Anda di halaman 1dari 10

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah Prof.Dr.H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Pertama

kali dibangun pada tahun 1926 dan dimatfaatkan sejak tahun 1929 dengan nama

Rumah Sakit Umum Kotamadya Gorontalo. Awalnya berupa satu gedung yang terdiri

dari 4 (empat) ruangan, yaitu: Apotik, Poliklinik dan Rawat Inap.

Berdasarkan Surat Keputusan Walikota Gorontalo Nomor : 315 tanggal 25

Maret tahun 2002 Rumah Sakit Umum Prof.Dr.H.Aloei Saboe merupakan bagian dari

Organisasi Tata Kerja Pemerintah Kota Gorontalo yaitu Badan Pengelola Rumah

Sakit Umum Prof.Dr.H.Aloei Saboe Kota Gorontalo.

Tepatnya tanggal 19 Maret Tahun 2001 dilaksanakan peletakan batu pertama

pembangunan Gedung Baru Rumah Sakit Umum Prof.Dr.H.Aloei Saboe dan tanggal

19 Maret 2005 dimanfaatkan Gedung Baru Rumah Sakit Umum Prof.Dr.H.Aloei

Saboe Kota Gorontalo yang awalnya berlokasi di Jalan Sultan Botutihe Nomor 7

Kelurahan Heledulaa Selatan Kecamatan Kota Timur telah berpindah alamat di Jalan

Taman Pendidikan Kelurahan Wongkaditi Timur Kecamatan Kota Utara Kota

Gorontalo dengan luas lahan 5,4 Ha.

Pada tanggal 29 Januari 2009 Rumah Sakit Prof.Dr.H.Aloei Saboe Kota

Gorontalo ditetapkan sebagai Rumah Sakit kelas B berdasarkan SK MENKES Nomor

084/MENKES/SK/I/2009.
Gedung – gedung yang berada di rumah sakit ini mempunyai 5 gedung

pelayanan rawat inap. 1 gedung pelayanan rawat inap intensif yang terintegrasi

dengan ruang rawat darurat dan ruang bedah sentral. Kemudian G1 yang terdiri dari

ruangan anak dan nifas, G2 terdiri dari bedah dan neurologi, G3 terdiri yakni interna

dan MPKP, dan G4 yaitu ruangan tropik isolasi. Dimana ruang G4 tropik ini yang

menjadi tempat penelitian kali ini untuk menganalisis hubungan pengetahuan

keluarga pasien dengan tindakan pencegahan TB paru.

Ruang G4 tropik merupakan ruang isolasi yang menjadi ruang perawatan

untuk pasien infeksius dan menular seperti TB Paru, HIV/AIDS, Tetanus, Morbus

Hansen, Rabies dan penyakit kulit lainnya. Di ruang ini terdapat 7 kamar perawatan

dan 21 tempat tidur (masing-masing kamar 3 tempat tidur), yang dibagi atas 1 kamar

untuk pasien dengan penyakit kulit, 1 kamar untuk pasien dengan HIV, dan 5 kamar

untuk penyakit TB paru.

Ketenagaan di ruang G4 tropik itu sendiri memiliki 11 perawat (termasuk

kepala ruangan), 1 administrasi, dan 2 orang pekarya. Khusus untuk perawat 10 orang

dengan jenjang pendidikan DIII keperawatan dan 1 orang dengan jenjang pendidikan

S1 keperawatan.
4.1.2 Karakteristik Responden

Jumlah sampel yang diperoleh selama bulan mei dan juni sebanyak 38

responden (anggota keluarga atau kerabat yang menunggui dan menjaga pasien di

dalam ruangan isolasi G4 tropik RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo).

a. Umur

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur
di Ruang G4 Tropik RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo

Umur n Persen (%)


17 – 25 8 21,1
26 – 45 13 34,2
46 – 65 17 44,7
Total 38 100,0

Berdasarkan tabel 4.1 diatas menunjukan bahwa dari 38 responden untuk

kelompok Umur responden diperoleh hasil bahwa responden yang lebih banyak

yaitu responden berumur lansia 46 – 65 yakni 17 responden (44.7%), sedangkan

yang terkecil responden yang berumur remaja 17 – 25 tahun sebanyak 8

responden (21.1%).

b. Tingkat Pendidikan

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
di Ruang G4 Tropik RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo

Tingkat Pendidikan n Persen (%)


Tidak Sekolah 13 34,2
Tamat SD 12 31,6
Tamat SMP 6 15,8
Tamat SMA 1 2,6
Perguruan Tinggi 6 15,8
Total 38 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 diatas menunjukan bahwa dari 38 responden yang

memiliki tingkat pendidikan terbanyak yaitu tidak sekolah sebanyak 13 responden

(34.2%), sedangkan responden yang memiliki tingkat pendidikan paling sedikit yaitu

tamat SMA sebanyak 1 responden (2.6%).

