Anda di halaman 1dari 30

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA

DIAJUKAN UNTUK :

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

DOSEN PENGAMPU:

RENI PRIMA GUSTI, S.Kp, M.Kes

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3

VANNY ANDIROZSE AHSA (1711311003)

NISYA DWI ADHILA (1711313031)

DEA ANGELABERTI (1711313033)

TIKA NELSYA PUTRI (1711313035)

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami kirimkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa , karena atas rahmat
dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “BENIGNA PROSTAT
HIPERPLASIA” sehingga kami dapat membuat serta menyelesaikan makalah ini. Pada makalah
ini kami tampilkan hasil diskusi kami, kami juga mengambil beberapa kesimpulan dari hasil
diskusi yang kami lakukan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan laporan ini, diantaranya:
1. Yang terhormat Ibu Reni Prima Gusty, S.Kp, M.Kes selaku dosen mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II
2. Pihak-pihak lain yang ikut membantu dalam pelaksanaan maupun proses
penyelesaian makalah ini. Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah
pengetahuan bagi para pembaca dan dapat digunakan sebagai salah satu pedoman
dalam proses pembelajaran. Namun, kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan maupun pembahasan dalam makalah ini, sehingga
belum begitu sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki kekurangan- kekurangan tersebut
sehingga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang27 Januari 2019

Penulis
Daftar Isi

Kata Pengantar...................................................................................................................

Daftar Isi............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................................................


1.2 Tujuan..........................................................................................................................

BAB II ISI

2.1Anatomi Fisiologi Kelenjar Prostat.............................................................................

2.3 Landasan Teoritis Penyakit........................................................................................


2.4 Manifestasi Klinis Benigna Prostat Hiperplasia.........................................................
2.4 Pemeriksaan Penunjang Dan Pemeriksaan Diagnostik Benigna Prostat Hiperplasia.
2.5 Penatalaksanaan Medis Dari Keperawatan Pada Benigna Prostat Hiperplasia.........
2.6 Komplikasi Pada Penyakit Benigna Prostat Hiperplasia..........................................
2.7 Web Of Causation Dari Benigna Prostat Hiperplasia..............................................
2.8 Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan Benigna Prostat Hiperplasia...................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA

3.1 Kasus.........................................................................................................................

3.2 Analisis Kasus..........................................................................................................

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan.................................................................................................................

4.2 Saran..........................................................................................................................

Daftar Pustaka..................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Benign Prostate Hyperplasi (BPH) atau pembesaran prostat jinaka merupakan suatu
keadaan terjadinyab poliferasi sel stroma prostat yang akan menyebabkan pembesaran dari
kelenjar prostat (Kapoor, 2012). Pada pembesaran prostat jinak terjadi hiperplasia kelenjar
perineutral yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer (Sjamsuhidajat, 2007).
Mediator utama dalam pertumbuhan kelenjar prostat yaitu dehidrotestosteron (DHT) yang
merupakan metabolit testosteron yang dibentuk di dalam sel prostat oleh breakdown prostat
(Kapoor, 2012)

Kelenjar pembesaran prostat akan mengakibatkan terganggunya aliran urine sehingga


menimbulkan gangguan miksi (Purnomo, 2011). Pembesaran prostat jinak dapat diketahui
melalui pemeriksaan fisik berupa colok dubur atau rectal toucher dan dapat dijadikan
pemeriksaan fisik dasar untuk mengetahui informasi mengenai pembesaran prostat jinak
(Purnomo, 2011; Sjamsuhidajat, 2007)

1.2 Tujuan
1. Mengetahui definisi Benigna Prostat Hiperplasia
2. Mengetahui etiologi Benigna Prostat Hiperplasia
3. Mengetahui manifestasiklinis Benigna Prostat Hiperplasia
4. Mengetahui pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan diagnostik Benigna Prostat
Hiperplasia
5. Mengetahui penatalaksanaan medis dari keperawatan pada Benigna Prostat Hiperplasia
6. Mengetahui komplikasi pada penyakit Benigna Prostat Hiperplasia
7. Mengetahui tentang Web Of Causation dari Benigna Prostat Hiperplasia
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Organ

