maret 2019 Jumat, 8 Maret 2019
11.35 WIB cidera jatuh Jam 11.35 WIB Jam 11.45 WIB
berhubungan Post Operasi
dengan efek Meningkatkan S :-
anestesi (GA) keamanan O: kesadaran CM,
lingkungan sekitar pasien tampak tenang,
pasien pengaman tempat
(Ayuningtyas) Menjaga posisi tidur terpasang
pasien dengan posisi dengan baik dan
chin lift benar, pasien tidak
Memanggil salah terjatuh selama proses
satu orang tua untuk pemindahan dan
menemani pasien sampai di ruang RR
agar tidak bingung
saat sadar penuh TD : 120/78 mmHg
Memantau efek N: 91x/mnt;
anestesi yang timbul RR: 19x/mnt
Memasang SpO2 : 100%
pengaman tempat A : Resiko jatuh
tidur teratasi
P : Lanjutkan
intervensi sampai
(Ayuningtyas) dengan pasien
dipindahkan keluar
kamar operasi.
(Ayuningtyas)
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penatalaksanaan Asuhan Keperawatan General Anestesi pada Ny.S
dengan kistoma ovarisuspek keganasan didapatkan 5 diagnosa
keperawatan anestesi yaitu :
1. Nyeri Akut b.d agen cedera biologis ditandai dengan pasien
mengatakan nyeri pada perut bagian kanan, nyeri terasa seperti
diremas-remas, terasa panas,skala nyeri 6 dari 10, nyeri hilang
timbulsaat dilakukan pengkajian pasien tampak terlihat kesakitan
memegang perutnya. TD:140/90 mmHg, RR : 21 x/mnt, N: 86x/mnt.
Masalah hanya teratasi sebagian karena nyeri tidak hilang namun
hanya berkurang oleh karena nyeri tersebut disebabkan oleh penyakit
pasien.
2. Cemas b.d kurang pengetahuan masalah pembiusan/ operasi, ditandai
dengan pasien mengatakan cemas dan takut menjalani operasi karena
pasien kurang paham akan tindakan pembiusan dan pembedahan yang
akan dilakukan. Masalah teratasi dengan 5 ytujuan tercapai.
3. Pola nafas tidak efektif b.d disfungsi neuromuskuler dampak sekunder
obat pelumpuh otot pernapasan/ obat general anestesi ditandai dengan
nafas spontan dengan kendali manual menggunakan bagging, pasien
tidak sadar, terpasang ETT. Masalah tertasi dengan 4 tujuan tercapai.
4. Bersihan napas tidak efektif b.d mukus banyak tertahan efek dari obat
general anestesi ditandai dengan napas spontan, terdengar suara
ronchi. Masalah teratasi dengan 3 tujuan tercapai.
5. Resiko cidera jatuh b.d pengaruh sekunder obat anestesi, ditandai
dengan pasien post general anestesi, komposmentis dengan gerakan
tidak beraturan, brankar tidak ada pengaman.Masalah teratasi dengan
2 tujuan tercapai.
B. Saran
1. Seorang perawat anestesi harus mahir dalam melakukan pengkajian,
merumuskan diagnosa, menetapkan intervesi, melaksanakan
implementasi dan mengevaluasi respon pasien pasien pada tahap pre
anestesi, intra anestesi hingga post anestesi.
2. Perawat anestesi harus segera tanggap tanda kegawatan yang terjadi
pada pasien dan dapat mencegah agar kegawatan tidak terjadi.
3. Perawat anestesi harus bisa bermitra baik dengan dokter anestesi
secara efektif.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/353453511/LAPORAN-PENDAHULUAN-
kistektomi diakses pada tanggal 13 Maret 2019 pukul 19.00 WIB.
https://edoc.site/queue/laporan-pendahuluan-kistektomi-pdf-free.html diakses
Mansjoer, A, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, edisi III, Media Aesculapius,
Jakarta.