4.1.3 Analisis Univariat

Analisis ini bertujuan untuk mendeskripsikan variabel-variabel yang

berhubungan tentang pengetahuan TB paru. dalam penelitian ini menggunakan data

kategori sehingga penyajian data dalam bentuk distribusi frekuensi dengan

persentase.

Adapun variabel yang dianalisa dalam penelitian ini mencakup karakteristik

responden (umur dan tingkat pendidikan), pengetahuan keluarga pasien dengan

tindakan pencegahan Penularan TB paru diruang G4 Tropik RSUD Prof. Dr. H.

Aloei Saboe Kota Gorontalo.

a. Pengetahuan

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Keluarga Pasien Tentang TB Paru di Ruang G4 Tropik RSUD Prof. Dr.
Aloei Saboe Kota Gorontalo

Tingkat Pengetahuan N Persen (%)


Baik 23 60,5
Kurang 15 39,5
Total 38 100,0

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukan bahwa dari 38 reponden didapatkan

bahwa responden dengan pengetahuan baik sebanyak 23 responden (60.5%),

responden dengan pengetahuan kurang sebanyak 15 responden (39.5%).

b. Tindakan Pencegahan Penularan TB paru

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan Pencegahan
Penularan TB Paru di Ruang G4 Tropik RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota
Gorontalo

Tindakan Pencegahan
N Persen (%)
Penularan
Baik 14 36,8
Kurang 24 63,2
Total 38 100,0

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukan bahwa responden (keluarga yang

menunggui dan menjaga pasien di ruang G4 tropik RSUD Prof.Dr aloei saboe kota

gorontalo, dari 38 responden didapatkan responden yang tindakan pencegahan

penularannya baik sebanyak 14 responden (36.8%), sedangkan responden yang

tindakan pencegahan penularannya kurang sebanyak 24 responden (63.2%).

4.1.4 Analisis Bivariat


Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan

antara pengetahuan keluarga pasien dengan tindakan pencegahan penularan TB paru

di ruang G4 Tropik RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo

1. Hubungan pengetahuan keluarga pasien dengan tindakan pencegahan penularan

TB paru.

Tabel 4.5
Hubungan pengetahuan keluarga pasien dengan tindakan pencegahan
Penularan TB paru di ruang G4 Tropik RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota
Gorontalo.

Tindakan
Pengetahuan Jumlah
Baik Kurang ρ Value
Responden
N % n % n %
Baik 12 52.1 11 47.9 23 100
Kurang 2 13.3 13 86.7 15 100 0,015
Total 14 36.8 24 63.2 38 100

Berdasarkan hasil analisis tabel 4.5 dibawah yang diperoleh dari X2 hitung

(5,886) lebih besar dari X2 tabel (3,841 ) atau X2 hitung > X2 tabel, hal ini berarti H0

ditolak yang artinya ada hubungan antara pengetahuan keluarga pasien dengan
tindakan pencegahan penularan TB paru diruang G4 Tropik RSUD Prof. Dr. H. Aloei

Saboe Kota Gorontalo.

4.2 Pembahasan tentang Hubungan Pengetahuan Keluarga Pasien Dengan

Tindakan Pencegahan Penularan TB Paru

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa ada 12 responden (31,6%)

keluarga yang mempunyai pengetahuan baik memiliki tindakan yang baik, ada 11

responden (28,9%) yang berpengetahuan baik dan memiliki tindakan yang kurang, 2

responden (5,3%) yang berpengetahuan kurang tapi memiliki tindakan baik dan 13

responden (34,2%) memiliki pengetahuan kurang dan tindakan yang kurang. Hasil uji

chisquare dengan nilai X2 hitung (5,886) lebih besar dari X2 tabel (3,841), dengan

nilai kemaknaan p=0,05 (p=0,015), hal ini berarti H0 ditolak yang artinya ada

hubungan antara pengetahuan keluarga pasien dengan tindakan pencegahan penularan

TB paru diruang G4 Tropik RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.