Anatomi Sistem Perkemihan pada pria

Fisiologi
Kelenjer kelamin pada pria :
1) Vesika seminalis
Vesika seminalis merupakan kantong yang terkonvusi (berkelok-kelok) bermuara
ke dalam duktus ejaculator yang akan menghasilkan secret dalam bentuk cairan
kental dan basa yang kaya akan fruktosa. Cairan ini berfungsi untuk melindungi dan
member nutrisi pada sperma, meningkatkan pH ejakulat dan mengandung
prostaglandin, yang akan menyebabkan gerakan spermatozoa lebih cepat sampai ke
tubafallopi (Wibowo 2012).
2) Kelenjar Prostat
Kelenjar prostat merupakan kelenjar yang berbentuk kerucut, memiliki panjang 4
cm, lebar 3 cm dan tebalnya 2 cm dengan berat kira-kira 18-20 gram. Prostat
mengelilingi bagian atas uretra, terletak dan terhubung langsung dengan cervix
vesicae urinaria. Prostat tersusun atas jaringan kelenjar dan serabut-serabut otot
involuter dan berada dalam kapsul fibrosa (Wibowo, 2012).
Jaringan otot prostat membantu dalam proses ejakulasi. Sekresi prostat akan di
produksi secara terus-menerus dan akan diekskresikan kedalam urin. Sekresi prostat
setiap harinya diproduksi sebanyak 1 ml, tetapi jumlah yang dikeluarkan dipengaruhi
oleh hormone testosterone. Secret di prostat memiliki pH 6,6 dan memiliki susunan
seperti plasma, tetapi mengandung bahan-bahan tambahan seperti koleterol, asam
sitrat, dan suatu enzim hialuronidase. Secret prostat ditambahkan ke dalam sperma
dan cairan seminal pada saat sperma dan cairan seminal melewati uretra (Wibowo,
2012).
Prostat sering membesar pada pria yang sudah lanjut usia. Pembesaran ini terjadi
karena tekanan lain yang disebabkan oleh beberapa hal pada sfingter uretra atau
uretra itu sendiri. Hal ini dapat menyebabkan retensi urin akut. Kedaan ini dapat
diatasi dengan pemasangan kateter ke dalam vesica urinaria atau melakukan
prostatektomi pada pasien tertentu (Wibowo, 2012).

Prostat memiliki kapsula fibrosa yang padat dan dilapisi oleh jaringan ikat prostat
sebagai bagian fascia pelvis visceralis. Pada bagian superior dari prostat berhubungan
dengan vesika urinaria, sedangkan bagian inferior bersandar pada diafragma
urogenital. Permukaan ventral prostat terpisah dari simpisis pubis oleh lemak
retroperitoneal dalam spatium retropubicum dan permukaan dorsal berbatas pada
ampulla recti (Moore & Agur, 2002).
Kelenjar prostat menyekresi cairan encer, seperti susu, yang mengandung
kalsium, ion sitrat, ion fosfat, enzim pembekuan, dan profibrinolisin. Selama
pengisian, simpai kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas deferens
sehingga cairan encer seperti susu yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat menambah
jumlah semen lebih banyak lagi. Sifat cairan prostat yang sedikit basa mungkin
penting untuk keberhasilan fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens relatif asam
akibat adanya asam sitrat dan hasil akhir metabolism sperma, dan sebagai akibatnya,
akan menghambat fertilisasi sperma.
3) Kelenjar bulbourtehralis
Kelenjar bulbouretral adalah sepasang kelenjar yang ukuran dan bentuknya
menyerupai kacang polong. Kelenjar ini mensekresi cairan basa yang mengandung
mucus kedalam uretra penis untuk melumasi dan melindungi serta ditambahkan pada
semen (spermatozoa+secret) (Wibowo, 2012).

B. Landasan Teoritis Penyakit


1. Definisi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
Benigna prostat hyperplasia merupakan penyakit perbesaran dari prostat. BPH
seringkali menyebabkan terganggunya eliminasi urine akibat pembesaran prostat
yang cenderung kearah depan sehingga menekan vesika urinaria (Eko Prabowo &
Andi Eka Pranata, 2014).
BPH (Benigna Prostat Hiperplasia) adalah pembesaran kelenjar prostat secara
progresif yang dapat menyebabkan obtruksi dan ritriksi pada jalan urine (urethra) (M.
Clevo Rendi & Margareth TH, 2012).
Benign Prostate Hyperplasia adalah nama yang biasa digunakan untuk kelainan
jinak umum dari prostat, ketika meluas, Mengakibatkan berbagai tingkat obstruksi
saluran kemih, kadang-kadang membutuhkan intervensi bedah. Istilah hiperplasia
nodular, seperti yang diusulkan oleh Moore dalam studi klasiknya, adalah sebutan
yang lebih tepat. Penyakit ini merupakan pembesaran nodular kelenjar yang
disebabkan oleh hiperplasia dari kedua kelenjar dan komponen stromanya (Rosai,
2004).
2. Etiologi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
Penyebab terjadinya BPH belum diketahui secara pasti, namun factor usia dan
hormonal menjadi predisposisi terjadinya BPH. Beberapa hipotesis menyebutkan
bahwa hyperplasia prostat sangat erat kaitannya dengan (Eko Prabowo & Andi Eka
Pranata, 2014) :
a. Peningkatan DHT (dehidrosteron)
Peningkatan enzim 5 alfa reduktsase dan reseptor androgen menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjer prostat mengalami hyperplasia.
Hal ini terjadi karena, enzim 5 alfa reduktase dan reseptor androgen (RA)
berikatan membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel, yang nantinya akan
mensintesis protein growth factor yang akan menstimulasi pertumbuhan sel
prostat (Purnomo, 2012).
b. Ketidakseimbangan estrogen-testosteron
Ketidakseimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada proses penuaaan
yang terjadi pada pria, hormone estrogen akan meningkat dan hormone
testosterone akan menurun. Hal inilah yang akan memicu terjadinya hyperplasia
stroma dan epitel.
Estrogen di dalam prostat itu berfungsi dalam proliferasi sel-sel prostat terhadap
rangsangan hormone androgen, yang akan meningkatkan jumlah reseptor
androgen, dan mengurangi terjadinya kematian sel-sel prostat (apoptosis)
(Purnomo, 2012).
c. Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat
Peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan
epitel, sehingga akan terjadi BPH.
d. Berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lamanya hidup stroma
dan epitel dari kelenjar prostat.
e. Teori stem sel
Sel stem yang meningkat akan menyebabkan poliferasi sel transit dan memicu
terjadinya BPH.
Sel-sel yang mati akibat dari apoptosis, akan digantikan oleh sel-sel baru. Sel
stem inilah yang akan berproliferasi membentuk sel-sel baru tersebut. Keberadaan
sel ini bergantung kepada hormone androgen. Terjadinya proliferasi sel pada
penderita BPH diasumsikan sebagai bentuk dari ketidaktepatnya aktivitas sel stem
sehingga terjadi produksi yang berlebihan pada sel stroma maupun sel pada
kelenjar (Purnomo, 2012).

