Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“FARMAKODINAMIK DAN FARMAKOKINETIK


(ITRAKONAZOL,FENOBARBITAL,DEKONGESTAN,
MUKOLITIK)“
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Farmakologi

Dosen Pengampus: Rus Andraini, A.kp., MPH

OLEH :

KELAS D III KEPERAWATAN TK.1

KELOMPOK 6 :

1. DIMAS FARIZAL PRIMAWIRA


2. DWI RETNOWATI
3. ENDARWATI WIJAYA

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN POLITEKNIK


KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AJARAN
2015/2016
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena dengan rahmat dan karunianya saya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini mengenai farmakodinamik dan
farmakokinetik dari itrakonazol,fenobarbital,dekongestan dan
mukolitik..
Makalah ini membahas tentang penjelasan dari proses
farmakodinamik dan farmakokinetik dari
itrakonazol,fenobarbital,dekongestan dan mukolitik. Dan juga saya
beterimakasih kepada Ibu Rus Andraini, A.Kp., MPH selaku dosen
Mata Kuliah Farmakologi yang telah memberikan tugas.
Saya sangat menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam
pembuatan makalah ini.Oleh karena itu saran dan kritik saya harapkan
demi kesempurnaan makalah saya selanjutnya.Saya harap makalah ini
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Balikpapan, 11 Maret 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... 2

2
DAFTAR ISI................................................................................................. 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 4


1.2 Rumusan Masalah dan Tujuan........................................................... 4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Farmakodinamik dan farmakokinetik itrakonazol…......................... 5


2.2 Farmakodinamik dan farmakokinetik fenobarbitol…........................ 7
2.3 Farmakodinamik dan farmakokinetik dekongestan…....................... 11
2.4 Farmakodinamik dan farmakokinetik mukolitik…............................ 12

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan.......................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

3
Dalam arti luas, obat adalah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi
proses hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas
cakupannya. Namun untuk tenaga medis, ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu
agar dapat menggunakan obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan
pengobatan penyakit. Selain itu agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat
mengakibatkan berbagai gejala penyakit.

Farmakodinamik adalah cabang ilmu yang mempelajari efek biokimiawi dan


fisiologi obat serta mekanismenya.

Faramakokinetik adalah cabang ilmu dari farmakologi yang mempelajari


tentang perjalanan obat mulai sejak diminum hingga keluar melalui organ
ekskresi di tubuh manusia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses farmakodinamik dan farmakokinetik itrakonazol ?

2. Bagaimana proses farmakodinamik dan farmakokinetik fenobarbital ?

3. Bagaimana proses farmakodinamik dan farmakokinetik dekongestan ?

4. Bagaimana proses farmakodinamik dan farmakokinetik mukolitik ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Memahami proses farmakodinamik dan farmakokinetik itrakanozol

2. Memahami proses farmakodinamik dan farmakokinetik fenobarbital

3. Memahami proses farmakodinamik dan farmakokinetik dekongestan

4. Memahami proses farmakodinamik dan farmakokinetik mukolitik

BAB II
PEMBAHASAN

1. Farmakodinamik dan Farmakokinetik Obat Anti Jamur (Itrakonazol)

4
a. Pengertian Itrakonazol

Antijamur sistemik turunan triazol ini erat hubungannya dengan


ketokonazol.Obat ini dapat diberikan per oral dan IV (intra vena).
Aktivitas antijamurnya lebih lebar sedangkan efek samping yang
ditimbulkan lebih kecil dibandingkan dengan ketokonazol.

Itrakonazol diserap lebih sempuma melalui saluran cerna bila diberikan


bersama makanan. Itrakonazol, seperti golongan azol lainnya, juga
berinteraksi dengan enzim mikrosom hati, tetapi tidak sebanyak
ketokonazol. Rifampisin akan mengurangi kadar
plasmaitrakonazol.Itrakonazol memberikan hasil mernuaskan untuk
indikasi yang sama dengan ketokonazol antara lain terhadap blastomikosis,
histoplasmosis, koksidioidomikosis,sariawan pada mulut dan tenggorokan
serta tinea versikolor.

