Rumah Sakit Umum Daerah Prof.Dr.H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Pertama
kali dibangun pada tahun 1926 dan dimatfaatkan sejak tahun 1929 dengan nama
Rumah Sakit Umum Kotamadya Gorontalo. Awalnya berupa satu gedung yang terdiri
Maret tahun 2002 Rumah Sakit Umum Prof.Dr.H.Aloei Saboe merupakan bagian dari
Organisasi Tata Kerja Pemerintah Kota Gorontalo yaitu Badan Pengelola Rumah
pembangunan Gedung Baru Rumah Sakit Umum Prof.Dr.H.Aloei Saboe dan tanggal
Saboe Kota Gorontalo yang awalnya berlokasi di Jalan Sultan Botutihe Nomor 7
Kelurahan Heledulaa Selatan Kecamatan Kota Timur telah berpindah alamat di Jalan
084/MENKES/SK/I/2009.
Gedung – gedung yang berada di rumah sakit ini mempunyai 5 gedung
pelayanan rawat inap. 1 gedung pelayanan rawat inap intensif yang terintegrasi
dengan ruang rawat darurat dan ruang bedah sentral. Kemudian G1 yang terdiri dari
ruangan anak dan nifas, G2 terdiri dari bedah dan neurologi, G3 terdiri yakni interna
dan MPKP, dan G4 yaitu ruangan tropik isolasi. Dimana ruang G4 tropik ini yang
untuk pasien infeksius dan menular seperti TB Paru, HIV/AIDS, Tetanus, Morbus
Hansen, Rabies dan penyakit kulit lainnya. Di ruang ini terdapat 7 kamar perawatan
dan 21 tempat tidur (masing-masing kamar 3 tempat tidur), yang dibagi atas 1 kamar
untuk pasien dengan penyakit kulit, 1 kamar untuk pasien dengan HIV, dan 5 kamar
kepala ruangan), 1 administrasi, dan 2 orang pekarya. Khusus untuk perawat 10 orang
dengan jenjang pendidikan DIII keperawatan dan 1 orang dengan jenjang pendidikan
S1 keperawatan.
4.1.2 Karakteristik Responden
Jumlah sampel yang diperoleh selama bulan mei dan juni sebanyak 38
responden (anggota keluarga atau kerabat yang menunggui dan menjaga pasien di
dalam ruangan isolasi G4 tropik RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo).
a. Umur
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur
di Ruang G4 Tropik RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo
kelompok Umur responden diperoleh hasil bahwa responden yang lebih banyak
responden (21.1%).
b. Tingkat Pendidikan
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
di Ruang G4 Tropik RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo
(34.2%), sedangkan responden yang memiliki tingkat pendidikan paling sedikit yaitu
persentase.
a. Pengetahuan
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Keluarga Pasien Tentang TB Paru di Ruang G4 Tropik RSUD Prof. Dr.
Aloei Saboe Kota Gorontalo
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan Pencegahan
Penularan TB Paru di Ruang G4 Tropik RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota
Gorontalo
Tindakan Pencegahan
N Persen (%)
Penularan
Baik 14 36,8
Kurang 24 63,2
Total 38 100,0
menunggui dan menjaga pasien di ruang G4 tropik RSUD Prof.Dr aloei saboe kota
TB paru.
Tabel 4.5
Hubungan pengetahuan keluarga pasien dengan tindakan pencegahan
Penularan TB paru di ruang G4 Tropik RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota
Gorontalo.