3. Manifestasi Klinis Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)


BPH adalah penyakit yang diderita oleh laki-laki usia rata-rata 50 tahun. BPH
merupakan gambaran klinis dari dampakn obstruksi saluran kencing, sehingga pasien
sulit untuk miksi (buang air kecil). Berikut beberapa gambaran klinis pada klien BPH
(Eko Prabowo & Andi Eka Pranata, 2014) :
a. Gejala prostismus (nokturia, urgency, penurunan aliran urine)
Kondisi ini disebabkan oleh kemampuan vesika urinaria yang gagal
mengeluarkan urine secara spontan dan regular, sehingga volume urine sebagian
besar masih tertinggal di dalam vesika.
b. Retensi urine
Pada awal obstruksi, biasanya pancaran urine lemah, akan terjadi hesistansi,
intermitensi, urine menetes, dorongan mengejan yang kuat saat miksi, dan retensi
urine. Retensi urine sering dialami oleh penderita BPH krronik. Secara fisiologis
vesika urinaria memiliki kemampuan untuk mengeluarkan urine melalui kontraksi
otot destrusor. Namun obstruksi yang berkepanjangan akan membuat beban kerja
m. destrusor semakin berat dan pada akhirnya akan mengalami dekompensasi.
c. Pembesaran prostat
Hal ini diketahui melalui rectal toucher (RT) anterior. Biasanya didapatkan
gambaran pembesaran prostat dengan konsistensi jinak.
d. Inkontinensia
Inkotinensia yang terjadi menunjukkan bahwa m. destrusor gagal melakukan
kontraksi. Dekompensasi yng berlangsung yang berlangsung lama akan
mengiritabilitas serabut syaraf urinarius, sehingga control untuk melakukan miksi
hilang.

4. Pemeriksaaa Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang Benigna Prostat


Hiperplasia (BPH)
Pemeriksaan klinis dilakukan untuk, mengetahui apakah pembesaran ini bersifat
bebenigna atau maligna dan untuk memastikan tidak adanya penyakit penyakit
penyerta lainnya. Berikut pemeriksaannya (Grace,2006)
1) Urinalisis dan Kultur Urine
Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi dan RBB (Red
Blood Cell) dalam urine yang memanifestasikan adanya perdarahan / hematuria.
2) DPL (Deep Peritoneal Lavage)
Pemeriksaan pendukung ini untuk melihat ada tidaknya perdarahan
internal dalam abdomen. Sampel yang diambil adalah cairan abdomen dan
diperiksa sel darah merahnya.
3) Ureum, Elektrolit dan Serum Kreatinin
Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal ini sebagai
data pendukung untuk mengetahui penyakit komplikasi dari BPH, karena
obstruksi yang berlangsung kronis seringkali menimbulkan hidronefrosis yang
lambat laun akan memperberat fungsi ginjal dan pada akhirnya menjadi gagal
ginjal.
4) PA ( Patologi Anatomi)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca operasi. Sampel
jaringan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk mengetahui apakah
hanya berseifat benigna atau maligna, sehingga akan menjadi landasan treatment
selanjutnya.
5) Catatan Harian Berkemih
Setiap hari perlu dilakukan evaluasi output urine, sehingga akan terlihat
bagaimana siklus rutinitas miksi dari pasien. Data ini menjadi bekal untuk
membandingkan dengan pola eleminasi urine yang normal.
6) Urovloumetri
Dengan menggunakan alat pengukur, maka akan terukur pancaran urine.
Pada obstruksi dini seringkali pancaran melemah bahkan meningkat.. hal ini
disebabkan obstruksi dari kelenjar prostat pada traktus urinarius. Selain itu,
volume residu urine juga harus diukur. Normalnya residual urine < 100ml.
namun, residual yang tinggi membuktikan bahwa vesika urinaria tidak mampu
mengeluarkan urine secara baik karena adanya obstruksi.
7) USG Ginjal dan Vesika Urinaria
USG ginjal bertujuan untuk melihat adanya komplikasi penyerta dari
BPH, misalnya hidronephrosis. Sedangkan USG pada vesika urinaria akan
memperliharkan gambaran pembesaran kelenjar prostat.