Berbeda dari ketokonazol, itrakonazol juga memberikan efek terapi


terhadap aspergilosis di luar SSP.Itrakonazol suspensi diberkan dalam
keadaan lambung kosong dengan dosis dua kali 100 mg sehari, dan
sebaiknya dikumur dahulu sebelum ditelan untuk meng-optimalken efek
topikalnya. Lamanya pengobatan biasanya 2-4 mirggu. Itrakonazol IV
diberikan untuk infeksi berat melalui infus dengan dosis muat dua kali 200
mg sehari, diikuti satu kali 200 mg sehari selama 12 hari. Infus diberikan
dalam waktu satu jam.

Itrakonazol memberikan hasil memuaskan untuk indikasi yang sama


dengan ketokonazol antara lain terhadap blastomikosis, histoplasmosis,
koksidiodimikosis, parakoksidioidomikosis, kandidiasis mulut dan
tenggorokan serta tinea versikolor.

Sediaan dan dosis dari Itrakonazol :

 Itrakonazol tersedia dalam kapsul 100 mg.

 Untuk dermatofitosis diberikan dosis 1 x 100mg/hari selama 2-8


minggu

 Kandidiasis vaginal diobati dengan dosis 1 x 200 mg/hari selama 3 hari.

 Pitiriasis versikolor memerlukan dosis 1 x 200 mg/hari selama 5 hari.

 Infeksi berat mungkin memerlukan dosis hingga 400 mg sehari.

Efek samping dari penggunaan Itrakanozol :

5
 Kemerahan,

 pruritus,

 lesu,

 pusing,

 edema,

 parestesia

 10-15% penderita mengeluh mual atau muntah tapi pengobatan


tidak perlu dihentikan

b. Farmakodinamik Itrakonazol

Itrakonazol akan diserap lebih sempurna melalui saluran cerna, bila


diberikan bersama dengan makanan. Dosis 100 mg/hari selama 15 hari
akan menghasilkan kadar puncak sebesar 0,5 µg/ml.Waktu paruh eliminasi
obat ini 36 jam (setelah 15 hari pemakaian).

c. Farmakokinetik Itrakonazol

ITRAKONAZOL merupakan preparat anti mikotik oral baru memiliki


spektrum yg luas. Cara kerja itrakonazol mirip dgn aksi ketokonazol yaitu
menghambat sitokrom p_450 depeden dari system enzim jamur/fungsi yg
mensistesis ergosterol yg merupakan komponen vital membran sel jamur.

2. Farmakodinamik dan Farmakokinetik Fenobarbital

a. Pengertian Fenobarbital

Fenobarbital (fee-no-BAR-bih-tal) adalah obat anti-epilepsi yang


mempunyai sejarah panjang. Obat ini pertama kali digunakan sebagai obat
anti-epilepsi pada tahun 1912. Fenobarbital digunakan untuk pengobatan
epilepsi tonik-klonik, epilepsi kompleks atau parsial simpel pada orang
dewasa dan anak-anak. Fenobarbital juga digunakan untuk epilepsi

6
miklonik (myclonic). Obat ini pernah menjadi obat first line, namun
sekarang menjadi obat second-line karena efek samping yang
ditimbulkannya, yaitu efek penenang, depresi dan agitasi. Fenobarbital
merupakan obat antiepilepsi atau antikonvulsi yang efektif. Toksisitasnya
relatif rendah, murah, efektif, dan banyak dipakai. Dosis antikonvulsinya
berada di bawah dosis untuk hipnotis. Ia merupakan antikonvulsan yang
non-selektive. Fenobarbital (Luminal) merupakan senyawa organik kejang
pertama yang efektif. Senyawa ini memiliki toksisitas yang relative
rendah, tidak mahal, dan masih merupakan salah satu obat yang efektif
dan lebih banyak digunakan untuk kejang.

Penggunaan fenobarbital dapat menimbulkan efek hipnotik-sedatif.


Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi
diperuntukkan meningkatkan keinginan untuk tidur dan mempermudah
atau menyebabkan tidur, pusing, ataksia dan pada anak-anak mudah
terangsang. Efek samping ini dapat dikurangi dengan penambahan obat-
obat lain dan pada umumnya, diberikan pada malam hari. Dan juga
menyebabkan kantuk, kelelahan, depresi mental, ataksia dan alergi kulit,
paradoxical excitement restlessness, bingung pada orang dewasa dan
hiperkinesia pada anak; anemia megaloblastik (dapat diterapi dengan asam
folat). Berikut adalah pengaruh efek samping obat :

1. Pengaruh terhadap anak

Dianjurkan obat digunakan secara selektif dan dilakukan penilaian dengan


hati-hati terhadap manfaat pemberian obat dibandingkan risiko yang dapat
ditimbulkan.