Tindakan
Pengetahuan Jumlah
Baik Kurang ρ Value
Responden
N % n % n %
Baik 12 52.1 11 47.9 23 100
Kurang 2 13.3 13 86.7 15 100 0,015
Total 14 36.8 24 63.2 38 100
Berdasarkan hasil analisis tabel 4.5 dibawah yang diperoleh dari X2 hitung
(5,886) lebih besar dari X2 tabel (3,841 ) atau X2 hitung > X2 tabel, hal ini berarti H0
ditolak yang artinya ada hubungan antara pengetahuan keluarga pasien dengan
tindakan pencegahan penularan TB paru diruang G4 Tropik RSUD Prof. Dr. H. Aloei
keluarga yang mempunyai pengetahuan baik memiliki tindakan yang baik, ada 11
responden (28,9%) yang berpengetahuan baik dan memiliki tindakan yang kurang, 2
responden (5,3%) yang berpengetahuan kurang tapi memiliki tindakan baik dan 13
responden (34,2%) memiliki pengetahuan kurang dan tindakan yang kurang. Hasil uji
chisquare dengan nilai X2 hitung (5,886) lebih besar dari X2 tabel (3,841), dengan
nilai kemaknaan p=0,05 (p=0,015), hal ini berarti H0 ditolak yang artinya ada
TB paru diruang G4 Tropik RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.
Dalam penelitian ini responden yang memiliki pengetahuan baik dan tindakan
baik 12 responden (31,6%). Ini tentu sudah jelas bahwa seseorang yang memiliki
tingkat pengetahuan yang baik maka apa yang ia lakukan akan baik pula, seperti yang
terbentuknya suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Hal tersebut sesuai
dengan teori dari Notoadmojo (2002) mengatakan bahwa pengetahuan yang baik
diharapkan akan mempunyai sikap dan tindakan yang baik pula, yang akhirnya dapat
pemahaman tentang penyakit TB paru, ini diketahui oleh peneliti ketika pada saat
berkunjung kembali di ruang G4 tropik peneliti bertanya pada 3 responden yang hasil
bahwa menurut mereka masih merasa baik baik saja walaupun tidak melakukan
tindakan pencegahan yang seharusnya. TB paru yang masa infeksi primernya butuh
waktu 2-4 minggu inilah yang belum diketahui oleh keluarga pasien. Hal ini sejalan
dalam diri (behavior cause) dan perilaku luar diri (behavior causes), pembentukan
perilaku manusia salah satunya akibat kepercayaan dan keyakinan walaupun sudah
(5,3%). Ini tentu tidak sesuai dengan teori yang menurut Notoadmojo (2002) bahwa
pengetahuan yang baik diharapkan akan mempunyai sikap dan tindakan yang baik
pula, yang akhirnya dapat mencegah dan menanggulangi masalah penyakit tersebut.
melakukan kearah sikap dan tindakan yang kurang. Akan tetapi yang ditemukan oleh
peneliti ada 5,3% responden pengetahuan kurang memiliki tindakan baik, hal ini
kembali dalam teori menurut Green bahwa pembentukan perilaku juga dipengaruhi
penularan.
34,2% responden. Tindakan yang merupakan tahap akhir dari perilaku, sehingga
tindakan yang baik atau yang kurang dilakukan oleh responden adalah pengaruh dari
awal yaitu pengetahuan responden. Tindakan yang kurang merupakan faktor resiko
untuk penularan TB paru, seperti tidak menggunakan masker penutup hidung dan
mulut, menyiapkan tempat dahak pasien, memisahkan alat makan dari pasien dengan
anggota keluarga yang lain serta memberikan pencahayaan yang baik di dalam
ruangan. Untuk menjadikan tindakan yang baik keluarga haruslah sering dipaparkan
Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Niko
Rianda tentang hubungan pengetahuan dan perilaku dengan kejadian TB paru di Kota
Solok. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan yang memiliki pengetahuan rendah
terdapat banyak kasus TB paru yaitu 63,3%. Sedangkan pada kontrol hanya 37,3%.
Hasil uji statistik didapat nilai p<0,05 (p=0,034) yang berarti terdapat hubungan yang
memberikan pemahaman yang lebih mendalam bagi keluarga pasien. Dan tentunya
peran serta dari keluarga itu sendiri sangat besar yaitu dengan memahami arti