5. Penatalaksanaan Medis Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) Dalam


Keperawatan
Penyakit BPH merupakan penyakit bedah, sehingga terapi bersifat simptomatis
untuk mengurangi tanda dan gejala yang diakibatkan oleh obstruksi pada saluran
kemih. Terapi simptosis ditujukan untuk merelaksasi otot polos prostat, sehingga
obstruksi akan berkurang. Jika keluhan masih bersifat ringan, maka observasi
diperlukan dengan pengobatan simptosis untuk mengevaluasi perkembangan klien.
Namun, jika telah terjadi obstruksi / retensi urine, infeksi, vesikolithiasis, insufiensi
ginjal, maka harus dilakukan pembedahan.
1) Terapi Simptomatis
Pemberian obat golongan reseptor alfa-adrenegik inhibitor mampu
merelaksasikan otot polos prostat dan saluran kemih akan lebih terbuka. Obat
goloingan 5-alfa-reduktase inhibitor mampu menurunkan kadar
dehidrotesteron intraprostat, sehingga dengan turunnya kadar testosterone
dalam plasma maka prostat akan mengecil (Schwartz, 2000)
2) TUR – P (Transuretral Resection Prostatectomy)
Tindakan ini merupakan tindakan pembedahan non insisi, yaitu pemotongan
secara elektris prostat melalui meatus uretralis. Jaringan prostat yang
membesar dan menghalangi jalannya urine akan dibuang melalui
elektrokauter dan dikeluarkan melalui irigasi dilator. Tindakan ini memiliki
banyak keuntungan, yaitu meminimalisir tindakan npembedahan terbuka,
sehinggga masa penyembuhan lebih cepat dan tingkat infeksi resiko bisa
ditekan.
3) Pembedahan Terbuka (Prostatectomy)
Tindakan ini dilakukan jika prostat terlalu besar diikuti oleh penyakit penyerta
lainnya, misalnya tumor vesika urinaria, vesikolithiasis, dan adanya adenoma
(Schwartz.2000)

6. Komplikasi Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)


1. Urinary traktus ingection
2. Retensi urin akut
3. Obstruksi dengan dilatasi uretra, hydronefrosis dan gangguan fungsi ginjal
7. WOC Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

Degeneratif

Peningkatan
Epidermal
Dehidroteston Estrogen Testosteron Growth Factor
meningkat meningkat meningkat

Penurunan
Peningkatan sel stem Hiperplasia epitel
Transforming
& stroma prostat
Growth Factor

Proliferasi sel

BPH

Obstruksi sal. Kronis Secondary Effect


Kencing bawah
Residual urin Iritabilitas N. Fungsi
tinggi Urinarius Seksual turun

Tekanan intravesika Kehilangan Disfungsi seksual


meningkat kontrool miksi

Refleks Inkontinensia
berkemih
meningkat Urinarius Fungsional

Sensitifitas
Urgensi meningkat

Hambatan

Retensi Urin Nyeri Akut

Dekompensasi
vesika Urinaria

Aliran fistula
urin

Kerusakan
integritas kulit
C. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Anamnesa
Prostat hanya dialami pada laki-laki. Keluhan yang sering dialami oleh klien
dikenal dengan istilah LUTS (Lower Urininary Tract Symptoms), yaitu hesistansi,
pancaran urin lemah, intermittensi, urgensi, ada sisa urin pasca miksi, frekuensi
dan disuria (jika obstruksi meningkat)
2. Pemeriksaan Fisik
 Peningkatan nadi dan tekanan darah (tidak signifikan, kecuali ada penyakit
yang menyertai). Ini merupakan bentuk kompensasi dari nyeri akibat
obstruksi meatus uretralis dan adanya distensi bladder. Jika retensi urin
berlangsung lama akan ditemukan ditemukan tanda dari gejala urosespsis
(peningkatan suhu tubuh) .
 Obstruksi kronis pada saluran kemih akibat BPH menimbulkan retensi
urin pada bladder hal ini akan memicu terjadinya refluks urin dan terjadi
hidronefrosis serta pyelonefrosis, sehingga jika kita palpasi secara secara
bimanual akan ditemukan rabaan pada ginjal. Pada palpasi suprasimfisis
akan teraba distensi bladder
 pada pemeriksaan penis, pada pemeriksaan ini uretra dan skrotum tidak
akan ditemukan kelainan kecuali penyakit ini disertai oleh penyakit seperti
stenosis meatus, stiktur uretralis, uretralithiasis, kanker penis maupun
epididimitis.
 Pemeriksaan rectal toucher, pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan
sederhgana dan paling mudah untuk menegakkan BPH. Tujuannya adalah
menentukan konsistensi system persarafan unit resiko uretra dan besarntya
prostat.

3. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan darah lengkap tidak menunjukkkan adanya kelainan,
kecuali jika BPH disertai oleh urosepsis, yaitu adanya peningkatan leukosit. Pada
pemeriksaan urin lengkap akan ditemukan bakteri pathogen pada kultur jika
adanya infeksi dan adanya eritrosis jika terjadinya rupture pada jaringan prostat.
Pada kondisi pois operasi, pemeriksaan PA dilakukan untuk menentukan
keganasan atau jinaknya jaringan prostat yang mengalami hyperplasia.

4. Pemeriksaan Penunjang Lainnya


Pemeriksaan penunjang lainnya bisa membantu untuk menegakkan
diagnosisi BPH yaitu USG ginjal (melihat komplikasi) dan vesika urinaria
(tampak pembesaran jaringan prostat). Pemeriksaan uroflowmetri sangat penting
untuk melihat pancaran urin.
Berikut penilaian dari pemeriksaan uroflowmetri:
a. Flowret maksimal > 15 ml/detik = non obstruktif\
b. Flowret maksimal 10-15 ml/detik = borderline
c. Flowret maksimal < 15ml/detik = obstruktif

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada pasien dengan BPH adalah :
1) Retensi Urin (00023)
a) Definisi : pengosongan kandung kemih tidak tuntas
b) Batasan Karakteristik :
- Tidak ada haluaran urin
- Distensi kandung kemih
- Urin menetes
- Sering berkemih
- Inkontinensia aliran berlebih
- Residu urin
- Sensasi kandung kemih penuh
- Berkemih sedikit
c) Factor yang Berhubungan :
- Sumbatan
- Tekanan ureter tinggi
2) Nyeri Akut (00132)
a) Definisi : pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan
berkaitan dengan kerusakan jaringan yang actual atau potensial, atau
digambarkan dalam kerusakan (International Assosiation for the Study of
Pain) ; awitan tiba-tiab atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat
dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6
bulan.
b) Batasan Karakteristik :
- Perubahan selera makan, tekanan darah, frekuensi jantung, frekuensi
pernapasan.
- Diaphoresis
- Perilaku
- Ekspresi wajah nyeri
- Melindungi area nyeri dan focus menyempit (gangguan persepsi nyeri,
hambatan proses berpikir, penurunan interaksi)
- Putus asa
- Melaporkan nyeri secara verbal
- Dilatasi pupil
- Focus pada diri sendiri
- Gangguan tidur
c) Faktor yang Berhubungan
- Agens cedera (biologis, zat kimia, fisik, psikologis)

3) Ansietas (00146)
a) Definisi : merupakan perasaan tidak nyaman / kekhawatiran yang samar
disertai respon autonom (seringkali sumber tidak spesifik dan tidak
diketahui oleh individu) ; perasaan takut disebabkan oleh antisipasi
terhadap bahaya .
b) Batasan Karakteristik
- Penurunan produktivitas
- Gerakan ekstra
- Gelisah
- Insomnia
- Kontak mata buruk
- Waspada
- Agitasi
- Wajah tegang
- Tremor tangan
- Khawatir karna perubahan peristiwa kehidupan
- Peningkatan keringat, ketegangan, gemetar dan suara bergetar
c) Faktor yang Berhubungan
- Perubahan dalam status kesehatan
- Infeksi

4) Disfungsi Seksual (00059)


a) Definisi : suatu kondisi yang ditandai dengan individu mengalami
perubahan fungsi seksual selama fase respon seksual hasrat, terangsang
dan/ atau orgasme, yang dipandang tidak memuaskan, tidask bermakna,
atau tidak adekuat.
b) Batasan Karakteristik
- Keterbatasan aktual akibat penyakit
- Perubahan dalam mencapai persepsi peran seks dan kepuasan seksual
- Tidak mampu dalam mencapai kepuasan yang diharapkan.
- Persepsi perubahan pada rangsangan seksual
- Persepsi defiseinsi hasrat seksual
- Persepsi keterbatasan akibat penyakit
- Mengungkapkan masalah
c) Faktor yang Berhubungan
- Perubahan struktur tubuh (proses penyakit)
- Tidak ada privasi
- Model peran tidak adekuat
Intervensi Keperawatan

1) Retensi Urin
Dx : Retensi Urin berhubungan dengan sumbatan, tekanan ureter tinggi
NOC : 0503. Eliminasi Urin
Kriteria Hasil :
1. Tidak adanya retensi urin.
2. Pola eliminasi normal.
3. Kantong kemih kosong dengan sepenuhnya.
4. Tidak ada nyeri saat kencing.
5. Mampu menjaga pola berkemih yang teratur.
6. Mampu untuk berkemih > 150 ml tiap kalinya.
NIC : 0620. Perawatan Retensi Urin
1) Pasang kateter urine, sesuai kebutuhan.
2) Anjurkan pasien/keluarga untuk mencatatat urine output,sesuai
kebutuhann.
3) Monitor intake output.
4) Monitor derajat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi.

0580. Kateterisasi Urin

1) Jelaskan prosedur dan rasionalisasi katererisasi.