2. Pengaruh terhadap kehamilan

Bukti positif risiko kematian janin, tetapi jika manfaat pemberian


melebihi risiko yang dapat ditimbulkan terhadap ibu hamil, maka dapat
digunakan ;(misal : jika obat dibutuhkan pada keadaan yang mengancam
jiwa atau untuk penyakit yang serius dan tidak ada obat lain yang lebih
aman untuk digunakan).

3. Pengaruh terhadap ibu menyusui

Tidak direkomendasikan untuk ibu menyusui karena fenobarbital


didistribusikan dalam air susu.

b. Farmakodinamik Fenobarbital

1. Mekanisme Obat

7
Terdapat 2 mekanisme anti konvulsiyang penting yaitu,(1) dengan
mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik
dalam fokus epilepsi, (2) dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi
pada neuron normal akibat pengaruh fokus epilepsi. Bagian terbesar
antiepilepsi yang dikenal termasuk dalam golongan terakhir ini.
Mekanisme kerja antiepilepsi hanya sedikit yang dimengerti secara baik.
Berbagai obat antiepilepsi diketahui mempengaruhi berbagai fungsi
neurofisiologik otak teruatama yang mempengaruhi sistem inhibisi yang
melibatkan GABA dalam mekanismekerja berbagai antiepilepsi.

Mekanisme kerja menghambat kejang kemungkinan melibatkan potensiasi


penghambatan sinaps melalui suatu kerja pada reseptor GABA, rekaman
intrasel neuron korteks menunjukkan bahwa fenobarbital meningkatkan
respons terhadap GABA yang diberikan secara iontoforetik. Efek ini telah
teramati pada konsentrasi fenobarbital yang sesuai secara terapeutik.
Analisis saluran tunggal pada out patch bagian luar yang diisolasi dari
neuron spinalis kordata mencit menunjukkan bahwa fenobarbital
meningkatkan arus yang diperantarai reseptor GABA dengan
meningkatkan durasi ledakan arus yang diperantarai reseptor GABA tanpa
merubah frekuensi ledakan. Pada kadar yang melebihi konsentrasi
terapeutik, fenobarbital juga membatasi perangsangan berulang terus
menerus; ini mendasari beberapa efek kejang fenobarbital pada konsentrasi
yang lebih tinggi yang tercapai selama terapi status epileptikus.

Fenobarbital adalah penurun ambang stimulasi sel saraf di korteks motorik


sehingga terjadi hambatan penyebaran aktivitas listrik (lepas muatan) dari
fokus aktivitas epilepsi di otak. Fenobarbital bekerja pada reseptor GABA
sehingga menyebabkan peningkatkan inhibisi sinaptik. Hal tersebutlah
yang menyebabkan adanya efek terangkatnya ambang kejang. Selain itu,
hal tersebut pula dapat mengurangi penyebaran aktivitas kejang dari fokus
kejang. Fenobarbital juga dapat menghambat saluran kalsium,
mengakibatkan penurunan pengeluaran transmitter yang memiliki fungsi
untuk merangsang.

2. Interaksi Obat Reseptor

Interaksi antara fenobarbital dan obat lain biasanya melibatkan induksi


sistem enzim mikrosom hati oleh fenobarbital. Konsentrasi fenobarbital
dalam plasma dapat ditingkatkan sebanyak 40 % selama penggunaanya
yang bersaman dengan asam valproat. Fenobarbital mengurangi kadar
carbamazepin, lamotrigin, tiagabin, dan zonisamide dalam darah;
phenobarnital mungkin mengurangi konsentrasi ethosuximide dalam

8
darah; konsentrasi Fenobarbital dalam darah meningkat oleh oxcarbazepin,
juga kadar metabolit aktif oxcarbazepin dalam darah menurun; kadar
Fenobarbital dalam darah seringkali meningkat oleh fenitoin, kadar
fenitoin dalam darah seringkali berkurang tetapi dapat meningkat; efek
sedasi meningkat saat barbiturate diberikan dengan primidone; kadar
Fenobarbital dalam darah meningkat oleh valproat, kadar valproat dalam
darah menurun; kadar Fenobarbital dalam darah mungkin berkurang oleh
vigabatrin.