Dalam penelitian ini responden yang memiliki pengetahuan baik dan tindakan

baik 12 responden (31,6%). Ini tentu sudah jelas bahwa seseorang yang memiliki

tingkat pengetahuan yang baik maka apa yang ia lakukan akan baik pula, seperti yang

sudah peneliti temukan di lokasi penelitian. Pengetahuan adalah awal dari

terbentuknya suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Hal tersebut sesuai

dengan teori dari Notoadmojo (2002) mengatakan bahwa pengetahuan yang baik

diharapkan akan mempunyai sikap dan tindakan yang baik pula, yang akhirnya dapat

mencegah dan menanggulangi masalah penyakit tersebut.


Responden yang memiliki pengetahuan baik tetapi tindakan pencegahan

penularannya kurang 11 responden (28,9%) disebabkan oleh belum terlalu dalamnya

pemahaman tentang penyakit TB paru, ini diketahui oleh peneliti ketika pada saat

berkunjung kembali di ruang G4 tropik peneliti bertanya pada 3 responden yang hasil

kueisioner dan observasinya menunjukan pengetahuan baik tindakannya kurang,

bahwa menurut mereka masih merasa baik baik saja walaupun tidak melakukan

tindakan pencegahan yang seharusnya. TB paru yang masa infeksi primernya butuh

waktu 2-4 minggu inilah yang belum diketahui oleh keluarga pasien. Hal ini sejalan

dengan pendapat Green bahwa pembentukan perilaku sangat dipengaruhi perilaku

dalam diri (behavior cause) dan perilaku luar diri (behavior causes), pembentukan

perilaku manusia salah satunya akibat kepercayaan dan keyakinan walaupun sudah

diketahuinya (Pieter dan Lubis; 2010).

Responden yang memiliki pengetahuan kurang tindakan baik ada 2 responden

(5,3%). Ini tentu tidak sesuai dengan teori yang menurut Notoadmojo (2002) bahwa

pengetahuan yang baik diharapkan akan mempunyai sikap dan tindakan yang baik

pula, yang akhirnya dapat mencegah dan menanggulangi masalah penyakit tersebut.

Dan sebaliknya seseorang yang memiliki pengetahuan kurang maka ia cenderung

melakukan kearah sikap dan tindakan yang kurang. Akan tetapi yang ditemukan oleh

peneliti ada 5,3% responden pengetahuan kurang memiliki tindakan baik, hal ini

kembali dalam teori menurut Green bahwa pembentukan perilaku juga dipengaruhi

oleh luar diri (behavior causes),yang kemungkinan 5,3% responden tersebut


dipengaruhi oleh luar diri atau ikut ikutan dalam melakukan tindakan pencegahan

penularan.

Pengetahuan responden yang kurang dan memiliki tindakan kurang ada

34,2% responden. Tindakan yang merupakan tahap akhir dari perilaku, sehingga

tindakan yang baik atau yang kurang dilakukan oleh responden adalah pengaruh dari

awal yaitu pengetahuan responden. Tindakan yang kurang merupakan faktor resiko

untuk penularan TB paru, seperti tidak menggunakan masker penutup hidung dan

mulut, menyiapkan tempat dahak pasien, memisahkan alat makan dari pasien dengan

anggota keluarga yang lain serta memberikan pencahayaan yang baik di dalam

ruangan. Untuk menjadikan tindakan yang baik keluarga haruslah sering dipaparkan

informasi dengan bagaimana, apa dan dampak dari penyakit TB paru.

Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Niko

Rianda tentang hubungan pengetahuan dan perilaku dengan kejadian TB paru di Kota

Solok. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan yang memiliki pengetahuan rendah

terdapat banyak kasus TB paru yaitu 63,3%. Sedangkan pada kontrol hanya 37,3%.

Hasil uji statistik didapat nilai p<0,05 (p=0,034) yang berarti terdapat hubungan yang

bermakna antara pengetahuan responden dengan kejadian TB paru.

Menurut asumsi peneliti, seharusnya tenaga kesehatan haruslah lebih aktif

dalam upaya meningkatkan pengetahuan serta tindakan pencegahan penularan TB

paru terhadap keluarga melalui penyuluhan penyuluhan dan konseling serta

memberikan pemahaman yang lebih mendalam bagi keluarga pasien. Dan tentunya
peran serta dari keluarga itu sendiri sangat besar yaitu dengan memahami arti

pentingnya proteksi diri terhadap penularan TB paru.

Anda mungkin juga menyukai