2) Pasang alat dengan tepat.
3) Berikan privasi dan tutupi pasien dengan baik, untuk kesopanan
(yaitu, hanya mengekspos area genitalia).
4) Lakukan atau ajarkan pasien untuk membersihkan selang kateter di
waktu yang tepat.
5) Lakukan pengosongan kantung kateter, jika diperlukan.
6) Dokumentasikan perawatan termasuk ukuran kateter, jenis, dan
jumlah pengisian bola kateter.
7) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai perawatan kateter yang tepat.
2) Nyeri Akut
Dx : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera.
NOC : 1843. Pengetahuan: Manajemen Nyeri
1) Mampu merencanakan strategi untuk mengontrol nyeri.
2) Memberitahu teknik relaksasi yang efektif.
3) Memberitahu manfaat dari modifikasi gaya hidup.
NIC : 1400. Manajemen Nyeri
1) Lakukan pengkajian nyeri, komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, atau beratnya
nyeri dan factor pencetus.
2) Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri.
3) Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan akibat
prosedur.
4) Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri.
5) Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyerinya
dengan tepat.
6) Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi.
7) Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan lainnya
untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan penurunan nyeri
non-farmakologi sesuai kebutuhan.
8) Gunakan tindakan pengontrol nyeri sebelum nyeri bertambah berat.
9) Evaluasi keefektifan dan tindakan pengontrolan nyeri yang dipakai
selama pengkajian nyeri dilakukan.
10) Berikan individu penurunan nyeri yang optimal dengan peresepan
analgesic.
3) Disfungsi Seksual
Dx : Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh (proses
penyakit)
NOC : 0119 Sexual Functioning
Kriteria hasil:
1) Menunjukkan gairah seksual
2) Menunjukkan orgasme.
3) Beradaptasi dan menerapkan teknik adaptasi seksual
4) Menunjukkan kepuasan seksual dan kemampuan berhubungan seksual
5) Melaporkan adanya kepuasan dari pasangan seksual
6) Memahami keterbatasan kondisi untuk melaksanakan aktifitas seksual

NIC : 5248 Sexsual Counseling

Aktifitas keperawatan :

1) Jalin hubungan secran terapeutik dengan klien secara kontinue


2) Jamin privasi dan yakinkan klien merasa nyaman dan percaya diri
3) Beritahu klien bahwa seksualitas merupakan sebuah bagian dari kehidupan
yang penting dan karena suatu hal (penyakit, pengobatan dan stress) terjadi
gangguan fungsi
4) Diskusikan dampak dari penyakit klien terhadap pola seksualitas
5) Diskusikan dengan klien tentang kebutuhan untuk aktifitas seksual
6) Hibur klien untuk mengurangi kecemasan akibat penyakitnya
7) Jelaskan kepada klien untuk aktifitas seksual pasca penyembuhan penyakitya
8) Bantu klien untuk menjelaskan gangguan aktifitas seksualnya kepada
pasangannya karena proses penyakit.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

A. Kasus
Pasien Tn. A sudah dirawat selama 4 hari di rumah sakit, keluhan seperti sakit
waktu BAK, BAK sering tapi sedikit-sedikit dirasakan pasien sejak satu bulan yang lalu,
akan tetapi satu minggu sebelum dibawa kerumah sakit pasien merasa sakit yang luar
biasa. Akhirnya, keluarga membawa klien ke rumah sakit. Ternyata setalah dilakukan
pemeriksaan klien di diagnose dengan pembesaran kelenjar prostat (BPH). Klien
dianjurkan untuk dilakukan operasi. Klien mengatakan cemas dengan tindakan operasi
yang akan dilakukan dan klien serta keluarga tidak mengerti tentang penyakit yang
dideritanya sekarang. Klien berharap penyakitnya dapat disembuhkan. Klien seorang
perokok berat dan peminum alcohol, selama di RS hanya menghabiskan sebagian
makanan yang diberikan. BB sebelum 57 tidak terjadi perubahan, tidak dapat tidur
dengan nyenyak karena sering terbangun di malam hari untuk BAK.
B. Analisis kasus
a. Data Demografi
1) Data pasien
 Nama : Tn. A
 Umur : 55 tahun
 Suku/ Bangsa : Minang
 Status perkawinan : Kawin
 Agama : Islam
 Pendidikan : SMA
 Pekerjaan :-
 Tanggal Masuk RS : 23 Januari 2019
 Tanggal Pengkajian : 27 Januari 2019
 Diagnose Medis : Benigna Prostat Hyperplasia (BPH)
b. Riwayat Kesehatan Pengkajian pada Pasien (11 Pendekatan Fungsional Gordon dan
Pemeriksaan Fisik)
1) Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Klien mengatakan cemas akan tindakan operasi yang akan dilakukan. Klien dan
keluarga tidak mengerti tentang penyakit yang diderita oleh klien sekarang, dan
klien berharap penyakitnya dapat disembuhkan.
2) Pola Nutrisi – Metabolik
Selama di rumah sakit pasien hanya menghabiskan sebagian makanan yang
diberikan. Tetapi pasien tidak mengalami fluktuasi berat badan.
3) Pola eliminasi
 BAK
Klien mengatakan terasa sakit saat melakukan BAK dan BAK sering
namun sedikit-sedikit.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
 Aktivitas
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan
Diri
Makan dan 
minum
Mandi 
Toileting 
Berpakaian 
Berpindah 
 Latihan
Selama dirawat di rumah sakit klien hanya berisitirahat.
5) Pola Kognitif Perseptual
Klien merasa cemas karena akan dilakukan tindakan operasi.
6) Pola Istirahat-Tidur
Klien tidak dapat tidur dengan nyenyak karena sering terbangun di malam hari
untuk BAK.
7) Pola Konsep Diri-Persepsi Diri
Pasien merasa cemas karena akan dilakukan operasi. Pasien dan keluarga
berharap agar cepat sembuh.
8) Pola Peran dan Hubungan
Hubungan klien dan keluarga sangat baik karena keluarga mengharapkan
kesembuhan untuk klien.
9) Pola Reproduksi/ Seksual
Klien mengalami gangguan pada pola seksual karena mengalami pembengkakan
pada kelenjar prostat.
10) Pola Pertahanan Diri
Klien tetap berinteraksi dengan keluarga,
11) Pola Keyakinan dan Nilai
Klien dan keluarga tetap taat beribadah dengan harapan penyakit yang diderita
klien dapat disembuhkan.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis dan Kultur Urine
Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi dan RBB (Red
Blood Cell) dalam urine yang memanifestasikan adanya perdarahan / hematuria.
2. DPL (Deep Peritoneal Lavage)
Pemeriksaan pendukung ini untuk melihat ada tidaknya perdarahan
internal dalam abdomen. Sampel yang diambil adalah cairan abdomen dan
diperiksa sel darah merahnya.
3. Ureum, Elektrolit dan Serum Kreatinin
Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal ini sebagai
data pendukung untuk mengetahui penyakit komplikasi dari BPH, karena
obstruksi yang berlangsung kronis seringkali menimbulkan hidronefrosis yang
lambat laun akan memperberat fungsi ginjal dan pada akhirnya menjadi gagal
ginjal.