Fenobarbital dapat berinteraksi dengan obat lain karena menginduksi


enzim-enzim hati yang meningkatkan metabolisme obat atau sebagai
respons terhadap kompetisi dengan enzim-enzim hati sehingga
metabolisme obat melambat. Ekskresi dipermudah oleh alkalinisasi urine.
Pengasaman urine dengan pemberian asam valproat dapat memperlambat
pembersihan fenobarbital. Karena itu, apabila diberikan bersama dengan
obat lain, dosis fenobarbital harus benar-benar diketahui dengan tepat
dengan memantau konsentrasi di dalam serum.

a. Interaksi Obat dengan Makanan : Dapat menyebabkan penurunan


vitamin D dan kalsium.

b. Interaksi Obat dengan Obat yang Lain

Alkohol : Meningkatkan efek sedatif. Antiaritmia : Metabolisme


disopiramid dan kinidin ditingkatkan (kadar plasma diturunkan).
Antibakteri : Metabolisme kloramfenikol, doksisiklin, dan metronidazol
dipercepat (efek berkurang). Antikoagulan : metabolisme nikumalon dan
warfarin dipercepat (mengurangi efek antikoagulan). Antidepresan :
antagonisme efek antikonvulsan (ambang kejang menurun); metabolisme
mianserin dan trisiklik dipercepat (menurunkan kadar plasma).
Antiepileptika : pemberian bersama dengan fenobarbital dapat
meningkatkan toksisitas tanpa disertai peningkatan efek antiepileptic ;
disamping itu interaksi dapat menyulitkan pemantauan terhadap
pengobatan; interaksi termasuk peningkatan efek, peningkatan sedasi, dan
penurunan kadar plasma. Antijamur : fenobarbital mempercepat
metabolisme griseofulvin (mengurangi efek). Antipsikotik : antagonisme
efek antikonvulsan (ambang kejang diturunkan). Antagonis-Kalsium : efek
diltiazem, felodipin, isradipin, verapamil, dan mungkin nikardipin dan
nifedipin dikurangi. Likosida jantung : hanya metabolisme digitoksin yang
dipercepat (mengurangi efek). Kortikosteroida : metabolisme
kortikosteroid dipercepat (menurunkan efek). Siklosporin : metabolisme
siklosporin dipercepat (mengurangi efek). Antagonisme hormon :

9
metabolisme toremifen mungkin dipercepat. Estrogen dan Progestogen :
metabolisme gestrinon, tibolon, dan kontrasepsi oral dipercepat
(menurunkan efek kontraseptif). Teofilin : metabolisme teofilin dipercepat
(mengurangi efek). Tiroksin : metabolisme tiroksin dipercepat (dapat
meningkatkan kebutuhan akan tiroksin pada hipotiroidisme). Vitamin :
kebutuhan akan vitamin D mungkin meningkat.

c. Farmakokinetik Fenobarbital

a. Absorbsi dan Bioviabilitas

Setelah pemberian obat secara oral, obat diserap dengan baik dari lambung
dan usus halus, dengan kadar puncak terjadi 2 sampai 20 jam kemudian.
Kadar dosis untuk orang dewasa adalah sekitar 20 sampai 40 mikro gram
per ml. Sedangkan pada anak, kadar yang sedikit lebih rendah masih
efektif. Phenobarbital diserap dalam berbagai derajat setelah pemberian
oral, rektal atau parenteral. Garam-garam lebih cepat diserap daripada
asam. Tingkat penyerapan meningkat jika garam natrium ditelan sebagai
larutan encer atau diminum pada saat perut kosong. Bioavailabilitas oral
fenobarbital mencapai 100%.