4. PA ( Patologi Anatomi)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca operasi. Sampel
jaringan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk mengetahui apakah
hanya berseifat benigna atau maligna, sehingga akan menjadi landasan treatment
selanjutnya.
5. Catatan Harian Berkemih
Setiap hari perlu dilakukan evaluasi output urine, sehingga akan terlihat
bagaimana siklus rutinitas miksi dari pasien. Data ini menjadi bekal untuk
membandingkan dengan pola eleminasi urine yang normal.
6. Urovloumetri
Dengan menggunakan alat pengukur, maka akan terukur pancaran urine.
Pada obstruksi dini seringkali pancaran melemah bahkan meningkat.. hal ini
disebabkan obstruksi dari kelenjar prostat pada traktus urinarius. Selain itu,
volume residu urine juga harus diukur. Normalnya residual urine < 100ml.
namun, residual yang tinggi membuktikan bahwa vesika urinaria tidak mampu
mengeluarkan urine secara baik karena adanya obstruksi.
7. USG Ginjal dan Vesika Urinaria
USG ginjal bertujuan untuk melihat adanya komplikasi penyerta dari
BPH, misalnya hidronephrosis. Sedangkan USG pada vesika urinaria akan
memperliharkan gambaran pembesaran kelenjar prostat.

d. Analisis Data Senjang


1) Data Subjektif
 Pasien mengeluh sakit ketika BAK.
 Pasien merasa cemas karena akan dilakukan operasi.
 Pasien tidak memiliki pengetahuan tentang penyakit.
 Pasien mengatakan sering buang air kecil dalam jumlah yang sedikit.
 Pasien sulit untuk tidur karena seing BAK pada malam hari.
2) Data Objektif
 Berat badan 57 kg.

e. Perumusan Diagnosa sesuai kasus (NANDA)


1) Ansietas (00146)
Ansietas berhubungan dengan gelisah, ditandai dengan cemas dengan tindakan
operasi yang akan dilakukan.
2) Insomnia (00095)
Imsomnia berhubungan dengan perubahan pola tidur, kesulitan mempertahankan
tidur nyenyak, ganggguan status kesehatan ditandai dengan tidak dapat tidur
nyenyak karena sering terbangun di malam hari untuk BAK.
3) Defisien Pengetahuan (00126)
Defisien pengetahuan berhubungan dengan kurang pengetahuan ditandai dengan
ketidaktahuan klien dan keluarga terhadap penyakit yang diderita klien sekarang.
f. Penentuan Kriteria Hasil sesuai kasus (NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. x 24 jam, klien akan
1402. Kontrol Kecemasan Diri
Kriteria Hasil :
a) Kecemasan klien berkurang dari skala 4 menjadi skala 2
b) Klien dapat merencanakan strategi koping untuk situasi yang menimbulkan stress.
c) Klien dapat menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan.
d) Klien dapat mencari informasi untuk mengurangi kecemasan.

0502. Kontinensia Urine

a) Klien dapat menuju toilet diantara waktu ingin berkemih dan benar-benar ingin
berkemih.
b) Klien dapat merasakan respon berkemih tepat waktu.

1814. Prosedur Penanganan

a) Klien mengetahui tujuan dari prosedur penanganan.


b) Klien mengetahui langkah-langkah prosedur.
c) Klien mengetahui tindakan pencegahan yang berkaitan dengan prosedur.
d) Klien mengetahui tindakan yang sesuai untuk komplikasi.
e) Klien mengetahui efek samping penanganan.
f) Klien mengetahui kontraindikasi prosedur.
g. Perumusan Intervensi Keperawatan sesuai kasus (NIC)
a) Pengurangan Kecemasan (5820)
1. Gunakan pendekatan yang tenang untuk meyakinkan.
2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku klien.
3. Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang akan dirasakan dan yang akan
mungkin dialami selama prosedur dilakukan.
4. Berikan informasi factual terkait diagnosis, perawatan dan prognosis.
5. Berikan objek yang menunjukkan perasaan aman.
6. Ciptakan atmosfer rasa aman untuk meningkatkan kepercayaan.
7. Berikan aktivitas pengganti untuk mengurangi tekanan.
8. Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yang tepat.
b) Perawatan inkontinensia urin (0610)
1. Modifikasi pakaian dan lingkungan untuk mempermudah akses ke toilet.
2. Sediakan popok kain yang nyaman dan melindungi.
3. Instruksikan klien dan keluarga untuk mencatat pola dan jumlah urin output.
4. Monitor keefektifan terapi pembedahan, obat-obatan, perawatan mandiri
pasien.
c) Pengajaran Perioperatif (5610)
1. Informasikan kepada pasien dan keluarga untuk menjadwalkan tanggal,
waktu, dan lokasi operasi.
2. Informasikan kepada klien dan keluarga perkiraan lama operasi.
3. Fasilitasi kecemasan pasien dan keluarga.
4. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya.
5. Jelaskan prosedur pre-operasi.
6. Jelaskan obat obatan pre operatif yang diberikan dan efek yang ditimbulkan.
7. Diskusikan kemungkinan nyeri yang akan dialami.
8. Jelaskan perawatan dan peralatan pasca operasi.
9. Instruksikan pasien bagaimana teknik mobilisasi pasca operasi.
BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

BPH (Benigna Prostat Hiperplasia) adalah pembesaran kelenjar prostat secara progresif
yang dapat menyebabkan obtruksi dan ritriksi pada jalan urine (urethra) (M. Clevo Rendi &
Margareth TH, 2012).

BPH disebabkan oleh beberapa factor seperti : Peningkatan DHT (dehidrosteron),


Ketidakseimbangan estrogen-testosteron, Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat ,
Berkurangnya kematian sel (apoptosis), Teori stem sel.

Penderita BPH sendiri kondisinya seperti saat membuang urin masih ada yang tersisa urin
di kandung kemihnya, pancaran urinnya lemah, terasa sakit saat buang akir kecil karna adanya
pembesaran prostat, serta inkoninensia urin. Sedangkan untuk memeriksa apakah seseorang
tersebut menderita BPH atau tidaknya dapat dengan menggunakan pemeriksaan : Urinalisis dan
Kultur Urine, DPL (Deep Peritoneal Lavage), Ureum, Elektrolit dan Serum Kreatinin, PA (
Patologi Anatomi), Catatan Harian Berkemih, Urovloumetri dan USG Ginjal dan Vesika
Urinaria.

Penyakit BPH sendiri dapat ditangani dengan proses pembedahan, seperti pembedahan
terbuka. Namun pembedahan terbuka ini dilakukan jika prostat terlalu besar dan diikuti penyakit
seperti tumor, vesika urinaria, dll. Namun juga bisa dengan beberapa terapi meskipun bersifat
simptomatis. Contohnya dengan pemberian obat golongan reseptor alfa-adrenegik inhibitor
mampu merelaksasikan otot polos prostat dan saluran kemih akan lebih terbuka.

2. Saran
Agar terhindar dari penyakit BPH sebaiknya pria yang sudah lanjut usia harus bisa
menjaga diri supaya bisa menhindar dan mecegah adanya penyakit BPH. Jika ada tanda-
tanda seperti : sering buang air kecil, tergesa-gesa untuk buang air kecil, buang air kecil
malam hari lebih dari satu kali, sulit menahan buang air kecil, pancaran melemah, akhir
buang air kecil belum terasa kosong, menunggu lama pada permulaan buang air kecil, harus
mengedan saat buang air kecil, buang air kecil terputus-putus, dan waktu buang air kecil
memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan terjadi inkontinen karena overflow
segeralah periksakan kedokter untuk peninjauan lebih lanjut agar penyakitnya tidak semakin
parah.
Lalu kita sebagai tenaga keperawatan juga hendaknya dapat memberikan asuhan
keperawatan secara professional agar klien kita juga mendapat perawatan yang baik da
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Prabowo, Eko,dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Saputra, Lyndon. 2014. Organ System Visual Nursing, Genitouria. Tangerang Selatan:
BINARUPA AKSARA Publishare.
Devi, Anakardian Kris Buana. 2017. Anatomi Fisiologi dan Biokimia Keperawatan.
Yogyakarta: Pustakabarupress.

Anda mungkin juga menyukai