b. Distribusi

Fenobarbital adalah asam lemah yang diserap dan dengan cepat di


distribusikan ke seluruh jaringan dan cairan dengan konsentrasi tinggi di
otak, hati, dan ginjal. Semakin ia larut lemak, semakin cepat pula ia
menembus semua jaringan tubuh. Durasi kerja, yang berkaitan dengan
tingkat dimana fenobarbital didistribusikan ke seluruh tubuh bervariasi
antara orang-orang dan pada orang yang sama dari waktu ke waktu. Long-
acting fenobarbital memiliki onset kerja 1 jam atau lebih dan durasi
tindakan dari 10 sampai 12 jam. Fenobarbital memiliki kelarutan lipid
terendah, pengikatan dengan plasma terendah, pengikatan dengan protein
di otak terendah, penundaan terpanjang pada onset aktivitas , dan durasi
aksi terpanjang di kelas barbiturat.

c. Biotransformasi

Metabolisme fenobarbital terjadi di hati berupa hidroksilasi dan konjugasi


ke sulfat atau asam glukuronat, diikuti oleh ekskresi melalui ginjal. Waktu
paruh fenobarbital adalah dari 50 sampai 100 jam. Fenobarbital
dimetabolisme terutama oleh sistem enzim mikrosomal hati, dan produk-
produk metabolisme diekskresikan dalam urin, dan dalam tinja.

10
d. Ekskresi

Sekitar 25 sampai 50 persen dari dosis fenobarbital dihilangkan tidak


berubah dalam urin. Ekskresi barbiturat yang tidak dimetabolisme adalah
salah satu fitur yang membedakan kategori long-acting dari mereka yang
termasuk kategori lain golongan barbiturat yang hampir seluruhnya
dimetabolisme. Metabolit aktif dari barbiturat diekskresikan sebagai
konjugat dari asam glukuronat.

3. Farmakodinamik dan Farmakokinetik Dekongestan

a. Pengertian Dekongestan

Dekongestan Obat golongan ini sering disebut dekongestan atau orang


awam menyebutnya obat pelega pernapasan. Dekongestan menyebabkan
konstriksi arterioral di mukosa hidung sehingga mengurangi infiltrasi
cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar yang dapat menyebabkan
udem. Selain itu dekongestan juga dapat menyebabkan relaksasi bronkus
menyebabkan berkurangnya gangguan aspirasi udara masuk ke paru-paru.
Dekongestan sering diberikan melalui aerosol untuk memperpendek onzet
dan mengurangi efek samping sistemiknya. Jika diberikan melalui oral,
efeknya akan panjang tetapi dapat menimbulkan efek samping
sepertipeningkaan tekanan darah dan denyut jantung. Kombinasi dengan
antihistamin hanya boleh diberikan dalam beberapa hari untuk mengurangi
fenomena reboun kongesti jika pemberian obat dihentikan. Contoh agonis
α-adrenergik adalah fenileprin, pseudoefedrin, dan okzimetazolin. Obat-
obat tersebut bekerja pada reseptor α1 di pembuluh darah mukosa hidung
menyebabkan kontriksi sehingga mengurangi perembesan cairan ke
jaringan. Selain itu juga bekerja pada reseptor β2 di bronkus menyebabkan
dilatasi.

b. Farmakokinetik Dekongestan

Dekongestan menyebabkan konstriksi arterioral di mukosa hidung


sehingga mengurangi infiltrasi cairan dari pembuluh darah ke jaringan
sekitar yang dapat menyebabkan udem. Selain itu dekongestan juga dapat
menyebabkan relaksasi bronkus menyebabkan berkurangnya gangguan
aspirasi udara masuk ke paru-paru. Dekongestan sering diberikan melalui
aerosol untuk memperpendek onzet dan mengurangi efek samping
sistemiknya. Jika diberikan melalui oral, efeknya akan panjang tetapi dapat
menimbulkan efek samping sepertipeningkaan tekanan darah dan denyut
jantung. Kombinasi dengan antihistamin hanya boleh diberikan dalam

11
beberapa hari untuk mengurangi fenomena reboun kongesti jika pemberian
obat dihentikan. Contoh agonis α-adrenergik adalah fenileprin,
pseudoefedrin, dan okzimetazolin. Obat-obat tersebut bekerja pada
reseptor α1 di pembuluh darah mukosa hidung menyebabkan kontriksi
sehingga mengurangi perembesan cairan ke jaringan. Selain itu juga
bekerja pada reseptor β2 di bronkus menyebabkan dilatasi.

4. Farmakodinamik dan Farmakokinetik Mukolitik

a. Pengertian Mukolitik

Agen mukolitik dapat mengencerkan mucus dan sputum purulen.


Erdostein adalah pro drug yang menjadi aktif setelah proses metabolism
dimana gugus sulfhidril bebas di bentuk. Gugus ini akan memecahkan
ikatan disulfide yang mengikat serat-serat glikoprotein di dalam mucus.
Hal ini menyebabkan sekresi bronkus menjadi lebih encer dan lebih
mudah dikeluarkan. Dari studi in vivo dan invitro di tunjukkan bahwa
karena adanya gugus sulfhidril bebas dalam bentuk metabolit aktifnya,
maka erdostein memiliki sifat antioksidan

b. Farmakodinamik Mukolitik

Mukolitik (endorstein) selain mempunyai sifat sebagai pengencer mucus


bronkus sehingga memudahkan ekspektorasi, juga menunjukkan efek
sebagai antagonis terhadap formasi “in loco” dan radikal-radikal bebas dan
sangat berbeda dengan kerja enzim elastase. Studi farmakologi
memperlihatkan bahwa erdostein sepertinya tidak mempunyai sifat-sifat di
atas tetapi hanya setelah metabolisasi, berubah menjadi metabolit aktif
yang mempunyai gugus elastisitas dan viskositas mucus sehingga
memudahkan ekspektorasi. Gugus kimia –SH . metabolit ini memecah
gugus –SH dan menyebabkan pengurangan elastisitas dan viskositas
mucus sehingga memudahkan ekspektorasi. Gugus kimia –SH berbeda
pada aktivitas ini, secara kimia terikat pada alkali. Sifat ini menjamin
tolerabilitas yang baik tanpa rasa yang tidak enak dan tanpa regurgitasi
merkaptanik serta tolerabilitas yang baik pada gaster.

c. Farmakokinetik Mukolitik

- Erdostein dengan cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, setelah dosis


oral tunggal, Tmax adalah 1.2 jam

- Erdostein dengan cepat dimetabolisme menjadi 3 metabolit aktif yang


mengandung gugus-gugus thiol bebas, yaitu N-thiodiglycolyl-

12
homocysteine (metabolit I), N-acetyl-homocysteine (Metabolit II), dan
homocysteine (metabolit III). Waktu paruh eliminasi erdostein rata-rata 1.4
jam. Metabolit I dan II masing-masing 1.2 dan 2.7 jam

- Pemberian berulang tidak mengubah farmakokinetik dari erdosetein

- Usia tidak mengubah farmakokinetik dari erdostein dan metabolitnya

- Pada pasien lanjut usia yang menderita gagal ginjal yang bersihan
creatininya 25 dan 40 ml/menit, karakteristik farmakokinetik erdostein dan
metabolitnya tidak menunjukkan perbedaan signifikan dengan subjek
lanjut usia yang sehat.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan :

13
Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umumnya
mengalami absorpsi, distribusi dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja
dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat di
ekskresi dari dalam tubuh. Seluruh proses ini di sebut farmakokinetik.

Farmakodinamik ialah cabang ilmu yang mempelajari efek biokimia dan


fisiologi obat serta mekanisme kerjanya. Tujuan mempelajari mekanisme kerja
obat ialah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan
sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spectrum efek dan respon yang
terjadi.

Saran :

Pemahaman mahasiswa keperawat terhadap bidang ilmu farmakologi dalam


hal ini aspek farmakokinetik dan farmakodinamik harus terus di tingkatkan
dengan proses pembelajaran yang kontinyu selain untuk meningkatkan
pemahaman yakni sebagai upaya meningkatkan displin ilmu yang lebih
kompeten, berjiwa pengetahuan dan selalu berfikir kritis terhadap ilmu
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Sulistia Gan. 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. FK-UI. Jakarta

14
http://murahjuliana.blogspot.co.id/2013/04/makalah-farmakologi-
keperawatan.html

https://zatalinaanwar.wordpress.com/2014/07/06/makalah-farmakologi/

http://jamilatunhidayah-duniakuhidupmu.blogspot.co.id/2012/05/obat-
antijamur_01.html

http://purplenurs.blogspot.co.id/2015/04/makalah-fenobarbital.html

15

Anda mungkin juga menyukai